Alera membelak mendengar ucapan Fiona, langkah kaki Fiona yang semakin mendekat, membuat dia gugup dan tanpa sadar kakinya mundur perlahan.
"maksud Kakak apa?, kenapa berbicara seperti itu?" kaki Alera berhenti bergerak, badannya terpaku, menangkap sirat mata Fiona yang tampak tenang tapi menghawatirkan. "kamu mau apa?" ucap Alera lagi, lebih tenang. dua tangan Fiona terangkat, menyentuh kedua bahu Alera hingga terguncang. Alera menutup mata, merasakan cengkeraman pada bahunya. mata Alera kembali terbuka, bersitatap dengan Fiona yang malah tersenyum simpul. "kamu takut Ale?" Fiona melepas tangannya dari bahu Alera kemudian berbalik berjalan mendekati meja, meraba kelopak bunga mawar. "aku pikir kamu sudah biasa" Fiona menoleh melihat wajah Alera yang tampak tegar, dan biasa saja. "bukankah, aku sudah sering melakukannya?, lalu kamu akan menangis meminta pertolongan, merengek, itu kan caramu menghadapi masalah, Ale" dari sudut mata Fiona terlihat wajah Alera biasa saja dan tampak cuek, sangat berbeda jika sedang ada orang di antara perseteruan mereka. Semua itu telah berlangsung lama, sejak mereka kecil. Selalu berkelahi, lebih tepatnya di mata semua orang Fiona yang mengganggu Alera hingga menangis. Dan apa sebutan untuk anak yang melawan?, nakal, pembangkang, dan sekarang saat dia telah dewasa mereka menyebut dirinya Gadis yang jahat. Alera gadis yang lemah, dan penuh perasaan, mudah sedih untuk mengungkapkan ekspresinya. Tapi bagi Fiona itu cengeng namanya, playing victim. Dia yang berulah, dia juga yang merasa tersakiti. Orang yang paling Fiona benci adalah Alera, penuh kepura-puraan. Fiona memutar badannya, kembali menghadap pada Alera, membuat Alera terkesiap dan menjadi gugup. "Kak Fio, maaf. Aku tidak bermaksud mengganggumu, aku hanya ingin minta maaf, Kakak tau kan Papa terlalu menyayangiku—" "ya, aku tahu!, dia sangat menyayangimu. Kenapa tidak minta satu dunia sekalian padanya!" hardik Fiona memutar mata malas, sambil mengibaskan tangan. Mengusir paksa Alera, dia sangat muak melihat wajah adik tirinya itu. Alera pergi dengan wajah tertunduk, tapi tangannya terkepal berjalan dengan kesal. semua barang-barang yang berada di ruangan Fiona terus mengusik pikiran Alera. Leo yang melihat itu dari kejauhan, menghampiri Alera. "Alera, ada apa?" sontak membuat Alera terkejut. sebelah alis Leo terangkat, merasa ada yang tidak beres dengan Alera. "aku tidak apa-apa" "ya sudah" Leo kembali berjalan berlawanan arah, membuat Alera bingung dan kembali terganggu. melihat sifat Leo yang aneh, dan malah seperti ingin menuju ruangan Fiona. "Kak Leo tunggu!" cegah Alera sedikit berlari. "Akh" Alera terjatuh karena tidak hati-hati, satu hak sepatunya patah. tapi sosok Leo semakin jauh, bahkan Leo tidak peduli dengannya yang sedang bersimpuh di lantai. pandangan para karyawan kembali teralihkan menatap malu dan meleleh dengan kedatangan Leo kali ini. "benarkan, orangnya muncul" gumam seseorang di antara mereka. tidak jauh berbeda dengan Alera, pandangan Leo juga terkesima pada ruangan Fiona yang tampak penuh. 'ada apa ini, penyambutan?, tapi dia sedang tidak naik jabatan. Kenapa begitu banyak hadiah di sini' "untuk apa ke sini!" suara ketus Fiona menyadarkan Leonadric. Leo melangkah memperhatikan sekitar, "kamu menerima penyambutan rupanya" kelakar Leo memperhatikan buket mawar besar di sana. 