—04—
Keadaan di dalam mobil menjadi canggung dan hening hingga beberapa menit. Sampai mereka berhenti karena lampu lalu lintas berwarna merah. Marvin dengan jahil memegangi bibirnya dengan senyuman nakal, membuat Aleandra semakin menundukkan kepalanya.Rasanya dia ingin bumi menelannya sekarang juga daripada menanggung malu karena perbuatan nekatnya barusan."Hentikan kegiatanmu itu!" tukas Aleandra tak tahan."Kegiatan apa?" tanya Marvin berpura-pura. Dia tau Aleandra terganggu dengan jarinya yang mengusap-usap bibir."Jangan berpura-pura! Kau sengaja mengusap bibirmu untuk menggodaku bukan? Tadi itu aku...." suara Aleandra semakin mengecil dan menghilang."Kau apa? Hm? Aku tak tau jika kau sangat ingin menciumku. Harusnya kau mengatakannya saja, karena aku akan berikan dengan senang hati," ujar Marvin menggoda Aleandra."Bukan begitu! Tadi itu aku kesal karena pria itu sungguh tak sopan! Lagipula kemarin itu kau juga mengatakan hal yang sama bukan?!""Ya, tapi tidak dengan ciuman," ujar Marvin kembali mengingatkan."Anggap saja itu bonus!" tukas Aleandra.Marvin melirik Aleandra yang wajahnya sudah sangat merah. Gadis itu sungguh lucu dan menggelitik hatinya. Dia kembali tertawa membuat Aleandra kesal."Oh ayolah... Hentikan tawamu itu! Kau sungguh menyebalkan!" ujar Aleandra kesal."Baiklah, aku akan berhenti calon istriku," ujar Marvin malah semakin menggoda Aleandra. Entah kenapa hal itu menjadi hal yang menyenangkan baginya. Melihat wajah merona Aleandra sungguh sebuah kebahagian tersendiri."Marvin!" ketus Aleandra."Oke, oke... Maafkan aku," ujar Marvin walau dia masih menyunggingkan senyum."Aku lapar... Bisakah kita mampir ke tempat makan sebelum ke kedai ice?""As you wish my lady...," ujar lagi Marvin kembali menggoda Aleandra. Gadis itu mencubit pinggang Marvin dengan gemas."Ouch! Itu sakit Al!" protes Marvin."Maka dari itu berhenti menggodaku!""Baiklah aku akan berhenti," ujar Marvin kali ini benar-benar berhenti menggoda Aleandra. Dan mulai memfokuskan diri untuk memperhatikan jalan agar cepat sampai ke tempat makan.Setelah selesai makan mereka langsung ke kedai ice.***Dan semenjak kejadian itu, tak ada lagi yang berani mengganggu Aleandra. Dia mulai bisa tenang menjalankan studynya tanpa gangguan dari siapapun. Walau beberapa gadis lain mengejeknya sebagai simpanan seorang pria matang. Namun dia mengabaikan semua itu dan memilih tetap fokus pada pelajarannya.Sampai beberapa bulan berlalu seperti biasanya. Hingga kantor cabang milik Marvin resmi dibuka. Marvin mulai sibuk menjalankan perusahaan barunya, begitu juga Aleandra yang semakin fokus dengan kuliahnya.Hingga hari ini akhirnya mereka bisa bertemu dan bercerita tentang kesibukkan mereka selama beberapa hari.-Suasana restoran mewah tak dapat membohongi setiap pasang mata untuk mengagumi pelayanan dan keramahan para pelayan. Serta keadaan nyaman dalam setiap sudut restoran tersebut yang terkesan mewah.Tak sedikit para pengusaha dan rekannya mengadakan jamuan makan untuk membahas bisnis mereka.Termasuk Marvin, dia mengajak Aleandra karena asistennya berhalangan hadir. Dia meminta bantuan gadis itu untuk mencatat semua poin penting yang diinginkan rekan bisnisnya.Walau Aleandra sempat gugup, namun Marvin meyakinkannya bahwa gadis itu pasti bisa melakukannya. Dan ternyata Aleandra melebihi apa yang Marvin harapkan, gadis itu tanpa sengaja menyuarakan ide cemerlang hingga rekan bisnisnya bersedia menuangkan berapapun dana yang dibutuhkan. Tentu saja hal itu membuat Marvin berpikir untuk mempekerjakan Aleandra di perusahaannya.Setelah jamuan makan pada siang hari tadi cukup menguras