Share

Perjalanan Waktu: Menyelamatkan Istriku
Perjalanan Waktu: Menyelamatkan Istriku
Penulis: Sulfikar Pertiwi

BAB 1 Last Momentum

Penulis: Sulfikar Pertiwi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Apa?” pekik Hasan saat baru saja menerima telepon dari rumah sakit. Membuat istrinya terkejut dan tanpa sadar menutup mulutnya.

“Bagaimana dengan dokter lain?” tanyanya masih dengan gusar, disertai rasa panik. “Maaf, Dok, untuk saat ini hanya Anda, dokter ahli saraf di rumah sakit ini. Dokter lain takut untuk mengambil tindakan,” tangannya seketika gemetar hebat dan tanpa sadar menjatuhkan ponselnya. Pihak rumah sakit masih memanggil namanya di sana, namun tak mendapatkan jawaban apapun.

Seketika dia teringat akan traumanya terhadap darah, dan itulah juga menjadi alasan mengapa dia tidak pernah ikut andil dalam tindakan operasi.

Melihat suaminya yang memucat, Nisha langsung menghampirinya, memegang bahunya sambil tersenyum lembut padanya.

“Ada apa?” tanyanya dengan suara halusnya. “A-ada operasi kemudian… dokter lain… darah… aku… Nisha, aku tak bisa,” ucapannya tergelagap, namun Nisha menatapnya dengan tatapan khasnya yang selalu membuat Hasan teduh. Nisha membawa Hasan dalam pelukannya, memberinya ketenangan sekaligus kekuatan.

“Kau tak perlu takut… aku selalu di sini.”

“Tapi-” Baru saja Hasan ingin mengucapkan sesuatu kembali, namun Nisha sudah meletakkan jari telunjuknya pada bibir Hasan.

“Ssssssttttt… tak ada yang perlu ditakuti… apa kau tahu? Kisah tak berakhir selama jantung masih berdetak dan darah masih mengalir. Namun jika mereka berhenti, bukanlah hal yang harus ditakutkan, karena itu jalan menuju keabadian… jadi… apa yang kau takutkan.”

Senyuman indah kemudian tertoreh di bibir Nisha, membuat hati Hasan semakin teduh. “Aku tahu kau bisa,” bisik Nisha. Entah mengapa, Hasan merasa dia mendapatkan kekuatan yang entah berasal dari mana. Saat itu juga, dia berjalan menuju rumah sakit.

Setelah tiba di ruang operasi, Hasan segera mengurus pasiennya yang sedang berjuang dalam masa kritisnya. Di tengah keheningan ruang operasi, suasana tegang menyelimuti udara. Dengan cahaya terang dari lampu operasi, fokus dan keputusan terpancar dari setiap gerakan. Wajah Hasan terlihat tegang namun penuh tekad saat ia dengan hati-hati mengenakan sarung tangan bedah. Pasien terbaring di meja operasi, dan denyut nadi pasien yang lemah menciptakan ketidakpastian di sekitarnya.

Hasan memandang instrumen medis yang teratur di atas meja. Alat-alat itu menjadi perpanjangan dari tangannya, yang akan membantu mengubah nasib pasien ini. Namun, bayangan tragedi masa lalu menyala dalam pikirannya seperti hantu, berusaha untuk mengambil alih pikirannya.

Tim medisnya sudah siap, menunggu arahan pertama dari Hasan. Dengan napas dalam, ia mencoba meredakan kegelisahan dalam dirinya. Suaranya tetap tenang saat memberikan arahan, tetapi siapa pun yang melihat matanya akan merasakan gelombang emosi yang tak terungkapkan.

Saat prosedur operasi dimulai, suasana terasa hampir seperti menghadap kegelapan. Setiap gerakan pisau, setiap tindakan tangan, menentukan nasib pasien. Detak jantung Hasan seolah berdampingan dengan detak jantung pasien, mencerminkan kerentanannya yang tak tampak.

Selama operasi, setiap detik waktu terasa berhenti sejenak. Hasan dan timnya larut dalam konsentrasi, melupakan dunia di sekitar mereka. Mereka mengatasi komplikasi dengan tenang dan keahlian yang sama.

Keringat mengalir di kening Hasan, tetapi pandangannya tidak berpindah. Ia terus fokus pada tugasnya, mencari peluang untuk menyelamatkan nyawa yang tergantung padanya. Namun, bayangan kecelakaan tragis terus menghantuinya. Dengan rasa muak, ia menghadapi rasa takut yang sulit dihilangkan.

