Aleandra memilih melanjutkan pekerjaannya, dia salah telah mengkhawatirkan Zach. Akibatnya lelaki itu menjadi bicara yang tidak-tidak, membuatnya tak bisa berkonsentrasi bekerja.
Aleandra memikirkan dirinya dan Marvin yang sebenarnya memiliki hubungan apa.Dia merasa senang dan nyaman saat bersama Marvin. Dia merasa tak ada beban dalam hidupnya, merasa semuanya terlihat baik-baik saja. Sekalipun ada masalah, dia tak pernah takut. Semua pikiran itu menjadi lamunan Aleandra saat ini. Hingga dia tersadar saat merasakan lapar menderanya. Lalu dia memakan bekal yang disiapkan oleh kakaknya.Aleandra tak berniat untuk menawarkannya pada Zach. Karena dia juga sudah membelikannya bubur. Jadi dia akan membiarkan lelaki itu berdiam di ruangannya sampai Zach keluar.Namun hari semakin sore, Zach bahkan tak keluar hanya untuk ke toilet. Membuat Aleandra menjadi cemas. Lalu dia meninggalkan pekerjaannya untuk melihat keadaan Zach.Dia mengetuk pintu ruangan Zach namun tak ada jawaban."Ya ampun... Apa dia pingsan?" batin Aleandra baru teringat bahwa Zach sedang sakit."Zach jawab aku jika kau baik-baik saja. Jika tidak ada jawaban, aku akan masuk," teriak Aleandra dari balik pintu. Namun tak ada jawaban lalu Aleandra masuk ke dalam dan ternyata apa yang dia cemaskan benar terjadi. Zach sungguh terbaring lemah tak sadarkan diri."Zach! Astaga! Dasar bodoh! Kenapa tak memakan bubur dan obatnya!" Aleandra mengomel walau Zach tak tau. Gadis itu memegang kening Zach dan langsung melepasnya lagi."Oh shit! Berapa suhu tubuhnya ini! Sebenarnya apa yang dia lakukan? Kenapa bisa sakit seperti ini!" runtuk Aleandra. Lalu dia menelpon security untuk membantunya membawa Zach ke mobil.Dia akan membawanya ke rumah sakit dengan mobil Zach. Marvin memang sengaja tak memberikan supir untuk Zach, agar lelaki itu dapat bertanggung jawab penuh dengan semua pekerjaannya untuk menjadikan Zach mandiri.***Sesampainya di rumah sakit terdekat.Zach langsung dibawa ke unit gawat darurat. Hingga setengah jam kemudian Zach dipindahkan ke ruang rawat, karena keadaannya sudah cukup baik. Lelaki itu mengalami depresi dan kurang tidur ditambah pola makannya yang tak baik. Serta minuman keras yang terlalu banyak ditenggaknya pada malam harinya.Aleandra menunggui Zach yang masih belum sadar, dia terus mengoceh dan berkata akan memarahinya saat lelaki itu tersadar nanti. Dia bahkan kembali bolos kuliah dan meminta ijin pada Leanor untuk menginap di rumah sakit. Jika Zach belum juga sadar sampai tengah malam."Dasar bodoh! Apa yang kau lakukan?! Kenapa menyiksa tubuhmu!" runtuk Aleandra kesal. Namun terselip rasa khawatir. Aleandra memperhatikan wajah Zach, sama sekali tak mirip dengan Marvin. Dia berpikir mungkin mirip ibunya.Tapi saat melihat wallpaper yang terpasang di ponsel pintar Zach, terlihat foto ibunya dengan Zach dan Dave, mereka sama sekali tak mirip, bahkan Dave juga tak mirip dengan Marvin maupun ibunya.Alendra sempat berpikir apa mungkin Marvin menikahi Ibu Zach yang sudah menikah dan sudah memiliki Zach dan Dave. Namun dia menyingkirkan pikiran itu, biarkan nanti dia tanyakan langsung pada Zach ataupun Marvin. Karena yang sekarang ingin dia lakukan adalah memaki Zach saat pria itu tersadar.-Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam saat Zach tersadar, dia melihat Aleandra yang tertidur di sampingnya.Zach memaksakan dirinya untuk bangun dengan perlahan agar tak membangunkan gadis itu. Dia mencopot infusnya lalu turun dari tempatnya, dan menggendong Aleandra untuk dipindahkan di tempat tidur khusus yang menjagai pasien.Zach menatap wajah terlelap Aleandra yang terlihat lelah. Dia memperhatikannya lekat hingga tanpa sadar, dia hampir saja mencium gadis itu. Jika Aleandra tak bergerak mencari posisi nyaman."Sebenarnya apa yang kau lakukan Al? Mantra apa yang kau gunakan?" Zach berujar dalam hati sambil merapikan rambut Aleandra."Aku tak percaya apa yang kurasakan saat ini. Aku tau ini terlalu cepat, tapi... Aku merasa bahagia saat bersamamu, saat melihatmu seperti ini, dan aku senang kau mengkhawatirkanku Al. Karena Anna... tak pernah begitu," batin Zach lalu dia beranjak dan kembali ke tempatnya untuk kembali tidur.-Pagi hari Aleandra terbangun dan meregangkan tubuhnya. Dia tak sadar dirinya saat ini berada di rumah sakit. Tidurnya yang nyenyak membuat dia lupa, bahwa semalam tak pulang ke rumah.Dia tersadar saat sebuah suara menyapanya."Good morning... Apa semalam tidurmu nyenyak?" tanya Zach sudah berada di sampingnya, berbaring dengan santainya."Hm... Morning Zach," ujar Aleandra."Wait... Zach?" batin Aleandra, lalu matanya terbuka sempurna. Menampilkan wajah Zach yang sudah lebih cerah dari kemarin. Pria itu tertawa geli melihat Aleandra yang seperti putri tidur."Zach?! Kenapa kau di sini?! Apa kau sudah sembuh?! Apa kepalamu masih sakit? Apa tubuhmu masih panas?" tanya Aleandra terlihat khawatir sampai dia terduduk dan memeriksa keadaan Zach yang bahkan sangat terlihat sehat."Aku senang kau mengkhawatirkanku," ujar Zach malah tak menjawab semua pertanyaan Aleandra."Jangan banyak bertingkah! Cepat katakan apa kau sudah tak apa-apa?" tanya lagi Aleandra."Kau bisa memeriksanya sendiri," ujar Zach. Lalu entah sihir apa yang digunakan Zach. Dia membawa tangan mungil Aleandra untuk diletakkan dikeningnya. Aleandra hanya menurut, tatapan mata mereka beradu."Aku sudah baik-baik saja Al... Tenanglah, apa kau begitu khawatir denganku hingga kau kelelahan? Kau bahkan tak sadar saat aku memindahkanmu," ungkap Zach, lalu Aleandra tersadar bahwa dirinya sudah berada di ranjang penunggu pasien. Dan tangannya yang masih berada di kening Zach membuatnya seperti orang bodoh.Seketika Aleandra melepaskan tangannya dari Zach. Dia teringat niatnya semalam ingin memaki Zach jika pria itu tersadar. Namun kenapa dengan bodohnya dia malah menuruti permintaan Zach."Kau! Kenapa kau bodoh! Apa yang kau lakukan pada tubuhmu! Oh ya ampun... Bagaimana kau bisa menyayangi seseorang jika dirimu saja tak kau sayang!" ujar Aleandra ketus."Kalau begitu ajari aku untuk menyayangimu lebih dulu," ujar Zach menatap Aleandra.Aleandra menjadi salah tingkah dan tak bisa menjawabnya."Hah! Sudahlah... Kau selalu mengalihkan saat aku ingin memarahimu! Jadi, semalam kau yang memindahkanku?" tanya Aleandra terdengar tak percaya, namun Zach mengangguk cepat."Bagaimana bisa? Bukankah kau sedang sakit?" tanya