Hellena Fiona Atmika putri tunggal dari pasangan Agra Dimantara dan Daisy Purnama. Agra Dimantara pria berusia 54 tahun, seorang Presdir di Lencana Group, istri pertamanya Daisy Purnama telah meninggal di usia 35 tahun. Agra menikah lagi dengan sekertarisnya, Feronika. Dan memiliki putri yang bernama Alera Pujiasmi Kirana yang terpaut 5 tahun dari Fiona.
Genap di usia 26 tahun, angka yang berdiri tegak di atas kue tar bertumpuk dua dengan api masih berkobar di sumbu lilin. Sekali hempus angin, api berganti asap bertebaran. Suara riuh tepuk tangan, menggema di seisi ruangan yang di hadari berbagai orang dan kalangan, mengenakan baju terbaik mereka di acara ulang tahun Fiona. Fiona meraih pisau kue, dan mulai memberikan potongan pertama untuk Papanya, Agra Dimantara. Senyum lebar terbit dari keduanya, begitu pula dua wanita yang mengapit mereka. Terlihat sempurna, tapi sebenarnya tersimpan benci yang mendalam. "Kak, ini hadiah dari aku" ucap Alera semangat, menyerahkan sekotak kado yang dia bungkus dengan rapi. Brukk Semua orang terkejut, ketika melihat Kado berwarna cream itu terhempas ke lantai. Mereka semua terdiam, suasana menjadi sunyi seketika. "Maaf, aku gak tahu kakak gak suka kado dariku" ucap Alera sendu, lengkap dengan wajah sedihnya ketika Fiona tidak mau menerima kado darinya. Fiona tersenyum miring, sangat muak melihat wajah cengeng adik tirinya itu. "Fiona!" Bentak Agra sangat kesal, bahkan dalam suasana seperti ini Fiona masih bersikap kasar pada Alera. "Ambil kado dari adikmu!" Perintah tegas Agra menunjuk kado yang masih berada di lantai. "Aku gak mau" tolak Fiona. "Kalau beneran mau ngasih, berikan dengan benar" lanjut Fiona menatap sinis pada Alera. "Fiona!" Bentak Agra sekali lagi, melihat tidak di gubris oleh Fiona membuat Agra semakin marah. "Mas, jangan memarahi Fiona lagi" ucap Feronika mengelus lengan suaminya. "Jika Fio tidak suka dengan kado dari Alera tidak apa, Ale pasti mengerti" lanjut Feronika lembut. Sikap mereka semakin membuat Fiona muak dan berdecih dalam hati, dia menatap tajam Ale, yang masih bersedih. "Lebih baik kamu pergi, dan jangan ganggu pestaku dengan tingkah menjengkelkanmu itu!", hardik Fio memarahi Ale. Ale pergi dengan derai air mata, setelah di marahi Fio di depan banyak orang. "Alera!", panggil Feronika. Tapi Alera semakin mempercepat langkahnya. "Fiona!, tidak bisakah kamu bersikap baik untuk saat ini saja" ucap Feronika dengan wajah sebal, setelah melihat Fio tidak mau menerima kado dari Alera. "Hm", bibir Fio tertarik tersenyum geli. "Bukan aku yang membuat masalah, tapi putrimu itu!" Plak Satu tamparan dari Agra, membuat Fio terkejut. Menerima pukulan tiba-tiba dari Papanya. Hatinya bergejolak, dengan amarah. Ini adalah hari istimewa untuknya, tapi bukannya penuh bahagia malah menjadi berantakan karena ulah Alera. Alera sendiri yang memegang kado itu tidak benar, dan melepaskannya padahal Fiona belum meraihnya. Karena ketidak becusan Alera, dan sifat cengengnya, Fio selalu di marahi. Dan ketika dia melawan seperti ini, semua orang malah menganggap dirinya jahat. "Akkhh!!", jerit histeris para tamu ketika Fiona menjatuhkan setumpuk Kue tar itu pada lantai, dan kini tidak terbentuk lagi, hingga mengotori sekitar. "Sebenarnya tujuan kalian apa!, membuat acara seperti ini, tapi malah mengacaunya. Hanya karena Ale, menangis" desis Fiona dengan