Detik demi detik berlalu, dan situasinya semakin rumit. Hasan berjuang untuk mengendalikan situasi yang terus berubah. Wajahnya pucat, mencerminkan pertempuran batin yang ia alami. Namun, tak ada tanda kegagalan dalam gerakannya, karena tekadnya yang bulat terus mendorongnya maju.

Akhirnya, tiba saatnya bagi Hasan untuk membuat keputusan akhir yang bisa menghakimi nyawa pasien. Dalam keheningan yang menegangkan, ia membuat langkah terakhir yang diperlukan. Alat-alat berhenti sejenak, seolah waktu berhenti, dan semua mata tertuju padanya.

Perasaan kemenangan dan lega mengalir dalam diri Hasan operasinya berhasil. "Nisha, aku berhasil," ujarnya hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Dengan cepat, ia mengambil ponselnya, tidak sabar untuk memberi kabar baik ini kepada istrinya.

"Dokter, seorang wanita baru saja ditemukan pingsan," dengan panik, si perawat langsung berlari bersama Hasan. Namun, entah mengapa perasaannya tidak enak, dadanya semakin sesak, seakan ada sesuatu yang menunggu di depannya.

Tampak  jelas keadaan Nisha yang terbaring tak sadarkan diri di ranjang rumah sakit, dengan oksigen yang terpasang di mulutnya. "NISHA!" pekiknya, kemudian buru-buru  langsung memeriksa kondisinya.

Hatinya berdebar kencang saat Hasan melihat Nisha terbaring tanpa sadar di ranjang rumah sakit. Rasanya seolah-olah dunianya berhenti sejenak. Langkahnya cepat dan gelisah ketika ia mendekati ranjang tempat Nisha terbaring. Oksigen yang terpasang di mulutnya mengindikasikan ketidakstabilan keadaannya.

"Bagaimana ini bisa terjadi?" tanya Hasan dengan suara gemetar kepada perawat yang masih berada di sisinya. Perawat dengan cepat menjelaskan situasi Nisha, bahwa ia tiba-tiba pingsan dan ditemukan dalam kondisi lemah. Hasan merasa dadanya semakin sesak, dan kekhawatirannya sangat besar. Ia ingin tahu penyebab kejadian ini dan apa yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan Nisha.

Sambil memeriksa tanda-tanda vital Nisha, Hasan mencoba untuk tetap tenang. Ia melihat monitor detak jantung dan tekanan darah dengan saksama, mencari petunjuk tentang kondisi istrinya. Ia juga mengamati sekitar mencari tanda-tanda yang mungkin bisa memberikan petunjuk tentang penyebab pingsan Nisha.

Hasan merasakan perpaduan antara rasa cemas dan takut. Ia tidak ingin kehilangan Nisha, wanita yang telah menjadi pusat hidupnya, cahaya di tengah kegelapan. Namun, di balik rasa takut itu, ada tekad dan keberanian yang kuat. Ia ingat kata-kata Nisha tentang keabadian, tentang ketidakperluan takut jika jantung berhenti berdetak dan darah berhenti mengalir.

Hasan berbicara dengan perawat, meminta agar pemeriksaan lebih lanjut dan tes yang diperlukan segera dilakukan. Ia merasa beban tanggung jawab sebagai suami dan sebagai dokter masih ada di pundaknya. Dengan tangan yang gemetar, ia memegang tangan Nisha dengan lembut, memberikan dukungan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Sementara tim medis berupaya mencari penyebab pingsan Nisha, Hasan merenungkan kata-kata Nisha dan makna mendalamnya.Ada dorongan untuk menghadapi ketakutannya, untuk tidak menyerah pada rasa takut yang mengintai. Ia merasa semangat dan keberanian mengalir dari istrinya, memberinya kekuatan untuk tetap berdiri dan berjuang.

Waktu terasa melambat, dan setiap detik terasa  berat. Tetapi akhirnya, hasil pemeriksaan  keluar, dan Hasan merasa lega karena sekarang ia tahu apa yang perlu dilakukan untuk membantu Nisha. Dalam momen berarti, ia memutuskan untuk maju dengan tekad yang membara.

"Kau pasti akan selamat, tak perlu khawatir," dengan suara serak, ia menelan kesedihannya sambil mengumpulkan semua keberaniannya. Waktu terasa bergerak dengan kecepatan yang berbeda saat Hasan melihat monitor detak jantung Nisha semakin melemah.