'ini sesuatu yang romantis' "ya, tentu saja. Mereka sangat senang orang yang begitu konpeten seperti aku, menjadi manajer mereka" jawab Fiona sarkas. "ekhm", Leo berdehem mengalihkan pembicaraan. "mengenai, gaun pegantin yang sudah di pesan bisakah kamu meminta desainer untuk menyesuaikan dengan ukuran Alera" perkataan Leo, membuat Fiona kesal. Ternyata kedatangan Pria itu hanya untuk memberikan gaun impiannya pada Alera. "aku sudah membatalkannya, jadi silahkan pesan ulang saja, sesuai selera wanitamu itu" Fiona tidak akan sudi menyerahkan gaun impiannnya untuk Alera, ingin sekali Fiona melempar kepala Leonadric sekarang. Gaun itu adalah milik ibunya, yang Fiona modif ulang mengikuti perubahan Zaman. Gaun yang niatnya akan dia kenakan di pesta pernikahaannya dengan Leo. Tapi mereka lagi-lagi mempermainkan dia, hanya sebuah kesalahan. Lagi pula Fiona yakin itu di sengaja, agar Leo bisa memutus hubungan dengan dirinya. Jika tidak , mana mungkin mereka mendapat foto erotisnya, saat bersama Diontara malam itu. Alera berdiri dengan susah payah, menahan sakit pada pergelangan kakinya. Baru saja melangkah berniat mengejar Leo ternyata dia sudah kembali dengan wajah di tekuk. "Kak Leo!" panggil Alera lembut. "Ale, kamu kenapa?" tanya Leo khawatir, memandang sepatu Alera yang rusak. "kenapa bisa seperti ini?" tanyanya lagi, semakin penasaran. "kakiku terkilir" jawab Alera cemberut, dia seperti ini karena berusaha mengejar Leo tapi Pria itu tidak menghiraukan dia tadi. "Kak Leo sedang apa tadi?" ucap Alera hati-hati, dia merasa gugup dan gelisah, apa Leo menemui Fiona. "bertemu Fiona, membicarakan soal gaun pernikahan" jawab Leo santai, tidak memperhatikan eksperesi Alera yang berubah keruh dan terkejut. "Ga-gaun" ucap Alera terbata, berpikir jika benar semua hadiah itu dari Leo. Dan sepertinya, mereka akan kembali melanjutkan pernikahan. "Apa kamu masih mencintainya?" tanya Alera begitu lirih, membuat Leo menoleh.Alera masih menunggu memandang wajah Leo dengan lamat, menyelami kedua mata Pria itu yang tampak heran. " “apa maksudmu?, aku bahkan tidak pernah mencintai Fiona” Leonadric tidak pernah menyukai Fiona, meski dia memiliki paras yang lebih cantik dari Alera. Fiona selalu tampil totalitas dengan riasan tegas di wajahnya, menampilkan keanggunan yang di balut kesan mewah dan keangkuhan. Berbeda dengan Alera, wajahnya selalu terlihat segar dan lembut dengan riasan tipis dan sederhana. Karena itu juga memberi kesan yang berbeda saat Leo bertemu keduanya. Jawaban Leo membuat Alera lega, ternyata Pria itu tidak pernah menyukai Kakak tirinya itu. Pantas saja Alera bisa mendapat hati Leo dengan mudah. Dan itu berarti bukan Leo yang memberikan hadiah untuk Fiona, tapi siapa?. Leo mengerti dengan kekhawatiran Alera, buru-buru mengkonfirmasi ucapannya. “Ale, sepertinya dirimu salah paham. Maksudku, aku sedang membahas gaun pernikahan milikmu dengan Fiona” “benarkah?” jawab Alera semrin
Matahari mulai tenggelam, beberapa karyawan telah beranjak menyisakan kursi kosong, sorot lampu menyala dan mati silih berganti. Di dalam ruangannya Fiona masih begitu sibuk, dia harus mengerahkan semua kemampuannya. Ini bukan lagi hanya sekedar kerja sama, tapi posisi yang harus dia jaga.Bunyi denting dari dawai membuat layarnya hidup sesaat, mengusik pendengaran meminta di perhatikan. Punggung menyandar melepas penat, diraihnya benda pipih itu dan mendapati satu pesan dari Diontara.“Menjengkelkan” Fiona mendengus setelah membaca pesan tersebut. Tapi pada akhirnya dia menutup laptop dan beranjak. Buru-buru berjalan melewati lorong yang temaram, membuka lift dan menghilang setelah pintu beludru itu tertutup rapat, dengan angka yang terus bergerak mundur.Di luar gedung Xander menunggu dengan sabar di dalam kemudi, terus memperhatikan lobi yang masih menyala, dan beberapa sorot lampu di lantai atas masih hidup.Pesannya sudah di baca oleh Fiona, tapi dia tidak yakin apa Fiona setuju
