Bawahan lainnya berpencar untuk mengepung kuil. Mereka mengawasi sekeliling dengan cermat agar tidak terjadi kesalahan.Kini, jumlah mereka kurang dari 100 orang. Jika Sucipto berhasil melacak lokasi mereka dan mereka tidak sempat membuat persiapan, takutnya akibatnya akan sangat fatal.Apalagi, Wira ada di sini sekarang. Sekalipun mereka harus mati, nyawa Wira tidak boleh terancam sedikit pun. Jika tidak, mereka hanya akan dihujat habis-habisan di Provinsi Lowala."Tuan, apa rencanamu selanjutnya? Tengku sudah ditangkap. Apa kita akan mencari Sucipto untuk bernegosiasi dengannya?" tanya Biantara yang berdiri di samping Wira.Wira menggeleng sambil menyahut, "Kalau Sucipto tahu Tengku ada di tangan kita, dia pasti akan menyerang Kota Hanoe tanpa khawatir terjadi perang. Bagaimanapun, dia cuma punya 1 anak. Dia sangat menyayangi anaknya itu."Wira terkekeh-kekeh. Biantara bertanya dengan heran, "Kalau begitu, apa tujuan kita menangkap Tengku? Cuma untuk menakuti Tengku? Selain itu, Suci
Sore itu juga, Biantara mengutus orang untuk mengantar surat. Saat ini, surat itu sudah sampai di tangan Sucipto.Sejak mendengar kabar tentang penculikan Tengku, Sucipto benar-benar cemas dan terus menunggu kabar di rumah.Namun, semua kabar yang didapatkannya sungguh mengecewakan. Tidak ada yang menemukan petunjuk tentang hilangnya Tengku."Dasar sampah! Kalian semua nggak berguna! Orang itu sampai mengirim surat kepadaku! Dia jelas-jelas menantangku! Kalian malah nggak menemukan lokasi mereka sejak tadi! Apa gunanya aku menggaji kalian!" maki Sucipto.Sucipto sudah membaca surat itu. Saat ini, dia sibuk memaki para bawahannya itu. Pada saat yang sama, pasukan yang diutus ke luar kota pun mendapat perintah untuk kembali.Karena musuh berani mengirim surat, itu artinya mereka sudah bersembunyi dengan baik sehingga tidak mudah untuk ditemukan. Selain itu, Tengku jelas ada di tangan mereka.Jika masih mengutus pasukan untuk mencari, musuh pasti akan makin berwaspada. Begitu mereka memut
Sepuluh uang emas tidak ada apa-apanya bagi para wakil jenderal ini. Namun, bagi prajurit, uang itu lebih besar daripada gaji mereka selama 3 tahun.Kali ini, Sucipto benar-benar bermurah hati. Apalagi, dia membagikannya sebelum misi selesai. Ini tentu akan menjadi godaan besar untuk para prajurit.....Di dalam kuil, Wira dan lainnya menunggu dengan sabar. Meskipun sudah memberi tahu Sucipto lokasinya, tempat itu bukan lokasi sebenarnya. Ada orang yang berjaga di sana untuk memastikan Sucipto tidak melanggar kesepakatan.Jika jumlah pasukan yang dibawa Sucipto lebih dari 100 orang, Wira akan memberinya pelajaran. Jika sebaliknya, Wira akan langsung berperang dengannya dan menghabisi Sucipto."Tuan, kenapa kamu menyuruh Sucipto membawa 100 orang kemari? Bukankah lebih bagus kalau menyuruhnya datang sendirian?" tanya Biantara.Wira terkekeh-kekeh dan menggeleng. "Kamu kira Sucipto bodoh? Kalau suruh dia datang sendirian, mana mungkin dia mau? Nyawa anaknya memang penting, tapi nyawanya
