Aleandra kembali ke kamarnya dia mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur yang sempat dibeli tadi sore. Lalu dia mengambil ponselnya dari tas dan menghubungi kakaknya.
"Halo Al, kau dimana?""Aku dengan Zach di Perth.""Apa? untuk apa kau ke sana? aku akan minta tolong pada Joe untuk menjemputmu," ujar Leanor terdengar khawatir."Tidak ka, aku baik-baik saja. Ka Joe di sana saja, untuk menjagamu. Aku akan menginap di sini malam ini, kami sudah memesan hotel.""Kau dan Zach tak melakukan....""Tidak ka, tenang saja. Sungguh aku baik-baik saja. Kau bisa mendengar suaraku baik-baik saja kan?""Ya... Nada bicaramu terdengar baik-baik saja, tapi kapan kau kembali, bagaimana kuliahmu?""Mungkin besok ka, jangan khawatirkan apapun, percaya padaku. Zach hanya sedang ada masalah di sini, aku berniat membantunya.""Baiklah... Kabari aku jika terjadi sesuatu.""Iya ka, sudahlah... Kita harus istirahat ka.""Iya baiklah..., good nite Al.""Good nite ka." Lalu Aleandra memutuskan sambungan teleponnya.Aleandra berniat ingin tidur, namun dia teringat Marvin. Dia kembali terbangun dan menghubungi pria itu."Halo... Ada apa Al?" tanya Marvin di ujung telepon yang sudah tersambung."Apa kau belum tidur?" tanya Aleandra."Belum... Barusan aku merindukanmu dan aku melihat ponselku tertera namamu, ku kira aku hanya berhalusinasi. Tapi ternyata kau benar meneleponku," ujar Marvin Menggoda Aleandra yang merona walau Marvin tak dapat melihatnya."Oh... Kau menggombal!" kata Aleandra.terdengar suara tawa Marvin dari ujung sana."Baiklah, ada apa malam-malam kau meneleponku?""Hm... Aku dan Zach berada di Perth.""Apa? Sejak kapan?""Baru sore ini, Zach ada masalah dengan seorang wanita.""Wanita bernama Anna?" tebak Marvin."Ya... Kau tau?""Ya, kau menginap dimana? Aku akan datang.""Tidak usah Marvin, besok aku akan mengajaknya kembali ke Geraldton.""Baiklah... Apa kau baik-baik saja? Dia pasti sangat menyusahkanmu, maaf Al harusnya—""Tak apa... Aku baik-baik saja. Dia sudah tidur di kamarnya. Aku juga akan tidur sekarang," ujar Aleandra."Ya sudah... Istirahatlah," ujar Marvin lalu sambungan telepon terputus.***Rumah yang cukup besar dan sepi dari penghuninya, membuktikan hanya dirinya yang berada di rumah itu. Marvin, pada jam sepuluh malam dia masih bergelut di balik meja kerjanya. Sedang menerima telepon dari gadis yang dia rindukan hingga membuatnya tak bisa konsentrasi untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat."Ya sudah... Istirahatlah," ujar Marvin lalu dia memutuskan sambungan teleponnya. Lalu dia mencari nomor asistennya dan menghubunginya."Halo...," jawab Frank, asisten Marvin."Maaf mengganggumu malam hari, cari tau di hotel apa Zach dan Aleandra menginap, cek semua kartu kredit Zach. Lalu siapkan penerbangan ke Perth sekarang juga. Kita bertemu di bandara.""Baik, Sir." Jawab Frank dan sambungan terputus."Hah... Apa lagi yang dibuat anak itu," gumam Marvin. Lalu dia menutup laptopnya dan mengambil mantelnya. Pergi dari kediamannya yang sunyi menuju bandara.