Bukannya pulang Fiona malah pergi ke ruangan Bar dan Karaoke, entah sudah berapa gelas minuman yang dia teguk. Panas mulai menjalar pada tubuhnya, kepala berdenyut hebat saking pusingnya. Tapi Fiona tidak peduli, masih mengisi lagi gelasnya, meneguk hingga tandas.
Ciera Adisty Gabriel, salah satu sahabat baik Fiona, segera membawa gadis itu pergi sebelum Fiona benar-benar tepar di sini. Melangkah berat menahan tubuh Fiona yang sempoyongan, membuat Ciera kesulitan. "Emm" gumam Fiona linglung. "Carikan aku Pria, Ciera!", ucap Fiona hampir saja terjatuh. "Kamu serius?" "Pesankan aku kamar!", ucap Fiona memberi kartu hitamnya pada seorang Pria yang baru saja lewat. Ciera menjadi tegang, dan mencoba meraih tangan Fiona dari Pria asing itu. "Fio, hentikan. Biar aku saja yang pesan" tapi Pria itu terlanjur pergi membawa kartu Fiona. "Eh!" Cegah Ciera tapi percuma Pria itu tidak peduli. "Dasar bodoh!, bagaimana jika Pria itu tidak baik Fiona" geram Ciera sebal. "Aku tidak peduli" Fiona kembali berjalan sendiri, mengikuti Pria asing itu yang telah membukakan kamar untuknya. Baru memasuki kamar, Fiona langsung mencium bibir seksi itu, mereka larut dalam gairah menyelimuti malam. Sinar lampu, beradu dengan cahaya mentari yang menerjang kaca, silau membuat Fiona terbangun. Pusing kembali menyerang, dia mengingat kejadian semalam. Pegal menyerang seluruh badannya, bahkan rasa nyeri pada pusat inti miliknya begitu sakit. Fiona tidak menyangka dia akan memberikan mahkotanya pada Pria asing, hanya karena merasa sakit hati pada Leo yang telah menghianatinya. Tubuh polos itu masih terbungkus selimut, Fiona melirik ke samping dan tidak menemukan siapa pun. Sepatu pantofel hitam, datang dari balik pintu. Seorang Pria dengan postur tinggi, berjalan tegap. Mengenakan pakaian kasual, menghampiri Fiona. "Jadi kamu belum pergi", ucap Fiona meraih tasnya dan memberikan tumpukan uang pada Pria itu. "Ambillah!", perintah Fiona. Pria itu mengernyit, merasa Fiona tidak mengenalinya. "Kamu.., tidak mengenaliku?", tanya Pria itu. Sekarang Fiona yang bingung, menatap lamat Pria yang masih bertahan di tempatnya itu, "apa kita pernah bertemu?", tanya Fiona ragu. "Tidak" elak Pria itu. Tangannya beralih menyerahkan paperbag, yang berisi pakaian baru untuk Fiona, karena gaun yang di kenakan semalam terkoyak. "Ini untuk mu" ucap Pria itu, dan Fiona menerimanya. "Kamu bisa pergi" usir Fiona. Fiona sudah selesai mengenakan dress yang Pria itu berikan, memastikan penampilakan kembali rapi. Fiona heran melihat setumpuk uang yang dia berikan, masih tidak diambil. "Apa dia akan kembali lagi" gumam Fiona, dan memilih tidak peduli. Hellena Fiona Atmika, berjalan angkuh menuju resepsionis membayar tagihan kamarnya. Tapi, ternyata sudah di bayar oleh teman tidurnya. "Siapa dia, kenapa dia yang bayar. Bukankah dia hanya Pria panggilan" gumam Fiona semakin heran. Tapi kembali tidak peduli, segera berjalan keluar dari hotel yang di pesan orang tuanya untuk acara ulang tahunnya semalam. Dari dalam mobil hitam BMW, pria itu mengamati Fiona yang telah memasuki mobilnya. Alexander Diontara Nugraha, seorang Presdir muda yang memiliki bisnis hingga setengah kota. Pria matang berumur 34 tahun, yang masih