eksperesi kesal. "Kamu—!" Feronika menahan suaminya agar berhenti marah, tapi dia sendiri yang memarahi Fiona. "Kamu sendiri yang sudah membuat kekacauan ini Fiona!, lihat", tunjuk Feronika pada kue yang hancur. "Semua jadi berantakan" lanjutnya. Fiona tidak peduli, mereka sudah biasa seperti itu. Kembali menatap ke depan, dan mengambil microfon dari MC. "Pesta berakhir, terima kasih sudah datang" ucap Fiona lalu pergi meninggalkan tempat pesta. "Anak itu jahat sekali" ucap Feronika sedih, dia sudah susah payah menyiapkan semuanya agar Agra senang dia peduli pada Fio. Tapi malah berakhir seperti ini. Ketika di lorong hotel, Fiona tidak sengaja melihat Leo tunangannya sedang berpelukan dengan Alera. Tangan Fio terkepal kuat, melangkah lebar mendekati mereka. Memaksa pelukan keduanya terlepas. "Fiona" ucap Leonadric terkejut. "Kak Fio" cicit Ale takut, "ini gak seperti yang kakak liat" bela Alera. Fiona, menarik rambut Ale kuat hingga dia merintih dengan air matanya. "Oh, jadi mau merayu tunanganku begitu!, sangat persis seperti induknya" geram Fiona, kembali teringat dengan masa lalu orang tuanya. "Fiona, cukup!" Leo mendorong, Fio menjauh dari Alera. "Kak Leo, sakit" ucap Ale masih menangis. Fio membuang muka, bersedakap menatap mereka berdua. "Kamu gak papa?", tanya Leo khawatir membuat Fio semakin marah. "Leonadric!, aku tunanganmu dan kamu malah menghawatirkan dia!?" Bentak Fiona dengan wajah memerah. Leo menatap tajam Fio, melangkah maju teratur membuat Fio gentar dan mundur, menatap ngeri wajah Leo yang ikut memerah. "Jangan pernah menyentuh kekasihku lagi Fiona, dirimu hanya seorang wanita yang harus aku nikahi demi bisnis" tekan Leo, tanpa sadar mengungkap perasaannya pada Alera. Alera yang mendengar itu, membelak. Begitu terkejut, hingga membatu di tempatnya. "Kak Leo" gumam Ale membuat Leo menoleh. Pandangan Leo ikut beralih pada Alera, memandang teduh gadis yang dia cintai. Fiona melihat semuanya, gadis berwajah judes itu menatap datar keduanya, lalu tertawa miris pada dirinya sendiri. "Jadi, sebenarnya kalian saling mencintai?", tanya Fio merasa kasihan pada dirinya sendiri. "Tapi tetap saja bukan, pernikahan kita akan tetap terlaksana" kekeh Fiona, meskipun sekarang dia tahu perasaannya tidak terbalas, dia tidak akan membiarkan Alera menang begitu saja. "Apa maksudmu?", tanya Leo geram. "Apa belum jelas" tantang Fio. Meskipun kalian saling mencintai aku tidak peduli, Alera sudah banyak mengambil apa yang aku punya dan menghancurkan setengah hidupku. Tidak akan aku biarkan dia berbahagia dengan mudah kali ini. Wajah Ale semakin menegang, menatap pias pada Leo. Pria yang sudah lama dia idamkan, seorang CEO tampan dan sukses. Berita pertunangan Fiona dengan Leo tempo itu membuat hatinya terluka, karena bukan dia yang akan bersanding dengan Leonadric. Tapi sekarang, Leo malah menyatakan dia menyukai dirinya. Ini adalah kempatan untuk Alera mendapat kebahagian bersama Leo, tapi pernyataan Fiona yang kekeh ingin melanjutkan pernikahan mereka membuat Alera kembali sedih. "Kak Fio, tapi kami saling mencintai" "Apa peduliku, pernikahan akan tetap di laksanakan demi bisnis keluarga. Jadi tetaplah bermimpi untuk menikahi Leo di masa depan" Fiona meraih tangan Leo, mengajaknya pergi. Tapi, Leo malah menghentak tangan Fiona kasar. Dan beralih memegang tangan Alera, Leo malah membawa Alera pergi. "Kenapa