***Pagi hari... Tepat pukul tujuh pagi. Aleandra terbangun dari tidurnya, dia langsung mandi dan turun untuk sekedar menikmati sarapannya. Dia sengaja tak langsung ke kamar Zach.Dia mengambil segelas susu, omelete telur dan sosis lalu mengambil duduk di dekat jendela yang menghadap keluar. Sambil melihat ponselnya yang mendapat pesan dari Marvin."Kau seksi sekali pagi ini."Aleandra lalu melihat kesekeliling dan memperhatikan beberapa orang yang juga sedang sarapan. Namun tak ada Marvin di sana. Lalu sebuah pesan kembali masuk."Mencari pria tua yang masih tampan?"Aleandra hampir terbahak jika saja dia tak mengingat dirinya yang berada di tempat umum."Apa-apaan dia, kenapa begitu percaya diri?" gumam Aleandra dan mengetikkan balasan pesan."Ya. Aku mencari pria tua yang masih tampan dan mempunyai keahlian membaca koran terbalik."Marvin menurunkan koran dari hadapannya dan dalam jarak dua meter Aleandra sedang menertawakannya sambil menguyah makanannya. Ya... Gadis itu memang sudah curiga dengan orang yang membaca koran terbalik duduk beberapa meja dari tempatnya. Marvin lalu beranjak dari duduknya dan menghampiri Aleandra."Apa aku terlihat seksi dengan pakaian ini?""Rambutmu... Kenapa berantakan seperti itu. Itu membuatmu seksi, dan beberapa pria menatapmu." Marvin berkata serius."He em... Lalu?""Aku tak suka Al, tatapan mereka menggangguku!" tukas Marvin tak sadar bahwa dirinya terlihat posesif pada Aleandra. Namun Aleandra menyadarinya. Dia hanya tersenyum dan merona."Cepat habiskan sarapanmu, kita akan memeriksa keadaan Zach.""Oh ya... Aku hampir lupa dengannya, semalam dia sangat mabuk, jadi aku dan dia—""Apa kalian tidur bersama?!" potong Marvin cukup keras. Aleandra menendang kaki Marvin hingga dia meringis."Ouch! Sakit Al!""Harusnya kau memakai pengeras suara saat mengatakan itu! Oh ya ampun... kau membuatku malu! Lagipula aku tak semudah itu!" tukas Aleandra kesal."Baiklah.. Maafkan aku," ujar Marvin masih menahan sakit di tulang keringnya."Sudahlah... Ayo kita ke kamarnya," ujar Aleandra berdiri."Bantu aku Al... tendanganmu tadi sungguh kuat dan itu tepat ditulang keringku!""Baiklah... Kemari pria tua menyebalkan," ujar Aleandra membantu Marvin berdiri. Dan mereka mulai berjalan, dengan Aleandra yang memegang pinggang Marvin. Sebenarnya itu hanya akal-akalan Marvin saja. Karena ingin Aleandra merasa bersalah."Kau ini seorang gadis atau bukan! hah?""Aku harus melakukan itu untuk menjaga diri," ujar Aleandra. Lalu mereka memasuki lift, Aleandra memencet tombol lantai kamarnya. Dan lift mulai membawanya naik."Tapi tak melakukannya padaku juga Al!""Sebenarnya... Tadi itu latihan," ujar Aleandra menampilkan deretan giginya."Oh... Kau belatih sangat keras rupanya," ujar Marvin melakukan hal yang sama dengan Aleandra."Lain kali berlatihlah dengan Zach jangan denganku, oke?" pinta Marvin."Baiklah... Aku akan mencobanya nanti."Bunyi 'ting' dari lift, menandakan mereka telah tiba di lantai yang mereka inginkan. Lalu Marvin berjalan lebih dulu. Dia memang sudah tua, dia bahkan lupa bahwa dirinya barusan sedang berpura-pura kesakitan.Dan sekarang dia yang memang sudah tau nomor kamar Zach dan Aleandra, berjalan di depan Aleandra yang memicingkan matanya ke kaki Marvin."Apa kakimu sudah baik-baik saja pak tua?" tanya Aleandra sarkas. Seketika Marvin berhenti dan berbalik, lalu tertawa tanpa dosa."Kau menipuku!" tunjuk Aleandra kesal."Tunggu dulu Al... Tadi memang sakit. Sekarang sudah tidak," jawab Marvin."Hah! Kau pria tua yang menyebalkan! Sudahlah cepat. Hari semakin siang saat aku kembali ke Geraldton." Aleandra