Aleandra tetap tak percaya."Kau tak percaya?""Tentu! Aku tak percaya padamu sekalipun kau berkata jujur!" ujar Aleandra."Hahhh... Baiklah... Terserah kau saja! dasar gadis menyebalkan!" Zach berniat beranjak. Namun belum sampai berdiri Aleandra sudah menahannya."Iya, aku percaya," ujar Aleandra. Zach baru saja ingin mengembangkan senyumnya. Namun kembali tertahan saat mendengar lanjutan dari ucapan Aleandra."Karena melihatmu yang baik-baik saja, aku akan pulang jika kau memang sudah sembuh," ujar Aleandra.Zach langsung beranjak dari hadapan Aleandra lalu kembali ke ranjang pasien, dengan sengaja memasang wajah lesuh. Di tambah dia memanggil perawat melalui tombol darurat dekat tempatnya. Hingga beberapa saat kemudian seorang perawat datang dan memeriksakan Zach. Perawat itu terlihat genit dan Zach malah meladeninnya."Di sebelah sini juga sakit sus," ujar Zach sambil melirik Aleandra yang terlihat tak peduli."Aku masih sakit Al... Lihatlah, semalam aku terbangun. Aku terkena insomnia, dan sekarang aku merasa sakit lagi, bukan begitu sus?" tanya Zach dibuat selemah mungkin. Perawat tersebut langsung tersenyum dan pamit undur diri.Aleandra menggelengkan kepalanya tak percaya, lalu berniat pulang."Aleandra... Aku sungguh masih sakit, kau tega akan meninggalkanku?" tanya Zach dengan manjanya."Kenapa aku tak tega? Lagipula kau masih bisa dirawat jika memang merasa sakit. Tapi aku tetap harus pulang sekarang, aku akan kembali nanti malam setelah pulang kuliah.""Hah? Kenapa lama sekali?! Siapa yang akan merawatku?""Para perawat," jawab Aleandra lalu tersenyum menampilkan deretan giginya lalu kembali terlihat jutek."Oh baiklah... Aku akan pulang saja sekarang!" ujar Zach. Aleandra menghela napasnya, dia merasa seperti sedang merawat seorang anak kecil."Baiklah... Siang aku akan datang, lalu sore aku akan pergi," ujar Aleandra."Kenapa sebentar sekali?!""Kenapa kau selalu protes?!"Karena kau selalu pergi saat aku butuh, kenapa seperti itu? Aku. Hm... Ibuku, selalu merawatku setiap kali aku sakit. Sekarang dia...," ungkap Zach murung."Oh baiklah... Jangan seperti itu. Begini saja, sekarang aku pulang untuk mengambil beberapa barangku. Lalu aku akan membawa pekerjaanku ke sini. aku akan pergi saat sore, dan kembali lagi saat pagi, bagaimana?""Hm... Tak bisakah kau sepanjang hari di sini?" tanya Zach. Namun Aleandra mulai geram."Aku mempunyai kesibukkan Zach!""Sibukkan dirimu untukku saja Al...." Aleandra hanya menghela napasnya, pria di depannya ini mulai memperlihatkan obsesinya.Aleandra mendekati Zach dan berusaha bicara untuk membuat pengertian terhadap Zach. Dia menangkup kedua pipi Zach lalu menatap mata indah itu."Dengar... Jangan lakukan itu padaku Zach, semakin kau melakukannya. Kau akan semakin membuatku menjauh." kata Aleandra melepaskan tangannya dari pipi Zach dan berniat pergi. Namun Zach malah menarik tangan mungil itu."Kali ini aku akan mencari tau lebih dulu, dan saat aku tau perasaan apa ini, aku tak akan berhenti mengejarmu," ujar Zach. Aleandra melepaskan genggaman tangannya pada Zach dan berjalan menuju pintu."Jangan salahkan aku untuk hal ini Al... Karena kau yang hadir dalam hidupku,” lanjut Zach.Aleandra menghentikan