Bab terkait

  • Perjalanan Waktu: Menyelamatkan Istriku   BAB 2 Nisha's Secret

    Suaranya serak dan penuh emosi ketika ia berbicara kepada istrinya yang lemah di hadapannya. "Nisha, aku di sini... Tolong, tetaplah bersamaku," bisiknya dengan suara gemetar, berharap kata-kata itu akan sampai ke Nisha, bahkan dalam keadaan seperti ini. Namun, meskipun usahanya sekuat tenaga, detak jantung Nisha semakin redup. Cahaya di matanya semakin memudar, dan Nisha terlihat tenang seperti dalam tidur yang damai. Saat tangan Hasan terus memegang erat tangan Nisha, air matanya tak tertahankan lagi, mengalir deras tanpa bisa ia cegah. Waktu seolah-olah berhenti ketika detak jantung Nisha akhirnya berhenti. Ruangan yang sebelumnya penuh dengan aktivitas kini berubah menjadi tempat yang hening, sunyi, dan penuh duka. Hasan merasakan hatinya hancur, seolah-olah seluruh dunia yang ia kenal runtuh di depan matanya. Pandangannya tertuju pada monitor yang menampilkan garis lurus. "Tidak... tidak... Nisha? Nisha? Apa kau meninggalkanku?... Cepat, ambilkan alat defibrilator," titah Ha

  • Perjalanan Waktu: Menyelamatkan Istriku   BAB 3 Next Step

    "Kau membagi ini denganku.Tapi mengapa kau tidak ingin berbagi ini dengan suamimu?" Nisha menatap mata Sonia dengan ekspresi campuran antara ketakutan dan kerapuhan. "Aku takut, Sonia. Aku takut melihat ekspresi di wajah Hasan saat dia tahu. Aku takut itu akan menjadi beban berat baginya." Sonia merasakan kebingungan dan perasaan campur aduk yang tengah dialami Nisha. Suara Nisha penuh dengan rasa sakit dan keragu-raguan. "Tapi, apa yang akan kau lakukan saat waktunya tiba dan kau harus pergi? Apa yang akan terjadi pada Hasan?" Nisha meneteskan air mata dengan perlahan, mencoba mengendalikan emosinya yang semakin tercabik-cabik. "Aku ingin menghabiskan sisa waktu yang aku punya dengan kedamaian, Sonia. Aku ingin menjalani sisa hidupku tanpa mengantarkannya pada duka yang lebih dalam. Aku tak ingin menyakiti Hasan." Sonia merasa hatinya teriris melihat istri kakaknya yang begitu rapuh. Dia meraih pundak Nisha dengan lembut. "Aku tahu kau Sangat menyayanginya hingga tak mau membeba

  • Perjalanan Waktu: Menyelamatkan Istriku   BAB 4 Mysterious Epiphany

    Laki laki itu kembali menjelajahi kamar miliknya bersama dengan Nisha perlahan dia membuka lemari dan menemukan beberapa pakaian milik Nisha dadanya kembali menjadi sesak melihat pakaian yang baunya masih menguarkan aroma Nisha disana. Sesuatu kemudian membuyarkan fokusnya ketika sebuah kotak hitam terjatuh dari atas lemari terdorong dengan rasa penasarannya Hasan membuka kotak itu yang berisi berkas-berkas tentang Nisha namun pandangannya lebih menarik pada rekap rekam medis milik Nisha. Hasan mulai merenungkan hasil tes dan catatan medis Nisha. Dia ingin mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang terus menghantui pikirannya. Pada akhirnya, dia menemukan jawaban yang membuatnya semakin terpuruk. Rasa bersalah dan penyesalan kembali membanjiri hatinya. Saat pandangannya jatuh pada patung Dewa Siwa yang diletakkan di atas meja nakas Nisha, Hasan merasa adanya perasaan marah yang mulai memuncak. Patung itu terlihat begitu tenang, seperti menggambarkan ketenangan yang jauh dari p

