"Singkirkan kain di mulutnya," perintah Wira sambil menunjuk Tengku.Beberapa bawahan di belakang bergegas maju untuk melaksanakan perintah. Kemudian, Tengku menatap Leli dan memohon, "Nona, tolong aku! Aku rakyat Kerajaan Nuala! Ada darah yang sama mengalir di tubuh kita!""Heh!" Leli terkekeh-kekeh sinis. Justru dia ingin sekali membunuh Tengku. Begitu melihat Tengku, amarahnya bahkan makin berkecamuk.Kerajaan Nuala bisa menjadi seperti ini karena ayah Tengku, Sucipto. Gara-gara Sucipto, Osman pun harus bersembunyi di Kota Hanoe. Jadi, bagaimana mungkin Leli mengampuni putra dari pendosa?Namun, akal sehat memberi tahu Leli untuk menahan diri. Sekarang satu-satunya kelemahan Sucipto adalah Tengku. Selama Tengku berada di tangan mereka, posisi mereka akan lebih unggul! Ketika berhadapan dengan Sucipto, peluang menang mereka pun akan lebih besar!"Menolongmu? Otakmu sudah rusak ya? Kamu tahu perbuatan ayahmu? Kamu kira aku nggak tahu perbuatanmu? Orang sepertimu seharusnya dibunuh sej
Bawahan lainnya berpencar untuk mengepung kuil. Mereka mengawasi sekeliling dengan cermat agar tidak terjadi kesalahan.Kini, jumlah mereka kurang dari 100 orang. Jika Sucipto berhasil melacak lokasi mereka dan mereka tidak sempat membuat persiapan, takutnya akibatnya akan sangat fatal.Apalagi, Wira ada di sini sekarang. Sekalipun mereka harus mati, nyawa Wira tidak boleh terancam sedikit pun. Jika tidak, mereka hanya akan dihujat habis-habisan di Provinsi Lowala."Tuan, apa rencanamu selanjutnya? Tengku sudah ditangkap. Apa kita akan mencari Sucipto untuk bernegosiasi dengannya?" tanya Biantara yang berdiri di samping Wira.Wira menggeleng sambil menyahut, "Kalau Sucipto tahu Tengku ada di tangan kita, dia pasti akan menyerang Kota Hanoe tanpa khawatir terjadi perang. Bagaimanapun, dia cuma punya 1 anak. Dia sangat menyayangi anaknya itu."Wira terkekeh-kekeh. Biantara bertanya dengan heran, "Kalau begitu, apa tujuan kita menangkap Tengku? Cuma untuk menakuti Tengku? Selain itu, Suci
Sore itu juga, Biantara mengutus orang untuk mengantar surat. Saat ini, surat itu sudah sampai di tangan Sucipto.Sejak mendengar kabar tentang penculikan Tengku, Sucipto benar-benar cemas dan terus menunggu kabar di rumah.Namun, semua kabar yang didapatkannya sungguh mengecewakan. Tidak ada yang menemukan petunjuk tentang hilangnya Tengku."Dasar sampah! Kalian semua nggak berguna! Orang itu sampai mengirim surat kepadaku! Dia jelas-jelas menantangku! Kalian malah nggak menemukan lokasi mereka sejak tadi! Apa gunanya aku menggaji kalian!" maki Sucipto.Sucipto sudah membaca surat itu. Saat ini, dia sibuk memaki para bawahannya itu. Pada saat yang sama, pasukan yang diutus ke luar kota pun mendapat perintah untuk kembali.Karena musuh berani mengirim surat, itu artinya mereka sudah bersembunyi dengan baik sehingga tidak mudah untuk ditemukan. Selain itu, Tengku jelas ada di tangan mereka.Jika masih mengutus pasukan untuk mencari, musuh pasti akan makin berwaspada. Begitu mereka memut
Sepuluh uang emas tidak ada apa-apanya bagi para wakil jenderal ini. Namun, bagi prajurit, uang itu lebih besar daripada gaji mereka selama 3 tahun.Kali ini, Sucipto benar-benar bermurah hati. Apalagi, dia membagikannya sebelum misi selesai. Ini tentu akan menjadi godaan besar untuk para prajurit.....Di dalam kuil, Wira dan lainnya menunggu dengan sabar. Meskipun sudah memberi tahu Sucipto lokasinya, tempat itu bukan lokasi sebenarnya. Ada orang yang berjaga di sana untuk memastikan Sucipto tidak melanggar kesepakatan.Jika jumlah pasukan yang dibawa Sucipto lebih dari 100 orang, Wira akan memberinya pelajaran. Jika sebaliknya, Wira akan langsung berperang dengannya dan menghabisi Sucipto."Tuan, kenapa kamu menyuruh Sucipto membawa 100 orang kemari? Bukankah lebih bagus kalau menyuruhnya datang sendirian?" tanya Biantara.Wira terkekeh-kekeh dan menggeleng. "Kamu kira Sucipto bodoh? Kalau suruh dia datang sendirian, mana mungkin dia mau? Nyawa anaknya memang penting, tapi nyawanya
