Thalia, Leli, dan Biantara mengikuti di belakang Wira. Anggota jaringan mata-mata di sekitar juga maju. Selain itu, masih ada para bawahan Wira yang berjaga di sekeliling kuil.Sucipto tidak ada bedanya dengan ayam yang menunggu untuk disembelih. Dia sudah dikepung. Meskipun menunggang kuda hebat, dia tetap tidak bisa melarikan diri dari kepungan ini.Ini karena para anggota jaringan mata-mata itu memiliki meriam tangan. Sepertinya, Wira bertekad untuk membunuh Sucipto hari ini.Ketika berada di dalam hutan, mereka tidak menggunakan meriam tangan dan hanya mengandalkan panah untuk menekan lawan.Namun, sekarang mereka telah menggunakan senjata yang lebih canggih. Bagaimana Sucipto dan bawahannya bisa selamat?Di situasi seperti ini, Sucipto tahu tidak ada gunanya memohon. Dia langsung melempar tombaknya, lalu tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Aku sudah menduga semua ini. Aku nggak akan berbasa-basi karena aku memang kalah.""Kamu memang jenderal hebat. Meskipun kamu penguasa Provins
"Dasar tercela!" maki Leli sambil mengepalkan tangan dengan erat. Dia ingin sekali menghabisi Sucipto! Bagaimana bisa ada orang yang begitu tidak tahu terima kasih di dunia ini?"Kamu bisa memiliki pencapaian sekarang berkat Ratu. Ratu baru wafat, tapi kamu mendesak Pangeran Osman sampai dia harus melarikan diri, bahkan kamu hampir membunuhnya! Apa kamu nggak merasa malu pada Ratu?" bentak Leli.Suara Leli terdengar sangat nyaring. Ini pertama kalinya Wira melihat Leli seperti ini. Sepertinya, Leli benar-benar marah kali ini.Tidak ada yang perlu diherankan. Lagi pula, hubungan Leli dengan Jihan sangat dekat. Jihan yang memberi Leli anugerah sebagai wanita paling berbakat di Kerajaan Nuala. Bagaimana mungkin Leli tidak merasa sedih saat melihat Kerajaan Nuala seperti ini?Sucipto terkekeh-kekeh. Dia mendorong Biantara, lalu menghampiri Leli dan berujar, "Ratu memang baik padaku. Berkat Ratu, aku baru bisa mempunyai prestasi seperti ini.""Tapi tanpa bantuanku, Kerajaan Nuala nggak mung
"Kamu yakin mereka hanya akan mendengarkan komandomu?" tanya Wira dengan tidak acuh."Aku yakin kamu nggak mungkin bisa menghasut mereka untuk melawanku!" sahut Sucipto dengan dingin.Wira menggeleng dan berkata, "Aku tentu nggak punya kemampuan seperti itu. Aku juga nggak ingin melakukan hal seperti itu. Buang-buang waktu saja. Waktuku jauh lebih berharga dari yang kamu bayangkan.""Jadi, apa maksudmu barusan?" tanya Sucipto."Sepertinya kamu sudah melupakan Pangeran Osman ya?" tanya Wira balik.Satu pertanyaan singkat ini langsung membuat Sucipto tersadar kembali. Dia memekik, "Kamu diam-diam memancingku ke luar kota bukan cuma untuk membunuhku, tapi juga untuk merebut kekuasaan militerku!""Osman bekerja sama denganmu. Dia pasti sudah tiba di ibu kota, 'kan? Kalau tebakanku nggak salah, yang mengawalnya pasti adalah Jenderal Trenggi. Apa aku benar?"Wira mengangguk sambil tersenyum. Saat ini, Sucipto dan bawahannya tidak akan bisa ke mana pun, apalagi mengancam keselamatan Osman. Ja
Bagaimana bisa mereka mengampuni nyawa penindas yang kejam ini? Tanpa perlindungan Sucipto sekalipun, Tengku tetap akan melakukan kejahatan seperti itu. Apalagi, sudah ada yang mati karena perbuatan Tengku. Pria ini tentu harus diberi pelajaran!"Tuan Wira ...." Sucipto sama sekali tidak peduli pada sikap kedua wanita itu. Dia hanya menatap Wira dengan tatapan memohon.Wira menggeleng dan menyahut, "Aku nggak suka membinasakan seluruh keluarga, jadi aku nggak bakal menyulitkan keluargamu. Tapi, ini bukan berarti aku akan melepaskan Tengku. Dia harus mati. Kamu seharusnya tahu semua yang telah dilakukannya, 'kan?""Aku bisa menjamin selain kamu dan putramu, anggota keluarga lainnya bakal hidup damai." Hanya ini yang bisa dilakukan Wira untuk Sucipto. Dia tidak bercanda. Dia tidak mungkin membinasakan seluruh keluarga Sucipto hanya karena kesalahan seorang.Jika melakukan hal seperti itu, apa bedanya Wira dengan monster? Tidak ada yang berani melawan karena Wira yang memegang kuasa untuk