betah melajang. Meski berwajah tampan banyak yang bilang Xander seorang Gay, karena tidak pernah mau mendekati perempuan manapun. "Akhirnya, aku menemukanmu" ucap Xander, tidak mau memalingkan mata dari perempuannya. Xander membuka pintu mobil, keluar menemui Fiona. Mobil merah milik Fiona, terhenti tiba-tiba, ketika Xander berjalan di depan sana. Kaca mobil menurun, menampilkan wajah Fiona yang menyembul. "Hei!, kamu sudah mengambil bayaranmu!", ucap Fiona lantang. Xander menggeleng, membuat Fiona berdecap sebal. Mencoba meraih tasnya, tapi suara Xander membuat Fiona mengurungkan niatnya. "Bisa aku meminta nomor anda saja" Fiona tidak banyak berpikir langsung memberikan nomor ponselnya, lagi pula sudah tidak ada lagi uang cash di dompetnya. "Uangmu masih di kamar hotel, segera ambil sebelum petugas memungutnya" peringat Fiona sebelum pergi melajukan mobilnya. Senyum terbit dari bibir Xander, Pria itu kembali memasuki mobilnya. *** Mobil Fiona memasuki pelataran rumah minimalis miliknya, rumah yang dia beli dengan uangnya sendiri. Begitu memasuki rumah pandangan Fiona melihat Alera sedang duduk di ruang tamu bersama Leo. "Mau apa kalian ke sini" ucapan ketus itu, membuat Ale terlonjak dan takut. Leo yang melihat itu, sontak menenangkan Alera, dan menghadapi Fiona. "Aku hanya ingin menyampaikan pembatalan pertunangan kita" ucap Leonadric. "Ah, hahaha" muka Fiona berubah datar setelah tertawa, dia mengerti dengan yang terjadi. "Jadi begitu" lanjut Fiona menekan. "Tapi aku tidak mau" tolak Fiona. Ale sangat terkejut, memegang erat lengan Leo. Hatinya menjadi gelisah sekarang, Leo langsung merespon Alera, balik menggenggam tangan Alera agar tenang. "Papa" ucap Alera tiba-tiba, melihat kedatangan Agra dan Feronika membuat senyum kembali terbit. "Baguslah kamu sudah datang" ucap Feronika sinis. "Fiona, Pertunangan kalian harus di batalkan. Leo akan menikahi Alera" putus Agra. "Apa maksud Papa bicara seperti itu, seenaknya mempermainkan diriku!" "Itu salah kamu sendiri!" Amuk Agra balik, melempar lembaran foto Fiona tadi malam. "Kamu pikir, keluarga Leo mau menerima wanita seperti dirimu" ucap Feronika jengkel. Fiona menarik napas, menatap acuh pada foto yang berserakan di lantai. "Bukankah hal semacam ini sesuatu yang biasa. Ma, dirimu juga melakukan hal yang sama untuk menikahi Papaku, dan keluargaku tetap menerima dirimu" ucap Fio tenang. Plakk Tamparan keras, Fiona dapatkan dari Agra bukan hanya berbekas tapi ujung bibirnya juga berdarah. "Dasar anak kurang ajar!, jaga ucapanmu!!" "ANDA TERSINGGUNG AGRA DIMANTARA!!" , teriak lantang Fiona menggelegar. "Dirimu, tidak jauh lebih hina dari aku. Meniduri suami orang, untuk merusak keluarga orang lain!", ucap Fiona menunjuk wajah Feronika, hingga memerah. Tangis keluar begitu saja, Feronika tidak menyangka Fiona akan menghina dirinya seperti ini. Plakk Satu tamparan lagi Agra berikan, setelah mendengar kata-kata Fiona hingga membuat istrinya menangis. "Kak, tolong jangan ungkit masa lalu Mama lagi. Mama sudah menyesalinya." , mohon Alera. Fiona menghentak tangan Alera hingga dia mundur dan hampir jatuh, untungnya Leo berhasil menahan tubuh Alera. "Lalu bagaimana dengan dirimu, apa menyesal telah merebut