—03—
Beberapa hari kemudian...Dalam beberapa hari yang lalu kegiatan Aleandra terasa biasa saja. Karena sosok yang membuat Aleandra semangat bekerja, tak lagi berkunjung ke tempatnya. Membuat Aleandra bertanya-tanya apakah seorang Marvin akan marah karena gurauannya kemarin, yang mungkin berlebihan untuk pria itu.Aleandra sendiri merasa seperti orang bodoh, setelah mengucapkan sebuah kebenaran. Dia malah menutupinya dengan tawa yang membuatnya benar-benar terlihat bodoh.Aleandra melamun saat dia hendak mengambilkan ice pesanan pelanggan. Hingga bosnya menegur dan melihat Aleandra seperti kurang sehat. Jadi menyuruh Aleandra untuk beristirahat sejenak di belakang. Kebetulan hari itu kedai sedang sepi, jadi Aleandra menurut dan duduk di dekat tong-tong kosong bekas penyimpanan ice.Namun tiba-tiba Marvin datang dan duduk di sampingnya, tanpa disadari oleh Aleandra yang asik melamunkan sesuatu."Apa aku begitu dirindukan hingga kau tak konsen bekerja?" tanya Marvin, dan Aleandra mengangguk tanpa sadar bahwa yang berbicara itu adalah Marvin. Gadis itu sungguh seperti raga tanpa jiwa.Marvin tertawa geli melihat tingkah lucu Aleandra. Dia juga sungguh tak menyangka bahwa pesonanya mampu membuat gadis itu melamun tak karuan.Aleandra tersadar saat tawa Marvin terdengar sangat mengganggu lamunannya. Dia menatap Marvin dengan tatapan bingung bercampur malu."Sejak kapan kau di sini? Dan apa yang kau lakukan? Apa tadi kau yang...." Aleandra nenutup mulut dengan telapak tangannya, lalu menunduk malu."Astaga Al... Kau pasti terlihat bodoh di depannya," batin Aleandra."Kau tak terlihat bodoh sama sekali Al. Kau cantik," puji Marvin membuat Aleandra tersipu dan tak dapat menyembunyikan rona wajahnya."Kau menggodaku! Sedang apa kau di sini?""Itu yang ingin kutanyakan padamu? Apa yang kau lakukan di sini? Hingga bosmu menyuruhku melihatmu," ujar Marvin bergerak tak nyaman karena tempat itu berada di bawah dan atapnya sangat rendah."Aku....""Apa kau sakit?" tanya Marvin memegang kening Aleandra dengan punggung tangannya."Astaga... Ada apa dengan jantungku?" batin Aleandra. Dia merasakan detak jantungnya berdetak menjadi lebih cepat, saat Marvin memeriksa suhu tubuhnya."Kau tak demam, lalu apa yang membuatmu melamun sepanjang hari ini?""Kau," guman Aleandra."Apa?" tanya Marvin walau dia belum tuli, hanya untuk memastikan pendengarannya."Hah? Ah kakakku. D-dia...." Marvin tertawa melihat kegugupan Aleandra, membuatnya gemas, dan mungkin tak akan tahan untuk mencium gadis itu. Jika dia tak mengakhiri kegugupan gadis itu sekarang juga."Aku senang kau merindukanku, dan menjadikanku lamunanmu. Tapi ada hal penting lain yang ingin kubicarakan, bagaimana?""Astaga... Aku tak tau bahwa kau mempunyai tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Walau semua itu memang benar," ujar Aleandra sedikit bergumam diakhir kalimatnya. Membuat Marvin kembali tertawa."Sudahlah. Ayo keluar, aku akan meminta ijin bosmu agar kau bisa pulang sekarang," ujar Marvin beranjak lebih dulu, membiarkan Aleandra menormalkan detak jantungnya."Aku yakin, lima menit lagi aku berada di sana dengannya, aku pastikan akan merasai bibirnya. Oh ini seperti ujian berjalan di atas benang, jika terjatuh aku akan mendapat masalah," batin Marvin.Lalu Marvin menemui bos Aleandra dan meminta ijin untuk Aleandra bisa pulang. Karena melihat kondisi Aleandra jadi pemilik kedai itu mengijinkannya untuk pulang.