  • Perjalanan Waktu: Menyelamatkan Istriku   BAB 5 Another Fate

    ‘Nisha akan kulakukan apapun untukmu’ bisiknya dalam hati.“Kumohon aku sangar mencintainya tunjukkan padaku akan kuberikan SEGALANYA apapun yang kau pinta,” teriaknya.Kemudian entah datang darimana samar samar Hasan mendengar suara yang bergaung sebelum kesadarannya hilang sepenuhnya.“Apa kau yakin ingin memberikan segalanya? Bahkan bagian dari dirimu?” itulah yang di dengarnya terakhir kali hingga kesadarannya sepenuhnya menghilang.Cahaya menusuk nusuk penglihatannya saat dia mencoba untuk membuka matanya.Sesaat dia merasakan percikan-percikan air yanng begitu dingin dan mendapati seorang anak kecil yang berusia sekitar 10 tahun.“Ah paman sudah bangun rupanya,” sapa anak itu sambil tersenyum manis.Perlahan Hasan bangkit memperbaiki posisinya.Dia melihat ke seekelilingtempaatnnya sedang berada keadaannya begitu semrawut dengan debu yang begitu banyak beterbangan.Suara klakson dan orang-orang yang menjajakan makanan dan suara tawar menawar.“Paman sepertinya tersesat ya? Apakah pa

  • Perjalanan Waktu: Menyelamatkan Istriku   Bab 6 A Little Atmosphere

    Malam kembali menjelang namun suasana di daerah itu masih benar-benar sibuk, meski bukan perkataan kehidupan disana tidak pernah berhenti. Para lelaki berkumpul di rumah makan langganan mereka, tempat mereka melepaskan penat sambil menghisap sisha dan meminum chai diatas dipan-dipan yang disiapkan si pemilik rumah makan. Meski kumuh, daerah itu masih terbilang favorit bagi mereka karena itu merupakan satu-satunya tempat yang memiliki kapasitas besar untuk menampung banyak pelanggan. Kadang hingga hari semakin larut, mereka melanjutkannya dengan bermain judi dengan taruhan seadanya. “Sepertinya aku akan menambah istri lagi,” celetuk seorang pria yang usianya sudah mendekati setengah abad. Giginya sudah mulai menguning karena sudah tidak terhitung begitu banyak sisha yang dia hisap dari pipanya. Suara tawanya disertai batuk, dengan rambut janggut yang sudah memulai memutih dan bagian tengah kepalanya yang sudah mulai terkikis karena sudah rontok. Para orang-orang yang ada disana, yang

  • Perjalanan Waktu: Menyelamatkan Istriku   Bab 7 Riverbank Bonding

    Pagi mulai menyinsing karena semua kesibukan orang di gubuk itu baru berakhir pada saat subuh sudah menjelang maka mereka masih terlelap.Tetapi tidak dengan seorang gadis kecil yang sudah bangun lebih awal untuk mempersiapkan segalanya untuk pertama kalinya tanpa membuat ibunya murka terlebih dahulu.Hari itu cukup tenang dan damai Nisha mulai membereskan dapur dan memungut beberapa pakaian kotor di ruangan itu.Satu persatu alat-alat makan yang hanya tersedia seadanya dia singkirkan dan disatukan didalam sebuah wadah yang cukup besar untuk dibawa ke anak sungai yang airnya sudah sedikit keruh.Hal ini dikarenakan hujan deras yang terjadi semalam.Karena tubuh mungilnya tidak mampu membawanya sekaligus dia mendahulukan cucian kotornya terlebih dahulu.Dengan berhati hati gaadis itu menapaki jalan bebatuan yang sudah berlumut hal yang menjadi alasannya tidak mau memakai alas kaki saat menuju sungai.Karena alih-alih meringankan masalah dia hanya akan membuatnya

  • Perjalanan Waktu: Menyelamatkan Istriku   Bab 8 Isolation

    Setibanya di rumah, Hasan segera meletakkan wadah pakaian basah di atas dipan kemudian menjemurnya. "Apa yang kau lakukan? Jika kau terlalu banyak bergerak, luka di kakimu akan terkena infeksi," teriak Hasan sambil melihat Nisha membawa kembali baskom yang berisi tumpukan cucian alat makan yang sudah dipakai.“Paman, aku hanya terluka, bukan lumpuh. Berhentilah bereaksi berlebihan,” kata Nisha. Mendengar hal itu, Hasan hanya menghela nafas dan mendekati Nisha, merebut baskom itu dari tangannya.“Tunggu di sini, biar aku saja,” ujar Hasan, kemudian menjauh dari gubuk. Nisha hanya menatap punggung Hasan yang pergi menuju sungai untuk membersihkan piring-piring tersebut.“Aku ikut!” Nisha berlari mengejar Hasan. “Tidak, kau tinggal di sini saja,” ujar Hasan, mencoba mencegahnya.“Tidak mau! Pokoknya aku ikut-aku ikut!” Nisha menghentakkan kakinya, meskipun kepala Nisha terasa pening karena ger

