Semalaman Zsalsya tidak bisa tidur dengan nyenyak. Ia masih memikirkan dan bahkan sampai mengkhawatirkan sesuatu yang tidak perlu. Tetapi, entah mengapa kecemasan itu selalu datang begitu saja. Sedangkan Endrick, ia yang merasa kelelahan pun langsung membaringkan tubuhnya di ranjang tempat tidur kamar hotel.Zsalsya hanya memperhatikan suaminya dari samping dengan setengah bagian tubuhnya sudah ditutup selimut.Sesekali, ia menoleh ke arah suaminya. Ia pun ikut membaringkan tubuhnya, hanya saja rasa kantuk itu tak kunjung datang."Sepertinya dia sudah tertidur."Namun, rupanya Endrick belum selelap itu. Ia hanya berbaring dengan mata terpejam. Tak sedikitpun ia membuka matanya, tetapi mulutnya menyahut."Belum." Endrick pun memiringkan tubuhnya ke arah Zsalsya. Ia mencoba memeluknya dari samping, mendekatkan tubuh Zsalsya padanya, hingga ia memeluk Zsalsya lebih dekat."Aku kira kamu sudah tidur. Tapi, kalau kamu mau tidur, tidur saja," kata Zsalsya."Sepertinya malam ini tidak akan
Nana yang dengan girangnya, ia terus tersenyum karena pikirnya bahwa selain liburan, dirinya juga akan bisa bersama dengan mereka.Sementara Nana pergi untuk menyusul, Zsalsya yang baru selesai mandi pun kemudian bersiap-siap. "Mas, hari ini kamu tidak ke kantor, kan?" tanya Zsalsya sambil mengeringkan rambutnya yang baru selesai keramas."Tidak. Kenapa memangnya?" balas Endrick dengan sebuah pertanyaan. Usai mengeringkan rambutnya dengan hair dryer, ia pun kemudian melangkah untuk mengambil alat rias. Ia merias wajahnya supaya terlihat lebih segar dan tidak pucat."Aku kalau dandan suka lama, Mas. Takutnya kamu mendadak harus ke kantor tapi harus menunggu aku dulu," jawab Zsalsya."Kalau begitu, dandan sederhana saja. Kamu sudah cantik kok dandan, nanti malah banyak cowok lain yang suka," balas Endrick.Zsalsya langsung terdiam. "Tapi make up dengan tampilan yang baik itu membuat percaya diri. Bukan buat siapapun, tapi buat diri sendiri," ucap Zsalsya. Ia melanjutkan diri merias
Priyatna menepikan mobilnya di depan hotel mentari seperti yang disebutkan oleh Endrick sebelumnya. Ia keluar dari dalam mobil sana untuk menjemput kedua majikannya.Matanya mencari keberadaan Tuannya. Sampai, Endrick yang saat itu duduk di lobi pun langsung menghampiri Priyatna begitu menoleh dan melihat sopir pribadinya ada di depan gedung hotel itu."Dia sudah datang. Yuk, kita ke mobil sekarang!" ajaknya kepada Zsalsya yang saat itu tengah duduk menunggu dengan tubuh yang tampaknya agak lemas kurang bertenaga."Hah?!" ucapnya dengan agak samar. Ia melihat ke sekeliling. Lalu, ia pun beranjak dari duduknya. Matanya agak menyipit dan tampak mengantuk. "Kalau kamu mengantuk, kamu tidur di mobil saja, jangan ditahan."Zsalsya tidak menyahut. Ia memang mengantuk, tetapi hanya beberapa kali menguap tanpa bisa menutup matanya hingga dapat tidur dengan nyenyak.Endrick yang dengan kopernya pun berjalan keluar dari hotel itu dan berjalan menghampiri Priyatna.Segera setelah melihat kebera
"Sepertinya aku harus mengabari Papa," gumam Zsalsya sembari memegang ponsel di tangannya. Tetapi, Endrick segera merebut ponsel di tangan Zsalsya itu sambil berkata. "Daripada menelepon Papa, sebaiknya kita datang langsung ke rumah dan memberinya kejutan," ucap Endrick dengan santainya.Zsalsya yang kala itu tetap ingin menghubungi pun kemudian mencoba merebut kembali ponsel yang ada di tangan suaminya tersebut. "Sini, Mas, ponselnya! Biar kita hubungi saja. Aku mau mengabari Papa kalau sudah pulang!" ujarnya sembari berusaha meraih ponsel yang kini ada di tangan Endrick.Tetapi, ponsel itu malah dijauhkan dari Zsalsya. Ia mengangkatnya ke atas dan tidak membiarkan Zsalsya mengambil itu."Kamu siap-siap, kita ke rumah Papa sekarang!" ajaknya. Ia memasukkan ponsel Zsalsya ke dalam saku celana dan lalu melangkah pergi."Ya sudah deh," sahut Zsalsya dengan nada lemas.Endrick memandangi wajah Zsalsya dan kemudian melangkah pergi menuju kamar mandi. " Aku duluan, ya, mandinya!" ujar En