Hellena Fiona Atmika putri tunggal dari pasangan Agra Dimantara dan Daisy Purnama. Agra Dimantara pria berusia 54 tahun, seorang Presdir di Lencana Group, istri pertamanya Daisy Purnama telah meninggal di usia 35 tahun. Agra menikah lagi dengan sekertarisnya, Feronika. Dan memiliki putri yang bernama Alera Pujiasmi Kirana yang terpaut 5 tahun dari Fiona.Genap di usia 26 tahun, angka yang berdiri tegak di atas kue tar bertumpuk dua dengan api masih berkobar di sumbu lilin. Sekali hempus angin, api berganti asap bertebaran. Suara riuh tepuk tangan, menggema di seisi ruangan yang di hadari berbagai orang dan kalangan, mengenakan baju terbaik mereka di acara ulang tahun Fiona.Fiona meraih pisau kue, dan mulai memberikan potongan pertama untuk Papanya, Agra Dimantara. Senyum lebar terbit dari keduanya, begitu pula dua wanita yang mengapit mereka. Terlihat sempurna, tapi sebenarnya tersimpan benci yang mendalam."Kak, ini hadiah dari aku" ucap Alera semangat, menyerahkan sekotak kado yang
Bukannya pulang Fiona malah pergi ke ruangan Bar dan Karaoke, entah sudah berapa gelas minuman yang dia teguk. Panas mulai menjalar pada tubuhnya, kepala berdenyut hebat saking pusingnya. Tapi Fiona tidak peduli, masih mengisi lagi gelasnya, meneguk hingga tandas. Ciera Adisty Gabriel, salah satu sahabat baik Fiona, segera membawa gadis itu pergi sebelum Fiona benar-benar tepar di sini. Melangkah berat menahan tubuh Fiona yang sempoyongan, membuat Ciera kesulitan. "Emm" gumam Fiona linglung. "Carikan aku Pria, Ciera!", ucap Fiona hampir saja terjatuh. "Kamu serius?" "Pesankan aku kamar!", ucap Fiona memberi kartu hitamnya pada seorang Pria yang baru saja lewat. Ciera menjadi tegang, dan mencoba meraih tangan Fiona dari Pria asing itu. "Fio, hentikan. Biar aku saja yang pesan" tapi Pria itu terlanjur pergi membawa kartu Fiona. "Eh!" Cegah Ciera tapi percuma Pria itu tidak peduli. "Dasar bodoh!, bagaimana jika Pria itu tidak baik Fiona" geram Ciera sebal. "Aku tidak peduli" Fi
Fiona sedang bersantai di ruang tamu, menunggu orang yang harusnya sudah tiba dari tadi. Gadis itu mengenakan pakaian kasual, mengetuk layar ponselnya. Siluet Pria terlihat memasuki rumah, Xander berjalan pelan mendekati Fiona. Dan memeluk Fiona dari belakang, sontak perlakuan Xander yang langsung menyentuh leher Fiona membuat gadis itu terkejut. "Eh", Fiona mengelak membuat Xander menjauh. "Kamu baru datang" ucap Fiona sebal. "Ikut aku sekarang!", perintah Fiona yang mendapat tatapan bingung dari Xander. "Kenapa kita keluar?" "Sudah ikut saja, nanti juga tahu" jawab Fiona ketus. Xander memasuki mobil Fiona, dan duduk di samping kemudi. "Biar aku saja yang menyetir" pinta Xander, ketika Fiona hendak memasang sling belt. "Tidak perlu" jawab Fiona acuh, dan mulai melajukan mobilnya. Setelah hampir tiga puluh menit berlalu, mobil tampak memasuki area rumah sakit, membuat Xander semakin bingung. "Kenapa kita ke sini?, siapa yang sakit?", pertanyaan Xander tidak mendapat jawaban, m
Fiona berjalan gegas dengan wajah sebal, dia tidak akan membiarkan Alera dengan mudah mengambil posisinya. Embusan napas kasar keluar begitu saja, kepala Fiona terasa akan meledak sekarang. Bibir Fiona berkedut, memendam emosi, Alera pasti sengaja meminta posisi itu pada Agra untuk menggantikan dia sebagai CEO. Wanita itu sangat licik di mata Fiona, sama seperti ibunya, Feronika. Fiona melihat barang-barangnya di bawah masuk oleh beberapa orang suruhan Agra ke dalam ruangan manager pemasaran, langkah kaki berjalan tenang dengan wajah datar menghampiri mereka. “Yang benar saja, dia memindahkan aku ke sini!!” meski terlonjak mendengar suara melengking Fiona, mereka tetap melanjutkan tugasnya. “Pak Yandra, jelaskan semua ini” ucap Fiona penuh penekanan pada Pria yang menjadi asisten Agra. “Nona, Pak Agra meminta Anda tetap di sini sampai beliau memberi keputusan” Papar Yandra lalu pergi. Sirat mata Fiona penuh amarah yang tertahan, menerawang apa yang akan terjadi selanjutnya.