Sore hari itu, Wira dan lainnya kembali ke ibu kota. Semua berjalan lancar sesuai keinginan Wira.Di bawah bantuan Trenggi, Osman berhasil menguasai seluruh kekuasaan militer Sucipto. Kedelapan jenderal itu pun sudah berkumpul di ibu kota dan menunggu perintah dari Osman.Adapun Baris, dia masih kecil. Meskipun telah terjadi begitu banyak hal, dia tidak tahu apa pun dan hanya bermain dengan jangkrik di belakang istana."Tuan Wira, terima kasih banyak atas bantuanmu. Kalau nggak ada kamu, kami nggak bakal berhasil menstabilkan situasi secepat ini. Beri tahu saja aku kalau butuh bantuan. Aku nggak akan menolak sedikit pun," ujar Osman kepada Wira. Mereka sedang duduk di taman istana.Leli dan Thalia mengobrol di sekitar taman. Suasana di istana menjadi sangat damai sekarang.Wira melambaikan tangan sambil tersenyum. Kemudian, dia menyahut, "Aku dan ibumu berteman. Masalahmu juga masalahku. Tentunya, aku bukan sekadar membantumu, tapi membantu seluruh rakyat. Aku nggak ingin melihat merek
"Kalau begitu, aku akan mengundang mereka malam ini untuk makan bersama, lalu memberi tahu mereka untuk melupakan kejadian sebelumnya. Masalah ini nggak akan pernah diungkit lagi setelah hari ini," ucap Osman.Wira mengangguk sambil memuji dengan tersenyum. "Bagus!""Omong-omong, kamu adalah pahlawan Kerajaan Nuala sekaligus penyelamatku. Kamu harus hadir malam ini ya! Pesta ini diadakan khusus untukmu!" undang Osman yang tersenyum tulus.Wira melambaikan tangan sambil menyahut, "Aku nggak akan hadir. Aku nggak tertarik dengan pesta semacam ini. Aku ingin menikmati malam dengan istriku saja."Osman sontak terbatuk dan wajahnya memerah. Wira pun terkekeh-kekeh, lalu menghampiri Thalia. Thalia pun menatap Wira dengan heran sambil bertanya, "Kalian sudah selesai mengobrol?"Wira mengangguk dan membalas, "Sudah. Urusan selanjutnya nggak ada hubungannya dengan kita lagi. Kita akan bersenang-senang 2 hari di sini, lalu pulang ke dusun."Thalia tidak merasakan keanehan apa pun. Lagi pula, dia
Wira batuk beberapa kali, mana mungkin dia bisa melupakan ekspresi Leli tadi. Dia bukan orang yang bodoh, tentu saja bisa merasakan perasaan Leli terhadapnya, tetapi dia tahu jelas dia sudah memiliki istri-istri yang baik di rumah.Selain itu, Wira dan Leli tidak memiliki pemikiran yang sama, tentu tidak akan ada hasil yang baik. Lebih baik dia bersikap santai dan tidak saling mengikat satu sama lain agar tidak menambah masalah yang perlu bagi Leli."Kenapa? Kamu merasa bersalah ya? Kalau nggak, kenapa nggak berbicara?" kata Thalia dengan kesal.Namun, Wira tetap diam dan hanya tersenyum sebagai jawabannya. Sebagai pria yang memiliki daya tarik memang bukan hal yang bagus. Terlalu banyak wanita di sisi adalah hal yang sangat merepotkan.Di Restoran Kembang, restoran paling mewah di ibu kota Kerajaan Nuala. Saat ini, Biantara sudah memesankan kamar untuk Wira dan yang lainnya dan dia juga sudah menunggu lama di kamar itu.Dengan identitas Wira, tentu saja tidak boleh terlalu menarik per
"Tuan, bagaimana menurutmu hadiah besar yang kuberikan ini?" kata Biantara sambil tersenyum.Wira menganggukkan kepala dengan puas, lalu berjalan mendekati Izhar. Setelah mengelilingi Izhar, dia melambaikan tangan sebagai isyarat agar kedua anggota jaringan mata-mata pergi."Benar-benar nggak disangka kita akan bertemu dengan cara seperti ini. Aku sudah mendengar reputasi Tuan Izhar. Tapi, aku benar-benar mengerti, kenapa Tuan Izhar bisa bekerja sama dengan orang seperti Sucipto? Dengan kecerdasan ini, apa kamu nggak bisa melihat orang itu nggak pergi jauh?"Pemenang adalah rajanya, sedangkan yang kalah adalah penjahatnya. Saat ini, Izhar sudah tertangkap dan berada di tangan Wira. Meskipun memiliki banyak kelebihan, dia juga tidak mungkin bisa melarikan diri dari sini. Jika begitu, lebih baik menyerah dan mungkin masih bisa memiliki kesempatan untuk bertahan hidup.Namun, sebagai pria sejati, Izhar tidak bisa merendahkan dirinya. Ini adalah bentuk keteguhan dirinya yang terakhir.Sete