  • Perjalanan Waktu: Menyelamatkan Istriku   Bab 9 Light in the Shadows

    Nisha terduduk dalam kegelapan kandang bekas kambing, tubuhnya gemetar akibat rasa sakit fisik dan luka batin yang baru saja dialaminya. Tangisnya terhenti seiring dengan pintu kandang yang ditutup rapat oleh ibunya, meninggalkannya dalam keheningan yang menakutkan.Pada saat itu, Nisha menyadari bahwa dia benar-benar sendirian. Hatinya dipenuhi oleh kebingungan dan ketakutan. Dia merasakan kesepian yang begitu dalam, seolah-olah tidak ada harapan untuk keluar dari situasi ini. Tapi di tengah kegelapan dan keputusasaan, Nisha merasa ada semacam api keberanian yang menyala di dalam dirinya.Dengan perlahan, dia berusaha mengumpulkan kekuatannya. Meskipun badannya terasa lemah akibat kekerasan yang dialami. Dia tahu bahwa dia harus mencari cara untuk meloloskan diri dari situasi ini.Namun sepertinya percuma ibunya mungkin akan melakukan hal yang sama lagi padanya bahkan kemungkinan lebih parah dari sebelumnya.Sementara itu, di luar kandang, Neha masih terhanyut oleh amarahnya. Pikirann

Bab terbaru

  • Perjalanan Waktu: Menyelamatkan Istriku   BAB 10 Forbidden Dreams

    Malam telah tiba dan keluarga kecil itu menyiapkan makan malam seadanya saja. Seperti biasa Neha hanya bisa menyiapkan sepotong roti. Rajan baru saja pulang dari memulung tadi pagi semua anggota keluarga ada disana namun salah satu dari anaknya.“Dimana Nisha?” tanya Rajan dengan heran. Namun Neha yang seharusnya tahu pasti akan jawaban dari pertanyaan itu.“Neha?” panggil Rajan pada istrinya.“Dia di kandang dan jangan sekali-kali kau mencoba untuk membebaskannya,” ujarnya. “Katakan dimana dia sekarang?” bentaknya. Mendengar suaranya itu Neha langsung bangkit dari tempat duduknya mencoba untuk menantang suaminya itu.“Ada apa denganmu? Mengapa kau menghukumnya? Pernikahan lagi?” tanya Rajan yang berhasil membuat Neha yang tadinya ingin meledak-ledak marah padanya karena terlalu memihak Nisha langsung terbungkam dan membuang pandangannya ke lantai.“Neha dia itu anakmu, kau harus ingat itu,” Kembali pria itu mendebatnya namun kemudian Neha menatapnya dengan marah.“Justru karena dia a

  • Perjalanan Waktu: Menyelamatkan Istriku   Bab 9 Light in the Shadows

    Nisha terduduk dalam kegelapan kandang bekas kambing, tubuhnya gemetar akibat rasa sakit fisik dan luka batin yang baru saja dialaminya. Tangisnya terhenti seiring dengan pintu kandang yang ditutup rapat oleh ibunya, meninggalkannya dalam keheningan yang menakutkan.Pada saat itu, Nisha menyadari bahwa dia benar-benar sendirian. Hatinya dipenuhi oleh kebingungan dan ketakutan. Dia merasakan kesepian yang begitu dalam, seolah-olah tidak ada harapan untuk keluar dari situasi ini. Tapi di tengah kegelapan dan keputusasaan, Nisha merasa ada semacam api keberanian yang menyala di dalam dirinya.Dengan perlahan, dia berusaha mengumpulkan kekuatannya. Meskipun badannya terasa lemah akibat kekerasan yang dialami. Dia tahu bahwa dia harus mencari cara untuk meloloskan diri dari situasi ini.Namun sepertinya percuma ibunya mungkin akan melakukan hal yang sama lagi padanya bahkan kemungkinan lebih parah dari sebelumnya.Sementara itu, di luar kandang, Neha masih terhanyut oleh amarahnya. Pikirann

