Danu berkata, “Kak Wira, Nona Dian, kita sudah sampai di rumah baru!”Dian yang masih tersipu pun berbisik, “Tuan, kita sudah sampai!”Namun, Wira sudah tertidur lelap.“Kak Wira, Nona Dian!” Danu merasa aneh karena Wira dan Dian masih belum turun. Dia pun membuka tirai kereta kuda dan melihat Wira yang sedang memeluk Dian. Dia secara refleks menutup matanya dan berkata, “Duh, anginnya kencang banget! Ada pasir yang masuk ke mataku. Aku nggak melihat apa pun!”Dian mendorong Wira, lalu berkata, “Tuan, kita sudah sampai. Cepat bangun!”“Sayang, biarkan aku tidur sebentar lagi. Habis itu, aku akan memuaskanmu,” gumam Wira yang masih sangat mengantuk. Di dalam mimpi, Wulan tidak berhenti mengoceh.“Ka ... kamu!” Dian yang mengerti maksud itu langsung merasa sangat malu.Tepat di saat ini, terdengar suara Doddy, “Kak Danu, Kak Wira sudah pulang? Kenapa nggak turun dari kereta?”Danu berbisik, “Diam! Di sini nggak ada urusanmu, tunggu saja di samping. Jangan berdiri di sekitar kereta kuda!”
Plak! Fabrian langsung menendang penjaga gerbang itu dan memaki, “Apa kamu sudah buta? Siapa kamu? Beraninya kamu bersikap begitu sombong di hadapan kami!”Penjaga gerbang itu langsung terkejut karena belum pernah dipukul selama bekerja di sini. Dia pun berlari masuk ke gudang garam dengan terburu-buru.Hal yang mengejutkan adalah, tidak ada seorang pengawal pun yang menghentikan Wira dan yang lain. Tidak lama kemudian, penjaga gerbang tadi berjalan keluar lagi. Kemudian, dia mempersilakan Wira dan yang lainnya masuk dengan hormat untuk bertemu dengan Kenny, pejabat yang mengurus gudang garam ini.“Ternyata Tuan Fabrian ya! Ada apa Tuan Fabrian kemari? Apa Pak Putro punya perintah?” tanya Kenny dengan hormat sambil tersenyum pada Fabrian. Dia langsung mengabaikan Wira.“Pak Kenny, Paman Putro sudah mengundurkan diri dari jabatannya. Sekarang, dia hanya seorang rakyat biasa, mana mungkin dia berani memberi perintah pada Bapak!” jawab Fabrian dengan sopan. Kemudian, dia menunjuk ke arah
Wira mendengus, “Kamu sudah selesai bicara?”“Eh?” Setelah melihat Wira yang sama sekali tidak ketakutan, Kenny pun merasa ada yang tidak beres.“Danu!” teriak Wira.Kemudian, Danu berjalan masuk sambil membawa Pedang Treksha dan pedang pejabat.“Apa yang mau kamu lakukan? Membunuh pejabat itu termasuk pemberontakan. Jangan menjerumuskan di .... Ah!” Ekspresi Kenny langsung berubah drastis dan dia buru-buru melangkah mundur. Namun, apa yang terjadi selanjutnya sangat mengejutkannya.Prang! Krek! Danu mengeluarkan Pedang Treksha, lalu menghantamnya ke pedang pejabat. Kemudian, pedang pejabat itu pun terbelah dua.Kenny pun berseru kaget, “Pedang ajaib yang bisa membelah apa pun!”Brak! Wira meletakkan Pedang Treksha ke hadapan Kenny, lalu bertanya, “Pak Kenny, kamu rasa pedang ini bisa dijual dengan harga berapa?”Kenny mengambil Pedang Treksha, lalu mengamati ketajaman dan pola aneh di bilah pedang. Kemudian, dia mencabut sehelai rambut dan mengembuskannya ke arah bilah pedang. Alhasil
