"Jangan salahkan aku untuk hal ini Al... Karena kau yang hadir dalam hidupku." perkataan Zach seolah berputar di kepala Aleandra. Gadis itu melamun di dalam taksi memikirkan perkataan dari Zach. Hingga dia tak sadar bahwa dirinya sudah sampai di depan rumah.
Dia membayar biaya perjalanannya dan keluar dari taksi lalu masuk ke dalam kamar dan merebahkan dirinya di atas ranjang."Bocah itu sungguh berbahaya... Bagaimana bisa dalam sehari dia memindahkan obsesinya kepadaku?" Aleandra membalik posisinya dari terlungkup menjadi terlentang. Dia menatap langit-langit kamarnya."Apa aku harus mengatakannya pada Marvin?" gumam Aleandra, namun dia kembali mengingat perkataan Zach yang menanyakan dirinya dan Marvin memiliki hubungan apa.Aleandra kembali terlungkup dan menenggelamkan kepalanya di bawah bantal dan berteriak. Hingga kakaknya masuk dan melihatnya."Ada apa Al?" Aleandra mengangkat kepalanya."Tak ada apa-apa," jawab Aleandra."Kau berteriakAleandra menatap tajam Marvin setelah mengucapkan itu."Zach! Bisakah kau berhenti bermain-main?!""Aku tak main-main Al, aku serius.""Aku tak melihatnya! Cari wanita lain untuk kau ganggu, jangan aku!" ujar Aleandra ketus."Memangnya kenapa? Aku ingin kau, bukan yang lain." kata Zach."Hah... Sekarang kau semakin memperlihatkan obsesimu! Sudah kukatakan jangan lakukan itu padaku!""Aku sungguh—""Sudahlah kalian, cukup!" bentam Marvin dengan tegas menghentikan perdebatan Aleandra dan Zach."Baiklah... Kalian saja yang makan! Aku sudah tak bernapsu!" tukas Aleandra berdiri dari duduknya. Dan beranjak keluar dari restoran tersebut. Zach hendak mengejarnya, namun Marvin menahannya."Biarkan dia Zach. Jangan mengganggunya dulu.""Tapi—""Apa kau tak mendengar ucapannya barusan?!" Marvin menahan lengan Zach yang berusaha pergi.Mata Zach masih melihat keluar dan sempat melihat Aleandra menai
Aleandra sudah memantapkan dirinya untuk tak berharap banyak pada Marvin. Pria yang awalnya bersikap manis dan seolah memberi harapan, ternyata malah mengecewakannya.Pria yang membuatnya melambung tinggi, tapi malah menghempaskannya kembali. Bahkan memberikan harapannya pada orang lain. Membuatnya merasakan kekecewaan yang mendalam.Di dalam kamarnya gadis itu mengurung diri, bahkan hingga malam tiba. Dia tak juga mau keluar walau untuk sekedar makan dan membuat kakaknya tenang.Aleandra ingin menangis, namun tak tau apa yang ingin dia tangisi. Hubungan yang memang tak ada status yang jelas. Dia bukan putus cinta ataupun patah hati.Karena dia tau pria yang dia cintai, memiliki perasaan yang sama. Hanya saja seperti ada sebuah tembok besar yang menghalanginya.Bukan karena tidak adanya restu dari orang tua seperti pada umumnya orang lain menjalani cinta. Melainkan karena untuk menjaga sebuah hati dan perasaan seorang anak, yang pria itu sayangi. H
Marvin beranjak dari kantornya, berniat mengikuti kemana perginya Aleandra dan Zach. Dia meminjam mobil Frank untuk mengikuti mobil Zach, agar anaknya tak menyadari bahwa; dia berada di belakang mobil anaknya itu."Kemana mereka akan pergi?" gumam Marvin.Tak berapa lama Zach dan Aleandra berhenti di sebuah restoran dengan dinding kaca. Mereka —Aleandra dan Zach— mengambil duduk di dekat kaca yang dapat melihat keluar.Seolahdewi fortunasedang berpihak pada Marvin. Sehingga memudahkannya untuk memantau gerakan dari Zach dan Aleandra.Terlihat Aleandra tampak murung dan hanya menanggapi omongan Zach dengan senyum tipis yang terlihat sangat dipaksakan."Hah... Kau sungguh tak bisa setidaknya berpura-puralah untuk terlihat senang Al. Bagaimana aku bisa tega merebutmu dari anakku. Dia sungguh terlihat bahagia, berbanding terbalik dengan dirimu yang bahkan sangat memaksakan sebuah senyuman." Marvin berujar entah kepada s
