“Aku nggak punya cara lain lagi. Dokter bilang kalau putraku nggak diobati, dia nggak akan bisa hidup melewati hari ini!” Pria paruh baya itu bersujud sambil memohon, “Pak Basri, aku mohon, bermurah hatilah. Aku hanya ingin meminjam 10.000 gabak. Tahun depan, aku pasti akan bekerja keras untuk mengembalikan uang itu!”“Sialan! Kamu kira Pak Basri itu Tuhan? Jangankan putramu, bahkan kalau seluruh keluargamu mati, Pak Basri juga nggak akan peduli!” maki pengawal dengan dingin.“Putraku, Ayah nggak berguna. Ayah nggak bisa menolongmu!”Pria paruh baya itu sudah putus asa. Dia menggendong anaknya, lalu berdiri dan pergi dengan berat hati. Kedua pria lainnya juga berdiri dan mengikutinya pergi sambil menangis. Tiba-tiba, ada seseorang yang mengulurkan tangannya untuk memegang dahi anak yang pingsan itu.“Ka ... kamu mau apa?” tanya pria paruh baya dengan suara gemetar saat melihat Wira yang berpakaian rapi dan diikuti banyak orang.Kedua pria lainnya juga berjalan maju dan menatap Wira de
Pengawal itu langsung gembira dan buru-buru menerima uangnya. Setelah itu, dia berbisik, “Tuan, kamu nggak usah cari garam di desa ini lagi. Nggak akan ada orang yang menjual garam kepadamu.”Wira bertanya dengan heran, “Kenapa?”“Semalam, orang dari Keluarga Yumandi datang dan melarang 18 pemilik tambak garam untuk menjual garam kepada pedagang garam dari Kabupaten Uswal. Kalau nggak, Keluarga Yumandi akan bermusuhan dengan mereka. Jadi, nggak bakal ada orang di Fica yang berani menjual garam untukmu.”Setelah menjawab pertanyaan Wira, pengawal itu buru-buru berlari kembali ke rumah.Mendengar ucapan pengawal itu, kelompok Wira langsung murka. Mereka sudah bersusah payah mendapatkan kupon dan kutipan garam, tetapi Keluarga Yumandi malah menggunakan cara licik untuk menghalangi mereka mendapatkan garam lagi.“Paman Wira, ini maksudku dengan situasi Fica yang rumit.” Fabrian berdesah, “Keluarga Yumandi sudah mengendalikan Fica hampir 100 tahun lamanya. Nggak ada seorang pun di Fica yang
Pria paruh baya sebelumnya berjalan mendekat sambil menggendong anaknya dan masih diikuti kedua pria lainnya.Pemuda sebelumnya langsung melarikan diri sambil memaki, “Sialan! Buat apa kamu ikut campur! Pantas saja tambak garam di Dusun Lofita mengering! Mampus!”Begitu mendengar pemuda itu adalah penipu, Doddy langsung marah dan hendak mengejarnya. Namun, Wira mencegahnya dan bertanya pada pria paruh baya itu, “Bagaimana keadaan anakmu? Apa yang dikatakan dokter?”Duk! Pria paruh baya itu berlutut lagi dan menjawab, “Terima kasih atas perhatian Tuan. Anakku sudah terlepas dari bahaya. Dokter memberikan obat untuk diminum selama tiga hari dan berkata anakku akan sembuh setelah menghabiskan obatnya.”“Baguslah kalau begitu.” Wira menarik pria paruh baya itu untuk berdiri, lalu menyentuh dahi anak kecil itu. Setelah merasakan demamnya sudah turun, Wira baru lega dan berkata, “Oh iya, aku belum tahu namamu.”“Namaku Wisnu Lofita,” jawab Wisnu dengan buru-buru. Kemudian, dia menunjuk ke ar
Sony membawa beberapa orang untuk pergi berbelanja. Tidak lama kemudian, mereka kembali dengan setengah kereta kuda yang dipenuhi beras, mi, daging, dan sayuran.Setelah itu, sekelompok orang itu pergi ke Dusun Lofita yang berjarak sekitar lima kilometer dari sana. Berhubung jalan pegunungan sangat sulit dilewati, mereka melakukan perjalanan selama setengah jam sebelum sampai di Dusun Lofita. Begitu melihat ada kereta kuda yang mendekat, para penduduk dusun pun berlari menjauh dengan ketakutan.“Tuan, mereka bukan takut padamu. Mereka mengira kalian adalah pejabat.” Wisnu berkata sambil tersenyum getir, “Dengan keadaan tambak garam Dusun Lofita selama beberapa tahun terakhir, setiap kali pihak pemerintah datang meminta garam atau memungut pajak, kami nggak mampu memberikannya. Jadi, ada banyak orang dusun yang ditangkap mereka.”Wira mengangguk dalam diam. Situasi ini serupa dengan situasi di Dusun Darmadi. Apabila ada orang yang tidak mampu membayar pajak, pejabat kecil akan langsung