Seratus orang ini adalah prajurit elite Sucipto. Ditambah lagi dengan beberapa wakil jenderal yang mengikutinya, Sucipto pun merasa sangat aman.Namun, setelah Sucipto dan lainnya meninggalkan kota, Izhar pulang ke rumahnya dan memanggil kepala pelayan, "Cepat berkemas! Kita akan pergi ke luar kota dan meninggalkan tempat ini!"Begitu mendengarnya, kepala pelayan pun tertegun. Kemudian, dia bertanya, "Tuan, kenapa kita harus pergi? Kalau semua berjalan sesuai rencanamu, kamu bisa menjadi penguasa Kerajaan Nuala."Istri Izhar juga bergegas menghampiri saat mendengar instruksi ini. Dia menatap Izhar dengan bingung. Dia tahu Izhar adalah orang yang sangat berwaspada sehingga tidak akan memberi perintah seperti ini tanpa alasan. Jangan-jangan ....Sikap Izhar tampak sangat tegas. Kepala pelayan dan istri Izhar bertatapan dengan cemas. Meskipun merasa enggan, mereka tetap mengangguk menyetujui.Izhar duduk di ruang tamu sambil menyaksikan bawahannya sibuk berkemas. Hatinya diliputi kesediha
Wira duduk di tangga batu depan pintu. Dia memandang ke kejauhan sambil bertanya dengan nada datar, "Mereka sudah di mana?"Biantara yang berdiri di samping segera menyahut, "Sucipto dan 100 bawahannya sedang menuju kemari. Mereka semua menunggang kuda dengan kecepatan tertinggi. Menurut perkiraanku, mereka akan tiba dalam waktu kurang dari sejam. Sudah saatnya kita membuat persiapan."Saat ini, sekeliling kuil telah dipasang perangkap. Hanya saja, orang biasa tidak akan bisa melihatnya. Hutan tetap tenang seperti biasanya!Namun, tidak ada yang tahu bahwa Wira telah memiliki niat membunuh kepada Sucipto. Asalkan Sucipto menginjakkan kakinya di sini, jangan harap dia bisa selamat!"Segera kabari Jenderal Trenggi, suruh dia bersiap-siap untuk menjalankan rencana," perintah Wira.Terdapat banyak lapisan dalam rencana yang disusun oleh Wira. Bisa dilihat, Wira telah melakukan persiapan yang sangat matang."Baik!" Biantara mengiakan, lalu segera mengirim surat untuk mengabari Trenggi. Deng
"Mereka sudah di hutan," lapor Biantara yang bergegas kembali ke sisi Wira dan tersenyum dingin.Perangkap sudah dipasang dengan baik. Rencana mereka sudah mulai dijalankan. Begitu Sucipto dan lainnya melewati hutan ini, kedua belah pihak akan bertemu.Hanya saja, hutan ini tidak sesederhana yang terlihat. Kini, hutan ini tidak ada bedanya dengan jaring yang menunggu ikan terperangkap."Saatnya beraksi," perintah Wira sambil melambaikan tangannya.Bukannya Wira suka menyerang secara diam-diam. Hanya saja, kerugian yang dideritanya kali ini terlalu besar. Dia tentu tidak ingin menambah kerugian sehingga memanfaatkan hutan ini untuk mencapai tujuannya. Dengan begitu, jumlah korban juga akan berkurang.Biantara mengangguk, lalu menghunuskan pedangnya dan masuk ke hutan.Wira bangkit dengan perlahan. Di situasi seperti ini, dia tentu harus menampakkan diri supaya Sucipto tidak mati penasaran."Aku ikut." Tiba-tiba, Thalia muncul dari belakang dan merangkul lengan Wira.Wira menunjuk Tengku
Wira terkekeh-kekeh menatap Tengku. Mendengar ini, Leli pun melemparkan pisaunya. Dia tahu bahwa Tengku tidak akan bisa hidup lama. Kematiannya hanya masalah waktu. Jika dibandingkan dengan Tengku, Leli lebih ingin melihat kematian Sucipto.Pada saat yang sama, di hutan. Begitu Sucipto dan lainnya masuk, mereka melihat anak panah yang memenuhi langit. Meskipun semua yang mengikuti adalah prajurit elite, mereka tetap kewalahan menghadapi serangan mendadak ini. Banyak prajurit yang tewas!Kini, 30% dari pasukan Sucipto tergeletak di atas genangan darah. Sebagian besar segera turun dari kuda dan melindungi diri dengan tubuh kuda mereka."Sialan! Ada perangkap di sini! Sebenarnya siapa yang ingin melawanku? Apa mungkin Izhar benar? Semua ini rencana Wira? Tapi, Wira ada di Kota Hanoe. Gimana mungkin dia tiba-tiba bisa kemari? Pasti ada yang salah!" seru Sucipto.Orang-orang yang mengikuti di belakang segera mengeluarkan perisai untuk melindungi Sucipto."Kalau terus bertahan di sini, kita
