—05—
Selama beberapa hari setelah mulai bekerja bersama Zach, Aleandra dapat dengan cepat mempelajari pekerjaannya. Marvin sendiri yang turun tangan untuk mengajari mereka berdua demi kelancaran perusahaan tersebut.Hal itu membuat Marvin menjadi tenang dan bisa kembali ke Sydney.Dan hari ini adalah hari terakhir Marvin berada di Geraldton, dia mengajak Aleandra dan Zach untuk makan malam sebagai perpisahan dan melepaskan anak perusahaannya agar bisa dikelola mereka berdua.Suasana restoran di pinggir pantai menjadi pilihan tempat perpisahan mereka. Deru suara ombak menjadi latar percakapan mereka. Lampu-lampu kecil menghiasi tenda restoran tersebut.Ruangan makan terbuka yang menyajikan musik klasik, semakin menambah suasana pantai yang romantis. Namun sayang, makan malam kali ini bukan sebuah kencan atau perpisahan sepasang kekasih."Aku memajukan keberangkatanku menjadi malam ini. Jadi besok pagi kalian bisa langsung ke kantor. Aku harap kalian bisa bekerja sama dengan baik," ujar Marvin."Kenapa dimajukan secara mendadak?" tanya Aleandra."Besok pagi-paginya aku harus ke kantor jadi malam ini aku harus berangkat," jawab Marvin."Oh begitu. Baiklah... Semoga kau tiba di sana dengan selamat. Jangan lupa memberiku kabar jika sudah tiba.""Tentu, tenang saja.""Zach, aku mengandalkanmu. Tolong jangan kecewakan aku," ujar lagi Marvin menoleh kepada Zach yang terlihat acuh nenikmati makanannya."Ya dad, kau tenang saja," jawab Zach seadanya.Lalu beberapa tamu mulai berdiri untuk berdansa. Banyak pasangan yang memanfaatkan moment romantis ini. Aleandra memperhatikan dan tersenyum melihat pasangan yang sudah berambut putih, terlihat manis dengan kemesraan yang mereka ciptakan.Marvin yang memperhatikan arah pandang Aleandra, menjadi ingin mengajak Aleandra berdansa juga. Dia berdiri dari duduknya dan mengulurkan tangannya. Membuat Aleandra mengerutkan keningnya."Dansa?" tanya Marvin dan Aleandra tersenyum lalu menyambut uluran tangan Marvin. Sementara Zach memutar bola matanya malas.Lalu Marvin mengajak Aleandra turun ke lantai dansa."Sebenarnya aku tak bisa," bisik Aleandra."Aku juga...ikuti saja yang lain," jawab Marvin. Membuat Aleandra tertawa.Marvin membawa tangan Aleandra ke pundaknya, dan tangannya ke pinggang Aleandra. Mata mereka saling menatap dalam. Musik mulai mengalun, mereka mulai bergerak perlahan mengikuti irama."Jangan sedih karena aku akan pergi," bisik Marvin."Kau terlalu percaya diri," jawab Aleandra walau tatapan mereka tetap tak teralihkan. Marvin mendekatkan wajahnya ke wajah Aleandra, melewati pipinya."Kau cantik malam ini," bisik lagi Marvin mendekatkan bibirnya di telinga Aleandra. Mencium aroma Vanilla, demi untuk membuatnya mengingat gadis itu."Oh kau mulai menggombal." Marvin tergelak. Dia tak pernah menggombali seorang gadis, tadi itu sungguh seperti apa yang dia ingin katakan."Aku serius Al." kata Marvin.“Ya baiklah, jadi kau ingin aku melakukan apa?” tanya Aleandra."Kau bahkan tau apa yang ku pikirkan," ujar Marvin, Aleandra hanya tersenyum."Aku titip anak sulungku itu. Bersabarlah dengannya, dia memang sedikit keras kepala. Tapi dia baik.""Tentu. Hm... Apa hari ini kau benar-benar akan pergi?""Ya, kau ingin menahanku?""Tidak, sungguh bukan hakku. Lagipula—" Marvin menghentikan ucapan Aleandra dan menciumnya. Hanya menempelkan bibirnya, sama seperti yang dulu Aleandra lakukan padanya. Namun ciuman itu terasa seperti tak rela meninggalkan gadis itu dengan anaknya."Apa yang kau lakukan? Jika Zach melihatnya dia akan berpikir yang tidak-tidak," ujar Aleandra setelah Marvin melepaskan ciumannya."Dia sedang keluar mengangkat telepon." Aleandra menoleh dan benar, Zach tak ada di tempatnya."Kalau begitu kenapa