Langkah kecil Feli yang menuruni tangga sempat terhenti kala sebuah papan nama terlempar ke arahnya. Ia lalu melihat dari ujung tangga, ada beberapa orang yang sedang beradu pukulan di sana. Feli mengigit bibir bawahnya saat menyaksikan ke brutalan seorang pria yang terus melayangkan pukulan tanpa ampun.
"Sialan kau Ray!!"
Suara bentakan itu membuat Feli tersentak kaget, debaran jantungnya memacu dua kali lebih cepat melihat bagaimana dengan mudahnya pria dengan mata hitam kemerahan itu membenturkan kepala lawannya ke dinding tanpa ragu. Rasa takut membuat Feli beku di tempat, ia tak bisa mengucapkan sepatah kata pun atau bahkan bergerak pergi dari tempat itu. Rasanya kakinya sedang ditahan sesuatu yang sangat berat.
Nafas Feli jadi tak beraturan, ia merasa aneh dengan dirinya saat ini. Ada perasaan familiar dan ingatan yang samar-samar di rasakan oleh Feli. Matanya terpejam saat tak mampu lagi melihat kebrutalan pria pemilik mata hitam kemerahan itu. Beberapa saat setelahnya tak ada lagi suara yang terdengar.
"Hei, kau berikan benda itu!" Suara berat yang terasa mendominasi membuat Feli membuka matanya untuk melihat pemilik dari suara tersebut.
Pria itu mengulurkan tangannya untuk meminta papan nama di tangan Feli. "Apa kau tuli? Berikan benda itu padaku!!"
Lamunan Feli seketika buyar, ia melihat secara bergantian papan nama yang bertuliskan Varrell Raykenzi dan pria di ujung tangga di sana. Netra hitam kemerahan itu menyoroti Feli dengan begitu tajam sambil menaiki anak tangga menuju Feli. Belum sempat pria pemilik mata hitam kemerahan itu sampai pada Feli, seorang tiba-tiba datang dan menggerutu melihat keadaan tempat itu.
"Apa yang terjadi di sini?" Ujar seorang gadis dengan sebuah pin lambang anggota OSIS di seragam sekolahnya.
Pria tadi kemudian menoleh ke arah pintu di mana sang anggota OSIS menatapnya dengan wajah tidak suka saat melihat beberapa siswa lain meringis ke sakitan di atas lantai.
"Kalian berdua! Ikut aku ke ruang bimbingan!" Ujar anggota OSIS itu seraya menunjuk Ray dan Feli.
"Tunggu! Kenapa aku juga harus ikut? Aku bahkan tidak terlibat," Ujar Feli.
"Kami perlu seseorang yang bisa menjadi saksi mata. Jadi ikutlah denganku," Ujar anggota OSIS tersebut.
Mau tidak mau, Feli terpaksa mengikuti langkah sang anggota OSIS tersebut. Beberapa anggota OSIS lainnya bertugas membawa sejumlah siswa yang menjadi lawan Ray menuju unit kesehatan sekolah yang saat ini dalam keadaan tidak sadarkan diri. Melewati koridor sekolah cukup menarik perhatian beberapa siswa, terutama Ray yang nyatanya memiliki paras tampan itu.
Sesampainya di salah satu ruangan, seorang pria paruh baya berkumis tipis itu memijat pelipis kepalanya melihat kedatangan Feli dan Ray. Di dalam ruangan itu ternyata sudah ada dua siswa pria lainnya yang sedang duduk di kursi.
"Hah, sekarang masalah apa lagi kali ini, Yuna?" Ujar sang pria paruh baya itu.
"Mereka melanggar aturan sekolah dengan berkelahi di tangga pak," Jawab anggota OSIS bernama Yuna.
Ucapan Yuna terdengar aneh menurut Feli, rasanya Yuna sedang melaporkan bahwa ia juga ikut dalam perkelahian tersebut. Yuna sedikit menoleh ke arah Feli yang saat ini memasang wajah kebingungan, seutas senyum miring terukir di wajah Yuna hingga ia lalu melanjutkan laporannya pada pak Bambang.
"Kalo begitu, saya pamit dulu pak. Saya masih harus mengecek di tempat lain," Ujar Yuna seraya tersenyum licik melihat ke arah Feli.
Merasa setiap ucapan yang keluar dari bibir Yuna yang sengaja menyangkutkan dirinya dengan masalah pelanggan aturan sekolah membuat Feli lantas menahan tangan Yuna sebelum pergi dari sana. Yuna langsung menepis tangan Feli seraya memasang wajah jijik. "Jangan menyentuhku dengan tangan kotormu!"
