Wira batuk beberapa kali, mana mungkin dia bisa melupakan ekspresi Leli tadi. Dia bukan orang yang bodoh, tentu saja bisa merasakan perasaan Leli terhadapnya, tetapi dia tahu jelas dia sudah memiliki istri-istri yang baik di rumah.Selain itu, Wira dan Leli tidak memiliki pemikiran yang sama, tentu tidak akan ada hasil yang baik. Lebih baik dia bersikap santai dan tidak saling mengikat satu sama lain agar tidak menambah masalah yang perlu bagi Leli."Kenapa? Kamu merasa bersalah ya? Kalau nggak, kenapa nggak berbicara?" kata Thalia dengan kesal.Namun, Wira tetap diam dan hanya tersenyum sebagai jawabannya. Sebagai pria yang memiliki daya tarik memang bukan hal yang bagus. Terlalu banyak wanita di sisi adalah hal yang sangat merepotkan.Di Restoran Kembang, restoran paling mewah di ibu kota Kerajaan Nuala. Saat ini, Biantara sudah memesankan kamar untuk Wira dan yang lainnya dan dia juga sudah menunggu lama di kamar itu.Dengan identitas Wira, tentu saja tidak boleh terlalu menarik per
"Tuan, bagaimana menurutmu hadiah besar yang kuberikan ini?" kata Biantara sambil tersenyum.Wira menganggukkan kepala dengan puas, lalu berjalan mendekati Izhar. Setelah mengelilingi Izhar, dia melambaikan tangan sebagai isyarat agar kedua anggota jaringan mata-mata pergi."Benar-benar nggak disangka kita akan bertemu dengan cara seperti ini. Aku sudah mendengar reputasi Tuan Izhar. Tapi, aku benar-benar mengerti, kenapa Tuan Izhar bisa bekerja sama dengan orang seperti Sucipto? Dengan kecerdasan ini, apa kamu nggak bisa melihat orang itu nggak pergi jauh?"Pemenang adalah rajanya, sedangkan yang kalah adalah penjahatnya. Saat ini, Izhar sudah tertangkap dan berada di tangan Wira. Meskipun memiliki banyak kelebihan, dia juga tidak mungkin bisa melarikan diri dari sini. Jika begitu, lebih baik menyerah dan mungkin masih bisa memiliki kesempatan untuk bertahan hidup.Namun, sebagai pria sejati, Izhar tidak bisa merendahkan dirinya. Ini adalah bentuk keteguhan dirinya yang terakhir.Sete
"Aku bisa memberimu waktu beberapa hari untuk berpikir. Kalau kamu sudah memutuskan, aku yang akan turun tangan berbicara dan meminta Osman untuk memberimu kesempatan kedua. Bagaimana menurutmu?"Izhar langsung terdiam dan ekspresinya terharu. Awalnya, dia sudah pasti akan mati karena dia sudah terlibat dalam pemberontakan dan kesalahannya sangat parah. Ditambah lagi, Wira terkenal bertindak dengan tegas dan membunuh orang tanpa ragu, dia merasa dirinya tidak ada artinya di hadapan Wira.Namun, Izhar sama sekali tidak menyangka Wira memilih untuk melepaskannya. Wira bahkan bersiap untuk memberinya tanggung jawab besar dan bersedia membantunya meminta ampun.Izhar tahu meskipun Osman meragukannya atau tidak bersedia untuk menggunakan jasanya, Osman tetap akan memberinya kesempatan kedua jika Wira berbicara. Osman bisa berada di posisinya sekarang semuanya berkat jasa Wira, sehingga Wira memiliki kekuasaan mutlak di hadapan Osman.Setelah memikirkannya dengan jelas, Izhar tidak ragu-ragu
Meskipun sembilan provinsi sudah kembali damai, tidak ada yang tahu kapan situasi ini akan berubah. Begitu perang kembali berkobar di sembilan provinsi, bahkan hubungan antara Wira dan Osman yang saat ini cukup baik pun kelak akan saling bertentangan jika kepentingan mereka berbenturan. Pada saat itu, Izhar akan menjadi ancaman besar mereka.Wira malah melambaikan tangannya dengan santai dan berkata, "Kamu nggak perlu mengkhawatirkan hal ini. Kalau orang berbakat seperti ini mati di tangan kita, aku akan sangat sedih. Setelah merenungkannya, aku merasa lebih baik biarkan dia kembali ke sisi Osman dulu untuk sementara waktu.""Aku yakin Osman juga bukan orang yang lupa budi, dia pasti mengerti niat baikku. Begitu juga dengan Izhar. Meskipun kelak aku akan berhadapan dengan Osman dalam pertarungan, Izhar juga akan berusaha keras mencegahnya. Lagi pula, masih belum tentu hari itu akan datang, 'kan?"Melihat Wira sudah merencanakannya, Biantara juga tidak berbicara lebih banyak lagi dan se