berjalan lebih dulu dan Marvin mengekor.Sesampainya di kamar Zach, mereka tak menemukan pria itu di sana, hanya sebuah note yang diletakkan di nakas."Maaf Aleandra... Kau harus pulang sendiri, Jika kau sudah melihat kertas ini, artinya aku sudah pergi mencarinya. Aku harus membantunya untuk bicara pada orang tuanya.Zach."Aleandra memberikan kertas itu pada Marvin."Anakmu sungguh bodoh! Sudah jelas tadi malam wanita itu bersama seorang bajingan. Dan sekarang dia?! Oh astaga... Jika aku ibunya, dapat kupastikan dia akan ku kurung di ruang mencuci!" ujar Aleandra kesal dan tanpa sadar dia berharap menjadi ibu Zach."Hm... Kurasa kau pantas menjadi ibunya, bagaimana?" tanya Marvin, walau tak menoleh ke Aleandra."Ah... Bukan begitu maksudku," ujar Aleandra menjadi salah tingkah."Sudahlah... Ayo kita ke tempatnya.""Kau tau dimana dia?""Tentu... Dia anakku.""Baiklah... Aku akan ganti baju dan mengambil barang-barangku di kamarku."Cepatlah."***Sebuah bangunan bertingkat dengan banyak ruang di setiap lantainya dengan berbagai jenis ukuran dan pilihan. Serta fasilitas lengkap yang dapat digunakan oleh setiap penghuninya.Apartemen mewah tempat dimana selama ini Zach pastinya akan bersembunyi. Atau lebih tepatnya mengajak wanita pujaannya berlindung padanya.Marvin dan Aleandra sudah tiba di tempat itu. Mereka langsung menuju unit tempat Zach berada.Tentu saja Marvin mengetahui kebiasaan anaknya itu. Dan sekarang dia dan Aleandra sudah berada di depan pintu unit apartemen Zach. Marvin menekan tombol password dan pintu terbuka.Menampilkan Anna yang menangis dipelukkan Zach."Dad...." Zach melepas pelukkannya pada Anna, lalu berdiri menghampiri Marvin."Kembali ke Geraldton dengan Aleandra sekarang! Kau harus mengurus perusahaanmu sendiri daripada harus mengurusi wanita ini!" bentak Marvin.Aleandra ikut terkejut dengan suara Marvin. Baru kali ini dia melihat Marvin marah."Tapi dad, aku tak bisa. Anna membutuhkanku saat ini!""Sebentar lagi orang tuanya akan datang, biar aku yang bicara pada mereka.""Jangan dad, dia akan dipindahkan ke Amsterdam. Dia tak ingin ke sana!""Itu bukan urusanmu lagi Zach," ujar Marvin masih berusaha sabar."Tapi—""Bisakah kau tak membantahku sekali saja! Hah! Atau aku harus menghajarmu dulu supaya kau mengerti?!" bentak lagi Marvin semakin kesal. Zach sejak dulu tak pernah mendengarkannya bahwa wanita bernama Anna itu tak baik untuknya."Pukul saja aku dad! Itu yang selalu ingin kau lakukan bukan?! Maka lakukan sekarang!" bentak Zach tak kalah keras."Kau sungguh memaksaku Zach," Marvin hendak mengangkat tangannya."Jangan Marvin," ujar Aleandra menahan tangan Marvin.Marvin memejamkan matanya sejenak dan menarik turun tangannya."Ijinkan aku bicara pada Zach sebentar." Marvin hanya mengangguk dan tak ingin melihat Aleandra ataupun Zach."Ayo Zach... Kita keluar sebentar," ujar lagi Aleandra dan menarik Zach dengan paksa lalu keluar ke balkon.