langkahnya."Jangan salah mengartikan kebaikanku Zach, atau kau hanya akan mendapat kekecewaan lagi. Itu berlaku untuk siapapun wanita yang kau kejar dengan obsesi bukan dari hatimu," ujar Aleandra."Bagaimana jika kali ini, perasaanku ikut terlibat dengan obsesiku?""Pastikan semuanya. Kau... selalu tergesa-gesa. Pikirkanlah selagi aku tak di sini, aku pergi." Aleandra keluar dari ruangan Zach. Dengan harapan pria itu akan mengerti tentang bagaimana mencintai seseorang dengan tulus melalui hatinya."Kali ini aku akan belajar Al... Sungguh. Dan aku akan tunjukkan padamu, bahwa aku akan menggunakan perasaanku untukmu." Zach bergumam menatap pintu yang tertutup menghilangkan Aleandra dari pandangannya.**"Jangan salahkan aku untuk hal ini Al... Karena kau yang hadir dalam hidupku." perkataan Zach seolah berputar di kepala Aleandra. Gadis itu melamun di dalam taksi memikirkan perkataan dari Zach. Hingga dia tak sadar bahwa dirinya sudah sampai di depan rumah.Dia membayar biaya perjalanannya dan keluar dari taksi lalu masuk ke dalam kamar dan merebahkan dirinya di atas ranjang."Bocah itu sungguh berbahaya... Bagaimana bisa dalam sehari dia memindahkan obsesinya kepadaku?" Aleandra membalik posisinya dari terlungkup menjadi terlentang. Dia menatap langit-langit kamarnya."Apa aku harus mengatakannya pada Marvin?" gumam Aleandra, namun dia kembali mengingat perkataan Zach yang menanyakan dirinya dan Marvin memiliki hubungan apa.Aleandra kembali terlungkup dan menenggelamkan kepalanya di bawah bantal dan berteriak. Hingga kakaknya masuk dan melihatnya."Ada apa Al?" Aleandra mengangkat kepalanya."Tak ada apa-apa," jawab Aleandra."Kau berteriak
Aleandra menatap tajam Marvin setelah mengucapkan itu."Zach! Bisakah kau berhenti bermain-main?!""Aku tak main-main Al, aku serius.""Aku tak melihatnya! Cari wanita lain untuk kau ganggu, jangan aku!" ujar Aleandra ketus."Memangnya kenapa? Aku ingin kau, bukan yang lain." kata Zach."Hah... Sekarang kau semakin memperlihatkan obsesimu! Sudah kukatakan jangan lakukan itu padaku!""Aku sungguh—""Sudahlah kalian, cukup!" bentam Marvin dengan tegas menghentikan perdebatan Aleandra dan Zach."Baiklah... Kalian saja yang makan! Aku sudah tak bernapsu!" tukas Aleandra berdiri dari duduknya. Dan beranjak keluar dari restoran tersebut. Zach hendak mengejarnya, namun Marvin menahannya."Biarkan dia Zach. Jangan mengganggunya dulu.""Tapi—""Apa kau tak mendengar ucapannya barusan?!" Marvin menahan lengan Zach yang berusaha pergi.Mata Zach masih melihat keluar dan sempat melihat Aleandra menai
Aleandra sudah memantapkan dirinya untuk tak berharap banyak pada Marvin. Pria yang awalnya bersikap manis dan seolah memberi harapan, ternyata malah mengecewakannya.Pria yang membuatnya melambung tinggi, tapi malah menghempaskannya kembali. Bahkan memberikan harapannya pada orang lain. Membuatnya merasakan kekecewaan yang mendalam.Di dalam kamarnya gadis itu mengurung diri, bahkan hingga malam tiba. Dia tak juga mau keluar walau untuk sekedar makan dan membuat kakaknya tenang.Aleandra ingin menangis, namun tak tau apa yang ingin dia tangisi. Hubungan yang memang tak ada status yang jelas. Dia bukan putus cinta ataupun patah hati.Karena dia tau pria yang dia cintai, memiliki perasaan yang sama. Hanya saja seperti ada sebuah tembok besar yang menghalanginya.Bukan karena tidak adanya restu dari orang tua seperti pada umumnya orang lain menjalani cinta. Melainkan karena untuk menjaga sebuah hati dan perasaan seorang anak, yang pria itu sayangi. H
