Bohong bila kukatakan aku tak bersedih kehilangan suami. Rasanya seperti ada lubang tak kasat mata yang menganga di dalam sini. Tapi di sisi lain hatiku pun lega, karena setatusku kini jelas. Tak seperti beberapa waktu lalu saat Mas Agi tak ada kabar berita. “Aku senang lihat kamu sekarang penuh semangat.” Ayu tersenyum ke arahku.“Memang dulu aku loyo ya?”“Nggak juga sih. Kamu tetap cekatan saat bekerja. Tapi sering bengong pas waktunya rehat. Aura kecantikanmu sekarang makin menguar gitcuuu hehe. Pantesan Mister Halim makin kesengsem.”“Hush kamu ini. Nggak baik ah ngomongin suami orang. Lagian kamu dapat gosip dari mana?”“Lala … Lala … kamu belum kenal sahabatmu ini rupanya. udah lama kali aku tahu kalau Mister Halim itu naksir kamu. Dan lagi ….”“Aku tak mau suamiku punya istri kedua, bagaimana mungkin aku mau jadi istri kedua orang lain. Itu namanya tidak konsisten.” Aku memotong kalimat Ayu.“Pake motong kalimatku sih. Makanya dengerin dulu kalau orang ngomong. Mister Halim se
“Saya merasa sangat tersanjung Mister Halim dan juga Ummi memiliki niat yang baik pada saya. Tapi terus terang saya masih merasa trauma dengan pernikahan sebelumnya. Ummi tahu bagaimana pahitnya pernikahan saya. Meski saya tahu tak adil menyamakan mereka.”Ummi Maimunah tersenyum. “Kami tidak memaksa. Halim juga bersedia menunggumu mendapatkan kemantapan hati. Asal jangan terlalu lama membuatnya menunggu. Saran Ummi kamu istikhoroh. Allah tahu yang terbaik. Jika Dia melihat ini yang terbaik, Dia yang akan membuat segala keraguan hilang dari hatimu.”Majikanku benar. Aku tak boleh mendahului takdir. Aku harus meminta petunjuk pada Sang Pemilik Hidupku. Rasanya aku juga harus bicara dengan Ibu. “Bicaralah dengan ibumu. Aku yakin beliau mengharapkan kebahagianmu juga,” Ummi Maimunah tersenyum. “Aku mau shalat dhuha dan tilawah dulu. Telponlah ibumu, di Jawa sekarang menjelang Dzuhur ya.”Setelah membantu Ummi bersiap untuk shalat, aku pamitan keluar kamar untuk menghubungi Ibu. Rumah sa
Siang ini saat istirahat aku tengah tertunduk di atas dipan menekuri ponsel pintar. Di dipannya kulihat juga sahabatku tengah melakukan hal yang sama. Serius sekali dia menulis di ponselnya. Pasti bikin bab baru lagi di aplikasi menulis. Teman-teman TKW yang lain kadang terlihat iri pada keberuntungan kami. Mereka bilang, bisa memegang ponsel dengan leluasa di siang hari itu merupakan kemewahan buat mereka. Sebuah notifikasi masuk di ponselku. Kubuka aplikasi hijau, dari adikku ternyata. “Gimana hasil istikhorohnya? Enggak sabar aku.”“Enggak jadi istikhoroh, Tetehnya keburu haid.” Kuakhiri dengan emot ketawa berjejer.“Yaa …nunggu lama lagi dong. Kenapa sih mesti haid sekarang?”“Yee suka-suka Allah dong mau ngasih haid kapan. Ada-ada aja kamu ah.”“Udahan ah chatnya enggak asyik.”“Lagian kenapamesti buru-buru, orang masa iddah Teteh aja masih lama.” Lina tak membalas lagi chatku.aku geleng-geleng kepala melihat kelakuannya.Saat mataku beralih pada chat dari akun lain, Mas Agi mel