Thalia, Leli, dan Biantara mengikuti di belakang Wira. Anggota jaringan mata-mata di sekitar juga maju. Selain itu, masih ada para bawahan Wira yang berjaga di sekeliling kuil.Sucipto tidak ada bedanya dengan ayam yang menunggu untuk disembelih. Dia sudah dikepung. Meskipun menunggang kuda hebat, dia tetap tidak bisa melarikan diri dari kepungan ini.Ini karena para anggota jaringan mata-mata itu memiliki meriam tangan. Sepertinya, Wira bertekad untuk membunuh Sucipto hari ini.Ketika berada di dalam hutan, mereka tidak menggunakan meriam tangan dan hanya mengandalkan panah untuk menekan lawan.Namun, sekarang mereka telah menggunakan senjata yang lebih canggih. Bagaimana Sucipto dan bawahannya bisa selamat?Di situasi seperti ini, Sucipto tahu tidak ada gunanya memohon. Dia langsung melempar tombaknya, lalu tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Aku sudah menduga semua ini. Aku nggak akan berbasa-basi karena aku memang kalah.""Kamu memang jenderal hebat. Meskipun kamu penguasa Provins
Dengan kemampuan para menteri hebat ini, mereka pasti bisa meyakinkan para rakyat. Itu sebabnya, tidak ada keributan yang terjadi."Kak, rupanya kamu orang Provinsi Lowala. Dari aksenmu, aku nggak bisa menilai asal-usulmu," ucap Shafa sambil menatap Wira."Aku bukan dari Provinsi Lowala. Aku cuma tinggal lebih lama di sini. Makanya, aku nggak punya aksen seperti mereka," sahut Wira.Sebenarnya tidak ada perbedaan besar pada aksen para penduduk di sembilan provinsi, kecuali yang berasal dari etnis minoritas. Sementara itu, Wira bukan berasal dari dunia ini sehingga aksennya tentu berbeda. Bagaimana mungkin mereka bisa menebak asal usulnya?Shafa bertanya, "Kalau begitu, kamu dari mana?""Rumahku sangat jauh dari sini. Sepertinya aku nggak bakal pernah bisa pulang lagi." Wira menggeleng sambil menghela napas.Wira sendiri sudah lupa dirinya sudah berapa lama dirinya berada di sini. Selain itu, dia tidak pernah menemukan jalan pulang.Namun, harus diakui bahwa kehidupan di sini sangat bai
Kaffa tidak menyahut. Dia tidak percaya pada omongan para perampok ini. Penjahat selamanya adalah penjahat!Ini sama seperti orang baik. Tidak peduli apa yang terjadi, mereka tidak akan pernah tunduk pada kejahatan, apalagi mencelakai orang.Namun, karena Wira telah berbicara demikian, Kaffa tidak berani membantah lagi. Hanya saja, dia masih merasa agak enggan.Nyawa mereka semua ada di tangan Wira. Kaffa merasa agak takut setelah melihat Wira membunuh Jaguar tadi. Jika menyinggung Wira, nasibnya mungkin akan sama dengan Jaguar.Apalagi, Kaffa masih punya adik. Apa pun yang terjadi, dia harus memastikan keselamatan Shafa. Sekalipun nyawa taruhannya, dia tetap harus melindungi Shafa."Siapa namamu? Kulihat kamu sangat pintar bicara dan pintar menilai situasi," tanya Wira kepada pria berwajah tirus itu.Pria itu bergegas menghampiri Wira, lalu menyeka keringat dinginnya sambil memperkenalkan diri, "Namaku Sahim.""Sahim? Oke, aku sudah ingat." Wira mengangguk.Ketika melihat Wira berinis