Marvin beranjak dari kantornya, berniat mengikuti kemana perginya Aleandra dan Zach. Dia meminjam mobil Frank untuk mengikuti mobil Zach, agar anaknya tak menyadari bahwa; dia berada di belakang mobil anaknya itu."Kemana mereka akan pergi?" gumam Marvin.Tak berapa lama Zach dan Aleandra berhenti di sebuah restoran dengan dinding kaca. Mereka —Aleandra dan Zach— mengambil duduk di dekat kaca yang dapat melihat keluar.Seolahdewi fortunasedang berpihak pada Marvin. Sehingga memudahkannya untuk memantau gerakan dari Zach dan Aleandra.Terlihat Aleandra tampak murung dan hanya menanggapi omongan Zach dengan senyum tipis yang terlihat sangat dipaksakan."Hah... Kau sungguh tak bisa setidaknya berpura-puralah untuk terlihat senang Al. Bagaimana aku bisa tega merebutmu dari anakku. Dia sungguh terlihat bahagia, berbanding terbalik dengan dirimu yang bahkan sangat memaksakan sebuah senyuman." Marvin berujar entah kepada s
Marvin hendak beranjak untuk tidur di kamar lain. Namun langkahnya terhenti saat Aleandra bergumam mengigau."Mom... Aku sakit, kau benar... Cinta itu menyakitkan. Kakak juga merasakannya, kami merindukanmu mom...."Aleandra bergerak gelisah, Marvin mendekat. Dia naik ke sisi lain dari ranjang dengan perlahan lalu memeluk gadis itu agar tenang.Merasakan sebuah pelukkan, Aleandra semakin masuk ke dalamnya demi mencari kenyamanan.Lalu Marvin mulai memejamkan matanya sejenak. Dia berniat akan bangun saat subuh lalu pindah ke kamar lain, agar tak mengagetkan gadis yang saat ini berada dalam dekapannya.Namun lelah yang mendera, ditambah umur yang sudah cukup banyak. Membuat Marvin tak bangun hingga pagi. Sinar matahari sudah masuk ke dalam kamarnya melalui jendela dan mata indah Aleandra tengah menatapnya."Maaf... Semalam kau tak tenang, jadi aku memelukmu berniat menenangkanmu," ujar Marvin."Good morning...,"u
Setelah mendengar ucapan Marvin, Zach kembali berjalan menuju kamarnya. Dia langsung menjatuhkan tubuhnya ke ranjang. Kepalanya terasa sakit dan berat hingga dia terlelap.Pagi harinya dia terbangun dan langsung mandi untuk menyegarkan dirinya. Dia berjalan ke kamar mandi dan menyalahkan shower, air membasahi kepala dan tubuhnya. Dia kembali mengingat perkataan Marvin semalam."Maafkan aku Al..., seharusnya kau tak menderita seperti ini. Maafkan pria tua yang pengecut ini. Tapi jika kau ijinkan, mulai sekarang aku akan mengibarkan bendera perang pada anakku. Hanya untuk memperjuangkanmu Al."Perkataan itu terus berputar di dalam kepala Zach. Walau dirinya tengah menyegarkan pikirannya. Hingga beberapa menit kemudian dia menyudahi mandinya. Atau lebih tepatnya menyudahi renungan pagi harinya.Dia keluar dari kamar mandi, berniat mencari tau kebenaran dari ucapan yang dia dengar semalam.Dia berniat akan memancing ayahnya dengan men
