"Cobain, Ma. Sengaja aku beli ini buat Mama sama Papa Zsalsya. Waktu itu Papanya minta belikan oleh-oleh katanya, jadi beli banyak saja supaya semuanya kebagian!" jelas Endrick."Kalau begitu bawa ke sana saja!" sahut Rosmala sebelum mencoba oleh-oleh dari Gorontalo itu.Namun, karena Rosmala belum mencobanya, Endrick terus mendekat Ibunya itu untuk mencoba terlebih dahulu apa yang sudah ia beli tersebut. Dirinya tidak mau jika Rosmala sampai melewatkan camilan itu.Endrick membuka plastik makanan itu dan kemudian menyodorkannya kepada Rosmala. Rosmala memandangi makanan itu sejenak. "Kenapa Mama harus mencobanya? Sepertinya tidak ada yang berbeda dari kue pada umumnya," kata Rosmala dengan nada agak meremehkan.Ia tidak tahu jika apa yang hendak ia tolak itu rupanya sangat enak, walau dengan tampilan yang tampak biasa.Karena penasaran, Rosmala coba mengambilnya satu dan begitu ia menggigit kue tersebut. Tampaknya memang biasa, tetapi rasanya sangat enak. Rosmala kini setuju denga
Perjalanan pun tidak memakan waktu lama, menjadi sebuah keberuntungan bagi mereka sebab tidak ada kemacetan. Sehingga, mereka dapat dengan cepat sampai di tempat tujuan.Mobil menepi. Endrick dengan barang bawaannya kemudian keluar dari mobil itu. Zsalsya yang sudah sekian lama tidak berada di sana pun langsung bergegas keluar."Semoga Papa ada di rumah," ucap Zsalsya dengan antusiasnya.Suara mobil yang berhenti di depan rumah, membuat Mariana yang kala itu sedang duduk santai dengan teh yang sesekali ia teguk itu pun langsung menghentikan waktu santainya.Di balik gorden, ia sembunyi dan melihat ke arah luar. Begitu melihat mobil kuning, ia pun membukanya karena penasaran."Siapa yang datang?" gumamnya.Mariana tidak melihat keberadaan Zsalsya dan Endrick karena keduanya berdiri tepat di depan pintu. Dan mobil kuning itu jarang sekali Endrick pakai, bahkan hanya di waktu tertentu saja.Tentu saja, Mariana pun tidak bisa menebak siapa yang datang kecuali ia membuka sendiri pintu rum
"Kalau begini acaranya, aku tidak punya alasan lagi untuk tetap berada di sini!" gumamnya dengan perasaan sesak sekaligus kesal dalam dada. Perasaan tidak karuan itu bercampur dalam dirinya.Mariana yang sebelumnya pergi ke dapur pun kemudian kembali ke ruang tamu lagi. Tidak lain dan tidak bukan, tentu saja untuk cari muka sebelum Firman datang."Maaf, tadi Mama ada yang keluapaan," ucap Mariana, lalu ia pun duduk di sofa yang terdapat di ruang tamu sana.Zsalsya menyungging dan Endrick bersikap tidak peduli dengan Mariana yang dari wajahnya terlihat jelas bahwa sapaan itu palsu."Tidak apa-apa, Ma," sahut Zsalsya dengan santainya.Tak lama kemudian, suara langkah kaki terdengar jelas dari arah luar. Sontak, Zsalsya pun langsung menoleh ke arah suara itu berasal -- ke arah pintu."Papa?!" seru Zsalsya dengan antusiasnya.Zsalsya berdiri dan langsung bergegas memeluk Ayahnya yang baru datang itu. Dirinya memang serindu itu untuk bertemu Ayahnya."Papa sehat, kan?" tanya Zsalsya sembar
Minah membawa nampan dengan dua gelas jus di atasnya. Ia menyajikannya di atas meja yang ia taruh sedemikian rupa."Silakan, Nona, Tuan!" kata Minah sembari tersenyum.Mengenai kejadian sebelumnya, Zsalsya masih memikirkan untuk menanyakan langsung kenapa Minah. Saat itu, ia tidak tahu di mana keberadaan pembantu di rumahnya tersebut. Hari itu, ia tak melihat Minah sama sekali. Entah apa alasan di balik semua kejadian yang masih menyisakan tanya dalam benaknya itu."Mbok, mau bicara sebentar. Bisa?!" seru Zsalsya. Ia berdiri dan Minah menghentikan langkahnya kala wanita paruh baya itu sudah melangkah hendak pergi ke dapur."Baiklah," sahut Minah.Zsalsya berjalan mengikuti langkah kaki Minah yang lambat. Ada tanya yang membuat Minah terheran-heran mengapa Zsalsya ingin berbicara kepadanya.Sesekali, Minah melihat ke belakang -- tepatnya ke arah Zsalsya.Namun, Firman yang saat itu sekitar lima hari penuh berada di rumah sakit, membuatnya juga merasa penasaran mengenai apa yang akan di
Perasaan bercampur aduk menjadi satu. Minah menelan ludah dalam diam. Perutnya panas seolah terus bergejok dengan segala macam pikiran dalam kepala yang membuatnya sekian pusing. Apa yang harus aku katakan? Seperti itulah sikap Minah yang tak kunjung menjawab pertanyaan dari Zsalaya itu.Padahal, itu adalah sesuatu hal yang penting, bahkan snagat penting. Zsalsya dan terutama Firman perlu mengetahuinya.Sebelumnya, Zsalsya sudah menduga bahwa pelakunya hari itu pasti adalah Mariana, Nana dan Arzov. Tetapi, ia tidak bisa asal menuduh begitu saja tanpa adanya bukti yang kuat. Ia perlu bukti dan hanya Minah sajalah yang dijadikan sebagai saksi atas kejadian itu hingga bukti nyata pun dapat dipercaya oleh Firman."Jawab, Mbok. Aku tidak mau kalau sesuatu terjadi lagi di rumah ini. Tenang saja, aku akan bersamamu kalau memang kamu mau jujur," kata Zsalsya. Ia berusaha tenang di kala pikirannya terus mengarah ke sana kemari memikirkan sesuatu dalam hidup."Non, waktu itu saya ... saya ....