"Ummi ini nabeznya. Pakai kurma ajwa favorit Ummi seperti biasa." Aku mengangsurkan secangkir nabez. Majikanku menerimanya dan langsung meminum airnya dengan nikmat. Setelah itu beliau mengunyah kurmanya. Kuangsurkan air putih setelah beliau selesai mengunyah kurmanya."Alhamdulillah. Nabez bikinan Latifah memang lezat," katanya sambil tersenyum."Hehe Ummi bisa aja. Siapa pun yang bikin nabez udah pasti lezat kalau pakai kurma ajwa. ""Buktinya waktu pertama diminta bikin nabez kamu malah bingung. Dikasih tahu kurma campur air eh bijinya enggak dibuang dan kurmanya hanya satu biji hehe." Majikanku terkekeh geli, aku ikut tertawa malu saat ingat kelakuanku dulu.Dulu aku asing sekali mendengar umi minta dibikinin nabez. Lalu beliau mengatakan kurma direndam barulah aku ngerti itu semacam infused water. Aku mengira-ngira aja, maka kusiapkan secangkir air matang dan kumasukkan sebutir kurma. Untunglah pagi hari saat kuberikan nabez itu majikanku tidak marah. Madam Hindun yang menden
Dua bulan menjelang Ramadhan kesibukanku menanjak tajam. Apalagi penyebabnya kalau bukan bisnis kurma yang kurintis tahun lalu. Saran-saran Bu Mulia sebagai mentor bisnis benar-benar kami jalankan dan hasilnya sungguh luar biasa. Adik semata wayangku kini dibantu tiga orang sahabatnya yang membantu dalam urusan online. Satu orang menjadi admin di medsos, satu orang admin di market place dan satu orang khusus membuat konten. Para remaja itu bekerja dengan sangat baik. Foto-foto yang kukirimkan di kebun kurma, di pasar kurma, bahkan keseharianku menjadi konten yang menarik di tangan mereka.“Kirim terus foto-foto Teteh ya, kata Bu Mulia itu bagus untuk meningkatkan branding. Jadi orang-orang yakin bahwa kurma yang kita jual itu langsung dikirim dari Madinah.” Chat Lina suatu hari yang membuatku semakin suka jepret sana jepret sini. Sahabatku yang semanis madu tak lupa menjadi fotomodelku saat dia memasak masakan khas Timur Tengah.“Kamu harus bayar royalty sama aku. Karena di masa depan
Semoga saja Bu Mulia yang ngirim kurma segitu banyak ke rumahku. Tapi aneh juga kalau tiba-tiba beliau mengirim tanpa dipesan. Di Indonesia harga kurma ajwa alias kurma nabi itu sekilonya ratsan ribu. Semakin bagus kualitasnya akan semakin tinggi harganya. Tak mungkin beliau mau ngirim tanpa kesepakatan dulu. Ah aku jadi bingung, kalau bukan Bu Mulia lalu siapa?“Bengong aja. Eh, tahu enggak, ayam tetanggaku kemaren kan bengong terus, eh hari ini dia mati.” Ayu cekikikan sambil menjawil pipiku seenaknya.“Sembarangan, secant kini disamain sama ayam.” Aku pura-pura marah.“Ck iya yang cantik jelitaa. Lala Latifah dambaan Mister Halim.” Ayu makin cekikikan.“Hush! Jangan kenceng-kenceng, malu tahu.”“Hahaha Lala mukanya kayak kepiting rebus. Lagian ngapain sih bengong terus, mikirin Mister Halim ya?”“Enak aja. Aku tuh bingung tiba-tiba ada orang ngirim kurma ajwa berdus-dus. Kamu tahu kan harga sekilonya aja ratusan ribu, itu totalnya pasti puluhan juta.” Kuperlihatkan foto-foto kurma
“Kamu kok sering banget bikin jus kurma, memangnya enak? Kebayang sama aku sih eneg.” Ayu menghampiriku yang tengah ngeblender nabez kurma sukariku. Setelah ini aku akan membawanya kekamar Ummi, siapa tahu majikanku mau nyoba.“Enak banget malahan. Aku awalnya ikutan bikin nabez kayak Ummi. Tapi berhubung aku kurang suka makanan terlalu manis maka coba diblender. Eh ternyata rasanya enak banget. Enggak tahu kenapa berasa ada gurih-gurihnya dikit.” Aku udah kayak lagi ngiklan aja. Sahabatku terlihat penasaran.“Nyicip dikit ya. Jadi penasaran aku. Seenak apa sih.”“Enggak usah dikit, nih aku kasih secangkir. Habiskan ya.”Awalnya dia terlihat ragu meminum jusnya tapi setelah satu tegukan langsung tandas dengan cepat. “Beneran ternyata enak banget. Nanti bikin juga ah. Boleh pakai kurmaapa aja kan?”“Kalau boleh sih boleh aja,siapayang larang. Tapii menurut pengalamanku kurma yang paling enak dijus itu kurma sukari basah. Soalnya