tunanganku" ucap Fiona menarik kuat rambut Alera. "Kak lepas sakit" rintih Alera, sambil menangis tersedu. "Fiona lepas!" Bentak Leo, menyingkirkan tangan Fiona. "Aku yang memilih untuk menikah dengan Alera, wanita yang aku cintai" ucap Leo telak, kembali menghantam ulu hati Fiona. "Apa dirimu tidak pernah mencintai aku Leo" ucap Fiona pelan. Tapi Leo hanya terdiam, membuang muka. Membuat Fiona semakin merasa sakit hati, setetes air mata jatuh di sebelah pipinya. Fiona merasa di khianati, oleh Leo. Bukankah sebelumnya Leo setuju, kenapa sekarang malah mencintai Alera. Kepergian Leo bersama Alera, juga membawa Agra dan Feronika pergi dari rumah Fiona. Wajah mulus itu semakin deras di banjiri air mata, kedua tangan terkepal kuat. "Akh" Fiona berusaha menghentikan tangisnya, merogoh ponselnya menghubungi nomor seseorang. "Datanglah ke rumahku nanti malam, dan pastikan dirimu tidak menyentuh orang lain dulu, selain aku" Fiona mematikan panggilannya, berjalan tertatih menuju kamarnya. Xander sangat senang, Fiona kembali membutuhkan dirinya. Senyum merekah lebar menghiasi wajahnya yang tampak bahagia. "Sekarang dirimu adalah wanitaku Lena, selamanya" ucap Xander kembali sibuk dengan berkas di atas mejanya.Fiona sedang bersantai di ruang tamu, menunggu orang yang harusnya sudah tiba dari tadi. Gadis itu mengenakan pakaian kasual, mengetuk layar ponselnya. Siluet Pria terlihat memasuki rumah, Xander berjalan pelan mendekati Fiona. Dan memeluk Fiona dari belakang, sontak perlakuan Xander yang langsung menyentuh leher Fiona membuat gadis itu terkejut. "Eh", Fiona mengelak membuat Xander menjauh. "Kamu baru datang" ucap Fiona sebal. "Ikut aku sekarang!", perintah Fiona yang mendapat tatapan bingung dari Xander. "Kenapa kita keluar?" "Sudah ikut saja, nanti juga tahu" jawab Fiona ketus. Xander memasuki mobil Fiona, dan duduk di samping kemudi. "Biar aku saja yang menyetir" pinta Xander, ketika Fiona hendak memasang sling belt. "Tidak perlu" jawab Fiona acuh, dan mulai melajukan mobilnya. Setelah hampir tiga puluh menit berlalu, mobil tampak memasuki area rumah sakit, membuat Xander semakin bingung. "Kenapa kita ke sini?, siapa yang sakit?", pertanyaan Xander tidak mendapat jawaban, m
Fiona berjalan gegas dengan wajah sebal, dia tidak akan membiarkan Alera dengan mudah mengambil posisinya. Embusan napas kasar keluar begitu saja, kepala Fiona terasa akan meledak sekarang. Bibir Fiona berkedut, memendam emosi, Alera pasti sengaja meminta posisi itu pada Agra untuk menggantikan dia sebagai CEO. Wanita itu sangat licik di mata Fiona, sama seperti ibunya, Feronika. Fiona melihat barang-barangnya di bawah masuk oleh beberapa orang suruhan Agra ke dalam ruangan manager pemasaran, langkah kaki berjalan tenang dengan wajah datar menghampiri mereka. “Yang benar saja, dia memindahkan aku ke sini!!” meski terlonjak mendengar suara melengking Fiona, mereka tetap melanjutkan tugasnya. “Pak Yandra, jelaskan semua ini” ucap Fiona penuh penekanan pada Pria yang menjadi asisten Agra. “Nona, Pak Agra meminta Anda tetap di sini sampai beliau memberi keputusan” Papar Yandra lalu pergi. Sirat mata Fiona penuh amarah yang tertahan, menerawang apa yang akan terjadi selanjutnya.