*** Dan disinilah sekarang Aleandra dan Marvin, di hotel tempat Marvin menginap. Hotel mewah dengan fasilitas megah untuk sebuah kamar yang memiliki ruang kerja lengkap dengan fasilitasnya, dan ruang santai dengan televisi yang besar. Serta kamar mandi yang tak kalah besar dan pembatas ruang tidur dengan ruang kerja dan santai, semua tertata dengan teratur.Aleandra bahkan merasa kamar itu lebih besar dari rumah yang dia sewa.Seorang asisten yang terlihat kaku dan serius memberikan map coklat pada Marvin lalu pergi."Kemari Al," pinta Marvin duduk di sofa, Aleandra masih betah melihat-lihat keadaan kamar yang cukup besar karena Marvin menyewa kamar paling mahal di situ.Aleandra duduk di sofa walau matanya masih melihat sekeliling bahkan ruang santainya saja lebih besar dari kamar tidurnya dirumah."Kau ingin tinggal di sini?" tanya Marvin jahil."Hah? Di sini? Denganmu? Hanya berdua?" tanya balik Aleandra dengan polosnya dan Marvin hanya mengangguk sebagai jawabannya."A...ku akan pikirkan," ujar Aleandra tampak ragu. Dan Marvin tertawa."Apa ada yang lucu?" tanya Aleandra bingung, dia masih tak mengerti bahwa dirinya sedang dikerjai."Sudahlah... Jangan terlalu banyak berpikir, apalagi berpikiran kotor bersamaku. Tapi, jika kau ingin aku akan kabulkan," gurau Marvin dan Aleandra baru mengerti arah pembicaraan Marvin, dia tergelak dan memukul bahu Marvin."Oh ya ampun... Kau sungguh mesum! Aku tak berpikir sampai ke sana! Astaga...." Aleandra berujar sambil memukul ringan bahu Marvin."Baiklah, aku hanya ingin kau kembali ke dunia nyata, karena sejak tadi kau sungguh tak nyambung saat menjawabku," ujar Marvin menghentikan pukulan Aleandra. Dia memegang tangan gadis itu, lalu mereka saling bertatapan selama beberapa detik."Astaga... Gadis ini sungguh berbahaya, dia ini seperti dewi penguji iman," batin Marvin."Oh apa mungkin saat ini jantungku sakit? detaknya sudah tak normal sejak tadi!" batin Aleandra."Hm..., baiklah... Begini Al, aku mengajakmu ke sini untuk menawarkanmu sesuatu," ujar Marvin melepas genggamannya lebih dulu, sebelum dirinya terbawa suasana dan mencium gadis itu."Sialan! Ada apa denganku? Kenapa menjadi gugup?!" batin Marvin."Ah ya... Apa yang ingin kau tawarkan?" tanya Aleandra terlihat salah tingkah.Marvin membuka map yang diberikan asistennya barusan."Ini, aku sudah menyiapkan semua ini untukmu, bagaimana menurutmu?" Marvin menunjukkan map itu kepada Aleandra.Aleandra melihatnya sekilas dan mengerti apa yang ada di map itu."Maaf, aku tak bisa. Ini...." Aleandra menggeleng menolak pemberian Marvin."Kenapa Al? aku sungguh ingin membantu, aku tak akan meminta apapun.""Tidak Marvin, kita baru kenal beberapa hari. Aku tak bisa, ini terlalu besar. Lagipula kakakku tak ada yang menjaganya nanti," ujar Aleandra kembali menolak secara halus."Ayolah Al... Kau membutuhkan ini, aku merasa sangat menyayangkan jika kau tak melanjutkan studymu," ujar lagi Marvin memaksa."Tidak Marvin, sungguh aku tak bisa. Sudahlah... Aku ingin pulang saja. Maaf sekali, aku tau niatmu baik. Dan aku berterima kasih untuk itu. Tapi... Aku tak bisa menerimanya Marvin." Aleandra hendak beranjak namun Marvin menahannya."Baiklah... Tapi, bisakah kau pikirkan dulu? Aku akan mengantarmu pulang dan kau bisa membicarakannya pada kakakmu, tolong pikirkan lagi Al?" Marvin ikut berdiri, dan menyodorkan map itu ke hadapan Aleandra yang nenatap map itu kembali."Simpan saja padamu, aku akan bicarakan pada kakakku nanti." Aleandra mendorong map yang disodorkan kepadanya."Baiklah... Ayo, ku antar kau pulang." lalu mereka pulang ke rumah Aleandra.