Aleandra mendongak, senyumnya merekah melihat kehadiran pria yang dirindukan selama beberapa hari ini. Dan pria yang dia tunggu kehadirannya untuk menepati janjinya."UncleMarvin!" seru Jason berhambur ke pelukkan Marvin."Hai jagoan...! Akhirnya kita bertemu," ujar Marvin lalu menggendong Jason. Marvin menatap Aleandra yang tersenyum manis mendekat ke arahnya."Miss me?"tanya Marvin. Aleandra mendelik."Kau! Pria tua menyebalkan!" ujar Aleandra."Uncletadiauntysedang gelisah memikirkanmu danuncleZach. Tapi dia bilang kau berada di sini," ujar Jason menunjuk dada Marvin."Jason! Jangan katakan itu pada orangnya," ujar Aleandra terlihat malu. Marvin tertawa geli melihat wajah Aleandra yang memerah seperti tomat."Aku tau, maka dari itu aku ke sini," ujar Marvin. Membuat Aleandra semakin menunduk."Sudahlah Marvin! Jangan katakan itu pada
Marvin terbangun saat keadaan sudah gelap. Dia melihat wajah terlelap Aleandra begitu bersinar dan cantik dengan kesederhanaannya.Wanita di hadapannya itu... Sekarang telah menjadi miliknya. Walau belum secara resmi dia mengatakannya pada orang lain. Namun dia kembali mengingat saat dirinya berada di dalam wanita itu. Begitu sempit seolah miliknya diremas sesuatu yang hangat.Membayangkannya saja, dapat membuat dirinya di bawah sana kembali mengeras. Namun dia tak ingin mengganggu wanita yang terlelap itu. Dia beranjak dari ranjang dengan perlahan lalu ke kamar mandi untuk menenangkan dirinya yang menegang.Sekitar sepuluh menit kemudian, dia keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang sudah segar, dirinya hanya memakai celana boxer ketat berwarna abu.Lalu dia juga mengambil pakaian yang memang sengaja dia siapkan untuk Aleandra jika wanita itu menginap.Seolah semua yang terjadi adalah memang sudah dia rencanakan, walau kenyataannya semua mengal
Seorang anak perempuan yang saat ini menjadi malaikat di rumah bergaya Eropa itu. Membuat suasana rumah itu menjadi berwarna, senyum dan tawa menjadi keseharian yang tak pernah terlewatkan oleh balita yang saat ini sudah berusia satu tahun. Marveille Beverly Williams… anak perempuan dari hasil pergulatan Marvin Williams dan Aleandra Beverly. Saat ini sedang menjadi pusat perhatian karena tengah berjalan di depan kedua orangtuanya yang sedang menuju kepelaminan di taman bunga rumah mereka. Yang telah disulap menjadi tempat resepsi pernikahan. Bocah perempuan itu berjalan di samping bocah laki-laki yang lebih besar darinya. Sambil menabur kelopak bunga, yang mereka bawa dengan menggunakan keranjang kecil. Lagu instrumen mengalun indah mengiringi langkah mereka
Kelahiran seorang anak perempuan menjadi sebuah kebahagiaan yang indah bagi Marvin dan Aleandra. Anak perempuan yang begitu mirip dengan ayah dari anak itu.Marvin semakin mencintai Aleandra lebih dari sebelumnya. Dirinya tak henti mengecup Aleandra, setelah wanita yang dia cintai itu berhasil melahirkan anak dari hasil buah cintanya. Marvin tampak sangat bahagia saat dirinya menggendong bayi mungil itu ke dalam pelukkannya. Dirinya sampai menangis terharu melihat bayi perempuan mungil yang berada dalam dekapannya. Aleandra tersenyum melihat Marvin yang terlihat sangat bahagia. Memiliki seorang anak dari hasil perbuatan nakal dan mesum keduanya. Aleandra kembali mengingat kejadian yang mengharukan yang sempat membuatnya dan Marvin bers