Alera membelak mendengar ucapan Fiona, langkah kaki Fiona yang semakin mendekat, membuat dia gugup dan tanpa sadar kakinya mundur perlahan. "maksud Kakak apa?, kenapa berbicara seperti itu?" kaki Alera berhenti bergerak, badannya terpaku, menangkap sirat mata Fiona yang tampak tenang tapi menghawatirkan. "kamu mau apa?" ucap Alera lagi, lebih tenang. dua tangan Fiona terangkat, menyentuh kedua bahu Alera hingga terguncang. Alera menutup mata, merasakan cengkeraman pada bahunya. mata Alera kembali terbuka, bersitatap dengan Fiona yang malah tersenyum simpul. "kamu takut Ale?" Fiona melepas tangannya dari bahu Alera kemudian berbalik berjalan mendekati meja, meraba kelopak bunga mawar. "aku pikir kamu sudah biasa" Fiona menoleh melihat wajah Alera yang tampak tegar, dan biasa saja. "bukankah, aku sudah sering melakukannya?, lalu kamu akan menangis meminta pertolongan, merengek, itu kan caramu menghadapi masalah, Ale" dari sudut mata Fiona terlihat wajah Alera biasa saja dan ta
Alera masih menunggu memandang wajah Leo dengan lamat, menyelami kedua mata Pria itu yang tampak heran. " “apa maksudmu?, aku bahkan tidak pernah mencintai Fiona” Leonadric tidak pernah menyukai Fiona, meski dia memiliki paras yang lebih cantik dari Alera. Fiona selalu tampil totalitas dengan riasan tegas di wajahnya, menampilkan keanggunan yang di balut kesan mewah dan keangkuhan. Berbeda dengan Alera, wajahnya selalu terlihat segar dan lembut dengan riasan tipis dan sederhana. Karena itu juga memberi kesan yang berbeda saat Leo bertemu keduanya. Jawaban Leo membuat Alera lega, ternyata Pria itu tidak pernah menyukai Kakak tirinya itu. Pantas saja Alera bisa mendapat hati Leo dengan mudah. Dan itu berarti bukan Leo yang memberikan hadiah untuk Fiona, tapi siapa?. Leo mengerti dengan kekhawatiran Alera, buru-buru mengkonfirmasi ucapannya. “Ale, sepertinya dirimu salah paham. Maksudku, aku sedang membahas gaun pernikahan milikmu dengan Fiona” “benarkah?” jawab Alera semrin
Matahari mulai tenggelam, beberapa karyawan telah beranjak menyisakan kursi kosong, sorot lampu menyala dan mati silih berganti. Di dalam ruangannya Fiona masih begitu sibuk, dia harus mengerahkan semua kemampuannya. Ini bukan lagi hanya sekedar kerja sama, tapi posisi yang harus dia jaga.Bunyi denting dari dawai membuat layarnya hidup sesaat, mengusik pendengaran meminta di perhatikan. Punggung menyandar melepas penat, diraihnya benda pipih itu dan mendapati satu pesan dari Diontara.“Menjengkelkan” Fiona mendengus setelah membaca pesan tersebut. Tapi pada akhirnya dia menutup laptop dan beranjak. Buru-buru berjalan melewati lorong yang temaram, membuka lift dan menghilang setelah pintu beludru itu tertutup rapat, dengan angka yang terus bergerak mundur.Di luar gedung Xander menunggu dengan sabar di dalam kemudi, terus memperhatikan lobi yang masih menyala, dan beberapa sorot lampu di lantai atas masih hidup.Pesannya sudah di baca oleh Fiona, tapi dia tidak yakin apa Fiona setuju
Hellena Fiona Atmika putri tunggal dari pasangan Agra Dimantara dan Daisy Purnama. Agra Dimantara pria berusia 54 tahun, seorang Presdir di Lencana Group, istri pertamanya Daisy Purnama telah meninggal di usia 35 tahun. Agra menikah lagi dengan sekertarisnya, Feronika. Dan memiliki putri yang bernama Alera Pujiasmi Kirana yang terpaut 5 tahun dari Fiona.Genap di usia 26 tahun, angka yang berdiri tegak di atas kue tar bertumpuk dua dengan api masih berkobar di sumbu lilin. Sekali hempus angin, api berganti asap bertebaran. Suara riuh tepuk tangan, menggema di seisi ruangan yang di hadari berbagai orang dan kalangan, mengenakan baju terbaik mereka di acara ulang tahun Fiona.Fiona meraih pisau kue, dan mulai memberikan potongan pertama untuk Papanya, Agra Dimantara. Senyum lebar terbit dari keduanya, begitu pula dua wanita yang mengapit mereka. Terlihat sempurna, tapi sebenarnya tersimpan benci yang mendalam."Kak, ini hadiah dari aku" ucap Alera semangat, menyerahkan sekotak kado yang