***Keadaan rumah yang sepi menandakan bahwa tak banyak penghuni di rumah sederhana tersebut.Rumah bercat putih dan hanya memiliki dua kamar tidur yang kecil, serta ruangan makan dan dapur yang minim peralatan. Tapi di sanalah Aleandra tinggal dengan kakaknya untuk sementara ini."Kenapa kau sudah pulang Al? Apa kau sakit?" tanya Leanor ketika melihat adiknya pulang ditemani Marvin."Tidak ka, aku baik saja." Aleandra memasuki kamarnya untuk mengganti pakaiannya. Lalu beberapa saat kemudian dia keluar dan melihat Lea dan Marvin sedang membicarakan masalah study lanjutannya."Kemari Al," pinta Leanor, lalu Aleandra bergabung dengan Leanor dan Marvin di ruang tamu."Aku langsung ke intinya saja Al... Kau yakin tak ingin menerima bantuan Marvin?" tanya Leanor. Aleandra terdiam menatap map itu penuh harap. Dia ingin, namun tak mau menyusahkan orang lain, apalagi orang yang baru dia kenal."Tapi ka, bukankah kakak sendiri tak ingin menerima banyak bantuan dari orang lain, aku tak ingin menyusahkan Marvin.""Kali ini aku mengijinkannya, kau butuh ini Al. Bagaimana? Apa ijinku masih kurang untuk meyakinkanmu?"Aleandra menatap Marvin yang memainkan alisnya menunjuk ke map tersebut.Aleandra menarik napasnya dan memejamkan matanya sesaat. Lalu menjawabnya."Baiklah ka, karena ijinmu aku menerimanya. Tapi aku akan tetap bekerja di kedai ice itu. Aku akan tetap mencari uang saku.""Tentu kau boleh melakukannya, tapi jangan sampai kau kelelahan," ujar Leanor.Lalu Aleandra dan Leanor mengucap terima kasih kepada Marvin.***Beberapa hari kemudian...Aleandra sudah siap untuk masuk perguruan tinggi, melanjutkan studynya yang tertunda.Dia yang pagi tadi dijemput dan diantarkan langsung oleh Marvin menuju kampus, sekarang sedang menyesuaikan diri dengan para gadis pelajar dan beberapa pria yang senang menggoda beberapa gadis cantik di kampus.Aleandra yang saat ini menjadi pusat perhatian sebagai mahasiswi baru. Ditambah lagi Aleandra yang tadi terlihat diantarkan oleh Marvin, yang notabenenya digemari banyak gadis pelajar seperti waktu itu. Menjadikan Aleandra trending topic sejak kedatangannya sampai saat jam pelajarannya sudah selesai.Dia berniat berjalan ke halte bus untuk menuju ke kedai ice. Namun para pria yang sejak tadi menggodanya, sekarang sedang mengikuti Aleandra dengan berniat menawarkan tumpangan dan kembali menggodanya."Hai... Anak baru, butuh tumpangan?" tanya seorang pria yang paling banyak bertingkah. Aleandra terus berjalan dan mengabaikan panggilan tersebut.Para pria itu kembali memajukan mobilnya berniat menghalangi jalan Aleandra. Namun pergerakkannya sudah di dahului oleh sebuah mobil sedan hitam keluaran terbaru dari audi. Membuat semua mata yang ada di dekat pintu keluar menengok untuk melihat apa yang terjadi.Marvin keluar dari mobil itu dan menghampiri Aleandra yang masih sedikit