“Justru Teteh tak tahu apa-apa, Bu. Malah Awalnya bingung itu kiriman siapa. Tapi kalau dibiarkan kurmanya bisa busuk kan Bu. Akhirnya Teteh beranikan diri memastikan sama Ummi dan beliau ngasih tahu yang sebenarnya.”“Sebentar, kok teteh bisa curiga kalau yang ngirim kurma mahal sebanyak itu Mister Halim?” pertanyaan Ibu memojokanku. Mau tak mau aku harus membongkar semuanya sekarang juga.“Ibu jangan kaget ya. Bulan lalu Mister Halim ngasih hadiah kalung dengan liontin permata. Meski enggak ngerti perhiasan tapi Teteh yakin kalau itu mahal sekali. Jadi teteh tolak dengan halus karena tak mau berhutang budi. Teteh belum bisa menjanjikan apa pun untuk beliau sehingga merasa tak pantas menerima hadiah mahalnya itu. Apa sikap Teteh itu keliru, Bu?”“Teteh justru sudah bersikap benar. Jangan sampai menyetujui menikah dengannya hanya karena tak enak sudah menerima hadiahnya. Tapi ini kurma bagaimana cara ngembalikannya? Ibu jadi bingung.” Kulihat Ibu
“Aku enggak butuh tanah seluas ini, ya Habibi. Aku tahu uangmu tak berseri. Tapi jangan hamburkan untuk sesuatu yang sia-sia.” Suamiku mengusap-usap tanganku yang memegang lengannya.“Kalau aku tetap mau membelinya, gimana?” senyumnya dengan alis dinaik-turunkan untuk menggodaku.Ah, kadang-kadang sultan Arab ini nyebelin juga. Eh, tapi masa mau dibeliin tanah sepuluh hektar dibilang nyebelin. Tapi buat apa tanah seluas itu coba? Siapa yang mau ngurus?Aku menyimpan nomor ponsel yang tertera atas perintah suamiku tercinta sambil cemberut. Dia malah tertawa sambil mengecup bibirku dan membuat mataku melotot. Kan malu kalau ada orang yang melihat.“Bagaimana menurutmu bila di tempat ini kita bangun sebuah pesantren? Anak-anak akan belajar di sini dengan fasilitas yang baik tanpa dipungut bayaran sepeser pun?”Aku menatap matanya lekat. Itu adalah impian selintasku dulu sekali yang bahkan tak pernah berani kukatakan pada siapa pun. Impian yang muncul saat membaca tentang pesantren tahfidz
Setelah walimah kami memutuskan tinggal di rumah baru kami dengan status visa suami sebagai wisatawan. Setelah masa berlaku bisa hampir habis baru akan kami pikirkan rencana selanjutnya, apakah memperpanjang visa suami atau kami kembali ke kota Madinah. Beliau tak perlu khawatir dengan bisnisnya karena punya beberapa orang kepercayaan. Ada orang yang khusus mengelola hotel, juga ada yang khusus mengelola kebun kurma. Istilahnya mungkin bisnis jalan tapi ownernya jalan-jalan. Ibu, Lina dan Yusril senang sekali bisa berkumpul setiap hari setelah berpisah sekian lama. Rumah kami sekarang selalu hangat dengan kasih sayang dan gelak tawa.“Ucil senang sekali sekarang Ucil bisa main sama Bubu tiap hari. Sama Baba juga Ucil suka main kuda-kudaan.”Anakku selalu riang gembira. Berpindah-pindah dari pangkuanku, ke pangkuan ayah sambungnya, lalu ke pangkuan Ibu, juga ke pangkuan Lina. Dia seolah sedang memuaskan dirinya bermain bersama semua orang yang menyayanginya. Setiap waktu salat dia aka
