Putro bersandar di altar, lalu bergumam, “Dirga, bangsa Agrel akan menyerang lagi. Sayangnya, kamu sudah tiada. Siapa lagi orang di dunia ini yang bisa melawan mereka? Aku baru mengenal seorang adik kecil. Andaikan sifatmu sama sepertinya! Dengan begitu, bangsa Agrel pasti sudah dimusnahkan sekarang. Haih!”...Di luar Kediaman Gumilar, Wira yang diterpa angin dingin pun menjadi sedikit lebih sadar. Dia naik ke kereta kuda, lalu hanya duduk diam.Dian tiba-tiba bertanya dengan suara rendah, “Tuan, apa kamu lagi memikirkan ucapan Pak Putro tadi?”Wira mengangguk dan menjawab, “Sepertinya Kak Putro nggak mabuk. Aku rasa dia sengaja mengucapkan kata-kata itu untuk memperingatiku.”Dian bertanya dengan heran, “Tuan, kalau ada kesempatan untuk bekerja di istana, memangnya kamu berencana untuk menolaknya?”Di Kerajaan Nuala, orang yang tidak mengikuti ujian kerajaan tidak akan bisa menjadi pejabat. Awalnya, Dian tidak percaya Wira yang tidak mengikuti ujian kerajaan bisa menjadi pejabat. Nam
Danu berkata, “Kak Wira, Nona Dian, kita sudah sampai di rumah baru!”Dian yang masih tersipu pun berbisik, “Tuan, kita sudah sampai!”Namun, Wira sudah tertidur lelap.“Kak Wira, Nona Dian!” Danu merasa aneh karena Wira dan Dian masih belum turun. Dia pun membuka tirai kereta kuda dan melihat Wira yang sedang memeluk Dian. Dia secara refleks menutup matanya dan berkata, “Duh, anginnya kencang banget! Ada pasir yang masuk ke mataku. Aku nggak melihat apa pun!”Dian mendorong Wira, lalu berkata, “Tuan, kita sudah sampai. Cepat bangun!”“Sayang, biarkan aku tidur sebentar lagi. Habis itu, aku akan memuaskanmu,” gumam Wira yang masih sangat mengantuk. Di dalam mimpi, Wulan tidak berhenti mengoceh.“Ka ... kamu!” Dian yang mengerti maksud itu langsung merasa sangat malu.Tepat di saat ini, terdengar suara Doddy, “Kak Danu, Kak Wira sudah pulang? Kenapa nggak turun dari kereta?”Danu berbisik, “Diam! Di sini nggak ada urusanmu, tunggu saja di samping. Jangan berdiri di sekitar kereta kuda!”
Plak! Fabrian langsung menendang penjaga gerbang itu dan memaki, “Apa kamu sudah buta? Siapa kamu? Beraninya kamu bersikap begitu sombong di hadapan kami!”Penjaga gerbang itu langsung terkejut karena belum pernah dipukul selama bekerja di sini. Dia pun berlari masuk ke gudang garam dengan terburu-buru.Hal yang mengejutkan adalah, tidak ada seorang pengawal pun yang menghentikan Wira dan yang lain. Tidak lama kemudian, penjaga gerbang tadi berjalan keluar lagi. Kemudian, dia mempersilakan Wira dan yang lainnya masuk dengan hormat untuk bertemu dengan Kenny, pejabat yang mengurus gudang garam ini.“Ternyata Tuan Fabrian ya! Ada apa Tuan Fabrian kemari? Apa Pak Putro punya perintah?” tanya Kenny dengan hormat sambil tersenyum pada Fabrian. Dia langsung mengabaikan Wira.“Pak Kenny, Paman Putro sudah mengundurkan diri dari jabatannya. Sekarang, dia hanya seorang rakyat biasa, mana mungkin dia berani memberi perintah pada Bapak!” jawab Fabrian dengan sopan. Kemudian, dia menunjuk ke arah
Wira mendengus, “Kamu sudah selesai bicara?”“Eh?” Setelah melihat Wira yang sama sekali tidak ketakutan, Kenny pun merasa ada yang tidak beres.“Danu!” teriak Wira.Kemudian, Danu berjalan masuk sambil membawa Pedang Treksha dan pedang pejabat.“Apa yang mau kamu lakukan? Membunuh pejabat itu termasuk pemberontakan. Jangan menjerumuskan di .... Ah!” Ekspresi Kenny langsung berubah drastis dan dia buru-buru melangkah mundur. Namun, apa yang terjadi selanjutnya sangat mengejutkannya.Prang! Krek! Danu mengeluarkan Pedang Treksha, lalu menghantamnya ke pedang pejabat. Kemudian, pedang pejabat itu pun terbelah dua.Kenny pun berseru kaget, “Pedang ajaib yang bisa membelah apa pun!”Brak! Wira meletakkan Pedang Treksha ke hadapan Kenny, lalu bertanya, “Pak Kenny, kamu rasa pedang ini bisa dijual dengan harga berapa?”Kenny mengambil Pedang Treksha, lalu mengamati ketajaman dan pola aneh di bilah pedang. Kemudian, dia mencabut sehelai rambut dan mengembuskannya ke arah bilah pedang. Alhasil