dilepaskan?" tanya Aleandra membuat Marvin tertawa. Gadis di hadapannya ini sungguh berbahaya."Maaf... Aku tak sopan, tak seharusnya aku melakukan itu. Anggap saja sebagai ciuman perpisahan," ujar Marvin."Kalau begitu, aku juga akan melakukan ciuman perpisahan," ujar Aleandra lalu dia merapatkan tubuh dan berjinjit untuk mencapai bibir Marvin. Menciumnya bukan hanya menempelkannya, namun melumatnya dalam dan cukup lama dengan mata terpejam. Membuat Marvin ikut terlarut dan membalasnya.Hingga beberapa menit lamanya bibir mereka saling bertaut. Dan dengan terpaksa Marvin melepasnya karena melihat Zach masuk.Aleandra terdiam dan menunduk tanpa terasa dia meneteskan air matanya.Entah perasaan apa yang dia rasakan saat ini. Yang jelas dia merasa sedih karena akan berpisah dengan sosok yang mengajarkannya banyak hal. Dia juga sudah merasa nyaman dengan pria yang usianya hampir duakali lipat darinya."Kenapa kau menangis?" tanya Marvin."Aku hanya sedih kau akan pergi. Tak ada lagi pria tua yang akan menggangguku," ujar Aleandra disela tangisnya, terlihat lucu bagi Marvin. Dia ingin tertawa namun tak dia lakukan, dia malah mengusap air mata Aleandra dengan lembut."Aku akan berkunjung jika kau merindukanku, kau juga bisa.""Aku tak punya waktu untuk merindukanmu! Sudahlah ayo kembali ke meja kita. Aku masih lapar," ujar Aleandra beranjak dari lantai dansa. Dan hanya dia, wanita yang selalu tak malu mengatakan dirinya masih lapar saat bersama pria. Hingga membuat Marvin menggelengkan kepalanya. Dan menyusul Aleandra."Dad... Ayo aku antar kau ke bandara," ujar Zach."Ya, setelah Aleandra menghabiskan makanannya.""Tidak Marvin, tadi aku hanya beralasan. Ayo, aku juga akan mengantarmu," ujar Aleandra.Lalu mereka bertiga menuju ke bandara.Mereka menaiki mobil audi terbaru milik Marvin, Zach berada di depan di samping asisten Marvin yang membawa mobil tersebut, sementara Aleandra berada di belakang dengan Marvin sambil bertatap-tatapan lalu tersenyum. Dan Zach yang melihat dari kaca merasa muak dengan tingkah mereka."Apa yang mereka lakukan? Sungguh memuakkan!" batin Zach.Sesampainya mereka di bandara.... Marvin kembali mengucap perpisahan dengan Aleandra dan Zach. Terakhir dia mengecup pipi Aleandra di depan Zach yang terlihat acuh."Jaga dirimu, jangan sampai terlalu lelah. Jika anakku nakal, kau boleh menjewernya," ujar Marvin membuat Aleandra sedikit tersenyum dan bulir bening kembali menetes."Hei sudah jangan menangis lagi," ujar Marvin memeluk Aleandra."Aku juga tak mau tapi dia terus menetes! Oh apa aku terlihat seperti gadis cengeng?" tanya Aleandra dalam dekapan Marvin. Sementara Zach semakin muak dan mengejek Aleandra dengan menirukan perkataan Aleandra barusan namun dengan wajah menyebalkan."Tidak. Aku senang kau begini. Sudahlah... Aku merasa berat jika kau seperti ini," ujar Marvin melepas pelukkannya untuk mengusap airmata Aleandra."Aku pasti akan merindukanmu," ujar Aleandra dan Marvin tetawa."Akhirnya kau mengatakan itu. Aku juga. Baiklah... Aku harus berangkat sekarang," ujar Marvin dan mengangguk pada Zach, "antar dia pulang Zach." Marvin berujar untuk terakhir kalinya.Setelah kepergian Marvin, Aleandra diantar pulang oleh Zach.