Pagi hari yang sama menyambut Feli, kini ia telah siap dengan pakaian lengkapnya. Gadis itu lalu menyambar tasnya kemudian turun untuk sarapan. Rumah sederhana itu merupakan harta berharga yang paling Feli sayangi, pasalnya di sinilah kenangan orang tuanya tersimpan. Saat ini ia tinggal bersama orang tua angkatnya yang tak lain adalah bibinya sendiri.
"Makan dulu sayang," Ujar wanita paruh baya itu sambil mengeringkan tangannya setelah mencuci piring kotor.
"Wahh.. Semuanya keliatan enak-enak. Hari ini mama keliatan sangat cantik deh," Puji Feli seraya memasukkan satu sendok makanan ke dalam mulutnya.
"Duhh.. Mulut anak mama manis banget ya," Ujarnya seraya mencubit pipi Feli dengan gemas.
"Heheheh.. Kan mama Fanya yang ajarin," Ujar Feli hingga Fanya memberikan kecupan sayang pada anak angkatnya itu.
"Kamu nggak terlambat nak? Ini udah hampir jam tujuh loh," Ujar Fanya.
"Loh? Kok udah jam segini aja? Bentar mah. Feli habisin ini dulu," Ujar Feli yang kemudian dengan terburu-buru melahap makanannya.
"Mama juga udah nyiapin bekal. Jangan lupa di bawa ya. Mama mau pergi kerja dulu," Ujar Fanya dan mendapatkan anggukan dari Feli.
***
Sambil berlarian ke arah halte bus, Feli akhirnya berhasil naik tepat waktu dan tidak tertinggal oleh bus menuju sekolahnya. Hari ini penumpang bus cukup banyak dan lebih di dominasi oleh siswa wanita. Pemberhentian terakhir membuat para penumpang terlihat memperbaiki penampilannya.
"Kau benar-benar tidak berbohong, Keysha? Hari ini Algeria akan naik bus ini, kan?" Ujar gadis di sebelah Keysha.
"Kau tau ini? Pemilik akun ini sedang sangat populer loh. Informasi yang dia berikan selalu benar," Jawab Keysha sambil memperlihatkan layar ponselnya yang menunjukkan sebuah akun sosial medial.
"Skyxview? Aku juga pernah mendengarnya dari anak-anak lain. Tapi, sudahlah. Hari ini aku percaya padamu," Ujar gadis berambut bergelombang itu.
Seseorang pria bertubuh tegap namun tidak begitu tinggi masuk ke dalam bus, seketika semua gadis di dalam tempat itu langsung heboh. Pria yang kini menjadi pusat perhatian sama sekali tidak merasa terganggu, ia malah memamerkan senyuman yang mana memperlihatkan gigi kelincinya. Wajahnya memang tampan menurut Feli namun sayangnya dia terlalu narsis.
Algeria Anggara Putra, pria pemilik gigi kelinci tersebut. Feli terus terdorong ke sana kemari yang membuat beberapa kali kakinya di injak oleh seseorang. Bus akhirnya berhenti tepat di depan sekolah, namun sayangnya para siswa enggan untuk turun lebih cepat di karena mereka masih ingin melihat Algeria. Feli yang hendak menerobos untuk keluar malah mendapatkan ejekan dari beberapa siswa dalam bus.
"Apa sih ni orang? Main senggol aja," Ujar gadis berambut bergelombang itu.
Feli mengabaikan ucapan tersebut kemudian kembali menerobos paksa meski banyak siswa yang terlihat kesal. "Auuw.. Kau menginjak kakiku tau! Sepatuku jadi kotor! Kau pikir bisa menggantinya?" Kesal Keysha.
"Tapi aku tidak menginjaknya," Bela Feli karena rasanya ia tidak menginjak kaki siapapun.
"Wah, lihat bajunya. Papan namanya berwarna silver artinya dia anak jalur beasiswa," Sahut seseorang hingga semua orang memperhatikan Feli.
"Ck.. Lagi-lagi mereka menerima sampah. Pantas saja sikapnya seperti binatang!" Ketus Keysha sambil melipat tangannya di depan dada.
"Kalo tau diri, harusnya keluar saja dari sekolah ini! Jangan menambah kotoran saja! Palingan modal menggoda orang pria tua aja biar masuk ke tempat ini. Dasar J*lang!" Ujarnya Keysha hingga tawa semua orang di sana pecah seketika.
"Ayo membungkuk dan minta maaflah, aku akan memaafkan kamu yang miskin ini," Ujar Keysha penuh percaya diri.