"Cobain, Ma. Sengaja aku beli ini buat Mama sama Papa Zsalsya. Waktu itu Papanya minta belikan oleh-oleh katanya, jadi beli banyak saja supaya semuanya kebagian!" jelas Endrick."Kalau begitu bawa ke sana saja!" sahut Rosmala sebelum mencoba oleh-oleh dari Gorontalo itu.Namun, karena Rosmala belum mencobanya, Endrick terus mendekat Ibunya itu untuk mencoba terlebih dahulu apa yang sudah ia beli tersebut. Dirinya tidak mau jika Rosmala sampai melewatkan camilan itu.Endrick membuka plastik makanan itu dan kemudian menyodorkannya kepada Rosmala. Rosmala memandangi makanan itu sejenak. "Kenapa Mama harus mencobanya? Sepertinya tidak ada yang berbeda dari kue pada umumnya," kata Rosmala dengan nada agak meremehkan.Ia tidak tahu jika apa yang hendak ia tolak itu rupanya sangat enak, walau dengan tampilan yang tampak biasa.Karena penasaran, Rosmala coba mengambilnya satu dan begitu ia menggigit kue tersebut. Tampaknya memang biasa, tetapi rasanya sangat enak. Rosmala kini setuju denga
Perjalanan pun tidak memakan waktu lama, menjadi sebuah keberuntungan bagi mereka sebab tidak ada kemacetan. Sehingga, mereka dapat dengan cepat sampai di tempat tujuan.Mobil menepi. Endrick dengan barang bawaannya kemudian keluar dari mobil itu. Zsalsya yang sudah sekian lama tidak berada di sana pun langsung bergegas keluar."Semoga Papa ada di rumah," ucap Zsalsya dengan antusiasnya.Suara mobil yang berhenti di depan rumah, membuat Mariana yang kala itu sedang duduk santai dengan teh yang sesekali ia teguk itu pun langsung menghentikan waktu santainya.Di balik gorden, ia sembunyi dan melihat ke arah luar. Begitu melihat mobil kuning, ia pun membukanya karena penasaran."Siapa yang datang?" gumamnya.Mariana tidak melihat keberadaan Zsalsya dan Endrick karena keduanya berdiri tepat di depan pintu. Dan mobil kuning itu jarang sekali Endrick pakai, bahkan hanya di waktu tertentu saja.Tentu saja, Mariana pun tidak bisa menebak siapa yang datang kecuali ia membuka sendiri pintu rum
"Kalau begini acaranya, aku tidak punya alasan lagi untuk tetap berada di sini!" gumamnya dengan perasaan sesak sekaligus kesal dalam dada. Perasaan tidak karuan itu bercampur dalam dirinya.Mariana yang sebelumnya pergi ke dapur pun kemudian kembali ke ruang tamu lagi. Tidak lain dan tidak bukan, tentu saja untuk cari muka sebelum Firman datang."Maaf, tadi Mama ada yang keluapaan," ucap Mariana, lalu ia pun duduk di sofa yang terdapat di ruang tamu sana.Zsalsya menyungging dan Endrick bersikap tidak peduli dengan Mariana yang dari wajahnya terlihat jelas bahwa sapaan itu palsu."Tidak apa-apa, Ma," sahut Zsalsya dengan santainya.Tak lama kemudian, suara langkah kaki terdengar jelas dari arah luar. Sontak, Zsalsya pun langsung menoleh ke arah suara itu berasal -- ke arah pintu."Papa?!" seru Zsalsya dengan antusiasnya.Zsalsya berdiri dan langsung bergegas memeluk Ayahnya yang baru datang itu. Dirinya memang serindu itu untuk bertemu Ayahnya."Papa sehat, kan?" tanya Zsalsya sembar
Minah membawa nampan dengan dua gelas jus di atasnya. Ia menyajikannya di atas meja yang ia taruh sedemikian rupa."Silakan, Nona, Tuan!" kata Minah sembari tersenyum.Mengenai kejadian sebelumnya, Zsalsya masih memikirkan untuk menanyakan langsung kenapa Minah. Saat itu, ia tidak tahu di mana keberadaan pembantu di rumahnya tersebut. Hari itu, ia tak melihat Minah sama sekali. Entah apa alasan di balik semua kejadian yang masih menyisakan tanya dalam benaknya itu."Mbok, mau bicara sebentar. Bisa?!" seru Zsalsya. Ia berdiri dan Minah menghentikan langkahnya kala wanita paruh baya itu sudah melangkah hendak pergi ke dapur."Baiklah," sahut Minah.Zsalsya berjalan mengikuti langkah kaki Minah yang lambat. Ada tanya yang membuat Minah terheran-heran mengapa Zsalsya ingin berbicara kepadanya.Sesekali, Minah melihat ke belakang -- tepatnya ke arah Zsalsya.Namun, Firman yang saat itu sekitar lima hari penuh berada di rumah sakit, membuatnya juga merasa penasaran mengenai apa yang akan di