terkejut."Apa ada yang mengganggumu?" tanya Marvin."Hei orang tua! Bisa kau minggir dari sasaran kami? Apa istrimu yang tua tak dapat memuaskanmu?!" teriak pria konyol itu lalu teman-temannya tertawa keras membuat keadaan semakin ramai.Marvin menatap tajam para pria konyol itu dan berniat memberi pelajaran. Namun Aleandra menahannya dan meminta untuk mengabaikan orang-orang itu. Karena memang dia hanya ingin belajar di sana, tanpa mempunyai masalah dengan yang lain.Marvin memilih diam dan menuruti kata Aleandra, lalu mengajak Aleandra untuk masuk ke dalam mobilnya."Astaga pria tua ini sudah tuli rupanya," teriak lagi pria konyol itu, lalu turun dari mobil dan menghampiri Aleandra dan Marvin. Berniat menarik tangan Aleandra namun belum sempat terlaksana, Marvin menarik tangan pria itu dan berkata."Jangan pernah menyentuhnya!" ketus Marvin. Namun mahasiswa itu, masih keras kepala dan menantang Marvin."Kau hanya supirnya bukan? Berani sekali kau melarangku!?" Aleandra geram dan menampar pria konyol itu lalu berkata."Dia ini calon suamiku!" tukas Aleandra lalu mencium Marvin di depan semuanya. Dan mengajak Marvin masuk ke dalam mobil.**—04—Keadaan di dalam mobil menjadi canggung dan hening hingga beberapa menit. Sampai mereka berhenti karena lampu lalu lintas berwarna merah. Marvin dengan jahil memegangi bibirnya dengan senyuman nakal, membuat Aleandra semakin menundukkan kepalanya.Rasanya dia ingin bumi menelannya sekarang juga daripada menanggung malu karena perbuatan nekatnya barusan."Hentikan kegiatanmu itu!" tukas Aleandra tak tahan."Kegiatan apa?" tanya Marvin berpura-pura. Dia tau Aleandra terganggu dengan jarinya yang mengusap-usap bibir."Jangan berpura-pura! Kau sengaja mengusap bibirmu untuk menggodaku bukan? Tadi itu aku...." suara Aleandra semakin mengecil dan menghilang."Kau apa? Hm? Aku tak tau jika kau sangat ingin menciumku. Harusnya kau mengatakannya saja, karena aku akan berikan dengan senang hati," ujar Marvin menggoda Aleandra."Bukan begitu! Tadi itu aku kesal karena pria itu sungguh tak sopan! Lagipula kemarin itu kau juga
—05—Selama beberapa hari setelah mulai bekerja bersama Zach, Aleandra dapat dengan cepat mempelajari pekerjaannya. Marvin sendiri yang turun tangan untuk mengajari mereka berdua demi kelancaran perusahaan tersebut.Hal itu membuat Marvin menjadi tenang dan bisa kembali ke Sydney.Dan hari ini adalah hari terakhir Marvin berada di Geraldton, dia mengajak Aleandra dan Zach untuk makan malam sebagai perpisahan dan melepaskan anak perusahaannya agar bisa dikelola mereka berdua.Suasana restoran di pinggir pantai menjadi pilihan tempat perpisahan mereka. Deru suara ombak menjadi latar percakapan mereka. Lampu-lampu kecil menghiasi tenda restoran tersebut.Ruangan makan terbuka yang menyajikan musik klasik, semakin menambah suasana pantai yang romantis. Namun sayang, makan malam kali ini bukan sebuah kencan atau perpisahan sepasang kekasih."Aku memajukan keberangkatanku menjadi malam ini. Jadi besok pagi kalian bisa langsung ke kantor. Aku ha