Seratus orang ini adalah prajurit elite Sucipto. Ditambah lagi dengan beberapa wakil jenderal yang mengikutinya, Sucipto pun merasa sangat aman.Namun, setelah Sucipto dan lainnya meninggalkan kota, Izhar pulang ke rumahnya dan memanggil kepala pelayan, "Cepat berkemas! Kita akan pergi ke luar kota dan meninggalkan tempat ini!"Begitu mendengarnya, kepala pelayan pun tertegun. Kemudian, dia bertanya, "Tuan, kenapa kita harus pergi? Kalau semua berjalan sesuai rencanamu, kamu bisa menjadi penguasa Kerajaan Nuala."Istri Izhar juga bergegas menghampiri saat mendengar instruksi ini. Dia menatap Izhar dengan bingung. Dia tahu Izhar adalah orang yang sangat berwaspada sehingga tidak akan memberi perintah seperti ini tanpa alasan. Jangan-jangan ....Sikap Izhar tampak sangat tegas. Kepala pelayan dan istri Izhar bertatapan dengan cemas. Meskipun merasa enggan, mereka tetap mengangguk menyetujui.Izhar duduk di ruang tamu sambil menyaksikan bawahannya sibuk berkemas. Hatinya diliputi kesediha
Wira duduk di tangga batu depan pintu. Dia memandang ke kejauhan sambil bertanya dengan nada datar, "Mereka sudah di mana?"Biantara yang berdiri di samping segera menyahut, "Sucipto dan 100 bawahannya sedang menuju kemari. Mereka semua menunggang kuda dengan kecepatan tertinggi. Menurut perkiraanku, mereka akan tiba dalam waktu kurang dari sejam. Sudah saatnya kita membuat persiapan."Saat ini, sekeliling kuil telah dipasang perangkap. Hanya saja, orang biasa tidak akan bisa melihatnya. Hutan tetap tenang seperti biasanya!Namun, tidak ada yang tahu bahwa Wira telah memiliki niat membunuh kepada Sucipto. Asalkan Sucipto menginjakkan kakinya di sini, jangan harap dia bisa selamat!"Segera kabari Jenderal Trenggi, suruh dia bersiap-siap untuk menjalankan rencana," perintah Wira.Terdapat banyak lapisan dalam rencana yang disusun oleh Wira. Bisa dilihat, Wira telah melakukan persiapan yang sangat matang."Baik!" Biantara mengiakan, lalu segera mengirim surat untuk mengabari Trenggi. Deng
"Mereka sudah di hutan," lapor Biantara yang bergegas kembali ke sisi Wira dan tersenyum dingin.Perangkap sudah dipasang dengan baik. Rencana mereka sudah mulai dijalankan. Begitu Sucipto dan lainnya melewati hutan ini, kedua belah pihak akan bertemu.Hanya saja, hutan ini tidak sesederhana yang terlihat. Kini, hutan ini tidak ada bedanya dengan jaring yang menunggu ikan terperangkap."Saatnya beraksi," perintah Wira sambil melambaikan tangannya.Bukannya Wira suka menyerang secara diam-diam. Hanya saja, kerugian yang dideritanya kali ini terlalu besar. Dia tentu tidak ingin menambah kerugian sehingga memanfaatkan hutan ini untuk mencapai tujuannya. Dengan begitu, jumlah korban juga akan berkurang.Biantara mengangguk, lalu menghunuskan pedangnya dan masuk ke hutan.Wira bangkit dengan perlahan. Di situasi seperti ini, dia tentu harus menampakkan diri supaya Sucipto tidak mati penasaran."Aku ikut." Tiba-tiba, Thalia muncul dari belakang dan merangkul lengan Wira.Wira menunjuk Tengku
Wira terkekeh-kekeh menatap Tengku. Mendengar ini, Leli pun melemparkan pisaunya. Dia tahu bahwa Tengku tidak akan bisa hidup lama. Kematiannya hanya masalah waktu. Jika dibandingkan dengan Tengku, Leli lebih ingin melihat kematian Sucipto.Pada saat yang sama, di hutan. Begitu Sucipto dan lainnya masuk, mereka melihat anak panah yang memenuhi langit. Meskipun semua yang mengikuti adalah prajurit elite, mereka tetap kewalahan menghadapi serangan mendadak ini. Banyak prajurit yang tewas!Kini, 30% dari pasukan Sucipto tergeletak di atas genangan darah. Sebagian besar segera turun dari kuda dan melindungi diri dengan tubuh kuda mereka."Sialan! Ada perangkap di sini! Sebenarnya siapa yang ingin melawanku? Apa mungkin Izhar benar? Semua ini rencana Wira? Tapi, Wira ada di Kota Hanoe. Gimana mungkin dia tiba-tiba bisa kemari? Pasti ada yang salah!" seru Sucipto.Orang-orang yang mengikuti di belakang segera mengeluarkan perisai untuk melindungi Sucipto."Kalau terus bertahan di sini, kita