“Ka ... kamu ....” Kenny merasa sangat marah, tetapi juga sangat takut. Orang yang sudah putus asa akan menarik siapa pun untuk mati bersamanya. Bocah di hadapannya juga tidak terkecuali.Wira mengangkat alisnya dan berkata, “Kalau pemindahan jabatanmu cepat, aku pasti sempat membeli kutipan garam dari pengurus gudang garam yang baru.”Kenny mendengus dengan marah, “Kalau kamu benar-benar mau berbuat begitu, kamu pasti sudah melakukannya dari awal. Mana mungkin kamu datang kemari untuk bicara omong kosong denganku lagi. Intinya, kamu hanya mau menggertakku agar aku menjual kutipan garam kepadamu dan kamu bisa melewati kesulitan kali ini!”“Benar, aku memang bermaksud untuk menggertakmu. Kalau kamu berani, ayo kita bertaruh!” Wira berbalik dan melanjutkan, “Setelah aku keluar dari pintu ini, pedang berharga ini akan langsung diantarkan ke ibu kota secepat mungkin untuk ditukarkan dengan jabatanmu sebagai prefektur di Kota Pusat Pemerintahan Helsi!”“Berhenti!” Saat melihat Wira yang hen
Tambak Garam Fica berada sekitar 50 kilometer di luar Kota Pusat Pemerintahan Jagabu dan merupakan sebuah desa kecil. Namun, tempat ini adalah tambak garam. Jadi, ada banyak perdagangan yang terjadi sehingga desa ini lebih mirip sebuah kota kecil yang ramai.Terdapat beragam orang di tempat ini seperti, pemilik tambak garam, pekerja di tambak garam, pedagang garam, pejabat dari gudang garam, dan sebagainya.Sebelum langit terang, 10 orang berkuda dan dua kereta kuda sudah tiba di tempat ini. Sekelompok orang in langsung menarik perhatian orang. Namun, orang-orang hanya berani melihat dari kejauhan tanpa berani mendekat. Sebab, sekelompok orang yang berkuda membawa pedang. Mereka jelas bukanlah orang yang mudah dihadapi.Setelah menugaskan Sony untuk pergi mencari informasi, Wira berdiri di samping untuk mengamati desa ini. Tidak lama kemudian, dia pun mengerutkan keningnya.Dian yang peka langsung menyadari perubahan ekspresi Wira dan bertanya, “Tuan, ada apa?”Wira menjawab, “Bukannya
“Aku nggak punya cara lain lagi. Dokter bilang kalau putraku nggak diobati, dia nggak akan bisa hidup melewati hari ini!” Pria paruh baya itu bersujud sambil memohon, “Pak Basri, aku mohon, bermurah hatilah. Aku hanya ingin meminjam 10.000 gabak. Tahun depan, aku pasti akan bekerja keras untuk mengembalikan uang itu!”“Sialan! Kamu kira Pak Basri itu Tuhan? Jangankan putramu, bahkan kalau seluruh keluargamu mati, Pak Basri juga nggak akan peduli!” maki pengawal dengan dingin.“Putraku, Ayah nggak berguna. Ayah nggak bisa menolongmu!”Pria paruh baya itu sudah putus asa. Dia menggendong anaknya, lalu berdiri dan pergi dengan berat hati. Kedua pria lainnya juga berdiri dan mengikutinya pergi sambil menangis. Tiba-tiba, ada seseorang yang mengulurkan tangannya untuk memegang dahi anak yang pingsan itu.“Ka ... kamu mau apa?” tanya pria paruh baya dengan suara gemetar saat melihat Wira yang berpakaian rapi dan diikuti banyak orang.Kedua pria lainnya juga berjalan maju dan menatap Wira de
Pengawal itu langsung gembira dan buru-buru menerima uangnya. Setelah itu, dia berbisik, “Tuan, kamu nggak usah cari garam di desa ini lagi. Nggak akan ada orang yang menjual garam kepadamu.”Wira bertanya dengan heran, “Kenapa?”“Semalam, orang dari Keluarga Yumandi datang dan melarang 18 pemilik tambak garam untuk menjual garam kepada pedagang garam dari Kabupaten Uswal. Kalau nggak, Keluarga Yumandi akan bermusuhan dengan mereka. Jadi, nggak bakal ada orang di Fica yang berani menjual garam untukmu.”Setelah menjawab pertanyaan Wira, pengawal itu buru-buru berlari kembali ke rumah.Mendengar ucapan pengawal itu, kelompok Wira langsung murka. Mereka sudah bersusah payah mendapatkan kupon dan kutipan garam, tetapi Keluarga Yumandi malah menggunakan cara licik untuk menghalangi mereka mendapatkan garam lagi.“Paman Wira, ini maksudku dengan situasi Fica yang rumit.” Fabrian berdesah, “Keluarga Yumandi sudah mengendalikan Fica hampir 100 tahun lamanya. Nggak ada seorang pun di Fica yang
