"Kalau begini acaranya, aku tidak punya alasan lagi untuk tetap berada di sini!" gumamnya dengan perasaan sesak sekaligus kesal dalam dada. Perasaan tidak karuan itu bercampur dalam dirinya.Mariana yang sebelumnya pergi ke dapur pun kemudian kembali ke ruang tamu lagi. Tidak lain dan tidak bukan, tentu saja untuk cari muka sebelum Firman datang."Maaf, tadi Mama ada yang keluapaan," ucap Mariana, lalu ia pun duduk di sofa yang terdapat di ruang tamu sana.Zsalsya menyungging dan Endrick bersikap tidak peduli dengan Mariana yang dari wajahnya terlihat jelas bahwa sapaan itu palsu."Tidak apa-apa, Ma," sahut Zsalsya dengan santainya.Tak lama kemudian, suara langkah kaki terdengar jelas dari arah luar. Sontak, Zsalsya pun langsung menoleh ke arah suara itu berasal -- ke arah pintu."Papa?!" seru Zsalsya dengan antusiasnya.Zsalsya berdiri dan langsung bergegas memeluk Ayahnya yang baru datang itu. Dirinya memang serindu itu untuk bertemu Ayahnya."Papa sehat, kan?" tanya Zsalsya sembar
Minah membawa nampan dengan dua gelas jus di atasnya. Ia menyajikannya di atas meja yang ia taruh sedemikian rupa."Silakan, Nona, Tuan!" kata Minah sembari tersenyum.Mengenai kejadian sebelumnya, Zsalsya masih memikirkan untuk menanyakan langsung kenapa Minah. Saat itu, ia tidak tahu di mana keberadaan pembantu di rumahnya tersebut. Hari itu, ia tak melihat Minah sama sekali. Entah apa alasan di balik semua kejadian yang masih menyisakan tanya dalam benaknya itu."Mbok, mau bicara sebentar. Bisa?!" seru Zsalsya. Ia berdiri dan Minah menghentikan langkahnya kala wanita paruh baya itu sudah melangkah hendak pergi ke dapur."Baiklah," sahut Minah.Zsalsya berjalan mengikuti langkah kaki Minah yang lambat. Ada tanya yang membuat Minah terheran-heran mengapa Zsalsya ingin berbicara kepadanya.Sesekali, Minah melihat ke belakang -- tepatnya ke arah Zsalsya.Namun, Firman yang saat itu sekitar lima hari penuh berada di rumah sakit, membuatnya juga merasa penasaran mengenai apa yang akan di
Perasaan bercampur aduk menjadi satu. Minah menelan ludah dalam diam. Perutnya panas seolah terus bergejok dengan segala macam pikiran dalam kepala yang membuatnya sekian pusing. Apa yang harus aku katakan? Seperti itulah sikap Minah yang tak kunjung menjawab pertanyaan dari Zsalaya itu.Padahal, itu adalah sesuatu hal yang penting, bahkan snagat penting. Zsalsya dan terutama Firman perlu mengetahuinya.Sebelumnya, Zsalsya sudah menduga bahwa pelakunya hari itu pasti adalah Mariana, Nana dan Arzov. Tetapi, ia tidak bisa asal menuduh begitu saja tanpa adanya bukti yang kuat. Ia perlu bukti dan hanya Minah sajalah yang dijadikan sebagai saksi atas kejadian itu hingga bukti nyata pun dapat dipercaya oleh Firman."Jawab, Mbok. Aku tidak mau kalau sesuatu terjadi lagi di rumah ini. Tenang saja, aku akan bersamamu kalau memang kamu mau jujur," kata Zsalsya. Ia berusaha tenang di kala pikirannya terus mengarah ke sana kemari memikirkan sesuatu dalam hidup."Non, waktu itu saya ... saya ....