"Aku juga dikurung dalam kamar dan saat kabur, aku melihat Nana juga ada di sana!" ungkap Zsalsya. Apapun itu, menurutnya memang harus diungkap dengan sedemikian rupa. Tidak boleh disisakan satu pun benalu dalam rumah itu.Parasit yang hanya mengganggu ketenangan dalam hidup memang perlu diusir jauh dari dalam keluarga yang awalnya dalam ketenangan.Sontak sana Firman pun menoleh. Raut matanya langsung tertuju pada Zsalsya yang langsung berkata demikian."Nana tidak mungkin melakukannya! Dia bukan bagian dari pelaku ataupun rencana Arzov!" bantah Mariana yang melakukan pembelaan besar atas Anaknya.Zsalsya menoleh ke arah Mariana dan langsung membalas perkataannya. "Memangnya siapa yang bilang Nana pelakunya?!" pungkas Zsalsya.Dilihat dari cara Mariana bicara saja seolah sudah memberi petunjuk kecil bahwa Nana memang bagian dari rencana itu. Zsalsya sendiri sudah tidak aneh, karena ia tahu bahwa Nana pun terlibat di dalamnya. Hanya saja, sekali lagi, ia butuh bukti yang nyata. Diriny
Firman menunggu cukup lama agar Zsalsya bercerita tentang kejadian yang menimpa anaknya waktu itu. Kini, Zsalsya yang sudah mendapat kesempatan yang baik itu pun langsung bercerita."Pa, sebenarnya aku curiga kepada Nana yang juga pelakunya. Soalnya, saat mau kabur, aku melihat Nana ada di sana."Muka Mariana langsung memerah malu sekaligus khawatir jika dirinya pun terseret dalam hal itu.Firman mengingat-ngingat hari di mana saat dirinya hendak pulang, tetapi saat itu Mariana seolah menahannya agar tidak pulang lebih awal."Kapan terjadi itu?" tanya Firman. Ia ingin memastikan sesuatu mengenai kecurigaan yang kian muncul dalam benaknya."Satu hari sebelum pernikahan."Endrick yang mendengarnya pun langsung memegang tangan Zsalsya. Ia menoleh ke arah istrinya dan kemudian berkata. "Kenapa kamu tidak menelepon? Aku akan selalu ada buat kamu kalau kamu menghubungi," bisik Endrick.Zsalsya menaruh tangannya pada punggung Endrick yang saat itu juga tengah menggenggam."Semua sudah lewat.
Zsalsya dengan senang hati menunjukkannya langsung kepada mereka. "Mana yang katanya bisa membuka pintu yang terkunci dengan kawatlah, apalah!" ujar Mariana dengan kedua tangan terlipat di dada. Zsalsya yang mendengar tantangan tidak jelas untuknya itu pun kemudian langsung menoleh, tetapi ia tidak menyahut perkataannya sama sekali."Lihat saja, Ma, jangan banyak bicara!" kata Firman. Yang mana pikirnya, Mariana hanya mengganggu saja, sebab saat itu Zsalsya memang hendak memasukkan kawat yang telah ia bentuk sedemikian rupa itu ke dalam lubang pintu.Tanpa banyak bicara, Zsalsya dengan kecerdikannya berhasil membuka pintu yang mana sebelumnya kemampuannya dianggap remeh oleh sang Ibu tiri. Namun, Zsalsya tidak mengambil hati soal itu, ia tahu bahwa Mariana sangat tidak penting dalam hidupnya. Untuk itulah ia perlu membuat Firman sadar mengenai apa yang selama ini dilakukan oleh Mariana dan Nana terhadapnya."Sekarang Papa percaya sama kamu!" ujar Firman.Pernyataan Firman itu membua