Menjelang Ashar tamu masih berdatangan satu-satu. Tapi kami sudah terlalu lelah dan pamit masuk ke rumah untuk beristirahat. Di tenda luar dan ruang tamu masih ada Ibu dan Uwa yang bisa mewakili kami menerima tamu. Kecuali tamu spesial maka kami akan menemuinya sebentar.Saat masuk kamar mataku membola melihat ke arah tempat tidur kami. Besar sekali ukuran kasur ini. Lalu tiba-tiba aku menyadari sesuatu, suamiku yang berbadan lebih tinggi dari orang Indonesia pasti merasa tak nyaman saat tidur di kasurku. aku merasa bersalah tetapi dia tak protes. Subhanallah, manisnya suamiku."Ekhem, sudah tak sabar menunggu malam, ya Habibati? Lihat kasur terus." Sebuah suara dengan nada menggoda berbisik di telingaku membuat wajahku memerah. "Apaan sih, enggak kok. Aku hanya baru sadar kasur di kamarku kecil banget buatmu. Maaf ya, Habibi, aku kurang peka." Suamiku hanya tersenyum. Dia memang selalu tidur lebih akhir dan bangun lebih awal sehingga aku tak menyadarinya."Mari kubantu melepas baju
Akhirnya tiba juga hari ini. Menjadi ratu sehari dalam pernikahan kedua. Kami duduk di pelaminan yang didekorasi indah di halaman rumah kami yang luas. Aku mengenakan gaun pengantin putih cantik yang dikirim memakai cargo dari Arab sana. Suamiku yang gagah terlihat makin memesona dalam balutan baju pengantin warna putih senada dengan gaunku. Aku di-make up minimalis saja. Ibu dan Wak Endo duduk mendampingi kami. Yusril bergabung bersama kami sebentar tapi kemudian bosan dan memilih main bersama sepupunya."Istriku cantik sekali, Masya Allah. Inginnya kusembunyikan saja di kamar," komentar suamiku saat melihatku selesai didandani."Aku juga malu sekali buat duduk di pelaminan. Betul katamu, sebaiknya aku ngumpet di kamar.""Haha aku bercanda, ya Habibati. Kita harus tetap duduk untuk menyalami tamu. Seperti adat di sini. Lagi pula kelihatannya tamu-tamu di sini sopan-sopan pakaian dan perilakunya."Panggung hiburan berdiri kokoh di sebelah kanan gerbang. Siapa pun boleh ikut berpartisi
Hari ini merupakan salah satu hari paling bahagia dalam hidup Ibuku, dan melihat kebahagiaan beliau adalah salah satu kebahagiaan terbesarku. Sebenarnya aku malu bila harus dipajang lagi di pelaminan sebagai mempelai. Tetapi Ibu ingin berbagi kebahagiaan kami dengan seluruh warga kampung dan kerabat kami, maka aku pun memenuhi keinginannya dengan mengadakan walimah yang meriah untuk ukuran kami.Dua hari sebelum hari-H Alhamdulillah rumah baru kami sudah selesai dibangun dan siap digunakan untuk resepsi. Masjid kampung kami pun meski belum selesai dibangun tapi sudah nampak bangunan utuhnya yang megah. Sehingga kami tidak terlalu merasa bersalah bila memiliki rumah megah tapi masjid diabaikan.Kami memilih tidak memakai jasa catering, dan memberikan kesempatan pada para tetangga untuk berpartisifasi. Para tetangga pun dengan senang hati berkumpul di dapur Ibu untuk membantu memasak. Kue-kue tradisional yang lezat-lezat memenuhi ruang keluarga rumah kontrakan Ibu sejak malam. Sementara
Entah berapa lama aku terjebak di sini hingga tiba-tiba semua orang terdiam dan melihat ke arah yang sama. Aku yang tengah menunduk jadi bingung dan ikut melihat arah tatapan mereka.“Masya Allah Nabi Yusuf lewat.”“Masya Allah ada malaikat di kampung kita.”"Lihat punggungnya, jangan-jangan dia punya sayap."Pria macho dengan wajah ganteng itu kaget sebentar saat melihat gerombolan ibu-ibu, tapi kemudian dengan tenang melewati mereka. Tanpa memandang dan tanpa senyum hanya mengucapkan assalamualaikum dengan suara tegas penuh kharisma. Di Arab sana pasti tak pernah ditemuinya gerombolan ibu-ibu nangkring sore-sore. Aku geleng-geleng kepala saat para ABG putri diam-diam mengambil foto Mister Halim.Menjelang Jum'atan aku sudah siap berangkat bersama Lina menuju rumah mantan mertua. Mengantarkan kartu undangan sebagai alasanku untuk bersilaturahim dengan beliau. Sebenarnya aku kangen sekali dengan mantan mertua yang baik hati itu. Tapi hati selalu bimbang setiap mengingat kemungkinan aka
