“Maksudmu, Yuna bisa tahu kamu kecelakaan mobil dan masuk rumah sakit karena Luna yang memberitahunya?” Willy mengangkat alisnya dan berkata, “Tapi, apa gunanya untuk Luna?”“Selidiki saja. Kita akan tahu nanti,” ujar Hengky, menyipitkan matanya dengan dingin.“Oke, kalau begitu aku akan menyuruh orang untuk melanjutkan penyelidikan.” Willy langsung setuju. “Tapi, hal mengenai Yuna ini, bukannya kamu seharusnya menjelaskannya padanya?”“Dia nggak mau menjawab teleponku.”Willy tertawa terbahak-bahak, mengangkat tangannya dan menepuk pundak Hengky, lalu berkata dengan nada mengejek, “Jangan bilang dia block kamu?”Hengky menyipitkan mata hitamnya, menoleh dan menatap Willy dengan dingin. Willy langsung sadar dia salah ngomong dan menarik tangannya.“Kamu coba telepon dia.”“Aku?” Willy menunjuk dirinya sendiri dengan bingung. Namun, karena dia merasa tertekan ditatap dingin begitu oleh Hengky, dia cepat-cepat mengeluarkan ponselnya dan menelepon Winda.“Nomor yang Anda tuju sedang tidak
Hengky diam saja, teringat akan sikap James terhadap Winda barusan. Ekspresi di wajahnya muram dan masam.Willy melihat raut muka Hengky dan mendengus pelan, “Apa menurutmu sikap James terhadap Winda lebih buruk daripada sikapnya pada anak haramnya Luna?”Hengky mengatakan “iya” yang muram.Willy berkata, “Siapa yang nggak tahu bahwa James lebih memilih anak haramnya itu? Kalau nggak menikah denganmu, Winda mungkin nggak akan berarti apa-apa di mata James sekarang.”“Tapi, menurutku Clara dan putrinya itu sangat hebat, bisa membuat James nurut dan patuh pada mereka. Kalau nggak, dulu waktu mama kandung Winda baru nggak lama meninggal, mana mungkin James berani menahan makian dan tekanan dari keluarga Hanjaya dan membawa kedua orang ini pulang ke rumah? Pria itu nggak peduli dan langsung menikahi Clara, selingkuhannya.” Kata-kata Willy sangat menghina dan merendahkan.“Contohnya, janji pernikahanmu dengan Winda. James awalnya nggak tahu malu dan ingin menjodohkanmu dengan Luna. Untungny
“Aku sebenarnya juga sudah pernah mati sekali. Itu semua salahku, karena aku buta dulu. Aku nggak tahu sifat asli Clara dan putrinya, makanya bisa diperlakukan seperti itu oleh mereka.” Sambil mengungkit hal itu, Winda berkata lagi dengan rasa bersalah dan sedih, “Maafkan aku, Ma.”Winda tidak tahu tentang hubungan Clara dan James dulu, dan karena dia masih kecil saat itu, hubungannya dengan Clara dan Luna tidak terlalu buruk. Dia bahkan sangat percaya pada adiknya itu. Namun, setelah Luna berusaha membunuhnya, dia akhirnya mulai mengetahui banyak hal.Salah satunya adalah tentang kematian ibunya.Ibunya sempat menelepon ayahnya untuk meminta bantuan sebelum meninggal, tetapi ayahnya tidak menjawab telepon karena sedang berselingkuh dengan Clara. Akhirnya, seorang pejalan kaki memanggil ambulans dan membawa ibunya ke rumah sakit, tetapi sudah terlambat.Winda bahkan tidak berani membayangkan betapa putus asa ibunya ketika tidak bisa menghubungi suaminya.Namun, dia tidak tahu apa-apa d
Kalau Hengky memberitahunya secara langsung bahwa dia menyukai Yuna dan memintanya untuk bercerai untuk menyerahkan posisinya sebagai istri pada wanita itu, dia tidak akan merasa sedih dan malu seperti sekarang.Kalau dia tidak mendengar suara Hengky, dia bahkan tidak akan percaya bahwa Hengky adalah orang seperti itu. Namun, kenyataannya memang seperti ini. Dia tidak boleh bermimpi.Winda tersenyum menertawai diri sendiri, mengangkat tangannya untuk menyeka air matanya, lalu berkata, “Ma, aku nggak mau ngomongin hal-hal yang nggak menyenangkan seperti ini lagi, deh. Aku sebenarnya baik-baik saja, Mama nggak perlu mengkhawatirkanku.”Dia bangkit dari tanah dan membungkuk dalam-dalam ke arah batu nisan itu. “Aku mau pulang dulu, Ma. Sampai jumpa lagi.”Setelah mengatakan itu, Winda berbalik badan dan meninggalkan kuburan.Halcyon Cemetary cukup jauh dari perkotaan. Ketika Hengky sampai ke sana, waktu sudah menunjukkan pukul jam tiga kurang.Dia memarkir mobil dan berjalan kaki ke pemaka