***Dan besoknya mereka sudah mulai bekerja bersama.Zach terlihat acuh dan malas-malasan mengurus pekerjaannya, dia hanya bisa memerintah Aleandra. Awalnya Aleandra menerimanya, namun lama kelamaan dia tak terima dan melakukan protes."Zach sepertinya kita harus bicara!" ketus Aleandra, tak perduli jika lelaki itu sedang menelepon. Bahkan Aleandra hafal Zach akan berkomunikasi dengan seorang wanita di jam segini. Bahkan tak sekali Aleandra disuruh mengirimkan uang ke rekening nama wanita dalam jumlah yang tak sedikit. Namun saat ditanyakan untuk keperluan apa, Zach hanya menjawab untuk keperluan entertain dengan klien."Apa kau tak bisa mengetuk pintu dulu sebelum masuk?!" tukas Zach kesal karena merasa kesenangannya diganggu."Aku sudah mengetuknya! Namun kau tak menjawabnya," ujar Aleandra."Baiklah, apa yang ingin kau bicarakan?!" tanya Zach walau dia masih kesal."Aku ingin kau mengerjakan tugasmu dengan benar, tidak semua pekerjaan kau limpahkan padaku! Apalagi untuk pertemuan dengan pemegang saham! Siang ini, kau harus hadir.""Jika aku tak ingin hadir?""Marvin akan menarik semua fasilitas kantor yang kau gunakan," ujar Aleandra berbohong. Namun dia yakin Marvin akan mendukungnya jika tau kelakuan anaknya seperti apa.Zach tampak berpikir, "baiklah... Aku akan hadir. Tapi tak akan lama.""Terserah kau! Ini perusahaanmu, jika mereka menarik sahamnya, kau yang hancur! Bukan aku," tukas Aleandra lalu pergi dengan menghentakkan kakinya kesal, namun heels yang dia gunakan malah patah dan dia terjatuh. Untung saja seluruh lantai diruangan itu dilapisi karpet tebal. Namun malu yang didapat lebih parah daripada dia harus jatuh di lantai yang dingin tanpa karpet.Seketika suara Zach tertawa membuat Aleandra semakin kesal dan menatap tajam Zach. Dia berusaha berdiri. Namun sepertinya kakinya terkilir hingga dia harus terduduk kembali di karpet itu sambil meringis kesakitan."Argh!" pekik Aleandra."Hei... Jangan berpura-pura! Aku tak akan iba," ujar Zach."Aku juga tak sudi berpura-pura di depanmu!" ujar Aleandra mulai menangis. Kakinya sungguh sakit namun bukan itu yang membuatnya menangis."Hei! Jangan menangis! Kau ini cengeng sekali, itu hanya terkilir!" ujar Zach akhirnya beranjak dari duduknya berniat membantu Aleandra untuk duduk di sofa. Namun saat dia ingin menggendong Aleandra, gadis itu malah memukuli punggungnya. Membuatnya memekik kesal."Hei sakit! Apa yang kau lakukan!" ujar Zach kesal. Dia berniat baik, namun malah dipukuli."Harusnya aku yang bertanya begitu!" ketus Aleandra."Aku ingin membantumu pindah ke sofa," ujar Zach lalu langsung mengangkat Aleandra tanpa diprotes lagi."Sudahlah berhenti menangis, ini hanya terkilir ringan," ujar Zach melihat pergelangan kaki Aleandra."Aku tak menangisi itu!""Lalu apa?! Kau terharu karena aku membantumu?!""Itu lebih tak mungkin!""Jadi apa?!""Aku kesal dengan ayahmu! Dia yang memberiku pekerjaan ini! Namun bukan dia yang menjadi bosku! Melainkan dirimu yang menyebalkan! Jika kau itu dia, aku yakin dia akan menggendongku tanpa menertawakanku lebih dulu!" Jelas Aleandra kesal. Membuat Zach terdiam dan mulai berpikir."Apa aku seburuk itu?" tanya Zach lebih seperti gumaman."Apa?""Apa aku seburuk itu? Kau bahkan baru mengenalku, dan kau menilai aku tak ada apa-apanya dibandingkan ayahku? Begitukah inti dari perkataanmu barusan," ujar Zach tampak murung."Hah? Ya... Kau bahkan sangat tak ada apa-apanya dibanding Marvin. Dia sopan dan pengertian, dia juga pandai dalam banyak hal!" ujar Aleandra semakin membuat Zach merasa buruk."Kalau begitu apa kau bisa membantuku?" Aleandra mengerutkan keningnya saat mendengar pertanyaan Zach barusan."Apa aku tak salah dengar? Kau ingin meminta bantuanku lagi? Kali ini apa yang ingin kau perintahkan padaku?""Bantu aku untuk berubah, aku... Ingin membuat dirinya bangga denganku. Diia bahkan membangun perusahaan ini untukku, dia tau aku tak seperti adikku yang mempunyai cita-cita. Aku tau dia mengkhawatirkan masa depanku," ujar Zach terlihat serius. Aleandra tak pernah melihat itu."Baiklah... Aku akan membantumu," ujar Aleandra."Benarkah?""Ya... Tapi ada syaratnya," ujar Aleandra tersenyum licik seperti merencanakan sesuatu.