Seusai meeting dengan para pemegang saham. Kini Aleandra tengah menemani Zach makan siang, sekalian membicarakan bagaimana membantu Zach untuk berubah demi membuat Marvin bangga.Sebuah cafe dengan thema cozy menjadi pilihan Aleandra, tentu saja dia sengaja memilih tempat itu untuk menguji kesabaran Zach. Saat berada dalam satu tempat dengan anak muda yang terlihat berisik dengan bahasa gaulnya."Apa kau tak salah memilih tempat Al? Di sini sangat berisik! Bagaimana aku bisa belajar memperbaiki diri!""Tidak. Justru ini tempat yang tepat untuk kau menahan diri agar tetap sabar saat di tempat umum. Kau harus bisa menyesuaikan diri dan berbaur dengan yang lebih muda darimu. Dari sini kau bisa belajar dua sikap. Pertama menjadi ramah dengan sekitarmu, kedua menghargai orang lain bahkan dengan yang lebih muda darimu," jelas Aleandra panjang lebar. Zach terlihat memutar bola matanya."Berhenti melakukan itu!""Melakukan apa?!""Memut
Aleandra kembali ke kamarnya dia mengganti pakaiannya dengan pakaiantidur yang sempat dibeli tadi sore. Lalu dia mengambil ponselnya dari tas dan menghubungi kakaknya."Halo Al, kau dimana?""Aku dengan Zach di Perth.""Apa? untuk apa kau ke sana? aku akan minta tolong pada Joe untuk menjemputmu," ujar Leanor terdengar khawatir."Tidak ka, aku baik-baik saja. Ka Joe di sana saja, untuk menjagamu. Aku akan menginap di sini malam ini, kami sudah memesan hotel.""Kau dan Zach tak melakukan....""Tidak ka, tenang saja. Sungguh aku baik-baik saja. Kau bisa mendengar suaraku baik-baik saja kan?""Ya... Nada bicaramu terdengar baik-baik saja, tapi kapan kau kembali, bagaimana kuliahmu?""Mungkin besok ka, jangan khawatirkan apapun, percaya padaku. Zach hanya sedang ada masalah di sini, aku berniat membantunya.""Baiklah... Kabari aku jika terjadi sesuatu."
Aleandra masuk kembali ke dalam ruangan yang cukup hening, diamnya Marvin membuat Aleandra mengerti bahwa pria itu sama sekali tak menyukai wanita yang bernama Anna yang duduk di hadapannya."Bagaimana Al?" Marvin menoleh dan bertanya pada Aleandra saat melihat gadis itu masuk kembali."Kita akan tau sebentar lagi," jawab Aleandra lalu duduk bergabung dengan Marvin. Sementara wanita bernama Anna itu menatap tajam pada Aleandra. Terlihat dia sangat tak menyukai adanya Aleandra di sana.Lalu Zach masuk dan melihat Marvin yang juga menatapnya, meminta jawaban."Baiklah dad, aku akan pulang dengan Aleandra," ujar Zach, lalu matanya beralih menatap Anna yang terlihat memohon untuk tak melakukan itu."Maaf, Anna. Kuharap kau mengerti." Zach menghampiri Anna yang menggeleng tak mengijinkan Zach menuruti Aleandra."Tidak Zach. Kau tau, orang tuaku akan membawaku pergi. Kita akan sulit bertemu.""Aku mengerti, kau tenang saja, ayahku akan membantumu. K
Aleandra memilih melanjutkan pekerjaannya, dia salah telah mengkhawatirkan Zach. Akibatnya lelaki itu menjadi bicara yang tidak-tidak, membuatnya tak bisa berkonsentrasi bekerja.Aleandra memikirkan dirinya dan Marvin yang sebenarnya memiliki hubungan apa.Dia merasa senang dan nyaman saat bersama Marvin. Dia merasa tak ada beban dalam hidupnya, merasa semuanya terlihat baik-baik saja. Sekalipun ada masalah, dia tak pernah takut. Semua pikiran itu menjadi lamunan Aleandra saat ini. Hingga dia tersadar saat merasakan lapar menderanya. Lalu dia memakan bekal yang disiapkan oleh kakaknya.Aleandra tak berniat untuk menawarkannya pada Zach. Karena dia juga sudah membelikannya bubur. Jadi dia akan membiarkan lelaki itu berdiam di ruangannya sampai Zach keluar.Namun hari semakin sore, Zach bahkan tak keluar hanya untuk ke toilet. Membuat Aleandra menjadi cemas. Lalu dia meninggalkan pekerjaannya untuk melihat keadaan Zach.Dia mengetuk pintu ruangan Zach namun ta