  • Perjalanan Waktu: Menyelamatkan Istriku   Bab 8 Isolation

    Setibanya di rumah, Hasan segera meletakkan wadah pakaian basah di atas dipan kemudian menjemurnya. "Apa yang kau lakukan? Jika kau terlalu banyak bergerak, luka di kakimu akan terkena infeksi," teriak Hasan sambil melihat Nisha membawa kembali baskom yang berisi tumpukan cucian alat makan yang sudah dipakai.“Paman, aku hanya terluka, bukan lumpuh. Berhentilah bereaksi berlebihan,” kata Nisha. Mendengar hal itu, Hasan hanya menghela nafas dan mendekati Nisha, merebut baskom itu dari tangannya.“Tunggu di sini, biar aku saja,” ujar Hasan, kemudian menjauh dari gubuk. Nisha hanya menatap punggung Hasan yang pergi menuju sungai untuk membersihkan piring-piring tersebut.“Aku ikut!” Nisha berlari mengejar Hasan. “Tidak, kau tinggal di sini saja,” ujar Hasan, mencoba mencegahnya.“Tidak mau! Pokoknya aku ikut-aku ikut!” Nisha menghentakkan kakinya, meskipun kepala Nisha terasa pening karena ger

  • Perjalanan Waktu: Menyelamatkan Istriku   Bab 7 Riverbank Bonding

    Pagi mulai menyinsing karena semua kesibukan orang di gubuk itu baru berakhir pada saat subuh sudah menjelang maka mereka masih terlelap.Tetapi tidak dengan seorang gadis kecil yang sudah bangun lebih awal untuk mempersiapkan segalanya untuk pertama kalinya tanpa membuat ibunya murka terlebih dahulu.Hari itu cukup tenang dan damai Nisha mulai membereskan dapur dan memungut beberapa pakaian kotor di ruangan itu.Satu persatu alat-alat makan yang hanya tersedia seadanya dia singkirkan dan disatukan didalam sebuah wadah yang cukup besar untuk dibawa ke anak sungai yang airnya sudah sedikit keruh.Hal ini dikarenakan hujan deras yang terjadi semalam.Karena tubuh mungilnya tidak mampu membawanya sekaligus dia mendahulukan cucian kotornya terlebih dahulu.Dengan berhati hati gaadis itu menapaki jalan bebatuan yang sudah berlumut hal yang menjadi alasannya tidak mau memakai alas kaki saat menuju sungai.Karena alih-alih meringankan masalah dia hanya akan membuatnya

  • Perjalanan Waktu: Menyelamatkan Istriku   Bab 6 A Little Atmosphere

    Malam kembali menjelang namun suasana di daerah itu masih benar-benar sibuk, meski bukan perkataan kehidupan disana tidak pernah berhenti. Para lelaki berkumpul di rumah makan langganan mereka, tempat mereka melepaskan penat sambil menghisap sisha dan meminum chai diatas dipan-dipan yang disiapkan si pemilik rumah makan. Meski kumuh, daerah itu masih terbilang favorit bagi mereka karena itu merupakan satu-satunya tempat yang memiliki kapasitas besar untuk menampung banyak pelanggan. Kadang hingga hari semakin larut, mereka melanjutkannya dengan bermain judi dengan taruhan seadanya. “Sepertinya aku akan menambah istri lagi,” celetuk seorang pria yang usianya sudah mendekati setengah abad. Giginya sudah mulai menguning karena sudah tidak terhitung begitu banyak sisha yang dia hisap dari pipanya. Suara tawanya disertai batuk, dengan rambut janggut yang sudah memulai memutih dan bagian tengah kepalanya yang sudah mulai terkikis karena sudah rontok. Para orang-orang yang ada disana, yang

  • Perjalanan Waktu: Menyelamatkan Istriku   BAB 5 Another Fate

    ‘Nisha akan kulakukan apapun untukmu’ bisiknya dalam hati.“Kumohon aku sangar mencintainya tunjukkan padaku akan kuberikan SEGALANYA apapun yang kau pinta,” teriaknya.Kemudian entah datang darimana samar samar Hasan mendengar suara yang bergaung sebelum kesadarannya hilang sepenuhnya.“Apa kau yakin ingin memberikan segalanya? Bahkan bagian dari dirimu?” itulah yang di dengarnya terakhir kali hingga kesadarannya sepenuhnya menghilang.Cahaya menusuk nusuk penglihatannya saat dia mencoba untuk membuka matanya.Sesaat dia merasakan percikan-percikan air yanng begitu dingin dan mendapati seorang anak kecil yang berusia sekitar 10 tahun.“Ah paman sudah bangun rupanya,” sapa anak itu sambil tersenyum manis.Perlahan Hasan bangkit memperbaiki posisinya.Dia melihat ke seekelilingtempaatnnya sedang berada keadaannya begitu semrawut dengan debu yang begitu banyak beterbangan.Suara klakson dan orang-orang yang menjajakan makanan dan suara tawar menawar.“Paman sepertinya tersesat ya? Apakah pa

