Aleandra sudah memantapkan dirinya untuk tak berharap banyak pada Marvin. Pria yang awalnya bersikap manis dan seolah memberi harapan, ternyata malah mengecewakannya.
Pria yang membuatnya melambung tinggi, tapi malah menghempaskannya kembali. Bahkan memberikan harapannya pada orang lain. Membuatnya merasakan kekecewaan yang mendalam.
Di dalam kamarnya gadis itu mengurung diri, bahkan hingga malam tiba. Dia tak juga mau keluar walau untuk sekedar makan dan membuat kakaknya tenang.
Aleandra ingin menangis, namun tak tau apa yang ingin dia tangisi. Hubungan yang memang tak ada status yang jelas. Dia bukan putus cinta ataupun patah hati.
Karena dia tau pria yang dia cintai, memiliki perasaan yang sama. Hanya saja seperti ada sebuah tembok besar yang menghalanginya.
Bukan karena tidak adanya restu dari orang tua seperti pada umumnya orang lain menjalani cinta. Melainkan karena untuk menjaga sebuah hati dan perasaan seorang anak, yang pria itu sayangi. H
Marvin beranjak dari kantornya, berniat mengikuti kemana perginya Aleandra dan Zach. Dia meminjam mobil Frank untuk mengikuti mobil Zach, agar anaknya tak menyadari bahwa; dia berada di belakang mobil anaknya itu."Kemana mereka akan pergi?" gumam Marvin.Tak berapa lama Zach dan Aleandra berhenti di sebuah restoran dengan dinding kaca. Mereka —Aleandra dan Zach— mengambil duduk di dekat kaca yang dapat melihat keluar.Seolahdewi fortunasedang berpihak pada Marvin. Sehingga memudahkannya untuk memantau gerakan dari Zach dan Aleandra.Terlihat Aleandra tampak murung dan hanya menanggapi omongan Zach dengan senyum tipis yang terlihat sangat dipaksakan."Hah... Kau sungguh tak bisa setidaknya berpura-puralah untuk terlihat senang Al. Bagaimana aku bisa tega merebutmu dari anakku. Dia sungguh terlihat bahagia, berbanding terbalik dengan dirimu yang bahkan sangat memaksakan sebuah senyuman." Marvin berujar entah kepada s
Marvin hendak beranjak untuk tidur di kamar lain. Namun langkahnya terhenti saat Aleandra bergumam mengigau."Mom... Aku sakit, kau benar... Cinta itu menyakitkan. Kakak juga merasakannya, kami merindukanmu mom...."Aleandra bergerak gelisah, Marvin mendekat. Dia naik ke sisi lain dari ranjang dengan perlahan lalu memeluk gadis itu agar tenang.Merasakan sebuah pelukkan, Aleandra semakin masuk ke dalamnya demi mencari kenyamanan.Lalu Marvin mulai memejamkan matanya sejenak. Dia berniat akan bangun saat subuh lalu pindah ke kamar lain, agar tak mengagetkan gadis yang saat ini berada dalam dekapannya.Namun lelah yang mendera, ditambah umur yang sudah cukup banyak. Membuat Marvin tak bangun hingga pagi. Sinar matahari sudah masuk ke dalam kamarnya melalui jendela dan mata indah Aleandra tengah menatapnya."Maaf... Semalam kau tak tenang, jadi aku memelukmu berniat menenangkanmu," ujar Marvin."Good morning...,"u
Setelah mendengar ucapan Marvin, Zach kembali berjalan menuju kamarnya. Dia langsung menjatuhkan tubuhnya ke ranjang. Kepalanya terasa sakit dan berat hingga dia terlelap.Pagi harinya dia terbangun dan langsung mandi untuk menyegarkan dirinya. Dia berjalan ke kamar mandi dan menyalahkan shower, air membasahi kepala dan tubuhnya. Dia kembali mengingat perkataan Marvin semalam."Maafkan aku Al..., seharusnya kau tak menderita seperti ini. Maafkan pria tua yang pengecut ini. Tapi jika kau ijinkan, mulai sekarang aku akan mengibarkan bendera perang pada anakku. Hanya untuk memperjuangkanmu Al."Perkataan itu terus berputar di dalam kepala Zach. Walau dirinya tengah menyegarkan pikirannya. Hingga beberapa menit kemudian dia menyudahi mandinya. Atau lebih tepatnya menyudahi renungan pagi harinya.Dia keluar dari kamar mandi, berniat mencari tau kebenaran dari ucapan yang dia dengar semalam.Dia berniat akan memancing ayahnya dengan men
Aleandra mendongak, senyumnya merekah melihat kehadiran pria yang dirindukan selama beberapa hari ini. Dan pria yang dia tunggu kehadirannya untuk menepati janjinya."UncleMarvin!" seru Jason berhambur ke pelukkan Marvin."Hai jagoan...! Akhirnya kita bertemu," ujar Marvin lalu menggendong Jason. Marvin menatap Aleandra yang tersenyum manis mendekat ke arahnya."Miss me?"tanya Marvin. Aleandra mendelik."Kau! Pria tua menyebalkan!" ujar Aleandra."Uncletadiauntysedang gelisah memikirkanmu danuncleZach. Tapi dia bilang kau berada di sini," ujar Jason menunjuk dada Marvin."Jason! Jangan katakan itu pada orangnya," ujar Aleandra terlihat malu. Marvin tertawa geli melihat wajah Aleandra yang memerah seperti tomat."Aku tau, maka dari itu aku ke sini," ujar Marvin. Membuat Aleandra semakin menunduk."Sudahlah Marvin! Jangan katakan itu pada