"Aku juga dikurung dalam kamar dan saat kabur, aku melihat Nana juga ada di sana!" ungkap Zsalsya. Apapun itu, menurutnya memang harus diungkap dengan sedemikian rupa. Tidak boleh disisakan satu pun benalu dalam rumah itu.Parasit yang hanya mengganggu ketenangan dalam hidup memang perlu diusir jauh dari dalam keluarga yang awalnya dalam ketenangan.Sontak sana Firman pun menoleh. Raut matanya langsung tertuju pada Zsalsya yang langsung berkata demikian."Nana tidak mungkin melakukannya! Dia bukan bagian dari pelaku ataupun rencana Arzov!" bantah Mariana yang melakukan pembelaan besar atas Anaknya.Zsalsya menoleh ke arah Mariana dan langsung membalas perkataannya. "Memangnya siapa yang bilang Nana pelakunya?!" pungkas Zsalsya.Dilihat dari cara Mariana bicara saja seolah sudah memberi petunjuk kecil bahwa Nana memang bagian dari rencana itu. Zsalsya sendiri sudah tidak aneh, karena ia tahu bahwa Nana pun terlibat di dalamnya. Hanya saja, sekali lagi, ia butuh bukti yang nyata. Diriny
Firman menunggu cukup lama agar Zsalsya bercerita tentang kejadian yang menimpa anaknya waktu itu. Kini, Zsalsya yang sudah mendapat kesempatan yang baik itu pun langsung bercerita."Pa, sebenarnya aku curiga kepada Nana yang juga pelakunya. Soalnya, saat mau kabur, aku melihat Nana ada di sana."Muka Mariana langsung memerah malu sekaligus khawatir jika dirinya pun terseret dalam hal itu.Firman mengingat-ngingat hari di mana saat dirinya hendak pulang, tetapi saat itu Mariana seolah menahannya agar tidak pulang lebih awal."Kapan terjadi itu?" tanya Firman. Ia ingin memastikan sesuatu mengenai kecurigaan yang kian muncul dalam benaknya."Satu hari sebelum pernikahan."Endrick yang mendengarnya pun langsung memegang tangan Zsalsya. Ia menoleh ke arah istrinya dan kemudian berkata. "Kenapa kamu tidak menelepon? Aku akan selalu ada buat kamu kalau kamu menghubungi," bisik Endrick.Zsalsya menaruh tangannya pada punggung Endrick yang saat itu juga tengah menggenggam."Semua sudah lewat.
Zsalsya dengan senang hati menunjukkannya langsung kepada mereka. "Mana yang katanya bisa membuka pintu yang terkunci dengan kawatlah, apalah!" ujar Mariana dengan kedua tangan terlipat di dada. Zsalsya yang mendengar tantangan tidak jelas untuknya itu pun kemudian langsung menoleh, tetapi ia tidak menyahut perkataannya sama sekali."Lihat saja, Ma, jangan banyak bicara!" kata Firman. Yang mana pikirnya, Mariana hanya mengganggu saja, sebab saat itu Zsalsya memang hendak memasukkan kawat yang telah ia bentuk sedemikian rupa itu ke dalam lubang pintu.Tanpa banyak bicara, Zsalsya dengan kecerdikannya berhasil membuka pintu yang mana sebelumnya kemampuannya dianggap remeh oleh sang Ibu tiri. Namun, Zsalsya tidak mengambil hati soal itu, ia tahu bahwa Mariana sangat tidak penting dalam hidupnya. Untuk itulah ia perlu membuat Firman sadar mengenai apa yang selama ini dilakukan oleh Mariana dan Nana terhadapnya."Sekarang Papa percaya sama kamu!" ujar Firman.Pernyataan Firman itu membua
Endrick memegang tangan Zsalsya, seolah sebuah kode tanya alasan dibalik Zsalsya yang mau memaafkan orang seperti itu."Wanita ini memang bodoh! Gampang sekali ternyata membodohinya. Dia mudah iba, dan aku yakin sekarang pria tua ini juga tidak akan bisa berbuat apa-apa jika anaknya mau memaafkanku!" umpat Mariana dalam batinnya.Mariana memang tidak pernah jera. Karakternya yang licik memang sulit diubah. Ia sudah menjadi wanita yang haus harta serta kekuasaan yang menyelimuti hatinya sampai gelap mata sampai tidak pedulikan apapun lagi selain kekayaan yang bisa ia nikmati seumur hidupnya.Namun, rupanya Mariana belum mengenal Zsalsya yang dengan perubahan barunya. Zsalsya bukan lagi wanita bodoh seperti yang ia kira. Ia sudah cukup tangguh menghadapi para manusia palsu yang hanya memaafkan keluarganya saja."Aku memaafkan semua kesalahanmu, asal jangan pernah sekalipun menunjukkan dirimu pada keluarga ini!" tegas Zsalsya.Kalimat singkat yang cukup menohok bagi Mariana. Ia langsung
Arzov menekan bel pintu yang terdapat di sana. Namun, tak seorang pun ada yang mau membukanya. Firman berpikir bahwa yang menekan bel pintu itu adalah Mariana."Jangan dibuka! Biarkan saja!"Tok Tok Tok!Kini susulan ketukan pintu. Arzov yang berada di luar pun dengan sabar tetap menunggu. Mariana yang sudah tahu bahwa usaha Arzov akan sia-sia untuk bertemu keluarga itu pun dirinya hanya menyeringai. Tetapi, sengaja ia tidak memberitahukan apapun. Ia ingin melihat pertunjukkan seperti apa setelah yang dialami sebelumnya."Tolong buka pintunya, aku datang!" ujar Arzov.Firman yang mendengar apa yang terlontar dari mulut Arzov itu membuatnya langsung menyeringai."Buka saja!" pinta Firman kepada Minah.Dengan cepat, Minah pun langsung bergegas membuka pintu. Ia melihat sosok Arzov di sana yang dengan percaya dirinya, bahkan tak dipersilakan masuk pun masih tetap masuk ke dalam rumah itu."Mau apa kamu ke sini?!" tanya Firman dengan nada ketus.Semenjak tahu bahwa Arzov pun terlibat dala