"Hei, kau! Kenapa masih berdiri di situ? Ambil surat pemotongan poinmu," Ujar pak Bambang.
"Tunggu pak, saya tidak melakukan kesalahan apapun." Mendengar ucapan Feli, pak Bambang tampak kesal.
"Bisa-bisanya kau berbohong dengan bukti yang sudah jelas ini? Mungkin otak cerdasmu berhasil membawamu ke sekolah ini tapi ingatlah sikapmu yang seperti ini bisa jadi ancaman kamu di keluarkan dari sekolah ini!" Ujar pak Bambang.
"Saya tidak berbohong pak, sungguh." Bela Feli.
"Jangan membuang waktuku dengan kebohonganmu. Ambil surat ini dan pergilah," Ujar pak Bambang sambil menyodorkan selembar kertas pada Feli.
***
Disinilah Feli sekarang, mendapatkan hukuman atas sesuatu yang sama sekali tidak ia lakukannya. Satu hari yang sial, ia habiskan dengan susah payah di sekolah ini. Bel pulang sekolah telah lama berbunyi, gadis itu sedang membersihkan rumput dan daun kering di taman belakang sekolah. Feli menyekat keringat di keningnya dan menghela nafas melihat tumpukan daun kering itu.
"Hufftt.. Akhirnya selesai juga. Tinggal di masukkan ke dalam tong sampah," Ujar Feli.
Baru saja Feli akan memasukkan daun-daun kering itu ke tong sampah, seseorang tiba-tiba melompat dari atas sana menuju tumpukan daun kering itu hingga semua jadi berantakan kembali. Rasanya kaki Feli jadi lemas melihat jeri payahnya jadi sia-sia. Pria yang baru saja melompat di atas tumpukan daun kering itu menoleh ke arah Feli yang memasang wajah kesal. Tanpa rasa bersalahnya pria itu kemudian berdiri dan berniat pergi begitu saja.
"Hei! Apa yang telah kau perbuat? Kau mau kabur kemana? Kau harus bertanggung jawab! Daun keringnya jadi berhamburan kembali! Karena kau," Ujar Feli seraya menatap tajam punggung pria yang tidak tahu malu itu.
Pria itu kemudian melemparkannya sejumlah uang yang mana hal itu malah membuat Feli semakin jengkel. Feli memungut uang tersebut dan melemparkannya tepat di kepala pria itu.
"Kau pikir uang bisa menyelesaikan semuanya?" Ujar Feli seraya memasang wajah garang.
"Berani sekali kau melemparkan benda itu padaku!! Kau minta di hajar, hah?" Pria itu membentak Feli.
Mendengar bentakan tersebut sama sekali tak membuat Feli takut, rasa lelahnya membuat akal sehatnya untuk tidak berurusan dengan siapapun di sekolah ini seolah hilang. Keduanya sama-sama keras kepala, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Feli melangkah menuju pria itu yang sedang memasukkan tangannya di kantong celananya.
"Mau apa kau?" Ujar pria itu curiga.
Feli menengadah seraya menatap pria yang lebih tinggi darinya, ia kemudian meraih seragam yang digunakan pria sombong itu lalu menariknya sambil menjegal kaki pria itu hingga mendorongnya ke tanah dan akhirnya jatuh. Feli berdiri dengan wajah puas setelah membanting pria sombong itu, yang kini sedang meringis kesakitan.
"K-Kau! Akan ku balas kau cewek sialan!" Ujarnya mencoba berdiri setelah di banting cukup keras oleh Feli.
"Baiklah," Ujar Feli seraya memakai tas punggungnya.
"Ohhiya. Jangan lupa bersihkan daun-daun kering ini," Ujar Feli kemudian pergi.
Beberapa saat setelah Feli pergi, seseorang menghampiri pria itu dengan penuh tanda tanya melihat keadaan temannya itu. Bukannya menolong, ia malah tertawa sangat lebar sambil memegangi perutnya.
"Hahahaha.. Siapa yang baru saja menghajar seorang Arlan Vyns Aldebaran?" Ujar pria bergigi kelinci itu.
"Diam, kau Algeria!" Ujar Arlan dengan wajah kesal.