pikiran mereka. Sekarang mereka sedang berhenti disebuah jajanan pinggir jalan. Mereka membeli sebuah kebab dan cola untuk mengisi perut mereka yang mulai berisik.Satu hal yang buruk dari sebuah restoran mewah adalah beberapa menu dengan harga mahal namun memiliki porsi minim."Aku tak percaya kau memintaku mentraktirmu ini, untuk sebuah proyek besar, apa kau menghinaku?" tanya Marvin. Pria itu berniat mengajak Aleandra untuk pergi ke tempat bagus dengan membawa serta Leanor. Hitung-hitung untuk merayakan keberhasilan Aleandra."Percaya padaku, ini lebih enak dari makan di restoran mahal seperti tadi. Kakakku juga menyukainya. Tapi Joe akan melarangnya, dia bilang ka Lea harus makan dengan baik," ujar Aleandra dan mulai mengigit ujung kebabnya Marvin mengikutinya dan benar apa yang dikatakan gadis itu; kebab itu sungguh enak.Sampai Marvin meminta dibuatkan satu lagi yang sama dengan yang Aleandra pesan. Setelah merasa kenyang, mereka masih duduk di sana menikmati angin malam. Marvin membeli kopi di stand jajanan lain, dia memberikan satu gelas pada Aleandra. Lalu dia membuka jasnya dan memakaikannya pada Aleandra, membuat wanita itu kembali tersipu."Terima kasih... Tapi, kurasa kau lebih membutuhkan ini dibanding aku," ujar Aleandra dengan pikiran jahilnya."Aku tau, aku sudah tua. Tapi setidaknya aku masih seorang laki-laki," ujar Marvin seolah bisa membaca pemikiran jahil Aleandra yang ingin meledeknya."Ah.... Kau selalu bisa membaca pikiranku! Itu sungguh menyebalkan!" ujar Aleandra. Marvin hanya tertawa melihat wajah merajuk Aleandra."Al... Aku sungguh terkesan denganmu siang tadi.""Bukankah selama ini kau selalu terkesan denganku?" goda Aleandra kembali membuat Marvin tersenyum.Aleandra menyeruput kopinya."Begini Al, aku berpikir..., bagaimana jika kau berhenti bekerja di kedai ice," ujar Marvin."Aku tak bisa, aku membutuhkannya," jawab Aleandra. Dia tau Marvin mengkhawatirkan kondisi kesehatannya."Aku berniat merekrutmu untuk bekerja di perusahaanku, anggap saja kau mahasiswa magang," ujar Marvin."Kau sangat baik, tapi apa kau yakin aku bisa?""Kau sudah membuktikannya tadi siang.""Kau akan kerepotan saat aku mengacau," ujar Aleandra tertawa, mencoba menolak dengan halus."Sayangnya bukan aku yang nenjadi bosmu, tapi anak sulungku. Aku membuka cabang ini untuk dia kembangkan," jawab Marvin.Aleandra kembali menyeruput kopinya, tampak menimbang tawaran Marvin."Lalu kau akan kembali ke Sydney?" tanya Aleandra. Marvin tak menyangka, pertanyaan itu yang keluar daripada jawaban dari tawarannya."Tidak, dalam waktu dekat ini. Apa kau takut aku tinggalkan?" Marvin berusaha mencairkan suasana kaku."Sedikit," jawab Aleandra menyeruput kopinya lagi, mengabaikan tatapan terkejut Marvin"Baiklah, kuharap kau mempertimbangkannya Al, sebelum aku-""Ya, aku setuju," jawab Aleandra menatap Marvin, "Jika itu bisa membuatmu tenang untuk kembali ke Sydney," ujar lagi Aleandra yang mengerti kekhawatiran Marvin. Jadi dia mengiyakan tawaran Marvin, walau dirinya sungguh merasa tak enak, Marvin sudah banyak membantunya."Hm..., Bukan begitu Al, aku sungguh harus kembali ke Sydney, ratusan kepala keluarga membutuhkanku," ujar Marvin."Ya. Kembalilah, aku akan baik-baik saja. Ngomong-ngomong apa anakmu tampan?" tanya Aleandra bergurau, kembali mencairkan suasana."Haha... Ya dia tampan. Aku yakin kau akan berpindah hati padanya," jawab Marvin."Tapi aku tak yakin bisa berpindah hati darimu," ungkap Aleandra dan berdiri setelah menghabiskan kopinya."Ayo antar aku pulang, kakakku yang buncit itu akan mengkhawatirkanku," ujar Aleandra. Marvin tak bergeming setelah mendengar ucapan Aleandra barusan."Justru karena aku juga tak yakin Al, maka dari itu aku harus pergi sebelum terlambat." Marvin membatin lalu menyusul Aleandra.