"Jangan salahkan aku untuk hal ini Al... Karena kau yang hadir dalam hidupku." perkataan Zach seolah berputar di kepala Aleandra. Gadis itu melamun di dalam taksi memikirkan perkataan dari Zach. Hingga dia tak sadar bahwa dirinya sudah sampai di depan rumah.Dia membayar biaya perjalanannya dan keluar dari taksi lalu masuk ke dalam kamar dan merebahkan dirinya di atas ranjang."Bocah itu sungguh berbahaya... Bagaimana bisa dalam sehari dia memindahkan obsesinya kepadaku?" Aleandra membalik posisinya dari terlungkup menjadi terlentang. Dia menatap langit-langit kamarnya."Apa aku harus mengatakannya pada Marvin?" gumam Aleandra, namun dia kembali mengingat perkataan Zach yang menanyakan dirinya dan Marvin memiliki hubungan apa.Aleandra kembali terlungkup dan menenggelamkan kepalanya di bawah bantal dan berteriak. Hingga kakaknya masuk dan melihatnya."Ada apa Al?" Aleandra mengangkat kepalanya."Tak ada apa-apa," jawab Aleandra."Kau berteriak
Aleandra menatap tajam Marvin setelah mengucapkan itu."Zach! Bisakah kau berhenti bermain-main?!""Aku tak main-main Al, aku serius.""Aku tak melihatnya! Cari wanita lain untuk kau ganggu, jangan aku!" ujar Aleandra ketus."Memangnya kenapa? Aku ingin kau, bukan yang lain." kata Zach."Hah... Sekarang kau semakin memperlihatkan obsesimu! Sudah kukatakan jangan lakukan itu padaku!""Aku sungguh—""Sudahlah kalian, cukup!" bentam Marvin dengan tegas menghentikan perdebatan Aleandra dan Zach."Baiklah... Kalian saja yang makan! Aku sudah tak bernapsu!" tukas Aleandra berdiri dari duduknya. Dan beranjak keluar dari restoran tersebut. Zach hendak mengejarnya, namun Marvin menahannya."Biarkan dia Zach. Jangan mengganggunya dulu.""Tapi—""Apa kau tak mendengar ucapannya barusan?!" Marvin menahan lengan Zach yang berusaha pergi.Mata Zach masih melihat keluar dan sempat melihat Aleandra menai
Seorang anak perempuan yang saat ini menjadi malaikat di rumah bergaya Eropa itu. Membuat suasana rumah itu menjadi berwarna, senyum dan tawa menjadi keseharian yang tak pernah terlewatkan oleh balita yang saat ini sudah berusia satu tahun. Marveille Beverly Williams… anak perempuan dari hasil pergulatan Marvin Williams dan Aleandra Beverly. Saat ini sedang menjadi pusat perhatian karena tengah berjalan di depan kedua orangtuanya yang sedang menuju kepelaminan di taman bunga rumah mereka. Yang telah disulap menjadi tempat resepsi pernikahan. Bocah perempuan itu berjalan di samping bocah laki-laki yang lebih besar darinya. Sambil menabur kelopak bunga, yang mereka bawa dengan menggunakan keranjang kecil. Lagu instrumen mengalun indah mengiringi langkah mereka
Kelahiran seorang anak perempuan menjadi sebuah kebahagiaan yang indah bagi Marvin dan Aleandra. Anak perempuan yang begitu mirip dengan ayah dari anak itu.Marvin semakin mencintai Aleandra lebih dari sebelumnya. Dirinya tak henti mengecup Aleandra, setelah wanita yang dia cintai itu berhasil melahirkan anak dari hasil buah cintanya. Marvin tampak sangat bahagia saat dirinya menggendong bayi mungil itu ke dalam pelukkannya. Dirinya sampai menangis terharu melihat bayi perempuan mungil yang berada dalam dekapannya. Aleandra tersenyum melihat Marvin yang terlihat sangat bahagia. Memiliki seorang anak dari hasil perbuatan nakal dan mesum keduanya. Aleandra kembali mengingat kejadian yang mengharukan yang sempat membuatnya dan Marvin bers