-"Menurutlah Zach.""Aku tak bisa Al... Bagaimana dengan Anna?""Jika Marvin mengatakan dia akan mengurusnya, maka serahkan semua padanya, jangan membantahnya. Kau sudah berjanji padaku ingin berubah demi membuatnya bangga padamu, tapi sekarang apa yang kau lakukan?!""Tapi Al....""Dan mengenai Anna.... Lebih baik kau pastikan dulu perasaanmu padanya," ujar Aleandra."Aku mencintainya Al.""You not... Pikirkan semuanya kembali, kau menjadi bodoh karenanya. Kau hanya terobsesi padanya Zach. Bukan mencintainya." Aleandra hendak kembali ke dalam namun Zach menahannya."Apa yang kau ketahui tentangku Al? Tentang perasaanku?""Aku tau semuanya, kau menceritakan semuanya semalam saat mabuk. Ditambah saat kau berada di kantor. Kau begitu sering menghubunginya, namun dia hanya mengangkatnya setelah kau mengirimkan uang padanya. Aku dapat menilainya Zach. Obsesimu menjadikanmu bodoh!""Lalu bagaimana aku membedakannya? Selama ini aku merasa mencintainya. Tapi jika kau benar, lalu bagaimana aku tau bahwa aku mencintai seseorang?" Aleandra berbalik dan menatap Zach yang juga menatapnya. Berharap dapat keluar dari peliknya masalah dalam hidupnya.Aleandra menatapnya dengan senyum."Kau akan tau saat kau bisa tersenyum bahagia saat bersamanya, dan menangis saat berpisah dengannya," ujar Aleandra. Membuat Zach seolah tersadar dan merenungkan perkataan Aleandra. Bahwa memang benar, dirinya tak pernah tersenyum saat dengan Anna, yang ada dia hanya takut jika Anna marah dan menjauh darinya."Kau benar Al... dan aku salah," gumam Zach lalu kembali masuk.**Aleandra masuk kembali ke dalam ruangan yang cukup hening, diamnya Marvin membuat Aleandra mengerti bahwa pria itu sama sekali tak menyukai wanita yang bernama Anna yang duduk di hadapannya."Bagaimana Al?" Marvin menoleh dan bertanya pada Aleandra saat melihat gadis itu masuk kembali."Kita akan tau sebentar lagi," jawab Aleandra lalu duduk bergabung dengan Marvin. Sementara wanita bernama Anna itu menatap tajam pada Aleandra. Terlihat dia sangat tak menyukai adanya Aleandra di sana.Lalu Zach masuk dan melihat Marvin yang juga menatapnya, meminta jawaban."Baiklah dad, aku akan pulang dengan Aleandra," ujar Zach, lalu matanya beralih menatap Anna yang terlihat memohon untuk tak melakukan itu."Maaf, Anna. Kuharap kau mengerti." Zach menghampiri Anna yang menggeleng tak mengijinkan Zach menuruti Aleandra."Tidak Zach. Kau tau, orang tuaku akan membawaku pergi. Kita akan sulit bertemu.""Aku mengerti, kau tenang saja, ayahku akan membantumu. K
Aleandra memilih melanjutkan pekerjaannya, dia salah telah mengkhawatirkan Zach. Akibatnya lelaki itu menjadi bicara yang tidak-tidak, membuatnya tak bisa berkonsentrasi bekerja.Aleandra memikirkan dirinya dan Marvin yang sebenarnya memiliki hubungan apa.Dia merasa senang dan nyaman saat bersama Marvin. Dia merasa tak ada beban dalam hidupnya, merasa semuanya terlihat baik-baik saja. Sekalipun ada masalah, dia tak pernah takut. Semua pikiran itu menjadi lamunan Aleandra saat ini. Hingga dia tersadar saat merasakan lapar menderanya. Lalu dia memakan bekal yang disiapkan oleh kakaknya.Aleandra tak berniat untuk menawarkannya pada Zach. Karena dia juga sudah membelikannya bubur. Jadi dia akan membiarkan lelaki itu berdiam di ruangannya sampai Zach keluar.Namun hari semakin sore, Zach bahkan tak keluar hanya untuk ke toilet. Membuat Aleandra menjadi cemas. Lalu dia meninggalkan pekerjaannya untuk melihat keadaan Zach.Dia mengetuk pintu ruangan Zach namun ta