Pagi harinya... Marvin kembali mendapat kejahilan Aleandra yang menginginkan masakan darinya. Aleandra terlihat duduk dengan manis di depan meja makan. Memperhatikan Marvin yang dengan santainya menggunakan celemek berwarna pink miliknya, sambil membuatkan sepiring nasi goreng. Keinginannya yang aneh dengan meminta Marvin membuatkan sarapan, namun harus menggunakan celemek kesayangannya. Entah bagaimana bisa terpikir oleh dirinya untuk menjahili suaminya. Walau mereka belum secara resmi menikah di gereja. Namun lamaran Marvin kemarin sudah menjadikan dirinya seorang Mrs.Williams. "Jangan menyebarluaskan fotoku Al! Cukup kau yang melihatku semanis ini. Karena ini khusus untukmu, mengerti?" tan
Beberapa bulan kemudian, perut Aleandra sudah semakin membesar dan ini adalah bulannya dia akan melahirkan.Aleandra sangat rajin bergerak demi memperlancar proses persalinannya. Dia berjalan ke sana ke sini. Membuat Marvin yang melihatnya menjadi pusing sendiri."Al bisakah kau duduk?" tanya Marvin."Aku harus bergerak agar nanti saat persalinan lebih mudah," jawab Aleandra."Tapi tidak sampai seperti itu. Kau bisa kelelahan Al," ujar lagi Marvin."Baiklah... Aku akan istirahat sebentar." Lalu Aleandra duduk di samping Marvin.Pria itu memang sudah tak menggunakan kursi roda. Namun dia menggunakan tongkat jika berjalan terlalu lama dan jauh."Apa dia berat? Apa kau tak lelah membawanya kemana-mana?" tanya Marvin, sambil mengelus perut Aleandra."Tenanglah... Dia sama sekali tak menyusahkan. Aku sangat senang saat dia menendang," jawab Aleandra."Bagian mana yang sering dia tendang Al?" tanya lagi Marvin. Membawa Aleandr
Pagi itu, menjadi pagi terpanas yang dialami Aleandra dan Marvin. Mereka... entah menggunakan gaya seperti apa. Hingga keduanya melakukannya sampai dua kali.Dan sekarang... Keduanya kelaparan dan sibuk menyiapkan makanan di dapur. Marvin duduk diam dengan senyum yang membuat Aleandra terus tersipu."Berhenti memandangku seperti itu," ujar Aleandra."Memandangmu seperti apa Al?" tanya Marvin."Seperti srigala yang ingin menerkam domba kecil tak berdaya sepertiku," jawab Aleandra dengan kiasannya yang membuat Marvin tergelak."Kau itu domba yang sedang mengandung Al. Bagaimana bisa kau diumpamakan sebagai domba kecil?" tanya Marvin menggoda wanita yang sedang serius menyelesaikan masakannya itu."Perlu kuingatkan. Bahwa kau yang membuatku seperti ini. Tadinya aku adalah domba kecil yang polos." Aleandra mencebik lalu tertawa menampilkan deret giginya. Dia meletakkan masakannya ke atas meja lalu duduk di samping Marvin."Aku akan membua
Sebuah bunyi terdengar dari perut Aleandra yang baru saja mencoba memejamkan matanya. Marvin tersenyum dan menatap Aleandra yang menyerukkan kepalanya semakin masuk ke dalam pelukkannya."Bangunlah Al... Kau yakin akan membiarkan anak kita kelaparan?" tanya Marvin.Aleandra mendongak dan menggeleng cepat sambil tersenyum menampilkan deret gigi putihnya."Ayo kita keluar. Gadis yang bersama Dave tadi pasti akan kembali dengan makanan.""Hm... Aku tak yakin. Bianca ceroboh. Dia sering melupakan sesuatu. Dan aku rasa..., tadi dia melupakan dompetnya.""Mungkin dia memang ceroboh. Tapi tidak dengan Dave. Barusan aku yang menyuruhnya untuk mengantar Bianca membeli makanan." Aleandra beranjak dari dekapan Marvin dan mengerutkan keningnya bingung."Kapan kau menyuruh Dave?""Gerakan mata dan alis. Maka dia sudah mengerti," jawab Marvin santai."Dia memang lebih bisa diandalkan dibandingkan Zach,” ujar Aleandra. Marvin tergelak m