“Ka ... kamu ....” Kenny merasa sangat marah, tetapi juga sangat takut. Orang yang sudah putus asa akan menarik siapa pun untuk mati bersamanya. Bocah di hadapannya juga tidak terkecuali.Wira mengangkat alisnya dan berkata, “Kalau pemindahan jabatanmu cepat, aku pasti sempat membeli kutipan garam dari pengurus gudang garam yang baru.”Kenny mendengus dengan marah, “Kalau kamu benar-benar mau berbuat begitu, kamu pasti sudah melakukannya dari awal. Mana mungkin kamu datang kemari untuk bicara omong kosong denganku lagi. Intinya, kamu hanya mau menggertakku agar aku menjual kutipan garam kepadamu dan kamu bisa melewati kesulitan kali ini!”“Benar, aku memang bermaksud untuk menggertakmu. Kalau kamu berani, ayo kita bertaruh!” Wira berbalik dan melanjutkan, “Setelah aku keluar dari pintu ini, pedang berharga ini akan langsung diantarkan ke ibu kota secepat mungkin untuk ditukarkan dengan jabatanmu sebagai prefektur di Kota Pusat Pemerintahan Helsi!”“Berhenti!” Saat melihat Wira yang hen
Tambak Garam Fica berada sekitar 50 kilometer di luar Kota Pusat Pemerintahan Jagabu dan merupakan sebuah desa kecil. Namun, tempat ini adalah tambak garam. Jadi, ada banyak perdagangan yang terjadi sehingga desa ini lebih mirip sebuah kota kecil yang ramai.Terdapat beragam orang di tempat ini seperti, pemilik tambak garam, pekerja di tambak garam, pedagang garam, pejabat dari gudang garam, dan sebagainya.Sebelum langit terang, 10 orang berkuda dan dua kereta kuda sudah tiba di tempat ini. Sekelompok orang in langsung menarik perhatian orang. Namun, orang-orang hanya berani melihat dari kejauhan tanpa berani mendekat. Sebab, sekelompok orang yang berkuda membawa pedang. Mereka jelas bukanlah orang yang mudah dihadapi.Setelah menugaskan Sony untuk pergi mencari informasi, Wira berdiri di samping untuk mengamati desa ini. Tidak lama kemudian, dia pun mengerutkan keningnya.Dian yang peka langsung menyadari perubahan ekspresi Wira dan bertanya, “Tuan, ada apa?”Wira menjawab, “Bukannya
“Aku nggak punya cara lain lagi. Dokter bilang kalau putraku nggak diobati, dia nggak akan bisa hidup melewati hari ini!” Pria paruh baya itu bersujud sambil memohon, “Pak Basri, aku mohon, bermurah hatilah. Aku hanya ingin meminjam 10.000 gabak. Tahun depan, aku pasti akan bekerja keras untuk mengembalikan uang itu!”“Sialan! Kamu kira Pak Basri itu Tuhan? Jangankan putramu, bahkan kalau seluruh keluargamu mati, Pak Basri juga nggak akan peduli!” maki pengawal dengan dingin.“Putraku, Ayah nggak berguna. Ayah nggak bisa menolongmu!”Pria paruh baya itu sudah putus asa. Dia menggendong anaknya, lalu berdiri dan pergi dengan berat hati. Kedua pria lainnya juga berdiri dan mengikutinya pergi sambil menangis. Tiba-tiba, ada seseorang yang mengulurkan tangannya untuk memegang dahi anak yang pingsan itu.“Ka ... kamu mau apa?” tanya pria paruh baya dengan suara gemetar saat melihat Wira yang berpakaian rapi dan diikuti banyak orang.Kedua pria lainnya juga berjalan maju dan menatap Wira de
Pengawal itu langsung gembira dan buru-buru menerima uangnya. Setelah itu, dia berbisik, “Tuan, kamu nggak usah cari garam di desa ini lagi. Nggak akan ada orang yang menjual garam kepadamu.”Wira bertanya dengan heran, “Kenapa?”“Semalam, orang dari Keluarga Yumandi datang dan melarang 18 pemilik tambak garam untuk menjual garam kepada pedagang garam dari Kabupaten Uswal. Kalau nggak, Keluarga Yumandi akan bermusuhan dengan mereka. Jadi, nggak bakal ada orang di Fica yang berani menjual garam untukmu.”Setelah menjawab pertanyaan Wira, pengawal itu buru-buru berlari kembali ke rumah.Mendengar ucapan pengawal itu, kelompok Wira langsung murka. Mereka sudah bersusah payah mendapatkan kupon dan kutipan garam, tetapi Keluarga Yumandi malah menggunakan cara licik untuk menghalangi mereka mendapatkan garam lagi.“Paman Wira, ini maksudku dengan situasi Fica yang rumit.” Fabrian berdesah, “Keluarga Yumandi sudah mengendalikan Fica hampir 100 tahun lamanya. Nggak ada seorang pun di Fica yang