"Jangan salahkan aku untuk hal ini Al... Karena kau yang hadir dalam hidupku." perkataan Zach seolah berputar di kepala Aleandra. Gadis itu melamun di dalam taksi memikirkan perkataan dari Zach. Hingga dia tak sadar bahwa dirinya sudah sampai di depan rumah.Dia membayar biaya perjalanannya dan keluar dari taksi lalu masuk ke dalam kamar dan merebahkan dirinya di atas ranjang."Bocah itu sungguh berbahaya... Bagaimana bisa dalam sehari dia memindahkan obsesinya kepadaku?" Aleandra membalik posisinya dari terlungkup menjadi terlentang. Dia menatap langit-langit kamarnya."Apa aku harus mengatakannya pada Marvin?" gumam Aleandra, namun dia kembali mengingat perkataan Zach yang menanyakan dirinya dan Marvin memiliki hubungan apa.Aleandra kembali terlungkup dan menenggelamkan kepalanya di bawah bantal dan berteriak. Hingga kakaknya masuk dan melihatnya."Ada apa Al?" Aleandra mengangkat kepalanya."Tak ada apa-apa," jawab Aleandra."Kau berteriak
Aleandra menatap tajam Marvin setelah mengucapkan itu."Zach! Bisakah kau berhenti bermain-main?!""Aku tak main-main Al, aku serius.""Aku tak melihatnya! Cari wanita lain untuk kau ganggu, jangan aku!" ujar Aleandra ketus."Memangnya kenapa? Aku ingin kau, bukan yang lain." kata Zach."Hah... Sekarang kau semakin memperlihatkan obsesimu! Sudah kukatakan jangan lakukan itu padaku!""Aku sungguh—""Sudahlah kalian, cukup!" bentam Marvin dengan tegas menghentikan perdebatan Aleandra dan Zach."Baiklah... Kalian saja yang makan! Aku sudah tak bernapsu!" tukas Aleandra berdiri dari duduknya. Dan beranjak keluar dari restoran tersebut. Zach hendak mengejarnya, namun Marvin menahannya."Biarkan dia Zach. Jangan mengganggunya dulu.""Tapi—""Apa kau tak mendengar ucapannya barusan?!" Marvin menahan lengan Zach yang berusaha pergi.Mata Zach masih melihat keluar dan sempat melihat Aleandra menai
Aleandra sudah memantapkan dirinya untuk tak berharap banyak pada Marvin. Pria yang awalnya bersikap manis dan seolah memberi harapan, ternyata malah mengecewakannya.Pria yang membuatnya melambung tinggi, tapi malah menghempaskannya kembali. Bahkan memberikan harapannya pada orang lain. Membuatnya merasakan kekecewaan yang mendalam.Di dalam kamarnya gadis itu mengurung diri, bahkan hingga malam tiba. Dia tak juga mau keluar walau untuk sekedar makan dan membuat kakaknya tenang.Aleandra ingin menangis, namun tak tau apa yang ingin dia tangisi. Hubungan yang memang tak ada status yang jelas. Dia bukan putus cinta ataupun patah hati.Karena dia tau pria yang dia cintai, memiliki perasaan yang sama. Hanya saja seperti ada sebuah tembok besar yang menghalanginya.Bukan karena tidak adanya restu dari orang tua seperti pada umumnya orang lain menjalani cinta. Melainkan karena untuk menjaga sebuah hati dan perasaan seorang anak, yang pria itu sayangi. H
Marvin beranjak dari kantornya, berniat mengikuti kemana perginya Aleandra dan Zach. Dia meminjam mobil Frank untuk mengikuti mobil Zach, agar anaknya tak menyadari bahwa; dia berada di belakang mobil anaknya itu."Kemana mereka akan pergi?" gumam Marvin.Tak berapa lama Zach dan Aleandra berhenti di sebuah restoran dengan dinding kaca. Mereka —Aleandra dan Zach— mengambil duduk di dekat kaca yang dapat melihat keluar.Seolahdewi fortunasedang berpihak pada Marvin. Sehingga memudahkannya untuk memantau gerakan dari Zach dan Aleandra.Terlihat Aleandra tampak murung dan hanya menanggapi omongan Zach dengan senyum tipis yang terlihat sangat dipaksakan."Hah... Kau sungguh tak bisa setidaknya berpura-puralah untuk terlihat senang Al. Bagaimana aku bisa tega merebutmu dari anakku. Dia sungguh terlihat bahagia, berbanding terbalik dengan dirimu yang bahkan sangat memaksakan sebuah senyuman." Marvin berujar entah kepada s