Wira tersenyum dan menjawab, “Tapi aku tahu cara menggalinya.”Fabrian buru-buru mencegah, “Paman Wira, jangan bercanda! Menggali tambak garam bukanlah pekerjaan yang gampang.”“Tuan, mereka bertujuh menghabiskan waktu tiga tahun dan baru sanggup menggali sedalam 10 meter!” Dian juga membujuk, “Kita paling lama hanya bisa tinggal di sini selama empat hari. Nggak mungkin kita bisa menggali cukup dalam.”Danu, Doddy, dan yang lain merasa bingung, tetapi tidak meragukan Wira.Wira bertanya, “Gimana kalau aku bisa membuat mereka menggali lebih dari 10 meter dalam waktu tiga hari?”Dian menjawab dengan serius, “Kalau Tuan bisa melakukannya, aku akan mematuhi semua perintahmu kelak!”Wira berkata sambil mengedipkan matanya, “Pada saat itu, aku akan menyuruhmu menyetujui sebuah permintaan yang akan sangat menyulitkanmu!”Dian memikirkan apa maksud Wira, lalu menjadi agak tersipu. Dia menjawab, “Kalau Tuan benar-benar berhasil, aku akan menyetujui semua permintaanmu. Sebaliknya, kalau Tuan gag
“Dia cuma seorang anak bau kencur dari desa. Apa yang bisa dilakukannya untuk menyusahkan Keluarga Yumandi?” Sanur bertanya dengan meremehkan, “Memangnya ada pemilik tambak garam yang berani menjual garam untuknya?”“Nggak!” Johan menjawab dengan hati-hati, “Di hari pertama bocah itu sampai di Fica, dia hendak membeli garam dengan harga 2-3 kali lipat lebih tinggi dari harga pasaran. Di hari kedua, meskipun sudah pergi ke Dusun Lofita, dia masih menyuruh orang untuk membeli garam di desa dan menawarkan harga yang 3-4 kali lipat lebih tinggi. Di hari ketiga, dia menawarkan harga setinggi 6-7 kali lipat. Hari ini sudah hari keempat, dia menawarkan harga yang 10 kali lipat lebih tinggi!”“Bangsat!” Sanur menggebrak meja dan memaki dengan marah, “Apa sebenarnya yang mau dilakukan anak desa itu! Apa dia mau menggoyahkan fondasi Keluarga Yumandi? Bernyali sekali dia! Bagaimana reaksi para pemilik tambak garam dan pekerja mereka?”Jangankan sepuluh kali lipat, mereka bahkan sudah tergiur saat
Wandi dan Wahid memutar katrol untuk mengangkat kembali bor besi seberat 100 kilogram itu dengan mudah.Dung ... dung .... Suara penggalian tidak berhenti berbunyi selama tiga hari terakhir.Selain Wandi dan Wahid, Wisnu masih memiliki empat adik yang masih muda. Dua pemuda yang bernama Wadya dan Wafid turun ke tambak garam untuk mengumpulkan pecahan batu ke ember kayu. Di sisi lain, dua remaja yang bernama Waldo dan Walif mengangkut pergi pecahan batu tersebut.“Kita berhasil menggali 3 meter lebih dalam lagi!” Terdengar suara Walif yang bersemangat dari dalam tambak garam.Mendengar ucapan itu, enam saudaranya yang sudah kelelahan langsung terlihat gembira.Tiga hari yang lalu, Wisnu mengira Wira hanya iseng. Dia menyetujui permintaan Wira juga demi membalas budi Wira. Siapa sangka setelah mereka bergadang membuat alat yang digambar Wira, efisiensi dalam menggali tambak garam pun meningkat hingga lebih dari 100 kali lipat.Pada hari pertama, mereka berhasil menggali sedalam 16,5 met
“Akhirnya selesai juga!” Setelah mengajari anak-anak mandi, Wira pun memijat-mijat pinggangnya dan meregangkan tubuhnya.Para penduduk buru-buru mendekat dan membawa pergi anak-anak yang masih tidak bersedia meninggalkan Wira.Saat Wira melambaikan tangan kepada anak-anak itu, tiba-tiba ada sepasang tangan kecil yang memijat pundaknya. Lalu, terdengar suara Dian bertanya, “Tuan, capek nggak?”Pijatan Dian membuat tubuh Wira yang sakit terasa hangat. Wira pun menjadi tegang dan berkata, “Tadi memang agak capek, tapi pijatanmu sudah membuatku segar kembali!”“Kalau begitu, kupijat sebentar lagi ya.” Dian mengalihkan topik pembicaraan dengan berkata, “Alat penggali itu sangat berharga, kamu harus menyuruh Wisnu dan saudara-saudaranya untuk menjaga rahasia. Lebih baik kalian buat surat perjanjian saja. Selain diberikan kepada pemerintah, garam yang diproduksi mereka hanya boleh dijual kepada kita. Nggak ada yang bisa menandingi keefektifan surat perjanjian. Sebaiknya kita melakukan tindaka