**Seusai meeting dengan para pemegang saham. Kini Aleandra tengah menemani Zach makan siang, sekalian membicarakan bagaimana membantu Zach untuk berubah demi membuat Marvin bangga.Sebuah cafe dengan thema cozy menjadi pilihan Aleandra, tentu saja dia sengaja memilih tempat itu untuk menguji kesabaran Zach. Saat berada dalam satu tempat dengan anak muda yang terlihat berisik dengan bahasa gaulnya."Apa kau tak salah memilih tempat Al? Di sini sangat berisik! Bagaimana aku bisa belajar memperbaiki diri!""Tidak. Justru ini tempat yang tepat untuk kau menahan diri agar tetap sabar saat di tempat umum. Kau harus bisa menyesuaikan diri dan berbaur dengan yang lebih muda darimu. Dari sini kau bisa belajar dua sikap. Pertama menjadi ramah dengan sekitarmu, kedua menghargai orang lain bahkan dengan yang lebih muda darimu," jelas Aleandra panjang lebar. Zach terlihat memutar bola matanya."Berhenti melakukan itu!""Melakukan apa?!""Memut
Aleandra kembali ke kamarnya dia mengganti pakaiannya dengan pakaiantidur yang sempat dibeli tadi sore. Lalu dia mengambil ponselnya dari tas dan menghubungi kakaknya."Halo Al, kau dimana?""Aku dengan Zach di Perth.""Apa? untuk apa kau ke sana? aku akan minta tolong pada Joe untuk menjemputmu," ujar Leanor terdengar khawatir."Tidak ka, aku baik-baik saja. Ka Joe di sana saja, untuk menjagamu. Aku akan menginap di sini malam ini, kami sudah memesan hotel.""Kau dan Zach tak melakukan....""Tidak ka, tenang saja. Sungguh aku baik-baik saja. Kau bisa mendengar suaraku baik-baik saja kan?""Ya... Nada bicaramu terdengar baik-baik saja, tapi kapan kau kembali, bagaimana kuliahmu?""Mungkin besok ka, jangan khawatirkan apapun, percaya padaku. Zach hanya sedang ada masalah di sini, aku berniat membantunya.""Baiklah... Kabari aku jika terjadi sesuatu."
Aleandra masuk kembali ke dalam ruangan yang cukup hening, diamnya Marvin membuat Aleandra mengerti bahwa pria itu sama sekali tak menyukai wanita yang bernama Anna yang duduk di hadapannya."Bagaimana Al?" Marvin menoleh dan bertanya pada Aleandra saat melihat gadis itu masuk kembali."Kita akan tau sebentar lagi," jawab Aleandra lalu duduk bergabung dengan Marvin. Sementara wanita bernama Anna itu menatap tajam pada Aleandra. Terlihat dia sangat tak menyukai adanya Aleandra di sana.Lalu Zach masuk dan melihat Marvin yang juga menatapnya, meminta jawaban."Baiklah dad, aku akan pulang dengan Aleandra," ujar Zach, lalu matanya beralih menatap Anna yang terlihat memohon untuk tak melakukan itu."Maaf, Anna. Kuharap kau mengerti." Zach menghampiri Anna yang menggeleng tak mengijinkan Zach menuruti Aleandra."Tidak Zach. Kau tau, orang tuaku akan membawaku pergi. Kita akan sulit bertemu.""Aku mengerti, kau tenang saja, ayahku akan membantumu. K
Aleandra memilih melanjutkan pekerjaannya, dia salah telah mengkhawatirkan Zach. Akibatnya lelaki itu menjadi bicara yang tidak-tidak, membuatnya tak bisa berkonsentrasi bekerja.Aleandra memikirkan dirinya dan Marvin yang sebenarnya memiliki hubungan apa.Dia merasa senang dan nyaman saat bersama Marvin. Dia merasa tak ada beban dalam hidupnya, merasa semuanya terlihat baik-baik saja. Sekalipun ada masalah, dia tak pernah takut. Semua pikiran itu menjadi lamunan Aleandra saat ini. Hingga dia tersadar saat merasakan lapar menderanya. Lalu dia memakan bekal yang disiapkan oleh kakaknya.Aleandra tak berniat untuk menawarkannya pada Zach. Karena dia juga sudah membelikannya bubur. Jadi dia akan membiarkan lelaki itu berdiam di ruangannya sampai Zach keluar.Namun hari semakin sore, Zach bahkan tak keluar hanya untuk ke toilet. Membuat Aleandra menjadi cemas. Lalu dia meninggalkan pekerjaannya untuk melihat keadaan Zach.Dia mengetuk pintu ruangan Zach namun ta