***Beberapa hari kemudian....Hari pertama Aleandra bekerja di perusahaan milik Marvin, dia berusaha untuk menampilkan dirinya lebih baik dari biasa dia bekerja di kedai ice.Ditambah hari ini juga adalah awal perkenalannya dengan anak sulung Marvin.Aleandra pergi menggunakan taksi yang sudah dia pesan. Diperjalanan menuju tempat Marvin dia meyakinkan dirinya lagi bahwa semua ini untuk membalas semua perjuangan kakaknya sewaktu berusaha mengobati dirinya dulu.Dan sekarang, giliran dirinya yang harus berjuang demi anak yang dikandung kakaknya yang sudah memasuki bulan ke delapan."Kau harus berjuang Al! Bukan saatnya menjadi egois dengan memikirkan perasaanmu saat ini," gumam Aleandra. Tak berapa lama supir taksi tersebut menghentikan mobilnya dan berkata bahwa tujuan Aleandra telah sampai.Gadis itu membayar perjalanan taksinya dan berujar terima kasih. Lalu dia turun dan menatap gedung kantor cabang perusahaan Marvin.Gedung yang menjulang tinggi berdiri kokoh dari antara yang lain. Keadaan di dalam yang tertata dengan baik layaknya perkantoran pada umumnya. Meja resepsonis menyambut kedatangan Aleandra."Permisi... Aku Aleandra Beverly, aku sudah membuat janji temu dengan Mr.Williams," ujar Aleandra."Baiklah... Silahkan duduk dan tunggu sebentar," jawab resepsionis tersebut dengan ramah. Lalu mencoba menghubungi sekretaris Marvin untuk mengonfirmasi.Setelah mengonfirmasi janji temu bosnya. Resepsionis itu mengangguk mendengar jawaban dari sekretaris tersebut dan kembali memanggil Aleandra."Miss.Beverly... Anda sudah ditunggu. Mari saya antar," ujar resepsionis tersebut setelah menutup teleponnya.Lalu mereka menaiki lift dengan dinding kaca yang cukup besar di setiap sudut.Bunyi 'ting' menandakan mereka sudah sampai di lantai yang diinginkan. Lalu mereka keluar dari lift tersebut. Resepsionis itu membawanya pada sekretaris Marvin dan dia undur diri."Selamat pagi Miss Beverly, anda sudah ditunggu oleh Mr.William dan anak sulungnya, Zach Wiliams. Silahkan masuk," ujar sekretaris itu, lelaki yang pernah dia lihat di hotel saat memberikan map pendaftaran kuliahnya waktu itu.Begitu pintu dibuka, tentu saja setelah mendapat ijin Marvin dari dalam. Aleandra masuk, menampilkan ruangan yang cukup besar dan beberapa furniture yang telihat mahal mengisi ruangan besar itu.Mata Aleandra langsung tertuju pada Marvin yang tampan seperti biasanya.Sedang berhadap-hadapan di sofa dengan anak sulungnya -Zach-."Ini dia... Gadis yang kita tunggu," ujar Marvin berdiri untuk menyambut kedatangan Aleandra. Dia mengecup pipi kiri dan kanan Aleandra. Lalu mengajak gadis itu untuk bergabung."Al, ini anak sulungku, Zach. Dan Zach, ini Aleandra. Dia yang akan menjadi sekretarismu di sini," ujar Marvin mengenalkan keduanya.Aleandra mengulurkan tangannya pada Zach yang terlihat sombong dan angkuh. Dia baru berdiri lalu membalas uluran tangan Aleandra yang cukup dingin."Aleandra.""Zach."Mereka berjabat tangan dan saling menatap tajam."Ternyata ini anak sulung Marvin, sungguh diluar dugaan. Dia terlihat sombong dan angkuh!" batin Aleandra."Ternyata gadis ini yang membuat dad tak kembali ke Sydney cukup lama. Aku sungguh penasaran apa yang menarik darinya," batin Zach.