Marvin hendak beranjak untuk tidur di kamar lain. Namun langkahnya terhenti saat Aleandra bergumam mengigau."Mom... Aku sakit, kau benar... Cinta itu menyakitkan. Kakak juga merasakannya, kami merindukanmu mom...."Aleandra bergerak gelisah, Marvin mendekat. Dia naik ke sisi lain dari ranjang dengan perlahan lalu memeluk gadis itu agar tenang.Merasakan sebuah pelukkan, Aleandra semakin masuk ke dalamnya demi mencari kenyamanan.Lalu Marvin mulai memejamkan matanya sejenak. Dia berniat akan bangun saat subuh lalu pindah ke kamar lain, agar tak mengagetkan gadis yang saat ini berada dalam dekapannya.Namun lelah yang mendera, ditambah umur yang sudah cukup banyak. Membuat Marvin tak bangun hingga pagi. Sinar matahari sudah masuk ke dalam kamarnya melalui jendela dan mata indah Aleandra tengah menatapnya."Maaf... Semalam kau tak tenang, jadi aku memelukmu berniat menenangkanmu," ujar Marvin."Good morning...,"u
Setelah mendengar ucapan Marvin, Zach kembali berjalan menuju kamarnya. Dia langsung menjatuhkan tubuhnya ke ranjang. Kepalanya terasa sakit dan berat hingga dia terlelap.Pagi harinya dia terbangun dan langsung mandi untuk menyegarkan dirinya. Dia berjalan ke kamar mandi dan menyalahkan shower, air membasahi kepala dan tubuhnya. Dia kembali mengingat perkataan Marvin semalam."Maafkan aku Al..., seharusnya kau tak menderita seperti ini. Maafkan pria tua yang pengecut ini. Tapi jika kau ijinkan, mulai sekarang aku akan mengibarkan bendera perang pada anakku. Hanya untuk memperjuangkanmu Al."Perkataan itu terus berputar di dalam kepala Zach. Walau dirinya tengah menyegarkan pikirannya. Hingga beberapa menit kemudian dia menyudahi mandinya. Atau lebih tepatnya menyudahi renungan pagi harinya.Dia keluar dari kamar mandi, berniat mencari tau kebenaran dari ucapan yang dia dengar semalam.Dia berniat akan memancing ayahnya dengan men
Seorang anak perempuan yang saat ini menjadi malaikat di rumah bergaya Eropa itu. Membuat suasana rumah itu menjadi berwarna, senyum dan tawa menjadi keseharian yang tak pernah terlewatkan oleh balita yang saat ini sudah berusia satu tahun. Marveille Beverly Williams… anak perempuan dari hasil pergulatan Marvin Williams dan Aleandra Beverly. Saat ini sedang menjadi pusat perhatian karena tengah berjalan di depan kedua orangtuanya yang sedang menuju kepelaminan di taman bunga rumah mereka. Yang telah disulap menjadi tempat resepsi pernikahan. Bocah perempuan itu berjalan di samping bocah laki-laki yang lebih besar darinya. Sambil menabur kelopak bunga, yang mereka bawa dengan menggunakan keranjang kecil. Lagu instrumen mengalun indah mengiringi langkah mereka
Kelahiran seorang anak perempuan menjadi sebuah kebahagiaan yang indah bagi Marvin dan Aleandra. Anak perempuan yang begitu mirip dengan ayah dari anak itu.Marvin semakin mencintai Aleandra lebih dari sebelumnya. Dirinya tak henti mengecup Aleandra, setelah wanita yang dia cintai itu berhasil melahirkan anak dari hasil buah cintanya. Marvin tampak sangat bahagia saat dirinya menggendong bayi mungil itu ke dalam pelukkannya. Dirinya sampai menangis terharu melihat bayi perempuan mungil yang berada dalam dekapannya. Aleandra tersenyum melihat Marvin yang terlihat sangat bahagia. Memiliki seorang anak dari hasil perbuatan nakal dan mesum keduanya. Aleandra kembali mengingat kejadian yang mengharukan yang sempat membuatnya dan Marvin bers