Leo!, bukankah sebelumnya kamu setuju?!", teriak Fiona lantang ketika semakin berjarak dengan Leo. Langkah Leo terhenti, Pria itu menoleh, "aku tidak akan mau menikahi wanita jahat seperti kamu" jawab Leo menusuk. Lalu kembali membawa Ale pergi. Kedua tangan Fiona terkepal kuat, semakin membenci Alera. Mata Fiona menggelap penuh amarah, tampak berkaca menahan sesak di dadanya.Bukannya pulang Fiona malah pergi ke ruangan Bar dan Karaoke, entah sudah berapa gelas minuman yang dia teguk. Panas mulai menjalar pada tubuhnya, kepala berdenyut hebat saking pusingnya. Tapi Fiona tidak peduli, masih mengisi lagi gelasnya, meneguk hingga tandas. Ciera Adisty Gabriel, salah satu sahabat baik Fiona, segera membawa gadis itu pergi sebelum Fiona benar-benar tepar di sini. Melangkah berat menahan tubuh Fiona yang sempoyongan, membuat Ciera kesulitan. "Emm" gumam Fiona linglung. "Carikan aku Pria, Ciera!", ucap Fiona hampir saja terjatuh. "Kamu serius?" "Pesankan aku kamar!", ucap Fiona memberi kartu hitamnya pada seorang Pria yang baru saja lewat. Ciera menjadi tegang, dan mencoba meraih tangan Fiona dari Pria asing itu. "Fio, hentikan. Biar aku saja yang pesan" tapi Pria itu terlanjur pergi membawa kartu Fiona. "Eh!" Cegah Ciera tapi percuma Pria itu tidak peduli. "Dasar bodoh!, bagaimana jika Pria itu tidak baik Fiona" geram Ciera sebal. "Aku tidak peduli" Fi
Fiona sedang bersantai di ruang tamu, menunggu orang yang harusnya sudah tiba dari tadi. Gadis itu mengenakan pakaian kasual, mengetuk layar ponselnya. Siluet Pria terlihat memasuki rumah, Xander berjalan pelan mendekati Fiona. Dan memeluk Fiona dari belakang, sontak perlakuan Xander yang langsung menyentuh leher Fiona membuat gadis itu terkejut. "Eh", Fiona mengelak membuat Xander menjauh. "Kamu baru datang" ucap Fiona sebal. "Ikut aku sekarang!", perintah Fiona yang mendapat tatapan bingung dari Xander. "Kenapa kita keluar?" "Sudah ikut saja, nanti juga tahu" jawab Fiona ketus. Xander memasuki mobil Fiona, dan duduk di samping kemudi. "Biar aku saja yang menyetir" pinta Xander, ketika Fiona hendak memasang sling belt. "Tidak perlu" jawab Fiona acuh, dan mulai melajukan mobilnya. Setelah hampir tiga puluh menit berlalu, mobil tampak memasuki area rumah sakit, membuat Xander semakin bingung. "Kenapa kita ke sini?, siapa yang sakit?", pertanyaan Xander tidak mendapat jawaban, m
Fiona berjalan gegas dengan wajah sebal, dia tidak akan membiarkan Alera dengan mudah mengambil posisinya. Embusan napas kasar keluar begitu saja, kepala Fiona terasa akan meledak sekarang. Bibir Fiona berkedut, memendam emosi, Alera pasti sengaja meminta posisi itu pada Agra untuk menggantikan dia sebagai CEO. Wanita itu sangat licik di mata Fiona, sama seperti ibunya, Feronika. Fiona melihat barang-barangnya di bawah masuk oleh beberapa orang suruhan Agra ke dalam ruangan manager pemasaran, langkah kaki berjalan tenang dengan wajah datar menghampiri mereka. “Yang benar saja, dia memindahkan aku ke sini!!” meski terlonjak mendengar suara melengking Fiona, mereka tetap melanjutkan tugasnya. “Pak Yandra, jelaskan semua ini” ucap Fiona penuh penekanan pada Pria yang menjadi asisten Agra. “Nona, Pak Agra meminta Anda tetap di sini sampai beliau memberi keputusan” Papar Yandra lalu pergi. Sirat mata Fiona penuh amarah yang tertahan, menerawang apa yang akan terjadi selanjutnya.