**—05—Selama beberapa hari setelah mulai bekerja bersama Zach, Aleandra dapat dengan cepat mempelajari pekerjaannya. Marvin sendiri yang turun tangan untuk mengajari mereka berdua demi kelancaran perusahaan tersebut.Hal itu membuat Marvin menjadi tenang dan bisa kembali ke Sydney.Dan hari ini adalah hari terakhir Marvin berada di Geraldton, dia mengajak Aleandra dan Zach untuk makan malam sebagai perpisahan dan melepaskan anak perusahaannya agar bisa dikelola mereka berdua.Suasana restoran di pinggir pantai menjadi pilihan tempat perpisahan mereka. Deru suara ombak menjadi latar percakapan mereka. Lampu-lampu kecil menghiasi tenda restoran tersebut.Ruangan makan terbuka yang menyajikan musik klasik, semakin menambah suasana pantai yang romantis. Namun sayang, makan malam kali ini bukan sebuah kencan atau perpisahan sepasang kekasih."Aku memajukan keberangkatanku menjadi malam ini. Jadi besok pagi kalian bisa langsung ke kantor. Aku ha
Seusai meeting dengan para pemegang saham. Kini Aleandra tengah menemani Zach makan siang, sekalian membicarakan bagaimana membantu Zach untuk berubah demi membuat Marvin bangga.Sebuah cafe dengan thema cozy menjadi pilihan Aleandra, tentu saja dia sengaja memilih tempat itu untuk menguji kesabaran Zach. Saat berada dalam satu tempat dengan anak muda yang terlihat berisik dengan bahasa gaulnya."Apa kau tak salah memilih tempat Al? Di sini sangat berisik! Bagaimana aku bisa belajar memperbaiki diri!""Tidak. Justru ini tempat yang tepat untuk kau menahan diri agar tetap sabar saat di tempat umum. Kau harus bisa menyesuaikan diri dan berbaur dengan yang lebih muda darimu. Dari sini kau bisa belajar dua sikap. Pertama menjadi ramah dengan sekitarmu, kedua menghargai orang lain bahkan dengan yang lebih muda darimu," jelas Aleandra panjang lebar. Zach terlihat memutar bola matanya."Berhenti melakukan itu!""Melakukan apa?!""Memut
Aleandra kembali ke kamarnya dia mengganti pakaiannya dengan pakaiantidur yang sempat dibeli tadi sore. Lalu dia mengambil ponselnya dari tas dan menghubungi kakaknya."Halo Al, kau dimana?""Aku dengan Zach di Perth.""Apa? untuk apa kau ke sana? aku akan minta tolong pada Joe untuk menjemputmu," ujar Leanor terdengar khawatir."Tidak ka, aku baik-baik saja. Ka Joe di sana saja, untuk menjagamu. Aku akan menginap di sini malam ini, kami sudah memesan hotel.""Kau dan Zach tak melakukan....""Tidak ka, tenang saja. Sungguh aku baik-baik saja. Kau bisa mendengar suaraku baik-baik saja kan?""Ya... Nada bicaramu terdengar baik-baik saja, tapi kapan kau kembali, bagaimana kuliahmu?""Mungkin besok ka, jangan khawatirkan apapun, percaya padaku. Zach hanya sedang ada masalah di sini, aku berniat membantunya.""Baiklah... Kabari aku jika terjadi sesuatu."
Aleandra masuk kembali ke dalam ruangan yang cukup hening, diamnya Marvin membuat Aleandra mengerti bahwa pria itu sama sekali tak menyukai wanita yang bernama Anna yang duduk di hadapannya."Bagaimana Al?" Marvin menoleh dan bertanya pada Aleandra saat melihat gadis itu masuk kembali."Kita akan tau sebentar lagi," jawab Aleandra lalu duduk bergabung dengan Marvin. Sementara wanita bernama Anna itu menatap tajam pada Aleandra. Terlihat dia sangat tak menyukai adanya Aleandra di sana.Lalu Zach masuk dan melihat Marvin yang juga menatapnya, meminta jawaban."Baiklah dad, aku akan pulang dengan Aleandra," ujar Zach, lalu matanya beralih menatap Anna yang terlihat memohon untuk tak melakukan itu."Maaf, Anna. Kuharap kau mengerti." Zach menghampiri Anna yang menggeleng tak mengijinkan Zach menuruti Aleandra."Tidak Zach. Kau tau, orang tuaku akan membawaku pergi. Kita akan sulit bertemu.""Aku mengerti, kau tenang saja, ayahku akan membantumu. K