Suara yang tiba-tiba itu membuat ekspresi Wira dan Thalia berubah. Saat menoleh ke belakang, mereka melihat beberapa pria berpakaian sangat mewah mendekat. Meskipun mengenakan pakaian sutra yang mahal, wajah pria-pria itu terlihat kasar dan jelas bukan orang yang baik. Hanya melihat pria-pria itu sekilas saja, Wira sudah merasa kesal.Melihat kedatangan para pria itu, orang-orang di sekitar langsung menjauh dan tidak berani mendekat."Mereka ini Empat Tuan Muda Kota Nasaka.""Mereka berempat ini bukan orang-orang yang boleh disinggung.""Lebih baik kita jangan melihat keributan ini lagi. Ayo cepat pulang agar nggak terkena masalah.""Wanita itu benar-benar malam. Sepertinya Empat Tuan Muda Kota Nasaka tertarik pada wanita itu."Orang-orang di jalan mulai berbicara, tetapi banyak yang sudah pergi. Suara mereka memang tidak terlalu keras, tetapi tetap terdengar ke telinga Wira.Setelah mendengar kata-kata orang itu, ekspresi Wira menjadi makin muram dan menatap Empat Tuan Muda Kota Nasak
Di tengah kerumunan penonton, banyak orang yang matanya mulai bersinar saat melihat uang-uang yang menggoda itu."Dasar berengsek! Apa maksudmu ini?" Sudut mulut pemuda buruk rupa itu berkedut. Di antara generasi muda di ibu kota ini tidak ada orang yang berani tidak menghormatinya, selain Tengku. Saat ini, dia sudah inisiatif melempar uang kepada Wira, tetapi Wira malah mengabaikannya. Sungguh menyebalkan!"Kenapa? Nggak mau?"Tepat pada saat pemuda buruk rupa itu hendak marah, terlihat Andrian sudah berjalan ke depan Wira dan menghentikan langkah pemuda itu.Wira tidak marah, melainkan tersenyum. Dia menatap Thalia, lalu menunjuk Thalia dan berkata, "Terserah kalian saja. Asalkan kalian bisa membawa pergi istriku, kalian bebas melakukan apa pun malam ini. Aku nggak peduli.""Kamu ...."Wajah Thalia memerah dan menatap Wira dengan tajam. Namun, dia mengerti maksud di balik kata-kata Wira. Jelas Wira ingin dia sendiri yang turun tangan untuk menghajar keempat orang itu.Keempat pria it
Ketiga pria yang berada di samping Andrian juga terkejut dan segera memapah Andrian. Pemuda buruk rupa itu menunjuk Thalia, lalu melihat tangan di tanah dan berteriak dengan marah."Kamu tahu siapa dia? Dia ini putra dari Menteri Ritus, kamu sudah membuat masalah besar. Dasar wanita berengsek, berani-beraninya melukai Tuan Andrian. Jangan harap bisa keluar dari ibu kota hidup-hidup!"Orang-orang yang menyaksikan kejadian itu juga terkejut, tetapi mereka lebih merasa puas. Anak-anak orang kaya ini memang harus diberi pelajaran. Jika tidak, orang-orang itu benar-benar tidak tahu batasan.Thalia mendengus. Dia mengelap noda darah di pisau dengan pakaian dan terus mendekati keempat pria itu. "Aku nggak peduli siapa ayahnya. Aku hanya tahu dia sudah menggangguku, jadi ini akibatnya. Kalian semua juga nggak akan lolos dari balasan kalian. Setiap orang harus bertanggung jawab atas tindakannya."Setelah mengatakan itu, terlihat Thalia segera bergerak ke depan keempat pria itu. Setiap kali dia
"Sekarang kamu sudah menjadi pahlawan di mata semua orang. Kalau tadi aku yang turun tangan, apa kamu masih bisa merasakan kemuliaan seperti ini?"Thalia memelototi Wira karena merasa Wira ini hanya membela dirinya saja. Mana ada suami yang membiarkan istrinya yang turun tangan menangani masalahnya sendiri."Malas berdebat denganmu! Kalau kelak ada orang yang menggangguku dan kamu hanya menonton dari samping lagi, aku nggak akan melayangkan tinjuku pada mereka. Tapi, akan jatuh ke kepalamu!" kata Thalia dengan marah.Wira tersenyum dan menganggukkan kepala. "Baiklah. Hanya kali ini saja, nggak akan terulang lagi."Keduanya segera berjalan-jalan dengan santai lagi di jalanan. Mereka melihat barang-barang baru dan mencicipi berbagai makan enak dengan sangat bahagia.Namun, ada yang bersuka cita dan ada juga yang bersedih. Saat Wira dan Thalia sedang bersantai di jalanan, Andrian dan yang lainnya sudah kembali ke rumah mereka dan berita itu segera tersebar. Menteri Ritus Bilal yang awalny