Pagi hari yang sama menyambut Feli, kini ia telah siap dengan pakaian lengkapnya. Gadis itu lalu menyambar tasnya kemudian turun untuk sarapan. Rumah sederhana itu merupakan harta berharga yang paling Feli sayangi, pasalnya di sinilah kenangan orang tuanya tersimpan. Saat ini ia tinggal bersama orang tua angkatnya yang tak lain adalah bibinya sendiri. "Makan dulu sayang," Ujar wanita paruh baya itu sambil mengeringkan tangannya setelah mencuci piring kotor. "Wahh.. Semuanya keliatan enak-enak. Hari ini mama keliatan sangat cantik deh," Puji Feli seraya memasukkan satu sendok makanan ke dalam mulutnya. "Duhh.. Mulut anak mama manis banget ya," Ujarnya seraya mencubit pipi Feli dengan gemas. "Heheheh.. Kan mama Fanya yang ajarin," Ujar Feli hingga Fanya memberikan kecupan sayang pada anak angkatnya itu. "Kamu nggak terlambat nak? Ini udah hampir jam tujuh loh," Ujar Fanya. "Loh? Kok udah jam segini aja? Bentar mah. Feli habisin ini dulu," Ujar Feli yang kemudian dengan terburu-buru
"Bagaimana kabarmu, Arlan?" Tanya seorang pria paruh baya sambil menikmati minuman dalam cangkirnya."Seperti biasa. Sama buruknya dengan hari-hari lainnya," Jawab Arlan dingin dan sinis."Besok pulanglah ke rumah, tidak baik jika kau terus merepotkan Ray." Bukannya menjawab, Arlan malah mendobrak meja sambil bangkit dari duduknya."Untuk apa anda peduli, tuan Yohanes yang terhormat!" Ujar Arlan seraya menekankan ucapannya."Ayah tidak ingin ada gosip buruk karena kau terus tinggal di luar rumah," Ujar YohanesMendengar ucapan sang ayah membuat Arlan marah dan keluar sambil membanting pintu. Arlan berpapasan dengan Ray di jalan namun ia memilih untuk melewatinya begitu saja. Ray paham betul dengan apa yang terjadi pada Arlan, hubungan Arlan dan Yohanes ayahnya tidak begitu baik. Ray adalah saudara angkat Arlan yang di adopsi dari panti asuhan."Ayah memanggilku?" Ujar Ray."Duduklah Ray," Ujar Yohanes."Baik ayah."
"Kau yakin?" Ujar Ray."Iya, kau boleh pergi. Aku bisa menjaga diriku sendiri," Ujar Feli."Ya sudah. Aku pergi dulu," Ujar Ray seraya berjalan menjauh dari Feli.Beberapa menit berlalu setelah Ray pergi meninggalkan Feli. Tak ada satupun taksi yang lewat hingga mengharuskan Feli memilih untuk berjalan kaki pulang kerumahnya. Karena belum terlalu larut malam suasana di jalan masih sangat ramai, terlebih lagi ada banyak lampu restoran yang menerangi jalan, pria mabuk tadi juga sudah menghilang entah kemana.Perut Feli berbunyi yang menandakan ia harus segera di isi dengan makanan. Gadis itu berhenti di salah satu food truck ayam goreng yang terlihat lezat. "Bu, sekalian bakso dan tahu gorengnya. Ini uangnya," Ujar Feli.Sambil menenteng bungkus makanan yang baru saja di belinya, Feli kembali melanjutkan langkahnya untuk segera pulang. Merasa ada hal yang janggal, Feli lantas mempercepat langkahnya untuk segera menjauh dari seseorang. Feli berhenti k
Canggung, itulah yang dirasakan oleh Feli saat ini. Ia juga sesekali memainkan jarinya untuk menghindari tatapan tajam Arlan padanya. Sudah lima menit berlalu sejak mereka memesan meja dari sebuah food truk. Algeria melihat Feli yang duduk di sebelahnya lewat ekor mata kecoklatannya, setelah itu ia kembali fokus pada layar penuh ponselnya. "Kakak akan ke sini, setelah itu kita akan bicara." Algeria masih setia mengetik sesuatu di dalam ponselnya. Helaan nafas keluar dari bibir Ray, biasanya ia bisa mengontrol emosinya namun kali ini tidak. Xavier adalah musuh terbesar sekaligus satu-satunya harapan untuk bisa menemukan seseorang yang telah lama hilang. Ray memijat pelipisnya sambil mendesah atas sekilas memori yang terputar di kepalanya. Otak Feli terus bekerja, mencari cara untuk bisa lepas dari tiga pria tersebut. Matanya kemudian tertuju pada piring berisi saous tomat yang berada di atas meja, ia kemudian menoleh pada ibu pemilik food truk yang akan mengan