Aleandra memilih melanjutkan pekerjaannya, dia salah telah mengkhawatirkan Zach. Akibatnya lelaki itu menjadi bicara yang tidak-tidak, membuatnya tak bisa berkonsentrasi bekerja.Aleandra memikirkan dirinya dan Marvin yang sebenarnya memiliki hubungan apa.Dia merasa senang dan nyaman saat bersama Marvin. Dia merasa tak ada beban dalam hidupnya, merasa semuanya terlihat baik-baik saja. Sekalipun ada masalah, dia tak pernah takut. Semua pikiran itu menjadi lamunan Aleandra saat ini. Hingga dia tersadar saat merasakan lapar menderanya. Lalu dia memakan bekal yang disiapkan oleh kakaknya.Aleandra tak berniat untuk menawarkannya pada Zach. Karena dia juga sudah membelikannya bubur. Jadi dia akan membiarkan lelaki itu berdiam di ruangannya sampai Zach keluar.Namun hari semakin sore, Zach bahkan tak keluar hanya untuk ke toilet. Membuat Aleandra menjadi cemas. Lalu dia meninggalkan pekerjaannya untuk melihat keadaan Zach.Dia mengetuk pintu ruangan Zach namun ta
"Jangan salahkan aku untuk hal ini Al... Karena kau yang hadir dalam hidupku." perkataan Zach seolah berputar di kepala Aleandra. Gadis itu melamun di dalam taksi memikirkan perkataan dari Zach. Hingga dia tak sadar bahwa dirinya sudah sampai di depan rumah.Dia membayar biaya perjalanannya dan keluar dari taksi lalu masuk ke dalam kamar dan merebahkan dirinya di atas ranjang."Bocah itu sungguh berbahaya... Bagaimana bisa dalam sehari dia memindahkan obsesinya kepadaku?" Aleandra membalik posisinya dari terlungkup menjadi terlentang. Dia menatap langit-langit kamarnya."Apa aku harus mengatakannya pada Marvin?" gumam Aleandra, namun dia kembali mengingat perkataan Zach yang menanyakan dirinya dan Marvin memiliki hubungan apa.Aleandra kembali terlungkup dan menenggelamkan kepalanya di bawah bantal dan berteriak. Hingga kakaknya masuk dan melihatnya."Ada apa Al?" Aleandra mengangkat kepalanya."Tak ada apa-apa," jawab Aleandra."Kau berteriak
Aleandra menatap tajam Marvin setelah mengucapkan itu."Zach! Bisakah kau berhenti bermain-main?!""Aku tak main-main Al, aku serius.""Aku tak melihatnya! Cari wanita lain untuk kau ganggu, jangan aku!" ujar Aleandra ketus."Memangnya kenapa? Aku ingin kau, bukan yang lain." kata Zach."Hah... Sekarang kau semakin memperlihatkan obsesimu! Sudah kukatakan jangan lakukan itu padaku!""Aku sungguh—""Sudahlah kalian, cukup!" bentam Marvin dengan tegas menghentikan perdebatan Aleandra dan Zach."Baiklah... Kalian saja yang makan! Aku sudah tak bernapsu!" tukas Aleandra berdiri dari duduknya. Dan beranjak keluar dari restoran tersebut. Zach hendak mengejarnya, namun Marvin menahannya."Biarkan dia Zach. Jangan mengganggunya dulu.""Tapi—""Apa kau tak mendengar ucapannya barusan?!" Marvin menahan lengan Zach yang berusaha pergi.Mata Zach masih melihat keluar dan sempat melihat Aleandra menai
Aleandra sudah memantapkan dirinya untuk tak berharap banyak pada Marvin. Pria yang awalnya bersikap manis dan seolah memberi harapan, ternyata malah mengecewakannya.Pria yang membuatnya melambung tinggi, tapi malah menghempaskannya kembali. Bahkan memberikan harapannya pada orang lain. Membuatnya merasakan kekecewaan yang mendalam.Di dalam kamarnya gadis itu mengurung diri, bahkan hingga malam tiba. Dia tak juga mau keluar walau untuk sekedar makan dan membuat kakaknya tenang.Aleandra ingin menangis, namun tak tau apa yang ingin dia tangisi. Hubungan yang memang tak ada status yang jelas. Dia bukan putus cinta ataupun patah hati.Karena dia tau pria yang dia cintai, memiliki perasaan yang sama. Hanya saja seperti ada sebuah tembok besar yang menghalanginya.Bukan karena tidak adanya restu dari orang tua seperti pada umumnya orang lain menjalani cinta. Melainkan karena untuk menjaga sebuah hati dan perasaan seorang anak, yang pria itu sayangi. H