Matahari mulai tenggelam, beberapa karyawan telah beranjak menyisakan kursi kosong, sorot lampu menyala dan mati silih berganti. Di dalam ruangannya Fiona masih begitu sibuk, dia harus mengerahkan semua kemampuannya. Ini bukan lagi hanya sekedar kerja sama, tapi posisi yang harus dia jaga.Bunyi denting dari dawai membuat layarnya hidup sesaat, mengusik pendengaran meminta di perhatikan. Punggung menyandar melepas penat, diraihnya benda pipih itu dan mendapati satu pesan dari Diontara.“Menjengkelkan” Fiona mendengus setelah membaca pesan tersebut. Tapi pada akhirnya dia menutup laptop dan beranjak. Buru-buru berjalan melewati lorong yang temaram, membuka lift dan menghilang setelah pintu beludru itu tertutup rapat, dengan angka yang terus bergerak mundur.Di luar gedung Xander menunggu dengan sabar di dalam kemudi, terus memperhatikan lobi yang masih menyala, dan beberapa sorot lampu di lantai atas masih hidup.Pesannya sudah di baca oleh Fiona, tapi dia tidak yakin apa Fiona setuju
Alera masih menunggu memandang wajah Leo dengan lamat, menyelami kedua mata Pria itu yang tampak heran. " “apa maksudmu?, aku bahkan tidak pernah mencintai Fiona” Leonadric tidak pernah menyukai Fiona, meski dia memiliki paras yang lebih cantik dari Alera. Fiona selalu tampil totalitas dengan riasan tegas di wajahnya, menampilkan keanggunan yang di balut kesan mewah dan keangkuhan. Berbeda dengan Alera, wajahnya selalu terlihat segar dan lembut dengan riasan tipis dan sederhana. Karena itu juga memberi kesan yang berbeda saat Leo bertemu keduanya. Jawaban Leo membuat Alera lega, ternyata Pria itu tidak pernah menyukai Kakak tirinya itu. Pantas saja Alera bisa mendapat hati Leo dengan mudah. Dan itu berarti bukan Leo yang memberikan hadiah untuk Fiona, tapi siapa?. Leo mengerti dengan kekhawatiran Alera, buru-buru mengkonfirmasi ucapannya. “Ale, sepertinya dirimu salah paham. Maksudku, aku sedang membahas gaun pernikahan milikmu dengan Fiona” “benarkah?” jawab Alera semrin
Alera membelak mendengar ucapan Fiona, langkah kaki Fiona yang semakin mendekat, membuat dia gugup dan tanpa sadar kakinya mundur perlahan. "maksud Kakak apa?, kenapa berbicara seperti itu?" kaki Alera berhenti bergerak, badannya terpaku, menangkap sirat mata Fiona yang tampak tenang tapi menghawatirkan. "kamu mau apa?" ucap Alera lagi, lebih tenang. dua tangan Fiona terangkat, menyentuh kedua bahu Alera hingga terguncang. Alera menutup mata, merasakan cengkeraman pada bahunya. mata Alera kembali terbuka, bersitatap dengan Fiona yang malah tersenyum simpul. "kamu takut Ale?" Fiona melepas tangannya dari bahu Alera kemudian berbalik berjalan mendekati meja, meraba kelopak bunga mawar. "aku pikir kamu sudah biasa" Fiona menoleh melihat wajah Alera yang tampak tegar, dan biasa saja. "bukankah, aku sudah sering melakukannya?, lalu kamu akan menangis meminta pertolongan, merengek, itu kan caramu menghadapi masalah, Ale" dari sudut mata Fiona terlihat wajah Alera biasa saja dan ta
Fiona berjalan gegas dengan wajah sebal, dia tidak akan membiarkan Alera dengan mudah mengambil posisinya. Embusan napas kasar keluar begitu saja, kepala Fiona terasa akan meledak sekarang. Bibir Fiona berkedut, memendam emosi, Alera pasti sengaja meminta posisi itu pada Agra untuk menggantikan dia sebagai CEO. Wanita itu sangat licik di mata Fiona, sama seperti ibunya, Feronika. Fiona melihat barang-barangnya di bawah masuk oleh beberapa orang suruhan Agra ke dalam ruangan manager pemasaran, langkah kaki berjalan tenang dengan wajah datar menghampiri mereka. “Yang benar saja, dia memindahkan aku ke sini!!” meski terlonjak mendengar suara melengking Fiona, mereka tetap melanjutkan tugasnya. “Pak Yandra, jelaskan semua ini” ucap Fiona penuh penekanan pada Pria yang menjadi asisten Agra. “Nona, Pak Agra meminta Anda tetap di sini sampai beliau memberi keputusan” Papar Yandra lalu pergi. Sirat mata Fiona penuh amarah yang tertahan, menerawang apa yang akan terjadi selanjutnya.