Pria paruh baya sebelumnya berjalan mendekat sambil menggendong anaknya dan masih diikuti kedua pria lainnya.Pemuda sebelumnya langsung melarikan diri sambil memaki, “Sialan! Buat apa kamu ikut campur! Pantas saja tambak garam di Dusun Lofita mengering! Mampus!”Begitu mendengar pemuda itu adalah penipu, Doddy langsung marah dan hendak mengejarnya. Namun, Wira mencegahnya dan bertanya pada pria paruh baya itu, “Bagaimana keadaan anakmu? Apa yang dikatakan dokter?”Duk! Pria paruh baya itu berlutut lagi dan menjawab, “Terima kasih atas perhatian Tuan. Anakku sudah terlepas dari bahaya. Dokter memberikan obat untuk diminum selama tiga hari dan berkata anakku akan sembuh setelah menghabiskan obatnya.”“Baguslah kalau begitu.” Wira menarik pria paruh baya itu untuk berdiri, lalu menyentuh dahi anak kecil itu. Setelah merasakan demamnya sudah turun, Wira baru lega dan berkata, “Oh iya, aku belum tahu namamu.”“Namaku Wisnu Lofita,” jawab Wisnu dengan buru-buru. Kemudian, dia menunjuk ke ar
Di mata semua orang, Doly sudah menjadi pengkhianat yang tidak termaafkan. Keadaannya bisa terpuruk seperti sekarang, dia mereka benar-benar menyedihkan dan menggelikan."Tuan Wira, aku akan kembali ke kamarku untuk beristirahat dulu. Tubuhku masih terluka, jadi harap Tuan Wira bisa memakluminya," kata Doly. Melihat Wira menganggukkan kepala, dia pun pergi.Pada saat yang bersamaan, Wira juga bergegas kembali ke kamarnya. Semua urusan sudah hampir selesai, sekarang dia benar-benar perlu beristirahat. Dia sudah tidak tidur selama satu hari satu malam dan sekarang dia merasa sangat lelah.Setibanya di kamar, Wira langsung tertidur. Selain itu, dia juga sudah memerintahkan pengawal yang berjaga di luar untuk tidak membangunkannya jika tidak ada hal yang mendesak. Masalah di wilayah tandus di utara dan bencana banjir sudah selesai diatasi, dia akhirnya bisa tidur dengan nyenyak.....Di Kerajaan Agrel.Setelah perjalanan selama beberapa hari, Senia dan rombongannya akhirnya sudah kembali k
"Untuk sementara ini nggak perlu," kata Wira sambil melambaikan tangan pada Doly.Doly berkata dengan tegas, "Orang itu sangat keras kepala, mungkin hanya Dokter Arifin yang punya kemampuan untuk membuatnya berbicara. Sekarang kita harus segera mencari cara untuk menghadapi makhluk beracun itu sebelum Senia kembali ke wilayah tandus di utara dan mengembangkan lebih banyak makhluk beracun. Ini akan menjadi bencana bagi rakyat.""Aku tahu Tuan Wira selalu mengutamakan kebaikan dan kesejahteraan rakyat, kamu pasti nggak ingin melihat hal itu terjadi, 'kan? Saat itu aku juga melawan Senia karena hal ini dan akhirnya aku terancam mati. Kalau nggak ada bantuan Tuan Wira, mungkin sekarang aku sudah mati."Dia ingin segera mengetahui kebenarannya bukan karena dendam pribadi. Meskipun suatu hari nanti Senia kalah dan berdiri di hadapannya, dia juga tidak akan sanggup membunuh Senia. Bagaimanapun juga, dia tidak pernah menganggap Senia sebagai musuhnya. Mungkin semua ini hanya karena perbedaan p