Aleandra beranjak dari pangkuan Marvin. Walau dirinya sejak tadi tak benar-benar duduk di pangkuan pria itu. Dia menatap Marvin dengan mata yang memicing tajam. Mengingat alasan kepergiannya karena wanita ular tersebut."Tapi... Kenapa Al?" tanya Marvin."Aku tak akan kembali, sebelum wanita tua itu pergi dari rumahmu!" ungkap Aleandra bersedekap dada."Dia sudah pergi Al. Apa Zach tak menceritakannya padamu?""Bagaimana aku bisa berceritadad.Dia tak mengijinkanku bicara," ujar Zach masuk ke dalam pembicaraan antara Marvin dan Aleandra. Dia baru saja tiba setelah menunggu lama di toko bunga Elena. Namun tak ada satupun yang tiba. Hingga dia menghubungi Dave. Dan di sinilah dia sekarang.Merasa sudah cukup memberikan waktu kepada Marvin dan Aleandra untuk pertemuannya kembali. Dave, Elena dan Bianca ikut masuk mengekor dengan Zach."Ayo Al... Kita kembali. Aku akan ceritakan semuanya di rumah," ujar lagi Marvin. Dia masih
Ruangan yang dipesan Marvin memanglah cukup besar jika hanya mereka bertiga yang makan malam.Maka dari itu Marvin yang melihat seorang wanita kenalan Dave. Mengajak wanita itu untuk bergabung. Karena melihat kelakuan anak bungsunya yang terlihat tak bisa bergerak cepat untuk seorang wanita cantik.Elena yang merasa menjadi pusat perhatian kedua pria tersebut, bergerak gelisah. Meruntuki Bianca dan Aleandra yang tak kunjung datang membuatnya semakin serba salah."Well...Mrs.Grimson. Jadi kau memiliki toko bunga di dekat rumah sakit tempatku dulu dirawat karena mengalami kecelakaan?" tanya Marvin mencoba mencairkan suasana canggung yang terjadi. Dave memang payah dalam hal wanita. Anaknya itu malah memainkan ponselnya dengan serius."Elena saja. Aku tak terbiasa dengan panggilan nama belakang almarhum suamiku. Dan ya... Itu usahaku satu-satunya untukku melanjutkan hidup,” ungkap Elena."Oh... Maaf, aku tak bermaksud...."
"Zach?" gumam Aleandra, lalu dia bergegas membawa beberapa tangkai mawarnya dan berjalan memasuki toko."Al! Tunggu!" panggil Zach. Pria itu berusaha mengejar.Elena menoleh saat Aleandra memasuki toko dengan terburu-buru."Ini bunga mawarnya ka. Jika ada yang mencariku jangan katakan aku adalah Aleandra," ujarnya. Lalu Aleandra melanjutkan langkahnya menuju toilet."Hah? Ada apa Al?" tanya Elena bingung."Aleandra!" Panggil lagi Zach memasuki toko bunga. Aleandra terhenti, dirinya tak lagi bisa bersembunyi dari Zach. Sementara pandangan Zach beralih pada Elena."Kau?! Oh ternyata kau memang pembuat onar! Apa yang kau lakukan dengan adikku? Hah?!" tukas Elena."Dia adikmu?" tanya Zach bingung."Ya! Dia adikku!""Tidak! Dia Aleandra, dia hanya mempunyai satu kakak bernama Leanor." kata Zach."Siapa Aleandra? Dia itu Alexandra!"Zach yang menjadi kesal, melangkah maju hendak mendatangi Aleandra. Namun Elena l