Marvin terbangun saat keadaan sudah gelap. Dia melihat wajah terlelap Aleandra begitu bersinar dan cantik dengan kesederhanaannya.Wanita di hadapannya itu... Sekarang telah menjadi miliknya. Walau belum secara resmi dia mengatakannya pada orang lain. Namun dia kembali mengingat saat dirinya berada di dalam wanita itu. Begitu sempit seolah miliknya diremas sesuatu yang hangat.Membayangkannya saja, dapat membuat dirinya di bawah sana kembali mengeras. Namun dia tak ingin mengganggu wanita yang terlelap itu. Dia beranjak dari ranjang dengan perlahan lalu ke kamar mandi untuk menenangkan dirinya yang menegang.Sekitar sepuluh menit kemudian, dia keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang sudah segar, dirinya hanya memakai celana boxer ketat berwarna abu.Lalu dia juga mengambil pakaian yang memang sengaja dia siapkan untuk Aleandra jika wanita itu menginap.Seolah semua yang terjadi adalah memang sudah dia rencanakan, walau kenyataannya semua mengal
"Zach?"Marvin mengerutkan keningnya heran. Karena merasa tak mengatakan apapun pada anak sulungnya. Tentang pembelian sebuah rumah di Geraldton."Aku tak percaya kau akan pindah ke sinidad,bagaimana Sydney? Kau menyerahkannya pada Dave?" tanya Zach memicingkan matanya. Dia mengetahui Marvin membeli sebuah rumah di Geraldton dari ibunya, yang memang mempunyai mata-mata."Masuklah dulu, kita bicara di dalam," ujar Marvin.Lalu kedua pria berbeda generasi itu masuk."Siapa yang datang?" tanya Aleandra. Dia ikut terkejut, saat menoleh dan mendapati Zach di belakang Marvin."Al... Kau di sini juga?" tanya Zach tak terlihat terkejut. Dia memang sudah mengira ayahnya secara tiba-tiba membeli sebuah rumah di Geraldton. Apalagi jika bukan untuk mengajak Aleandra ke tempat itu. Namun merasa tak terima jika apa yang dia pikirkan itu benar, Zach memilih tak memikirkan itu. Dia tetap akan berpura-pura tak mengetahui hubungan
Di sebuah apartemen mewah, tempat seorang wanita sedang berakting untuk kembali mendapatkan perhatian seorang Zach Williams.Wanita bernama Anna yang sempat mempengaruhi kehidupan Zach. Sampai pria itu menjadi tak mempunyai jalan hidup yang jelas dan tak beraturan.Sekarang pria itu tengah membantu Anna memandikan anjing peliharaannya. Membuat baju Zach basah dan mengharusnya untuk menumpang mandi, setelah acara memandikan anjing tersebut selesai.Zach membuka bajunya, memperlihatkan tubuh liatnya yang terpahat sempurna."Sepertinya aku juga harus mandi Zach, lihatlah... Bajuku basah semua," ujar Anna. Dia memang sudah berniat untuk menggoda Zach dengan segala cara."Kalau begitu kau duluan saja, aku akan menunggumu selesai. Selagi menunggu, aku akan mengeringkan mahkluk kecil berbulu ini. Agar dia tak membuat apartemen ini basah, karena tetesan air dari bulunya," ujar Zach beralasan. Dia sama sekali tak ingin memanfaatkan kesempatan untuk menyetub
Dave tak percaya dengan apa yang diceritakan oleh Marvin. Setelah dia berhasil menyadarkan Marvin dari mabuknya, saat dia baru saja tiba dan mendapati Marvin yang mabuk dan terhuyung jatuh kepelukkannya.Dia masih tak percaya bahwa kakak dan ayahnya memperebutkan satu wanita. Dan kebodohan kakaknya semakin membuat ia tak habis pikir."Jadi itu alasandadpindah ke sini? Untuk mengejar wanita yang juga menjadi incaran Zach?" tanya Dave."Aku yang lebih dulu menemukannya Dave! Jangan memutar balikkan cerita," ungkap Marvin. Pria itu sedang berbaring di sofa dengan meletakkan satu tangan di keningnya dengan mata terpejam. dan tangan satu lagi memegang perutnya."Ya baiklah, anggap saja aku bilang begitu semoga kau menang. Aku akan mandi dan tidur saja," ujar Dave beranjak dari ruang keluarga."Dave! Kau memintaku bercerita, hanya untuk mengejekku lalu pergi?" tanya Marvin terduduk menatap punggung Dave."Hem... Aku tak pandai