Matahari mulai tenggelam, beberapa karyawan telah beranjak menyisakan kursi kosong, sorot lampu menyala dan mati silih berganti. Di dalam ruangannya Fiona masih begitu sibuk, dia harus mengerahkan semua kemampuannya. Ini bukan lagi hanya sekedar kerja sama, tapi posisi yang harus dia jaga.Bunyi denting dari dawai membuat layarnya hidup sesaat, mengusik pendengaran meminta di perhatikan. Punggung menyandar melepas penat, diraihnya benda pipih itu dan mendapati satu pesan dari Diontara.“Menjengkelkan” Fiona mendengus setelah membaca pesan tersebut. Tapi pada akhirnya dia menutup laptop dan beranjak. Buru-buru berjalan melewati lorong yang temaram, membuka lift dan menghilang setelah pintu beludru itu tertutup rapat, dengan angka yang terus bergerak mundur.Di luar gedung Xander menunggu dengan sabar di dalam kemudi, terus memperhatikan lobi yang masih menyala, dan beberapa sorot lampu di lantai atas masih hidup.Pesannya sudah di baca oleh Fiona, tapi dia tidak yakin apa Fiona setuju
Alera masih menunggu memandang wajah Leo dengan lamat, menyelami kedua mata Pria itu yang tampak heran. " “apa maksudmu?, aku bahkan tidak pernah mencintai Fiona” Leonadric tidak pernah menyukai Fiona, meski dia memiliki paras yang lebih cantik dari Alera. Fiona selalu tampil totalitas dengan riasan tegas di wajahnya, menampilkan keanggunan yang di balut kesan mewah dan keangkuhan. Berbeda dengan Alera, wajahnya selalu terlihat segar dan lembut dengan riasan tipis dan sederhana. Karena itu juga memberi kesan yang berbeda saat Leo bertemu keduanya. Jawaban Leo membuat Alera lega, ternyata Pria itu tidak pernah menyukai Kakak tirinya itu. Pantas saja Alera bisa mendapat hati Leo dengan mudah. Dan itu berarti bukan Leo yang memberikan hadiah untuk Fiona, tapi siapa?. Leo mengerti dengan kekhawatiran Alera, buru-buru mengkonfirmasi ucapannya. “Ale, sepertinya dirimu salah paham. Maksudku, aku sedang membahas gaun pernikahan milikmu dengan Fiona” “benarkah?” jawab Alera semrin
Alera membelak mendengar ucapan Fiona, langkah kaki Fiona yang semakin mendekat, membuat dia gugup dan tanpa sadar kakinya mundur perlahan. "maksud Kakak apa?, kenapa berbicara seperti itu?" kaki Alera berhenti bergerak, badannya terpaku, menangkap sirat mata Fiona yang tampak tenang tapi menghawatirkan. "kamu mau apa?" ucap Alera lagi, lebih tenang. dua tangan Fiona terangkat, menyentuh kedua bahu Alera hingga terguncang. Alera menutup mata, merasakan cengkeraman pada bahunya. mata Alera kembali terbuka, bersitatap dengan Fiona yang malah tersenyum simpul. "kamu takut Ale?" Fiona melepas tangannya dari bahu Alera kemudian berbalik berjalan mendekati meja, meraba kelopak bunga mawar. "aku pikir kamu sudah biasa" Fiona menoleh melihat wajah Alera yang tampak tegar, dan biasa saja. "bukankah, aku sudah sering melakukannya?, lalu kamu akan menangis meminta pertolongan, merengek, itu kan caramu menghadapi masalah, Ale" dari sudut mata Fiona terlihat wajah Alera biasa saja dan ta
Fiona berjalan gegas dengan wajah sebal, dia tidak akan membiarkan Alera dengan mudah mengambil posisinya. Embusan napas kasar keluar begitu saja, kepala Fiona terasa akan meledak sekarang. Bibir Fiona berkedut, memendam emosi, Alera pasti sengaja meminta posisi itu pada Agra untuk menggantikan dia sebagai CEO. Wanita itu sangat licik di mata Fiona, sama seperti ibunya, Feronika. Fiona melihat barang-barangnya di bawah masuk oleh beberapa orang suruhan Agra ke dalam ruangan manager pemasaran, langkah kaki berjalan tenang dengan wajah datar menghampiri mereka. “Yang benar saja, dia memindahkan aku ke sini!!” meski terlonjak mendengar suara melengking Fiona, mereka tetap melanjutkan tugasnya. “Pak Yandra, jelaskan semua ini” ucap Fiona penuh penekanan pada Pria yang menjadi asisten Agra. “Nona, Pak Agra meminta Anda tetap di sini sampai beliau memberi keputusan” Papar Yandra lalu pergi. Sirat mata Fiona penuh amarah yang tertahan, menerawang apa yang akan terjadi selanjutnya.