Pada saat ini, di rumah sakit.Santo melihat pesan yang tiba-tiba muncul dan buru-buru melapor ke Hengky.“Pak Hengky, ponsel Bu Winda sudah dihidupkan. Lokasi yang ditunjukkan berada di Backsea Street. Selain itu, rekening banknya juga baru melakukan pembayaran 400 juta, mungkin ….”Sebelum Santo selesai berbicara, Hengky berdiri dan memerintahkan, “Kirimi aku lokasinya. Aku akan ke sana sekarang.”Hengky mengambil jaketnya dari rak dan memakainya, mengambil ponsel serta kunci mobilnya, dan langsung hendak pergi.“Pak Hengky, aku akan ikut dengan Bapak.” Santo cepat-cepat meletakkan komputernya dan berdiri.Hengky berpikir selama dua detik, mengangguk, dan melemparkan kunci pada asistennya itu, dan keduanya pun meninggalkan rumah sakit bersama.Lampu-lampu di Backsea Street dihidupkan dengan terang benderang pada malam hari. Suara musik keras diiringi suara ombak. Lambat laun, semakin banyak orang datang ke sini.Winda setengah bersandar di kursi, meletakkan gelasnya ke samping, dan l
Winda mengerutkan kening, mendongak dan melihat ke depan.Tiga pria berusia dua puluhan berdiri di depannya dan menatapnya dengan ekspresi tidak bermoral.Winda merasa agak jijik, lalu berkata dengan nada dingin, “Apa maksud kalian?”Dia tidak menutup telepon, sehingga Martin bisa mendengar dengan sangat jelas. Dia cepat-cepat bertanya, “Kak Winda, ada apa?”“Aduh, Kak Winda.” Ketiga pria besar itu saling melirik dan tersenyum nakal pada Winda.Winda melihat senyuman yang tidak disertai dengan niat baik itu. Jantungnya berdegup kencang. Dia berkata dengan nada yang sangat dingin, “Kalau ada penyakit, pergi ke rumah sakit. Jangan bersikap bodoh di depanku.”Ekspresi ketiga orang itu seketika berubah. Senyuman di wajah mereka berubah menjadi amarah.Salah satu di antara ketiga pria itu orangnya cukup tampan. Pria itu menatap Winda dengan dingin, lalu berkata dengan tersenyum kecil, “Cantik, jangan ngomong begitu, dong. Kami kan hanya keluar untuk bersenang-senang. Kami juga nggak ada nia
Winda mengambil gelas wine yang ada di lantai, menuangkan anggur merah ke dalamnya sampai penuh. Lalu, selagi pria itu sedang berbicara, dia langsung menumpahkan semua anggurnya ke wajah pria itu.Pria itu sedang berbicara, sehingga anggurnya masuk ke mulutnya. Wajahnya memerah karena tersedak, memegang bahu pria di sebelahnya dan mulai terbatuk hebat.Pria tinggi itu langsung marah, langsung mengayunkan tangannya untuk menampar wajah Winda. Winda sudah berwaspada padanya sedari tadi, sehingga ketika pria itu hendak memukulnya, dia langsung menghindar ke samping, lalu memukul bahu pria itu dengan botol wine keras-keras.Pria itu menggeram kesakitan, memegangi bahunya dan menoleh untuk menatap tajam ke arah Winda.Dua pria lainnya juga baru sadar. Mereka memaki kasar dan hendak memukul Winda.Tatapan Winda berubah tajam. Dia menendang satu pria dengan satu kaki dan memukul kepala pria lain dengan botol anggur merah dengan tangan lainnya. Gerakannya gesit dan kuat, tanpa keraguan sedikit
Pria jangkung bernama Kak Arif itu menatap Winda dan berkata dengan senyuman jahat, “Anto, ambilkan sebotol anggur.”“Oke, Kak Arif,” jawab si Pria pendek dan gemuk, berjalan ke meja bundar untuk mengambil sebotol wiski dan berjalan kembali ke sana.Arif menarik rambut panjang Winda dan berkata sambil tersenyum dingin dingin, “Karena kamu nggak mau minum bersama kami, aku hanya bisa memaksanya!”Setelah dia mengatakan itu, dia memberikan isyarat mata pada Anto dan memerintahkan, “Paksa dia teguk bir!”Wajah Anto bengkak dan matanya kecil. Dari penampilannya, dia tampak seperti orang mesum. Ketika mendengar perkataan Arif, dia langsung tersenyum lebar dan ekspresinya berubah semakin mesum.Mereka menatap Winda dengan tidak sopan. Winda merasa sangat jijik. Melihat Anto membuka botol anggur, ekspresi di wajah Winda menjadi masam. Dia berkata dengan nada dingin, “Kamu berani menyentuhku? Apa kamu tahu siapa aku? Percaya nggak ….”Sebelum dia bisa menyelesaikan kalimatnya, Arif memegang da