  • Perjalanan Waktu: Menyelamatkan Istriku   BAB 4 Mysterious Epiphany

    Laki laki itu kembali menjelajahi kamar miliknya bersama dengan Nisha perlahan dia membuka lemari dan menemukan beberapa pakaian milik Nisha dadanya kembali menjadi sesak melihat pakaian yang baunya masih menguarkan aroma Nisha disana. Sesuatu kemudian membuyarkan fokusnya ketika sebuah kotak hitam terjatuh dari atas lemari terdorong dengan rasa penasarannya Hasan membuka kotak itu yang berisi berkas-berkas tentang Nisha namun pandangannya lebih menarik pada rekap rekam medis milik Nisha. Hasan mulai merenungkan hasil tes dan catatan medis Nisha. Dia ingin mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang terus menghantui pikirannya. Pada akhirnya, dia menemukan jawaban yang membuatnya semakin terpuruk. Rasa bersalah dan penyesalan kembali membanjiri hatinya. Saat pandangannya jatuh pada patung Dewa Siwa yang diletakkan di atas meja nakas Nisha, Hasan merasa adanya perasaan marah yang mulai memuncak. Patung itu terlihat begitu tenang, seperti menggambarkan ketenangan yang jauh dari p

  • Perjalanan Waktu: Menyelamatkan Istriku   BAB 3 Next Step

    "Kau membagi ini denganku.Tapi mengapa kau tidak ingin berbagi ini dengan suamimu?" Nisha menatap mata Sonia dengan ekspresi campuran antara ketakutan dan kerapuhan. "Aku takut, Sonia. Aku takut melihat ekspresi di wajah Hasan saat dia tahu. Aku takut itu akan menjadi beban berat baginya." Sonia merasakan kebingungan dan perasaan campur aduk yang tengah dialami Nisha. Suara Nisha penuh dengan rasa sakit dan keragu-raguan. "Tapi, apa yang akan kau lakukan saat waktunya tiba dan kau harus pergi? Apa yang akan terjadi pada Hasan?" Nisha meneteskan air mata dengan perlahan, mencoba mengendalikan emosinya yang semakin tercabik-cabik. "Aku ingin menghabiskan sisa waktu yang aku punya dengan kedamaian, Sonia. Aku ingin menjalani sisa hidupku tanpa mengantarkannya pada duka yang lebih dalam. Aku tak ingin menyakiti Hasan." Sonia merasa hatinya teriris melihat istri kakaknya yang begitu rapuh. Dia meraih pundak Nisha dengan lembut. "Aku tahu kau Sangat menyayanginya hingga tak mau membeba

  • Perjalanan Waktu: Menyelamatkan Istriku   BAB 2 Nisha's Secret

    Suaranya serak dan penuh emosi ketika ia berbicara kepada istrinya yang lemah di hadapannya. "Nisha, aku di sini... Tolong, tetaplah bersamaku," bisiknya dengan suara gemetar, berharap kata-kata itu akan sampai ke Nisha, bahkan dalam keadaan seperti ini. Namun, meskipun usahanya sekuat tenaga, detak jantung Nisha semakin redup. Cahaya di matanya semakin memudar, dan Nisha terlihat tenang seperti dalam tidur yang damai. Saat tangan Hasan terus memegang erat tangan Nisha, air matanya tak tertahankan lagi, mengalir deras tanpa bisa ia cegah. Waktu seolah-olah berhenti ketika detak jantung Nisha akhirnya berhenti. Ruangan yang sebelumnya penuh dengan aktivitas kini berubah menjadi tempat yang hening, sunyi, dan penuh duka. Hasan merasakan hatinya hancur, seolah-olah seluruh dunia yang ia kenal runtuh di depan matanya. Pandangannya tertuju pada monitor yang menampilkan garis lurus. "Tidak... tidak... Nisha? Nisha? Apa kau meninggalkanku?... Cepat, ambilkan alat defibrilator," titah Ha

DMCA.com Protection Status