Priyatna menepikan mobilnya di depan hotel mentari seperti yang disebutkan oleh Endrick sebelumnya. Ia keluar dari dalam mobil sana untuk menjemput kedua majikannya.Matanya mencari keberadaan Tuannya. Sampai, Endrick yang saat itu duduk di lobi pun langsung menghampiri Priyatna begitu menoleh dan melihat sopir pribadinya ada di depan gedung hotel itu."Dia sudah datang. Yuk, kita ke mobil sekarang!" ajaknya kepada Zsalsya yang saat itu tengah duduk menunggu dengan tubuh yang tampaknya agak lemas kurang bertenaga."Hah?!" ucapnya dengan agak samar. Ia melihat ke sekeliling. Lalu, ia pun beranjak dari duduknya. Matanya agak menyipit dan tampak mengantuk. "Kalau kamu mengantuk, kamu tidur di mobil saja, jangan ditahan."Zsalsya tidak menyahut. Ia memang mengantuk, tetapi hanya beberapa kali menguap tanpa bisa menutup matanya hingga dapat tidur dengan nyenyak.Endrick yang dengan kopernya pun berjalan keluar dari hotel itu dan berjalan menghampiri Priyatna.Segera setelah melihat kebera
"Sepertinya aku harus mengabari Papa," gumam Zsalsya sembari memegang ponsel di tangannya. Tetapi, Endrick segera merebut ponsel di tangan Zsalsya itu sambil berkata. "Daripada menelepon Papa, sebaiknya kita datang langsung ke rumah dan memberinya kejutan," ucap Endrick dengan santainya.Zsalsya yang kala itu tetap ingin menghubungi pun kemudian mencoba merebut kembali ponsel yang ada di tangan suaminya tersebut. "Sini, Mas, ponselnya! Biar kita hubungi saja. Aku mau mengabari Papa kalau sudah pulang!" ujarnya sembari berusaha meraih ponsel yang kini ada di tangan Endrick.Tetapi, ponsel itu malah dijauhkan dari Zsalsya. Ia mengangkatnya ke atas dan tidak membiarkan Zsalsya mengambil itu."Kamu siap-siap, kita ke rumah Papa sekarang!" ajaknya. Ia memasukkan ponsel Zsalsya ke dalam saku celana dan lalu melangkah pergi."Ya sudah deh," sahut Zsalsya dengan nada lemas.Endrick memandangi wajah Zsalsya dan kemudian melangkah pergi menuju kamar mandi. " Aku duluan, ya, mandinya!" ujar En
"Cobain, Ma. Sengaja aku beli ini buat Mama sama Papa Zsalsya. Waktu itu Papanya minta belikan oleh-oleh katanya, jadi beli banyak saja supaya semuanya kebagian!" jelas Endrick."Kalau begitu bawa ke sana saja!" sahut Rosmala sebelum mencoba oleh-oleh dari Gorontalo itu.Namun, karena Rosmala belum mencobanya, Endrick terus mendekat Ibunya itu untuk mencoba terlebih dahulu apa yang sudah ia beli tersebut. Dirinya tidak mau jika Rosmala sampai melewatkan camilan itu.Endrick membuka plastik makanan itu dan kemudian menyodorkannya kepada Rosmala. Rosmala memandangi makanan itu sejenak. "Kenapa Mama harus mencobanya? Sepertinya tidak ada yang berbeda dari kue pada umumnya," kata Rosmala dengan nada agak meremehkan.Ia tidak tahu jika apa yang hendak ia tolak itu rupanya sangat enak, walau dengan tampilan yang tampak biasa.Karena penasaran, Rosmala coba mengambilnya satu dan begitu ia menggigit kue tersebut. Tampaknya memang biasa, tetapi rasanya sangat enak. Rosmala kini setuju denga
Perjalanan pun tidak memakan waktu lama, menjadi sebuah keberuntungan bagi mereka sebab tidak ada kemacetan. Sehingga, mereka dapat dengan cepat sampai di tempat tujuan.Mobil menepi. Endrick dengan barang bawaannya kemudian keluar dari mobil itu. Zsalsya yang sudah sekian lama tidak berada di sana pun langsung bergegas keluar."Semoga Papa ada di rumah," ucap Zsalsya dengan antusiasnya.Suara mobil yang berhenti di depan rumah, membuat Mariana yang kala itu sedang duduk santai dengan teh yang sesekali ia teguk itu pun langsung menghentikan waktu santainya.Di balik gorden, ia sembunyi dan melihat ke arah luar. Begitu melihat mobil kuning, ia pun membukanya karena penasaran."Siapa yang datang?" gumamnya.Mariana tidak melihat keberadaan Zsalsya dan Endrick karena keduanya berdiri tepat di depan pintu. Dan mobil kuning itu jarang sekali Endrick pakai, bahkan hanya di waktu tertentu saja.Tentu saja, Mariana pun tidak bisa menebak siapa yang datang kecuali ia membuka sendiri pintu rum