"Jangan salahkan aku untuk hal ini Al... Karena kau yang hadir dalam hidupku." perkataan Zach seolah berputar di kepala Aleandra. Gadis itu melamun di dalam taksi memikirkan perkataan dari Zach. Hingga dia tak sadar bahwa dirinya sudah sampai di depan rumah.Dia membayar biaya perjalanannya dan keluar dari taksi lalu masuk ke dalam kamar dan merebahkan dirinya di atas ranjang."Bocah itu sungguh berbahaya... Bagaimana bisa dalam sehari dia memindahkan obsesinya kepadaku?" Aleandra membalik posisinya dari terlungkup menjadi terlentang. Dia menatap langit-langit kamarnya."Apa aku harus mengatakannya pada Marvin?" gumam Aleandra, namun dia kembali mengingat perkataan Zach yang menanyakan dirinya dan Marvin memiliki hubungan apa.Aleandra kembali terlungkup dan menenggelamkan kepalanya di bawah bantal dan berteriak. Hingga kakaknya masuk dan melihatnya."Ada apa Al?" Aleandra mengangkat kepalanya."Tak ada apa-apa," jawab Aleandra."Kau berteriak
Aleandra menatap tajam Marvin setelah mengucapkan itu."Zach! Bisakah kau berhenti bermain-main?!""Aku tak main-main Al, aku serius.""Aku tak melihatnya! Cari wanita lain untuk kau ganggu, jangan aku!" ujar Aleandra ketus."Memangnya kenapa? Aku ingin kau, bukan yang lain." kata Zach."Hah... Sekarang kau semakin memperlihatkan obsesimu! Sudah kukatakan jangan lakukan itu padaku!""Aku sungguh—""Sudahlah kalian, cukup!" bentam Marvin dengan tegas menghentikan perdebatan Aleandra dan Zach."Baiklah... Kalian saja yang makan! Aku sudah tak bernapsu!" tukas Aleandra berdiri dari duduknya. Dan beranjak keluar dari restoran tersebut. Zach hendak mengejarnya, namun Marvin menahannya."Biarkan dia Zach. Jangan mengganggunya dulu.""Tapi—""Apa kau tak mendengar ucapannya barusan?!" Marvin menahan lengan Zach yang berusaha pergi.Mata Zach masih melihat keluar dan sempat melihat Aleandra menai
Aleandra sudah memantapkan dirinya untuk tak berharap banyak pada Marvin. Pria yang awalnya bersikap manis dan seolah memberi harapan, ternyata malah mengecewakannya.Pria yang membuatnya melambung tinggi, tapi malah menghempaskannya kembali. Bahkan memberikan harapannya pada orang lain. Membuatnya merasakan kekecewaan yang mendalam.Di dalam kamarnya gadis itu mengurung diri, bahkan hingga malam tiba. Dia tak juga mau keluar walau untuk sekedar makan dan membuat kakaknya tenang.Aleandra ingin menangis, namun tak tau apa yang ingin dia tangisi. Hubungan yang memang tak ada status yang jelas. Dia bukan putus cinta ataupun patah hati.Karena dia tau pria yang dia cintai, memiliki perasaan yang sama. Hanya saja seperti ada sebuah tembok besar yang menghalanginya.Bukan karena tidak adanya restu dari orang tua seperti pada umumnya orang lain menjalani cinta. Melainkan karena untuk menjaga sebuah hati dan perasaan seorang anak, yang pria itu sayangi. H
Marvin beranjak dari kantornya, berniat mengikuti kemana perginya Aleandra dan Zach. Dia meminjam mobil Frank untuk mengikuti mobil Zach, agar anaknya tak menyadari bahwa; dia berada di belakang mobil anaknya itu."Kemana mereka akan pergi?" gumam Marvin.Tak berapa lama Zach dan Aleandra berhenti di sebuah restoran dengan dinding kaca. Mereka —Aleandra dan Zach— mengambil duduk di dekat kaca yang dapat melihat keluar.Seolahdewi fortunasedang berpihak pada Marvin. Sehingga memudahkannya untuk memantau gerakan dari Zach dan Aleandra.Terlihat Aleandra tampak murung dan hanya menanggapi omongan Zach dengan senyum tipis yang terlihat sangat dipaksakan."Hah... Kau sungguh tak bisa setidaknya berpura-puralah untuk terlihat senang Al. Bagaimana aku bisa tega merebutmu dari anakku. Dia sungguh terlihat bahagia, berbanding terbalik dengan dirimu yang bahkan sangat memaksakan sebuah senyuman." Marvin berujar entah kepada s