“Jodoh kan takdir. Yang namanya takdir kan kita bisa berikhtiar enggak pasrah gitu aja. Kayaknya enggak mungkin sultan Arab itu tiba-tiba jatuh hati pada, maaf ya, seorang pembantu.”Jleb! Meski benar aku pembantu di negeri orang, tapi tak usahlah sampai ditegaskan begitu. Pembantu juga manusia yang punya hati. Rasanya malas sekali menghadapi tamu tak diundang ini. Sudah mah minta tips yang aneh-aneh eh malah menghina yang diminta tipsnya pula.“Eh, ada de Linda sama Melin, tumben ke mari. Ada hal penting ya?” Ibu masuk dari warung dan langsung menyapa. “Iya nih, Teh, ada yang mau ditanyakan sama Lala, tapi Lalanya kayak enggak mau berbagi ilmu yang dia punya.” Eh, Bi Linda malah ngadu.“Ooh mau minta ilmu jualan kurma mungkin ya? Kasih tahu atuh, Teh.” Aku jadi ingin ketawa lihat ekspresi melongo Bi Linda.“Sebentar ya, Uwa ambilin rujak, Melin suka rujak, kan?’ Ah, ibu yang selalu baik sama semua orang meski orang itu tak pernah menganggapnya.Setelah Ibu ke warung, Bi Linda dan
“Anak Ibu sama ponakan Ibu sama-sama cantiknya. Apalagi cantiknya keluar dari hati, makinlah keluar aura cantiknya.” Ibu menepuk-nepuk lengan kami. Kulihat Wak Yati tertawa dengan wajah berseri meski juga tak dapat menyembunyikan kelelahan setelah seharian keliling kota.Ucil yang tertidur dalam pelukan Wak Yati menggeliat-geliat. Sepertinya dia kelelahan dan merasa kurang nyaman tidurnya. Akhirnya kami memutuskan untuk segera pulang. Tak lupa mampir sebentar membeli ikan bakar untuk makan malam di rumah. Rasanya hari ini banyak orang bertingkah lucu. Dimulai dengan pagi-pagi ada tamu teman sekolahku. Sebenarnya kami dulu tidak bisa dibilang dekat, dia yang lumayan kaya bergaul dengan teman selevelnya. Entah angina apa yang membawanya kemari. Dia tak sendiir, membawa dua orang temannya yang tinggal di desa sebelah juga katanya. Dan kedua temannya itu masing-masing membawa dua temannya juga. Jadilah pagi ini aku menerima tamu rombongan dadakan yang sebenarnya tak kukenal. Ibu yang men
Kami sepakat untuk menggunakan jasa WO temannya Lina. Setelah itu kami mengobrolkan banyak hal seputar persiapan walimah. Sebenarnya aku malu harus walimahan yang kedua kali, cukup syukuran keluarga. Tapi suamiku tetap pada pendiriannya ingin mengadakan walimahan sekalian mengenal handai tolan kami katanya. Betul juga sih, kalau mengunjungi satu-satu kapan waktunya. Hari ini kami akan berbelanja kebutuhan walimah ke kota. Aku, Ibu, Lina, Yusril, Wak Yati, dan Imah, Kami menggunakan jasa rental mobil plus sopirnya. Sengaja kami menggunakan mobil yang agak besar karena nanti akan berbelanja cukup banyak. Suamiku yang kaya dan baik hati itu memberikan uang rupiah dalam kartu ATM-ku.“Ajak Ibu dan siapa pun yang Adik mau untuk berbelanja ke kota. Terserah mau belanja apa pun yang Adik inginkan dan butuhkan terutama untuk walimah kita. Kalian bersenang-senanglah sesekali. Makan di restoran, perawatan di salon, apa pun. Abang ingin Adik bahagia dengan keluarga. Seharian ini Abang akan sibu