"Kalau begini acaranya, aku tidak punya alasan lagi untuk tetap berada di sini!" gumamnya dengan perasaan sesak sekaligus kesal dalam dada. Perasaan tidak karuan itu bercampur dalam dirinya.Mariana yang sebelumnya pergi ke dapur pun kemudian kembali ke ruang tamu lagi. Tidak lain dan tidak bukan, tentu saja untuk cari muka sebelum Firman datang."Maaf, tadi Mama ada yang keluapaan," ucap Mariana, lalu ia pun duduk di sofa yang terdapat di ruang tamu sana.Zsalsya menyungging dan Endrick bersikap tidak peduli dengan Mariana yang dari wajahnya terlihat jelas bahwa sapaan itu palsu."Tidak apa-apa, Ma," sahut Zsalsya dengan santainya.Tak lama kemudian, suara langkah kaki terdengar jelas dari arah luar. Sontak, Zsalsya pun langsung menoleh ke arah suara itu berasal -- ke arah pintu."Papa?!" seru Zsalsya dengan antusiasnya.Zsalsya berdiri dan langsung bergegas memeluk Ayahnya yang baru datang itu. Dirinya memang serindu itu untuk bertemu Ayahnya."Papa sehat, kan?" tanya Zsalsya sembar
Minah membawa nampan dengan dua gelas jus di atasnya. Ia menyajikannya di atas meja yang ia taruh sedemikian rupa."Silakan, Nona, Tuan!" kata Minah sembari tersenyum.Mengenai kejadian sebelumnya, Zsalsya masih memikirkan untuk menanyakan langsung kenapa Minah. Saat itu, ia tidak tahu di mana keberadaan pembantu di rumahnya tersebut. Hari itu, ia tak melihat Minah sama sekali. Entah apa alasan di balik semua kejadian yang masih menyisakan tanya dalam benaknya itu."Mbok, mau bicara sebentar. Bisa?!" seru Zsalsya. Ia berdiri dan Minah menghentikan langkahnya kala wanita paruh baya itu sudah melangkah hendak pergi ke dapur."Baiklah," sahut Minah.Zsalsya berjalan mengikuti langkah kaki Minah yang lambat. Ada tanya yang membuat Minah terheran-heran mengapa Zsalsya ingin berbicara kepadanya.Sesekali, Minah melihat ke belakang -- tepatnya ke arah Zsalsya.Namun, Firman yang saat itu sekitar lima hari penuh berada di rumah sakit, membuatnya juga merasa penasaran mengenai apa yang akan di
Perasaan bercampur aduk menjadi satu. Minah menelan ludah dalam diam. Perutnya panas seolah terus bergejok dengan segala macam pikiran dalam kepala yang membuatnya sekian pusing. Apa yang harus aku katakan? Seperti itulah sikap Minah yang tak kunjung menjawab pertanyaan dari Zsalaya itu.Padahal, itu adalah sesuatu hal yang penting, bahkan snagat penting. Zsalsya dan terutama Firman perlu mengetahuinya.Sebelumnya, Zsalsya sudah menduga bahwa pelakunya hari itu pasti adalah Mariana, Nana dan Arzov. Tetapi, ia tidak bisa asal menuduh begitu saja tanpa adanya bukti yang kuat. Ia perlu bukti dan hanya Minah sajalah yang dijadikan sebagai saksi atas kejadian itu hingga bukti nyata pun dapat dipercaya oleh Firman."Jawab, Mbok. Aku tidak mau kalau sesuatu terjadi lagi di rumah ini. Tenang saja, aku akan bersamamu kalau memang kamu mau jujur," kata Zsalsya. Ia berusaha tenang di kala pikirannya terus mengarah ke sana kemari memikirkan sesuatu dalam hidup."Non, waktu itu saya ... saya ....
"Aku juga dikurung dalam kamar dan saat kabur, aku melihat Nana juga ada di sana!" ungkap Zsalsya. Apapun itu, menurutnya memang harus diungkap dengan sedemikian rupa. Tidak boleh disisakan satu pun benalu dalam rumah itu.Parasit yang hanya mengganggu ketenangan dalam hidup memang perlu diusir jauh dari dalam keluarga yang awalnya dalam ketenangan.Sontak sana Firman pun menoleh. Raut matanya langsung tertuju pada Zsalsya yang langsung berkata demikian."Nana tidak mungkin melakukannya! Dia bukan bagian dari pelaku ataupun rencana Arzov!" bantah Mariana yang melakukan pembelaan besar atas Anaknya.Zsalsya menoleh ke arah Mariana dan langsung membalas perkataannya. "Memangnya siapa yang bilang Nana pelakunya?!" pungkas Zsalsya.Dilihat dari cara Mariana bicara saja seolah sudah memberi petunjuk kecil bahwa Nana memang bagian dari rencana itu. Zsalsya sendiri sudah tidak aneh, karena ia tahu bahwa Nana pun terlibat di dalamnya. Hanya saja, sekali lagi, ia butuh bukti yang nyata. Diriny