Tidak ada yang gratis di dunia ini. Kini, seseorang yang begitu kuat dan punya kuasa tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Hal ini tentu membuat mereka merasa curiga."Letakkan senjata kalian sekarang juga! Kalau ada yang berani macam-macam, jangan salahkan aku mengambil tindakan," ancam Wira dengan dingin.Semua orang bertatapan. Tidak ada yang berani ragu sedikit pun. Mereka buru-buru melempar golok mereka ke samping.Di mana mereka, Wira tidak ada bedanya dengan malaikat maut. Jika terus berbasa-basi dengan Wira, takutnya mereka semua akan mati di sini. Tidak ada yang ingin mati!Sekalipun profesi mereka adalah perampok, mereka melakukannya hanya untuk bertahan hidup.Saat berikutnya, para perampok itu berlutut. Pria berwajah tirus itu berkata, "Kak Jaguar sudah mati. Mulai sekarang, kami akan mengikutimu! Kamu adalah bos kami! Kami nggak akan menentang perintahmu, sekalipun nyawa taruhannya!"Semua orang buru-buru menyatakan sikap mereka. Wira tersenyum dingin, lalu berujar, "Kalau b
"Kamu yakin besi di tanganmu itu bisa membunuhku? Kamu kira kami bakal takut?" Jaguar menatap Wira dengan tidak acuh. Orang-orang di belakangnya sontak tertawa, merasa nyali Wira terlalu besar.Jumlah mereka terlalu banyak. Sekalipun Wira dan kedua anak itu bernyawa sembilan, mereka tetap tidak akan bisa melawan. Sepertinya, Wira ketakutan hingga menjadi bodoh."Tuan muda kaya yang dimanjakan sejak kecil memang begini. Mereka nggak bisa menilai situasi dengan baik. Kalau begitu, gimana kalau kita bunuh saja mereka?" usul pria berwajah tirus itu."Kulihat kedua anak di belakangnya itu bukan dari keluarga kaya. Kita bunuh saja mereka supaya tuan muda ini tahu semenakutkan apa kematian. Dengan begini, dia nggak bakal berani bersikap sombong lagi."Kaffa dan Shafa sontak terkesiap. Jika mereka dibawa ke markas perampok, setidaknya mereka bisa mencari kesempatan untuk kabur. Namun, jika mati di sini, bukankah usaha mereka untuk bertahan hidup akan sia-sia? Mereka tidak ingin mati!""Gadis i
Begitu ucapan ini dilontarkan, orang-orang segera bersorak untuk menyetujuinya. Semua orang memaki Wira, membuat Wira terdengar seperti pendosa besar.Wira merasa kecewa. Dia mengusahakan yang terbaik untuk para rakyat, tetapi kebaikannya tidak diterima dan orang-orang bahkan menghinanya.Sebelum Wira bersuara, Kaffa tiba-tiba maju dan berkata dengan lantang, "Omong kosong apa yang kalian bicarakan? Tuan Wira sangat baik pada kita! Jalur perairan sangat menguntungkan bagi para rakyat. Semuanya mendapat keuntungan.""Bencana ini bisa terjadi juga karena ada orang yang melakukan korupsi. Orang-orang itu pasti memakai bahan yang murah. Ini bukan salah Tuan Wira!""Memangnya kalian nggak merasa bersalah menghinanya seperti ini? Jangan lupa. Kalau Tuan Wira nggak membuat kesepakatan dengan kerajaan lain, kita nggak bakal melewati kehidupan damai sekarang!"Wira cukup terkejut melihat keberanian Kaffa. Pemuda ini makin menarik saja. Dia tidak melupakan kebaikan orang lain. Sepertinya, Kaffa
"Kak." Shafa memanggil dan berkata dengan hati-hati, "Kehidupan kita pasti akan makin membaik. Kita nggak boleh membiarkan orang tua kita khawatir. Kamu nggak usah cemas. Aku bukan anak kecil lagi. Aku bisa jaga diri sendiri."Wira merasa agak terharu melihat betapa dekatnya kedua bersaudara ini. Namun, dia tidak mengatakan apa pun untuk merusak suasana.Beberapa saat kemudian, suasana hati kedua bersaudara ini mulai membaik. Ketika mereka hendak melanjutkan perjalanan, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki.Saat berikutnya, sejumlah besar pria kekar muncul di hadapan mereka. Beberapa dari mereka memegang golok. Tatapan mereka tertuju pada Wira dan lainnya lekat-lekat.Yang berdiri di barisan paling depan adalah seorang pria berwajah tirus. Dia berkata, "Kak, kulihat pakaian orang ini lumayan bagus. Sepertinya dia bukan orang biasa. Sepertinya kita bakal untung besar kali ini!"Seseorang yang berada di belakang kerumunan berjalan maju. Pria ini memakai kulit harimau. Dia mengamati Wir