Pagi harinya... Marvin kembali mendapat kejahilan Aleandra yang menginginkan masakan darinya. Aleandra terlihat duduk dengan manis di depan meja makan. Memperhatikan Marvin yang dengan santainya menggunakan celemek berwarna pink miliknya, sambil membuatkan sepiring nasi goreng. Keinginannya yang aneh dengan meminta Marvin membuatkan sarapan, namun harus menggunakan celemek kesayangannya. Entah bagaimana bisa terpikir oleh dirinya untuk menjahili suaminya. Walau mereka belum secara resmi menikah di gereja. Namun lamaran Marvin kemarin sudah menjadikan dirinya seorang Mrs.Williams. "Jangan menyebarluaskan fotoku Al! Cukup kau yang melihatku semanis ini. Karena ini khusus untukmu, mengerti?" tan
Beberapa bulan kemudian, perut Aleandra sudah semakin membesar dan ini adalah bulannya dia akan melahirkan.Aleandra sangat rajin bergerak demi memperlancar proses persalinannya. Dia berjalan ke sana ke sini. Membuat Marvin yang melihatnya menjadi pusing sendiri."Al bisakah kau duduk?" tanya Marvin."Aku harus bergerak agar nanti saat persalinan lebih mudah," jawab Aleandra."Tapi tidak sampai seperti itu. Kau bisa kelelahan Al," ujar lagi Marvin."Baiklah... Aku akan istirahat sebentar." Lalu Aleandra duduk di samping Marvin.Pria itu memang sudah tak menggunakan kursi roda. Namun dia menggunakan tongkat jika berjalan terlalu lama dan jauh."Apa dia berat? Apa kau tak lelah membawanya kemana-mana?" tanya Marvin, sambil mengelus perut Aleandra."Tenanglah... Dia sama sekali tak menyusahkan. Aku sangat senang saat dia menendang," jawab Aleandra."Bagian mana yang sering dia tendang Al?" tanya lagi Marvin. Membawa Aleandr
Pagi itu, menjadi pagi terpanas yang dialami Aleandra dan Marvin. Mereka... entah menggunakan gaya seperti apa. Hingga keduanya melakukannya sampai dua kali.Dan sekarang... Keduanya kelaparan dan sibuk menyiapkan makanan di dapur. Marvin duduk diam dengan senyum yang membuat Aleandra terus tersipu."Berhenti memandangku seperti itu," ujar Aleandra."Memandangmu seperti apa Al?" tanya Marvin."Seperti srigala yang ingin menerkam domba kecil tak berdaya sepertiku," jawab Aleandra dengan kiasannya yang membuat Marvin tergelak."Kau itu domba yang sedang mengandung Al. Bagaimana bisa kau diumpamakan sebagai domba kecil?" tanya Marvin menggoda wanita yang sedang serius menyelesaikan masakannya itu."Perlu kuingatkan. Bahwa kau yang membuatku seperti ini. Tadinya aku adalah domba kecil yang polos." Aleandra mencebik lalu tertawa menampilkan deret giginya. Dia meletakkan masakannya ke atas meja lalu duduk di samping Marvin."Aku akan membua