Fiona sedang bersantai di ruang tamu, menunggu orang yang harusnya sudah tiba dari tadi. Gadis itu mengenakan pakaian kasual, mengetuk layar ponselnya. Siluet Pria terlihat memasuki rumah, Xander berjalan pelan mendekati Fiona. Dan memeluk Fiona dari belakang, sontak perlakuan Xander yang langsung menyentuh leher Fiona membuat gadis itu terkejut. "Eh", Fiona mengelak membuat Xander menjauh. "Kamu baru datang" ucap Fiona sebal. "Ikut aku sekarang!", perintah Fiona yang mendapat tatapan bingung dari Xander. "Kenapa kita keluar?" "Sudah ikut saja, nanti juga tahu" jawab Fiona ketus. Xander memasuki mobil Fiona, dan duduk di samping kemudi. "Biar aku saja yang menyetir" pinta Xander, ketika Fiona hendak memasang sling belt. "Tidak perlu" jawab Fiona acuh, dan mulai melajukan mobilnya. Setelah hampir tiga puluh menit berlalu, mobil tampak memasuki area rumah sakit, membuat Xander semakin bingung. "Kenapa kita ke sini?, siapa yang sakit?", pertanyaan Xander tidak mendapat jawaban, m
Bukannya pulang Fiona malah pergi ke ruangan Bar dan Karaoke, entah sudah berapa gelas minuman yang dia teguk. Panas mulai menjalar pada tubuhnya, kepala berdenyut hebat saking pusingnya. Tapi Fiona tidak peduli, masih mengisi lagi gelasnya, meneguk hingga tandas. Ciera Adisty Gabriel, salah satu sahabat baik Fiona, segera membawa gadis itu pergi sebelum Fiona benar-benar tepar di sini. Melangkah berat menahan tubuh Fiona yang sempoyongan, membuat Ciera kesulitan. "Emm" gumam Fiona linglung. "Carikan aku Pria, Ciera!", ucap Fiona hampir saja terjatuh. "Kamu serius?" "Pesankan aku kamar!", ucap Fiona memberi kartu hitamnya pada seorang Pria yang baru saja lewat. Ciera menjadi tegang, dan mencoba meraih tangan Fiona dari Pria asing itu. "Fio, hentikan. Biar aku saja yang pesan" tapi Pria itu terlanjur pergi membawa kartu Fiona. "Eh!" Cegah Ciera tapi percuma Pria itu tidak peduli. "Dasar bodoh!, bagaimana jika Pria itu tidak baik Fiona" geram Ciera sebal. "Aku tidak peduli" Fi
Hellena Fiona Atmika putri tunggal dari pasangan Agra Dimantara dan Daisy Purnama. Agra Dimantara pria berusia 54 tahun, seorang Presdir di Lencana Group, istri pertamanya Daisy Purnama telah meninggal di usia 35 tahun. Agra menikah lagi dengan sekertarisnya, Feronika. Dan memiliki putri yang bernama Alera Pujiasmi Kirana yang terpaut 5 tahun dari Fiona.Genap di usia 26 tahun, angka yang berdiri tegak di atas kue tar bertumpuk dua dengan api masih berkobar di sumbu lilin. Sekali hempus angin, api berganti asap bertebaran. Suara riuh tepuk tangan, menggema di seisi ruangan yang di hadari berbagai orang dan kalangan, mengenakan baju terbaik mereka di acara ulang tahun Fiona.Fiona meraih pisau kue, dan mulai memberikan potongan pertama untuk Papanya, Agra Dimantara. Senyum lebar terbit dari keduanya, begitu pula dua wanita yang mengapit mereka. Terlihat sempurna, tapi sebenarnya tersimpan benci yang mendalam."Kak, ini hadiah dari aku" ucap Alera semangat, menyerahkan sekotak kado yang