Alera membelak mendengar ucapan Fiona, langkah kaki Fiona yang semakin mendekat, membuat dia gugup dan tanpa sadar kakinya mundur perlahan. "maksud Kakak apa?, kenapa berbicara seperti itu?" kaki Alera berhenti bergerak, badannya terpaku, menangkap sirat mata Fiona yang tampak tenang tapi menghawatirkan. "kamu mau apa?" ucap Alera lagi, lebih tenang. dua tangan Fiona terangkat, menyentuh kedua bahu Alera hingga terguncang. Alera menutup mata, merasakan cengkeraman pada bahunya. mata Alera kembali terbuka, bersitatap dengan Fiona yang malah tersenyum simpul. "kamu takut Ale?" Fiona melepas tangannya dari bahu Alera kemudian berbalik berjalan mendekati meja, meraba kelopak bunga mawar. "aku pikir kamu sudah biasa" Fiona menoleh melihat wajah Alera yang tampak tegar, dan biasa saja. "bukankah, aku sudah sering melakukannya?, lalu kamu akan menangis meminta pertolongan, merengek, itu kan caramu menghadapi masalah, Ale" dari sudut mata Fiona terlihat wajah Alera biasa saja dan ta
Alera masih menunggu memandang wajah Leo dengan lamat, menyelami kedua mata Pria itu yang tampak heran. " “apa maksudmu?, aku bahkan tidak pernah mencintai Fiona” Leonadric tidak pernah menyukai Fiona, meski dia memiliki paras yang lebih cantik dari Alera. Fiona selalu tampil totalitas dengan riasan tegas di wajahnya, menampilkan keanggunan yang di balut kesan mewah dan keangkuhan. Berbeda dengan Alera, wajahnya selalu terlihat segar dan lembut dengan riasan tipis dan sederhana. Karena itu juga memberi kesan yang berbeda saat Leo bertemu keduanya. Jawaban Leo membuat Alera lega, ternyata Pria itu tidak pernah menyukai Kakak tirinya itu. Pantas saja Alera bisa mendapat hati Leo dengan mudah. Dan itu berarti bukan Leo yang memberikan hadiah untuk Fiona, tapi siapa?. Leo mengerti dengan kekhawatiran Alera, buru-buru mengkonfirmasi ucapannya. “Ale, sepertinya dirimu salah paham. Maksudku, aku sedang membahas gaun pernikahan milikmu dengan Fiona” “benarkah?” jawab Alera semrin
Matahari mulai tenggelam, beberapa karyawan telah beranjak menyisakan kursi kosong, sorot lampu menyala dan mati silih berganti. Di dalam ruangannya Fiona masih begitu sibuk, dia harus mengerahkan semua kemampuannya. Ini bukan lagi hanya sekedar kerja sama, tapi posisi yang harus dia jaga.Bunyi denting dari dawai membuat layarnya hidup sesaat, mengusik pendengaran meminta di perhatikan. Punggung menyandar melepas penat, diraihnya benda pipih itu dan mendapati satu pesan dari Diontara.“Menjengkelkan” Fiona mendengus setelah membaca pesan tersebut. Tapi pada akhirnya dia menutup laptop dan beranjak. Buru-buru berjalan melewati lorong yang temaram, membuka lift dan menghilang setelah pintu beludru itu tertutup rapat, dengan angka yang terus bergerak mundur.Di luar gedung Xander menunggu dengan sabar di dalam kemudi, terus memperhatikan lobi yang masih menyala, dan beberapa sorot lampu di lantai atas masih hidup.Pesannya sudah di baca oleh Fiona, tapi dia tidak yakin apa Fiona setuju