Sosok pria tegap dengan paras rupawan termenung dengan tangannya terselip sebatang rokok. Angin lembut menerpa rambut hitamnya, dari atap sekolah ini ia bisa melihat segerombolan siswa yang berbondong-bondong memadati area sekolah. Ia kemudian mengacak-acak rambutnya, rokok yang sudah habis setengah itu di buangnya ke lantai kemudian di injak. "Ck.. Ada apa denganku?" Ujar Arlan dengan sebuah memori terlintas di kepalanya. Arlan mengernyitkan dahinya seraya melihat gadis berambut pendek dengan topi hitam di bawah sana sedang berjongkok sambil memainkan ranting pohon. Kejadian saat istirahat tadi kemudian terlintas di kepala Arlan, dalam diam mata kebiruan itu tetap terfokus pada gadis tersebut. Feli dengan topi hitam pemberian dari Dean tampak lesu. Helaan nafas keluar dari bibirnya, ia masih sangat terkejut. Feli sengaja kabur dari UKS untuk menenangkan diri tanpa berpamitan pada Dean yang sedang pergi mengambil sesuatu, bahkan saat bel masuk berbunyi ia mas
Dengan sebuah kotak berukuran sedang di tangannya, Feli melangkah masuk ke dalam area sekolah. Ia telah berangkat cukup pagi demi melihat ruangan yang akan menjadi markas organisasinya. "Pintu paling ujung sebelah barat setelah ruang peralatan olahraga," Feli bergumam sambil mencari keberadaan pintu."Ah, yang ini." Sebelum membuka pintu, ia meletakkan kotak di lantai dan mengambil kunci di kantongnya.Baru saja membuka sang pintu, debu yang begitu tebal langsung menyambut Feli. Kondisi berdebu dan ada beberapa sarang laba-laba juga bangkai tikus menjadi beberapa hal yang menghiasi ruangan tersebut. Ruangan itu adalah sebuah gudang tua yang sudah lama tidak di gunakan. "Sepertinya anggota OSIS sedang mempermainkan aku dengan memberikan gudang tua," Ujar Feli dengan tangannya masih menutup hidungnya karena bau bangkai tikus yang menyengat."Sama seperti perkiraanku."Melangkah masuk untuk memeriksa ruangan itu, Feli membuka jendela yang sedikit berkarat itu dengan susah payah takut ji
"Siapa?" Tanya Feli cukup penasaran "Dia saudara angkatku," Jawab Ray sambil membuka pintu gudang. Ray masuk lebih dulu sebelum akhirnya Feli mengikuti dari belakang. Terdengar sebuah suara benturan keras dari dalam, Feli tidak bisa melihat sesuatu yang terjadi di dalam karena punggung lebar Ray menghalangi pandangannya. Ray memutar tubuhnya sebelum akhirnya mengambil alih kursi rusak dari Feli. "Apa yang terjadi? Itu suara apa?" Tanya Feli saat melihat perubahan wajah Ray menjadi sedikit suram. "Biar aku saja yang membawanya. Ada banyak tikus di sini. Kau keluarlah," Ujar Ray. Feli hanya bisa diam, ia tidak berani bertanya lebih lanjut meskipun tau jika Ray berbohong soal tikus. Feli berbalik pergi dari sana meskipun cukup ragu, ia tau jika ada orang lain di gudang itu. Suara langkah kaki dari orang itu saja semakin mendekat ke arah mereka. Jadi jelas siapa pelaku dari suara keras tadi, pendengaran Feli memang cukup tajam. "Apa tidak masalah jika aku pergi? Sepertinya Ray cukup
Mewah, adalah kata yang tepat untuk menggambarkan sekolah elit tersebut. Dengan satu bangunan utama yang memiliki lima lantai mampu membuat semua orang melongo ketika melihatnya. Bangun yang di atur dengan desain yang mewah, suasana nyaman dengan pekarangan sekolah yang cukup luas dan bersih. Beberapa pohon rindang seolah-olah menyambut setiap siswa yang melewati jalan aspal menuju bangun utama sekolah. SMA para keturunan emas, itulah yang sering kali di ucapkan orang-orang tentang SMA Lentera Bangsa ini. Salah satu jajaran sekolah populer hanya untuk para anak konglomerat dan anak-anak berotak jenius. Aruna Feliciana Xaviela adalah salah satu jajaran dari garis jenius beruntung yang terpilih. Sekolah ini telah banyak meluluskan para siswa-siswi hebat yang terus mengharumkan nama sekolah atas semua pencapaian mereka, karena hal itulah para investor juga sangat tertarik untuk menginvestasikan uang mereka ke sekolah tersebut. Bukan hanya sekolahnya saja yang menarik perhatian tetapi