Pagi harinya... Marvin kembali mendapat kejahilan Aleandra yang menginginkan masakan darinya. Aleandra terlihat duduk dengan manis di depan meja makan. Memperhatikan Marvin yang dengan santainya menggunakan celemek berwarna pink miliknya, sambil membuatkan sepiring nasi goreng. Keinginannya yang aneh dengan meminta Marvin membuatkan sarapan, namun harus menggunakan celemek kesayangannya. Entah bagaimana bisa terpikir oleh dirinya untuk menjahili suaminya. Walau mereka belum secara resmi menikah di gereja. Namun lamaran Marvin kemarin sudah menjadikan dirinya seorang Mrs.Williams. "Jangan menyebarluaskan fotoku Al! Cukup kau yang melihatku semanis ini. Karena ini khusus untukmu, mengerti?" tan
Beberapa bulan kemudian, perut Aleandra sudah semakin membesar dan ini adalah bulannya dia akan melahirkan.Aleandra sangat rajin bergerak demi memperlancar proses persalinannya. Dia berjalan ke sana ke sini. Membuat Marvin yang melihatnya menjadi pusing sendiri."Al bisakah kau duduk?" tanya Marvin."Aku harus bergerak agar nanti saat persalinan lebih mudah," jawab Aleandra."Tapi tidak sampai seperti itu. Kau bisa kelelahan Al," ujar lagi Marvin."Baiklah... Aku akan istirahat sebentar." Lalu Aleandra duduk di samping Marvin.Pria itu memang sudah tak menggunakan kursi roda. Namun dia menggunakan tongkat jika berjalan terlalu lama dan jauh."Apa dia berat? Apa kau tak lelah membawanya kemana-mana?" tanya Marvin, sambil mengelus perut Aleandra."Tenanglah... Dia sama sekali tak menyusahkan. Aku sangat senang saat dia menendang," jawab Aleandra."Bagian mana yang sering dia tendang Al?" tanya lagi Marvin. Membawa Aleandr
Pagi itu, menjadi pagi terpanas yang dialami Aleandra dan Marvin. Mereka... entah menggunakan gaya seperti apa. Hingga keduanya melakukannya sampai dua kali.Dan sekarang... Keduanya kelaparan dan sibuk menyiapkan makanan di dapur. Marvin duduk diam dengan senyum yang membuat Aleandra terus tersipu."Berhenti memandangku seperti itu," ujar Aleandra."Memandangmu seperti apa Al?" tanya Marvin."Seperti srigala yang ingin menerkam domba kecil tak berdaya sepertiku," jawab Aleandra dengan kiasannya yang membuat Marvin tergelak."Kau itu domba yang sedang mengandung Al. Bagaimana bisa kau diumpamakan sebagai domba kecil?" tanya Marvin menggoda wanita yang sedang serius menyelesaikan masakannya itu."Perlu kuingatkan. Bahwa kau yang membuatku seperti ini. Tadinya aku adalah domba kecil yang polos." Aleandra mencebik lalu tertawa menampilkan deret giginya. Dia meletakkan masakannya ke atas meja lalu duduk di samping Marvin."Aku akan membua