Feli memilih mengalah kemudian membungkuk pada Keysha sambil meminta maaf. Semua orang di sana memandang rendah ke arah Feli yang terlihat pasrah dan menurut pada Keysha.
"Udahkan? Sekarang aku boleh pergi?" Ujar Feli membuat lagi-lagi Keysha semakin sombong.
"Iya, iya. Pergilah jauh-jauh," Jawab Keysha seraya mengibaskan tangannya untuk mengusir Feli pergi seorang pelayan.
Tak peduli pada seberapa banyak pasangan mata yang kini sedang merendahkannya dan meskipun telinga terus mendengar dengan jelas semua hianaan yang di tujukan padanya itu. Ia tetap memilih bungkam dan terus melanjutkan langkahnya.
"Harga dirinya sangat rendah, hahah.. Seperti ibunya," Ujar Keysha hingga Feli berhenti tepat di ambang pintu bus.
Feli kembali melangkah menuju Keysha kemudian memberikan satu tamparan keras di pipi mulus Keysha. Tatapan Feli terlihat dingin dengan aura mencekam dari tubuhnya, entah kenapa hal tersebut membuat Keysha jadi menciut.
"K-Kau! B-beraninya memukulku!" Ujar Keysha sedikit gugup seraya memegang pipinya yang masih terasa perih.
"Aku minta maaf, sepertinya aku lupa satu hal! Mulutmu harus diberi pelajaran!" Ujar Feli sambil tersenyum simpul.
Keysha menoleh ke arah Algeria yang masih saja terdiam menonton, ia tidak ingin kehilangan muka di depan Algeria. Keysha lantas memberanikan diri untuk membalas tamparan Feli dengan terburu-buru, tak ada perlawanan dari Feli. Ia hanya diam dengan tatapan yang masih saja sangat dingin.
"Lumayan, sekarang kita impaskan. Aku pergi dulu," Ujar Feli kemudian keluar dari dalam bus.
"Ada dengannya? Sepertinya dia sudah gila."
***
Lagi-lagi Feli hanya sendiri, ia juga tidak begitu berharap akan mendapatkan teman di tempat di mana semua orang memandang status. Feli berdiri di depan salah satu Vending Manchine, ia cukup lama memilih minuman yang akan di belinya.
"Hmm.. Sepertinya ini terlalu mahal. Apa aku beli air putih saja?" Desis Feli.
"Kau sudah selesai?" Suara Berat itu membuat Feli menoleh.
"Ah? Maaf, aku sudah selesai."
"Hei, kau! Tangkap!" Ujar pria pemilik mata hitam kemerahan itu.
Feli refleks menangkap satu botol minuman yang sejak tadi ia incar. Pria tadi kini sedang meneguk minuman kalengnya hingga habis, lewat ekor matanya ia melihat Feli yang memandanginya dengan wajah bingung.
"Ini, aku kembalikan. Aku tidak ingin berhutang pada siapapun," Ujar Feli sambil menyodorkan kembali pada pria itu.
"Bukan kau yang berhutang, tapi aku." Mendengar hal itu membuat Feli mengernyitkan dahinya.
"Ini kartu siswa milikmu kan?" Ujarnya sambil menunjukkan kartu siswa.
Di sekolah ini kartu siswa juga memiliki fungsi seperti ATM untuk menyimpan sejumlah uang, namun sedikit berbeda karena jumlah uang yang ada dalam kartu siswa itu tidak terlalu banyak dan sangat di batasi oleh pihak sekolah.
"Eh? Sejak kapan kau mengambilnya?!" Ujar Feli sambil merogoh kantong seragamnya.
"Lain kali aku akan mengembalikan uangmu," Ujarnya kemudian langsung pergi sebelum Feli sempat mencerna keadaan.
"Hampir lupa. Namaku Ray, orang yang kau temui di ujung tanggal kemarin," Ujar Ray.
Sosok Ray saat itu benar-benar berbeda dengan yang baru saja ia temui tadi. Rasanya seperti bertemu dengan dua orang yang berbeda. Setelah Ray telah menghilang dari pandangan Feli, gadis itu baru tersadar dari lamunannya.
"Sepertinya aku bertemu kembarannya deh," Tebak Feli.