Fiona sedang bersantai di ruang tamu, menunggu orang yang harusnya sudah tiba dari tadi. Gadis itu mengenakan pakaian kasual, mengetuk layar ponselnya. Siluet Pria terlihat memasuki rumah, Xander berjalan pelan mendekati Fiona. Dan memeluk Fiona dari belakang, sontak perlakuan Xander yang langsung menyentuh leher Fiona membuat gadis itu terkejut. "Eh", Fiona mengelak membuat Xander menjauh. "Kamu baru datang" ucap Fiona sebal. "Ikut aku sekarang!", perintah Fiona yang mendapat tatapan bingung dari Xander. "Kenapa kita keluar?" "Sudah ikut saja, nanti juga tahu" jawab Fiona ketus. Xander memasuki mobil Fiona, dan duduk di samping kemudi. "Biar aku saja yang menyetir" pinta Xander, ketika Fiona hendak memasang sling belt. "Tidak perlu" jawab Fiona acuh, dan mulai melajukan mobilnya. Setelah hampir tiga puluh menit berlalu, mobil tampak memasuki area rumah sakit, membuat Xander semakin bingung. "Kenapa kita ke sini?, siapa yang sakit?", pertanyaan Xander tidak mendapat jawaban, m
Bukannya pulang Fiona malah pergi ke ruangan Bar dan Karaoke, entah sudah berapa gelas minuman yang dia teguk. Panas mulai menjalar pada tubuhnya, kepala berdenyut hebat saking pusingnya. Tapi Fiona tidak peduli, masih mengisi lagi gelasnya, meneguk hingga tandas. Ciera Adisty Gabriel, salah satu sahabat baik Fiona, segera membawa gadis itu pergi sebelum Fiona benar-benar tepar di sini. Melangkah berat menahan tubuh Fiona yang sempoyongan, membuat Ciera kesulitan. "Emm" gumam Fiona linglung. "Carikan aku Pria, Ciera!", ucap Fiona hampir saja terjatuh. "Kamu serius?" "Pesankan aku kamar!", ucap Fiona memberi kartu hitamnya pada seorang Pria yang baru saja lewat. Ciera menjadi tegang, dan mencoba meraih tangan Fiona dari Pria asing itu. "Fio, hentikan. Biar aku saja yang pesan" tapi Pria itu terlanjur pergi membawa kartu Fiona. "Eh!" Cegah Ciera tapi percuma Pria itu tidak peduli. "Dasar bodoh!, bagaimana jika Pria itu tidak baik Fiona" geram Ciera sebal. "Aku tidak peduli" Fi
Hellena Fiona Atmika putri tunggal dari pasangan Agra Dimantara dan Daisy Purnama. Agra Dimantara pria berusia 54 tahun, seorang Presdir di Lencana Group, istri pertamanya Daisy Purnama telah meninggal di usia 35 tahun. Agra menikah lagi dengan sekertarisnya, Feronika. Dan memiliki putri yang bernama Alera Pujiasmi Kirana yang terpaut 5 tahun dari Fiona.Genap di usia 26 tahun, angka yang berdiri tegak di atas kue tar bertumpuk dua dengan api masih berkobar di sumbu lilin. Sekali hempus angin, api berganti asap bertebaran. Suara riuh tepuk tangan, menggema di seisi ruangan yang di hadari berbagai orang dan kalangan, mengenakan baju terbaik mereka di acara ulang tahun Fiona.Fiona meraih pisau kue, dan mulai memberikan potongan pertama untuk Papanya, Agra Dimantara. Senyum lebar terbit dari keduanya, begitu pula dua wanita yang mengapit mereka. Terlihat sempurna, tapi sebenarnya tersimpan benci yang mendalam."Kak, ini hadiah dari aku" ucap Alera semangat, menyerahkan sekotak kado yang