Sebuah bunyi terdengar dari perut Aleandra yang baru saja mencoba memejamkan matanya. Marvin tersenyum dan menatap Aleandra yang menyerukkan kepalanya semakin masuk ke dalam pelukkannya."Bangunlah Al... Kau yakin akan membiarkan anak kita kelaparan?" tanya Marvin.Aleandra mendongak dan menggeleng cepat sambil tersenyum menampilkan deret gigi putihnya."Ayo kita keluar. Gadis yang bersama Dave tadi pasti akan kembali dengan makanan.""Hm... Aku tak yakin. Bianca ceroboh. Dia sering melupakan sesuatu. Dan aku rasa..., tadi dia melupakan dompetnya.""Mungkin dia memang ceroboh. Tapi tidak dengan Dave. Barusan aku yang menyuruhnya untuk mengantar Bianca membeli makanan." Aleandra beranjak dari dekapan Marvin dan mengerutkan keningnya bingung."Kapan kau menyuruh Dave?""Gerakan mata dan alis. Maka dia sudah mengerti," jawab Marvin santai."Dia memang lebih bisa diandalkan dibandingkan Zach,” ujar Aleandra. Marvin tergelak m
Aleandra beranjak dari pangkuan Marvin. Walau dirinya sejak tadi tak benar-benar duduk di pangkuan pria itu. Dia menatap Marvin dengan mata yang memicing tajam. Mengingat alasan kepergiannya karena wanita ular tersebut."Tapi... Kenapa Al?" tanya Marvin."Aku tak akan kembali, sebelum wanita tua itu pergi dari rumahmu!" ungkap Aleandra bersedekap dada."Dia sudah pergi Al. Apa Zach tak menceritakannya padamu?""Bagaimana aku bisa berceritadad.Dia tak mengijinkanku bicara," ujar Zach masuk ke dalam pembicaraan antara Marvin dan Aleandra. Dia baru saja tiba setelah menunggu lama di toko bunga Elena. Namun tak ada satupun yang tiba. Hingga dia menghubungi Dave. Dan di sinilah dia sekarang.Merasa sudah cukup memberikan waktu kepada Marvin dan Aleandra untuk pertemuannya kembali. Dave, Elena dan Bianca ikut masuk mengekor dengan Zach."Ayo Al... Kita kembali. Aku akan ceritakan semuanya di rumah," ujar lagi Marvin. Dia masih
Ruangan yang dipesan Marvin memanglah cukup besar jika hanya mereka bertiga yang makan malam.Maka dari itu Marvin yang melihat seorang wanita kenalan Dave. Mengajak wanita itu untuk bergabung. Karena melihat kelakuan anak bungsunya yang terlihat tak bisa bergerak cepat untuk seorang wanita cantik.Elena yang merasa menjadi pusat perhatian kedua pria tersebut, bergerak gelisah. Meruntuki Bianca dan Aleandra yang tak kunjung datang membuatnya semakin serba salah."Well...Mrs.Grimson. Jadi kau memiliki toko bunga di dekat rumah sakit tempatku dulu dirawat karena mengalami kecelakaan?" tanya Marvin mencoba mencairkan suasana canggung yang terjadi. Dave memang payah dalam hal wanita. Anaknya itu malah memainkan ponselnya dengan serius."Elena saja. Aku tak terbiasa dengan panggilan nama belakang almarhum suamiku. Dan ya... Itu usahaku satu-satunya untukku melanjutkan hidup,” ungkap Elena."Oh... Maaf, aku tak bermaksud...."
"Zach?" gumam Aleandra, lalu dia bergegas membawa beberapa tangkai mawarnya dan berjalan memasuki toko."Al! Tunggu!" panggil Zach. Pria itu berusaha mengejar.Elena menoleh saat Aleandra memasuki toko dengan terburu-buru."Ini bunga mawarnya ka. Jika ada yang mencariku jangan katakan aku adalah Aleandra," ujarnya. Lalu Aleandra melanjutkan langkahnya menuju toilet."Hah? Ada apa Al?" tanya Elena bingung."Aleandra!" Panggil lagi Zach memasuki toko bunga. Aleandra terhenti, dirinya tak lagi bisa bersembunyi dari Zach. Sementara pandangan Zach beralih pada Elena."Kau?! Oh ternyata kau memang pembuat onar! Apa yang kau lakukan dengan adikku? Hah?!" tukas Elena."Dia adikmu?" tanya Zach bingung."Ya! Dia adikku!""Tidak! Dia Aleandra, dia hanya mempunyai satu kakak bernama Leanor." kata Zach."Siapa Aleandra? Dia itu Alexandra!"Zach yang menjadi kesal, melangkah maju hendak mendatangi Aleandra. Namun Elena l