"Bagaimana kabarmu, Arlan?" Tanya seorang pria paruh baya sambil menikmati minuman dalam cangkirnya."Seperti biasa. Sama buruknya dengan hari-hari lainnya," Jawab Arlan dingin dan sinis."Besok pulanglah ke rumah, tidak baik jika kau terus merepotkan Ray." Bukannya menjawab, Arlan malah mendobrak meja sambil bangkit dari duduknya."Untuk apa anda peduli, tuan Yohanes yang terhormat!" Ujar Arlan seraya menekankan ucapannya."Ayah tidak ingin ada gosip buruk karena kau terus tinggal di luar rumah," Ujar YohanesMendengar ucapan sang ayah membuat Arlan marah dan keluar sambil membanting pintu. Arlan berpapasan dengan Ray di jalan namun ia memilih untuk melewatinya begitu saja. Ray paham betul dengan apa yang terjadi pada Arlan, hubungan Arlan dan Yohanes ayahnya tidak begitu baik. Ray adalah saudara angkat Arlan yang di adopsi dari panti asuhan."Ayah memanggilku?" Ujar Ray."Duduklah Ray," Ujar Yohanes."Baik ayah."
"Kau yakin?" Ujar Ray."Iya, kau boleh pergi. Aku bisa menjaga diriku sendiri," Ujar Feli."Ya sudah. Aku pergi dulu," Ujar Ray seraya berjalan menjauh dari Feli.Beberapa menit berlalu setelah Ray pergi meninggalkan Feli. Tak ada satupun taksi yang lewat hingga mengharuskan Feli memilih untuk berjalan kaki pulang kerumahnya. Karena belum terlalu larut malam suasana di jalan masih sangat ramai, terlebih lagi ada banyak lampu restoran yang menerangi jalan, pria mabuk tadi juga sudah menghilang entah kemana.Perut Feli berbunyi yang menandakan ia harus segera di isi dengan makanan. Gadis itu berhenti di salah satu food truck ayam goreng yang terlihat lezat. "Bu, sekalian bakso dan tahu gorengnya. Ini uangnya," Ujar Feli.Sambil menenteng bungkus makanan yang baru saja di belinya, Feli kembali melanjutkan langkahnya untuk segera pulang. Merasa ada hal yang janggal, Feli lantas mempercepat langkahnya untuk segera menjauh dari seseorang. Feli berhenti k
Canggung, itulah yang dirasakan oleh Feli saat ini. Ia juga sesekali memainkan jarinya untuk menghindari tatapan tajam Arlan padanya. Sudah lima menit berlalu sejak mereka memesan meja dari sebuah food truk. Algeria melihat Feli yang duduk di sebelahnya lewat ekor mata kecoklatannya, setelah itu ia kembali fokus pada layar penuh ponselnya. "Kakak akan ke sini, setelah itu kita akan bicara." Algeria masih setia mengetik sesuatu di dalam ponselnya. Helaan nafas keluar dari bibir Ray, biasanya ia bisa mengontrol emosinya namun kali ini tidak. Xavier adalah musuh terbesar sekaligus satu-satunya harapan untuk bisa menemukan seseorang yang telah lama hilang. Ray memijat pelipisnya sambil mendesah atas sekilas memori yang terputar di kepalanya. Otak Feli terus bekerja, mencari cara untuk bisa lepas dari tiga pria tersebut. Matanya kemudian tertuju pada piring berisi saous tomat yang berada di atas meja, ia kemudian menoleh pada ibu pemilik food truk yang akan mengan
Sosok pria tegap dengan paras rupawan termenung dengan tangannya terselip sebatang rokok. Angin lembut menerpa rambut hitamnya, dari atap sekolah ini ia bisa melihat segerombolan siswa yang berbondong-bondong memadati area sekolah. Ia kemudian mengacak-acak rambutnya, rokok yang sudah habis setengah itu di buangnya ke lantai kemudian di injak. "Ck.. Ada apa denganku?" Ujar Arlan dengan sebuah memori terlintas di kepalanya. Arlan mengernyitkan dahinya seraya melihat gadis berambut pendek dengan topi hitam di bawah sana sedang berjongkok sambil memainkan ranting pohon. Kejadian saat istirahat tadi kemudian terlintas di kepala Arlan, dalam diam mata kebiruan itu tetap terfokus pada gadis tersebut. Feli dengan topi hitam pemberian dari Dean tampak lesu. Helaan nafas keluar dari bibirnya, ia masih sangat terkejut. Feli sengaja kabur dari UKS untuk menenangkan diri tanpa berpamitan pada Dean yang sedang pergi mengambil sesuatu, bahkan saat bel masuk berbunyi ia mas