Wira menunggu respons dari Nayara. Namun, Nayara menggertakkan giginya dengan erat dan tetap tidak berbicara, seolah-olah tidak mendengar apa-apa. Dari keringat dingin di keningnya, dia bisa melihat Nayara sebenarnya juga sangat bingung dan jelas ketakutan. Dia benar-benar tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang dipertimbangkan Nayara."Biarkan dia memikirkannya dengan baik dulu, beri dia sedikit waktu lagi. Lagi pula, sekarang kita juga nggak terburu-buru. Meskipun dia memberi tahu kita rahasia dari makhluk beracun itu, kita juga nggak bisa langsung menemukan cara untuk menghadapinya. Harapan kita masih tergantung pada Lucy," kata Wira.Mengenal diri dan lawan adalah kunci kemenangan. Bukan hanya bisa menciptakan racun, guru agung ini juga bisa mengendalikan situasinya. Wira dan yang lainnya juga menyaksikan langsung kejadian itu dan memang sangat menakutkan.Meskipun bisa mengatasi makhluk beracun itu, mereka juga tidak bisa menekan kekuatan guru besar ini. Jika guru besar ini munc
"Kenapa?" tanya Wira.Nayara tidak berbicara lagi, hanya duduk diam di tempatnya dan ekspresi tetap terlihat memohon untuk mati.Doly berjalan ke depan Nayara dan mendengus, lalu berkata dengan tenang, "Karena tubuhmu sudah diracuni seseorang. Jadi, kalau kamu mengatakan sesuatu pada Tuan Wira, mungkin kamu akan sangat menderita. Kamu juga takut dengan rasa sakit itu, jadi kamu memilih cara ini untuk mengakhiri hidupmu. Benar, 'kan?"Nayara mendongak dan melirik Doly, tetapi tetap tidak mengatakan apa pun.Namun, Wira bisa melihat tatapan Nayara yang membuktikan perkataan Doly memang benar dan mungkin itu memang kenyataan yang sebenarnya.Wira pun melanjutkan, "Kamu sebenarnya boleh memercayaiku. Aku nggak peduli apa pun yang kamu sembunyikan di dalam hatimu. Kalau memang seperti yang dikatakan Doly, aku bisa mencari orang untuk menyembuhkan racun itu. Nggak butuh waktu lama, kamu juga akan sembuh total."Nayara menggelengkan kepala dan bergumam, "Nggak ada gunanya. Nggak ada orang yan
Nayara memang sudah bersekongkol dengan Senia dan saat itu orang yang bertugas untuk menemuinya adalah Doly, sehingga dia mungkin melupakan wajah Doly.Namun, sekarang Senia sudah meninggalkan Provinsi Yonggu dan berselisih dengan Wira. Wira bahkan sudah bersiap mengejar dan membunuh Senia. Nayara berpikir jika Doly berada di pihak yang sama dengan Senia, Doly pasti sudah pergi juga dan saat ini tidak akan muncul di kamarnya.Doly tidak menghiraukan perkataan Nayara, hanya menatap Nayara dengan dingin. Bahkan dia sendiri pun merasa jijik dengan orang licik seperti Nayara. Setidaknya, dia tidak akan pernah mengkhianati tuannya, apalagi melakukan perbuatan keji seperti ini.Nayara jelas tahu orang di depannya adalah musuh bebuyutannya. Namun, demi keuntungannya sendiri, dia tetap tega bekerja sama dengan pihak musuh. Doly bertanya-tanya mengapa ada orang yang sekeji ini di dunia. Orang seperti ini pantas dibunuh oleh siapa pun.Wira kembali menatap Nayara dan berkata dengan tenang, "Seka
"Kalau aku nggak percaya perkataan mereka, jadi aku harus percaya perkataan siapa?" kata Wira sambil tersenyum dingin.Nayara segera berkata, "Tuan Wira tentu saja harus percaya perkataanku. Aku sudah berada di pihakmu dan bahkan menceritakan segala sesuatu tentang Desa Damaro padamu, ini sudah cukup untuk membuktikan kesetiaanku.""Aku tahu, pasti ada orang yang iri melihatku makin dekat dengan Tuan Wira belakangan ini. Hubungan kita juga makin baik, jadi ada orang yang cemburu dan membisikkan hal-hal yang nggak benar agar Tuan Wira salah paham padaku."Wira menggelengkan kepala sambil tersenyum dingin merasa Nayara ini benar-benar tidak tahu diri. Dia sudah berdiri di hadapan Nayara karena ingin memberinya satu kesempatan untuk mengakui semuanya dengan patuh. Namun, sampai sekarang pun Nayara masih mencari berbagai alasan untuk membela diri, dia benar-benar merasa kecewa.Dia berdiri dan berjalan ke belakang Nayara, lalu menekan pundak Nayara dan berkata, "Kalau aku nggak punya bukti