Sebuah bunyi terdengar dari perut Aleandra yang baru saja mencoba memejamkan matanya. Marvin tersenyum dan menatap Aleandra yang menyerukkan kepalanya semakin masuk ke dalam pelukkannya."Bangunlah Al... Kau yakin akan membiarkan anak kita kelaparan?" tanya Marvin.Aleandra mendongak dan menggeleng cepat sambil tersenyum menampilkan deret gigi putihnya."Ayo kita keluar. Gadis yang bersama Dave tadi pasti akan kembali dengan makanan.""Hm... Aku tak yakin. Bianca ceroboh. Dia sering melupakan sesuatu. Dan aku rasa..., tadi dia melupakan dompetnya.""Mungkin dia memang ceroboh. Tapi tidak dengan Dave. Barusan aku yang menyuruhnya untuk mengantar Bianca membeli makanan." Aleandra beranjak dari dekapan Marvin dan mengerutkan keningnya bingung."Kapan kau menyuruh Dave?""Gerakan mata dan alis. Maka dia sudah mengerti," jawab Marvin santai."Dia memang lebih bisa diandalkan dibandingkan Zach,” ujar Aleandra. Marvin tergelak m
Aleandra beranjak dari pangkuan Marvin. Walau dirinya sejak tadi tak benar-benar duduk di pangkuan pria itu. Dia menatap Marvin dengan mata yang memicing tajam. Mengingat alasan kepergiannya karena wanita ular tersebut."Tapi... Kenapa Al?" tanya Marvin."Aku tak akan kembali, sebelum wanita tua itu pergi dari rumahmu!" ungkap Aleandra bersedekap dada."Dia sudah pergi Al. Apa Zach tak menceritakannya padamu?""Bagaimana aku bisa berceritadad.Dia tak mengijinkanku bicara," ujar Zach masuk ke dalam pembicaraan antara Marvin dan Aleandra. Dia baru saja tiba setelah menunggu lama di toko bunga Elena. Namun tak ada satupun yang tiba. Hingga dia menghubungi Dave. Dan di sinilah dia sekarang.Merasa sudah cukup memberikan waktu kepada Marvin dan Aleandra untuk pertemuannya kembali. Dave, Elena dan Bianca ikut masuk mengekor dengan Zach."Ayo Al... Kita kembali. Aku akan ceritakan semuanya di rumah," ujar lagi Marvin. Dia masih
Ruangan yang dipesan Marvin memanglah cukup besar jika hanya mereka bertiga yang makan malam.Maka dari itu Marvin yang melihat seorang wanita kenalan Dave. Mengajak wanita itu untuk bergabung. Karena melihat kelakuan anak bungsunya yang terlihat tak bisa bergerak cepat untuk seorang wanita cantik.Elena yang merasa menjadi pusat perhatian kedua pria tersebut, bergerak gelisah. Meruntuki Bianca dan Aleandra yang tak kunjung datang membuatnya semakin serba salah."Well...Mrs.Grimson. Jadi kau memiliki toko bunga di dekat rumah sakit tempatku dulu dirawat karena mengalami kecelakaan?" tanya Marvin mencoba mencairkan suasana canggung yang terjadi. Dave memang payah dalam hal wanita. Anaknya itu malah memainkan ponselnya dengan serius."Elena saja. Aku tak terbiasa dengan panggilan nama belakang almarhum suamiku. Dan ya... Itu usahaku satu-satunya untukku melanjutkan hidup,” ungkap Elena."Oh... Maaf, aku tak bermaksud...."
"Zach?" gumam Aleandra, lalu dia bergegas membawa beberapa tangkai mawarnya dan berjalan memasuki toko."Al! Tunggu!" panggil Zach. Pria itu berusaha mengejar.Elena menoleh saat Aleandra memasuki toko dengan terburu-buru."Ini bunga mawarnya ka. Jika ada yang mencariku jangan katakan aku adalah Aleandra," ujarnya. Lalu Aleandra melanjutkan langkahnya menuju toilet."Hah? Ada apa Al?" tanya Elena bingung."Aleandra!" Panggil lagi Zach memasuki toko bunga. Aleandra terhenti, dirinya tak lagi bisa bersembunyi dari Zach. Sementara pandangan Zach beralih pada Elena."Kau?! Oh ternyata kau memang pembuat onar! Apa yang kau lakukan dengan adikku? Hah?!" tukas Elena."Dia adikmu?" tanya Zach bingung."Ya! Dia adikku!""Tidak! Dia Aleandra, dia hanya mempunyai satu kakak bernama Leanor." kata Zach."Siapa Aleandra? Dia itu Alexandra!"Zach yang menjadi kesal, melangkah maju hendak mendatangi Aleandra. Namun Elena l