Dengan sebuah kotak berukuran sedang di tangannya, Feli melangkah masuk ke dalam area sekolah. Ia telah berangkat cukup pagi demi melihat ruangan yang akan menjadi markas organisasinya. "Pintu paling ujung sebelah barat setelah ruang peralatan olahraga," Feli bergumam sambil mencari keberadaan pintu."Ah, yang ini." Sebelum membuka pintu, ia meletakkan kotak di lantai dan mengambil kunci di kantongnya.Baru saja membuka sang pintu, debu yang begitu tebal langsung menyambut Feli. Kondisi berdebu dan ada beberapa sarang laba-laba juga bangkai tikus menjadi beberapa hal yang menghiasi ruangan tersebut. Ruangan itu adalah sebuah gudang tua yang sudah lama tidak di gunakan. "Sepertinya anggota OSIS sedang mempermainkan aku dengan memberikan gudang tua," Ujar Feli dengan tangannya masih menutup hidungnya karena bau bangkai tikus yang menyengat."Sama seperti perkiraanku."Melangkah masuk untuk memeriksa ruangan itu, Feli membuka jendela yang sedikit berkarat itu dengan susah payah takut ji
"Siapa?" Tanya Feli cukup penasaran "Dia saudara angkatku," Jawab Ray sambil membuka pintu gudang. Ray masuk lebih dulu sebelum akhirnya Feli mengikuti dari belakang. Terdengar sebuah suara benturan keras dari dalam, Feli tidak bisa melihat sesuatu yang terjadi di dalam karena punggung lebar Ray menghalangi pandangannya. Ray memutar tubuhnya sebelum akhirnya mengambil alih kursi rusak dari Feli. "Apa yang terjadi? Itu suara apa?" Tanya Feli saat melihat perubahan wajah Ray menjadi sedikit suram. "Biar aku saja yang membawanya. Ada banyak tikus di sini. Kau keluarlah," Ujar Ray. Feli hanya bisa diam, ia tidak berani bertanya lebih lanjut meskipun tau jika Ray berbohong soal tikus. Feli berbalik pergi dari sana meskipun cukup ragu, ia tau jika ada orang lain di gudang itu. Suara langkah kaki dari orang itu saja semakin mendekat ke arah mereka. Jadi jelas siapa pelaku dari suara keras tadi, pendengaran Feli memang cukup tajam. "Apa tidak masalah jika aku pergi? Sepertinya Ray cukup
Mewah, adalah kata yang tepat untuk menggambarkan sekolah elit tersebut. Dengan satu bangunan utama yang memiliki lima lantai mampu membuat semua orang melongo ketika melihatnya. Bangun yang di atur dengan desain yang mewah, suasana nyaman dengan pekarangan sekolah yang cukup luas dan bersih. Beberapa pohon rindang seolah-olah menyambut setiap siswa yang melewati jalan aspal menuju bangun utama sekolah. SMA para keturunan emas, itulah yang sering kali di ucapkan orang-orang tentang SMA Lentera Bangsa ini. Salah satu jajaran sekolah populer hanya untuk para anak konglomerat dan anak-anak berotak jenius. Aruna Feliciana Xaviela adalah salah satu jajaran dari garis jenius beruntung yang terpilih. Sekolah ini telah banyak meluluskan para siswa-siswi hebat yang terus mengharumkan nama sekolah atas semua pencapaian mereka, karena hal itulah para investor juga sangat tertarik untuk menginvestasikan uang mereka ke sekolah tersebut. Bukan hanya sekolahnya saja yang menarik perhatian tetapi
Langkah kecil Feli yang menuruni tangga sempat terhenti kala sebuah papan nama terlempar ke arahnya. Ia lalu melihat dari ujung tangga, ada beberapa orang yang sedang beradu pukulan di sana. Feli mengigit bibir bawahnya saat menyaksikan ke brutalan seorang pria yang terus melayangkan pukulan tanpa ampun. "Sialan kau Ray!!" Suara bentakan itu membuat Feli tersentak kaget, debaran jantungnya memacu dua kali lebih cepat melihat bagaimana dengan mudahnya pria dengan mata hitam kemerahan itu membenturkan kepala lawannya ke dinding tanpa ragu. Rasa takut membuat Feli beku di tempat, ia tak bisa mengucapkan sepatah kata pun atau bahkan bergerak pergi dari tempat itu. Rasanya kakinya sedang ditahan sesuatu yang sangat berat. Nafas Feli jadi tak beraturan, ia merasa aneh dengan dirinya saat ini. Ada perasaan familiar dan ingatan yang samar-samar di rasakan oleh Feli. Matanya terpejam saat tak mampu lagi melihat kebrutalan pria pemilik mata hitam kemerahan