Nayara berkata sambil menggertakkan giginya, "Dia tentu saja musuh bebuyutanku. Aku nggak akan melupakan apa yang terjadi di Desa Damaro, bahkan sampai sekarang pun aku masih sering bermimpi tentang pemandangan semuanya mati dengan mengerikan di depanku. Semua ini adalah ulah Senia. Aku tentu saja nggak akan pernah berhubungan apa pun dengannya.""Kalau benar-benar ada, itu pun hanya hubungan hidup atau mati. Entah dia yang membunuhku atau aku yang membunuhnya. Kalau bukan karena dendamku pada Senia, aku mana mungkin tega menyerang Dahlan."Nayara berbicara dengan penuh amarah dan tatapan yang penuh dengan niat membunuh, bahkan matanya pun sudah memerah. Ini cukup untuk menunjukkan betapa besar amarah yang tersimpan di hatinya.Namun, Wira tidak menghiraukan perkataan Nayara, melainkan mendengus dan berkata sambil bertepuk tangan, "Aku mengakui aktingmu benar-benar hebat, bahkan aku pun sudah tertipu. Mungkin karena aku percaya dengan apa yang terjadi di Desa Damaro dan juga padamu.""
Wira baru teringat kembali dia sudah melupakan orang yang begitu penting. Berkat peringatan dari Doly, dia sudah mengetahui Nayara bukan orang yang sejalan dengannya dan sudah berpihak pada Senia. Nayara bisa mendekatinya karena ingin menjadi mata-mata di sisinya, sehingga bisa membocorkan informasi mereka pada Senia dan sekaligus menyesatkan dirinya.Mengingat semua perbuatan Nayara, Wira benar-benar marah. Nayara berasal dari Desa Damaro, tetapi dia tega melihat para penduduk desa mati secara tragis hanya demi kepentingan pribadinya dan bahkan berpihak pada musuhnya. Syarat apa yang sebenarnya sudah ditawarkan Senia sampai membuatnya begitu setia dengan Senia? Dia bahkan sampai mengabaikan hubungan kekeluargaan.Dalam sekejap, Wira sudah sampai di depan kamar Nayara dan mendengar suara teriakan dari dalam."Cepat lepaskan aku. Aku ingin bertemu dengan Tuan Wira. Aku adalah tamu kehormatan Tuan Wira. Saat Tuan Wira datang ke Desa Damaro, aku yang mengenalkannya. Aku bahkan rela mengor
Doly segera bertanya dengan nada penasaran, "Apa kamu membiarkan mereka pergi karena masih mengenang masa lalu?"Bagi Doly, Senia seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Terlebih lagi, dia dikelilingi oleh orang seperti Panji yang licik dan berbahaya.Mereka berdua layaknya dua serigala yang saling mendukung untuk menebar kekacauan. Jika kali ini mereka gagal dibunuh dan dibiarkan lolos begitu saja, masalah di masa depan akan makin sulit untuk diatasi. Pada saat itu, dunia mungkin akan jatuh ke dalam kehancuran besar.Meskipun ada hubungan masa lalu yang harus dipertimbangkan, Doly tetap berharap bahwa Wira bisa membunuh Senia. Dengan begitu, masalah ini bisa diselesaikan untuk selamanya. Semua ini demi rakyat jelata yang tak berdosa.Meskipun kedua belah pihak berada di kubu yang berbeda dan bahkan bukan dari bangsa yang sama, peperangan yang terus-menerus sudah membawa banyak penderitaan. Mana mungkin mereka bisa terus merenggut lebih banyak nyawa lagi?Wira bertanya, "Kamu p