Marvin hendak beranjak untuk tidur di kamar lain. Namun langkahnya terhenti saat Aleandra bergumam mengigau."Mom... Aku sakit, kau benar... Cinta itu menyakitkan. Kakak juga merasakannya, kami merindukanmu mom...."Aleandra bergerak gelisah, Marvin mendekat. Dia naik ke sisi lain dari ranjang dengan perlahan lalu memeluk gadis itu agar tenang.Merasakan sebuah pelukkan, Aleandra semakin masuk ke dalamnya demi mencari kenyamanan.Lalu Marvin mulai memejamkan matanya sejenak. Dia berniat akan bangun saat subuh lalu pindah ke kamar lain, agar tak mengagetkan gadis yang saat ini berada dalam dekapannya.Namun lelah yang mendera, ditambah umur yang sudah cukup banyak. Membuat Marvin tak bangun hingga pagi. Sinar matahari sudah masuk ke dalam kamarnya melalui jendela dan mata indah Aleandra tengah menatapnya."Maaf... Semalam kau tak tenang, jadi aku memelukmu berniat menenangkanmu," ujar Marvin."Good morning...,"u
Setelah mendengar ucapan Marvin, Zach kembali berjalan menuju kamarnya. Dia langsung menjatuhkan tubuhnya ke ranjang. Kepalanya terasa sakit dan berat hingga dia terlelap.Pagi harinya dia terbangun dan langsung mandi untuk menyegarkan dirinya. Dia berjalan ke kamar mandi dan menyalahkan shower, air membasahi kepala dan tubuhnya. Dia kembali mengingat perkataan Marvin semalam."Maafkan aku Al..., seharusnya kau tak menderita seperti ini. Maafkan pria tua yang pengecut ini. Tapi jika kau ijinkan, mulai sekarang aku akan mengibarkan bendera perang pada anakku. Hanya untuk memperjuangkanmu Al."Perkataan itu terus berputar di dalam kepala Zach. Walau dirinya tengah menyegarkan pikirannya. Hingga beberapa menit kemudian dia menyudahi mandinya. Atau lebih tepatnya menyudahi renungan pagi harinya.Dia keluar dari kamar mandi, berniat mencari tau kebenaran dari ucapan yang dia dengar semalam.Dia berniat akan memancing ayahnya dengan men
Aleandra mendongak, senyumnya merekah melihat kehadiran pria yang dirindukan selama beberapa hari ini. Dan pria yang dia tunggu kehadirannya untuk menepati janjinya."UncleMarvin!" seru Jason berhambur ke pelukkan Marvin."Hai jagoan...! Akhirnya kita bertemu," ujar Marvin lalu menggendong Jason. Marvin menatap Aleandra yang tersenyum manis mendekat ke arahnya."Miss me?"tanya Marvin. Aleandra mendelik."Kau! Pria tua menyebalkan!" ujar Aleandra."Uncletadiauntysedang gelisah memikirkanmu danuncleZach. Tapi dia bilang kau berada di sini," ujar Jason menunjuk dada Marvin."Jason! Jangan katakan itu pada orangnya," ujar Aleandra terlihat malu. Marvin tertawa geli melihat wajah Aleandra yang memerah seperti tomat."Aku tau, maka dari itu aku ke sini," ujar Marvin. Membuat Aleandra semakin menunduk."Sudahlah Marvin! Jangan katakan itu pada
Marvin terbangun saat keadaan sudah gelap. Dia melihat wajah terlelap Aleandra begitu bersinar dan cantik dengan kesederhanaannya.Wanita di hadapannya itu... Sekarang telah menjadi miliknya. Walau belum secara resmi dia mengatakannya pada orang lain. Namun dia kembali mengingat saat dirinya berada di dalam wanita itu. Begitu sempit seolah miliknya diremas sesuatu yang hangat.Membayangkannya saja, dapat membuat dirinya di bawah sana kembali mengeras. Namun dia tak ingin mengganggu wanita yang terlelap itu. Dia beranjak dari ranjang dengan perlahan lalu ke kamar mandi untuk menenangkan dirinya yang menegang.Sekitar sepuluh menit kemudian, dia keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang sudah segar, dirinya hanya memakai celana boxer ketat berwarna abu.Lalu dia juga mengambil pakaian yang memang sengaja dia siapkan untuk Aleandra jika wanita itu menginap.Seolah semua yang terjadi adalah memang sudah dia rencanakan, walau kenyataannya semua mengal
"Zach?"Marvin mengerutkan keningnya heran. Karena merasa tak mengatakan apapun pada anak sulungnya. Tentang pembelian sebuah rumah di Geraldton."Aku tak percaya kau akan pindah ke sinidad,bagaimana Sydney? Kau menyerahkannya pada Dave?" tanya Zach memicingkan matanya. Dia mengetahui Marvin membeli sebuah rumah di Geraldton dari ibunya, yang memang mempunyai mata-mata."Masuklah dulu, kita bicara di dalam," ujar Marvin.Lalu kedua pria berbeda generasi itu masuk."Siapa yang datang?" tanya Aleandra. Dia ikut terkejut, saat menoleh dan mendapati Zach di belakang Marvin."Al... Kau di sini juga?" tanya Zach tak terlihat terkejut. Dia memang sudah mengira ayahnya secara tiba-tiba membeli sebuah rumah di Geraldton. Apalagi jika bukan untuk mengajak Aleandra ke tempat itu. Namun merasa tak terima jika apa yang dia pikirkan itu benar, Zach memilih tak memikirkan itu. Dia tetap akan berpura-pura tak mengetahui hubungan