"Oke. Lagian, aku bosan sendirian. Kalau kalian ikut, pasti lebih seru. Kita bisa ngobrol sepanjang perjalanan."Setelah membuat keputusan, ketiga orang itu pun sama-sama berangkat. Setelah melewati lereng bukit, terlihat desa pegunungan yang hancur di kejauhan. Karena terletak di dataran yang agak rendah, banyak air tergenang di sana. Rumah-rumah di dalamnya pun telah hancur.Wira tak kuasa menghela napas. "Bencana alam ini menyebabkan banyak kerugian. Entah sudah berapa desa yang hancur ...."Wira merasa sedih. Cintanya terhadap rakyat tidak perlu diragukan lagi. Jika tidak, mana mungkin dia repot-repot membuat kesepakatan dengan keempat kelompok besar. Tanpa inisiatif Wira, perang pasti masih terjadi sampai sekarang.Sayangnya, jalur perairan yang dibangunnya dengan tujuan mengembangkan kehidupan para rakyat, malah membawa kerugian sebesar ini sekarang. Kini, para rakyat tidak punya tempat tinggal dan kesulitan untuk melanjutkan hidup. Wira merasa dirinya adalah pendosa besar.Semen
Kaffa telah menghabiskan rotinya. Setelah minum beberapa teguk air, rona wajahnya menjadi jauh lebih baik. Energinya juga sudah pulih.Shafa makan lebih lambat. Beberapa saat kemudian, dia baru menghabiskan makanannya. Bibirnya masih terlihat agak pucat, tetapi dia sudah lebih berenergi.Semua ini berkat Wira. Tanpa roti dan air yang diberikan Wira, mungkin mereka berdua akan mati malam ini. Selain itu, sangat berbahaya untuk melewati hutan di situasi seperti ini.Sejak terjadi banjir besar, banyak binatang buas yang bermunculan karena tidak ada pembatas. Jika tidak berhati-hati, mereka mungkin bisa menjadi makanan para binatang buas.Tiba-tiba, Kaffa menghampiri Wira dan berlutut di depannya. Wira hendak memapahnya, tetapi Kaffa menolak. Wira pun bertanya, "Apa yang kamu lakukan?"Shafa juga ikut berlutut. Ketika melihat ini, Wira hanya bisa menggeleng. "Aku membantu kalian cuma karena kita kebetulan bertemu. Aku nggak mungkin membiarkan kalian mati di depanku, 'kan?""Lagian, yang ku
Usai mengatakan itu, gadis itu mengalihkan tatapannya kepada kakaknya dan menjelaskan, "Kak, kamu sudah salah paham. Nggak ada racun kok. Aku cuma tersedak karena makan terlalu cepat."Pemuda itu hanya bisa menunduk dan terdiam saat menyadari dirinya telah salah paham terhadap Wira. Dia tahu dirinya terlalu picik.Wira berdeham untuk memecah keheningan. "Kalau aku benaran taruh racun di makanan kalian, yang keracunan bukan cuma adikmu saja, tapi kamu juga.""Selain itu, kalau ingin macam-macam dengan kalian, targetku pasti kamu. Nggak mungkin adikmu, 'kan?"Pemuda itu seketika memahami maksud Wira. Adiknya sudah sekarat. Jika Wira memang berniat jahat pada adiknya, adiknya tidak mungkin punya kemampuan untuk melawan. Hal ini berlaku juga untuk dirinya. Dia sudah tidak makan tiga hari tiga malam, jadi tidak mungkin bisa melawan Wira.Jadi, kalaupun Wira benar-benar menaruh racun di makanan mereka, Wira pasti akan menargetkannya dan bukan adiknya. Sepertinya, dia memang sudah salah paham