Matahari mulai tenggelam, beberapa karyawan telah beranjak menyisakan kursi kosong, sorot lampu menyala dan mati silih berganti. Di dalam ruangannya Fiona masih begitu sibuk, dia harus mengerahkan semua kemampuannya. Ini bukan lagi hanya sekedar kerja sama, tapi posisi yang harus dia jaga.Bunyi denting dari dawai membuat layarnya hidup sesaat, mengusik pendengaran meminta di perhatikan. Punggung menyandar melepas penat, diraihnya benda pipih itu dan mendapati satu pesan dari Diontara.“Menjengkelkan” Fiona mendengus setelah membaca pesan tersebut. Tapi pada akhirnya dia menutup laptop dan beranjak. Buru-buru berjalan melewati lorong yang temaram, membuka lift dan menghilang setelah pintu beludru itu tertutup rapat, dengan angka yang terus bergerak mundur.Di luar gedung Xander menunggu dengan sabar di dalam kemudi, terus memperhatikan lobi yang masih menyala, dan beberapa sorot lampu di lantai atas masih hidup.Pesannya sudah di baca oleh Fiona, tapi dia tidak yakin apa Fiona setuju
Alera masih menunggu memandang wajah Leo dengan lamat, menyelami kedua mata Pria itu yang tampak heran. " “apa maksudmu?, aku bahkan tidak pernah mencintai Fiona” Leonadric tidak pernah menyukai Fiona, meski dia memiliki paras yang lebih cantik dari Alera. Fiona selalu tampil totalitas dengan riasan tegas di wajahnya, menampilkan keanggunan yang di balut kesan mewah dan keangkuhan. Berbeda dengan Alera, wajahnya selalu terlihat segar dan lembut dengan riasan tipis dan sederhana. Karena itu juga memberi kesan yang berbeda saat Leo bertemu keduanya. Jawaban Leo membuat Alera lega, ternyata Pria itu tidak pernah menyukai Kakak tirinya itu. Pantas saja Alera bisa mendapat hati Leo dengan mudah. Dan itu berarti bukan Leo yang memberikan hadiah untuk Fiona, tapi siapa?. Leo mengerti dengan kekhawatiran Alera, buru-buru mengkonfirmasi ucapannya. “Ale, sepertinya dirimu salah paham. Maksudku, aku sedang membahas gaun pernikahan milikmu dengan Fiona” “benarkah?” jawab Alera semrin
Alera membelak mendengar ucapan Fiona, langkah kaki Fiona yang semakin mendekat, membuat dia gugup dan tanpa sadar kakinya mundur perlahan. "maksud Kakak apa?, kenapa berbicara seperti itu?" kaki Alera berhenti bergerak, badannya terpaku, menangkap sirat mata Fiona yang tampak tenang tapi menghawatirkan. "kamu mau apa?" ucap Alera lagi, lebih tenang. dua tangan Fiona terangkat, menyentuh kedua bahu Alera hingga terguncang. Alera menutup mata, merasakan cengkeraman pada bahunya. mata Alera kembali terbuka, bersitatap dengan Fiona yang malah tersenyum simpul. "kamu takut Ale?" Fiona melepas tangannya dari bahu Alera kemudian berbalik berjalan mendekati meja, meraba kelopak bunga mawar. "aku pikir kamu sudah biasa" Fiona menoleh melihat wajah Alera yang tampak tegar, dan biasa saja. "bukankah, aku sudah sering melakukannya?, lalu kamu akan menangis meminta pertolongan, merengek, itu kan caramu menghadapi masalah, Ale" dari sudut mata Fiona terlihat wajah Alera biasa saja dan ta
Fiona berjalan gegas dengan wajah sebal, dia tidak akan membiarkan Alera dengan mudah mengambil posisinya. Embusan napas kasar keluar begitu saja, kepala Fiona terasa akan meledak sekarang. Bibir Fiona berkedut, memendam emosi, Alera pasti sengaja meminta posisi itu pada Agra untuk menggantikan dia sebagai CEO. Wanita itu sangat licik di mata Fiona, sama seperti ibunya, Feronika. Fiona melihat barang-barangnya di bawah masuk oleh beberapa orang suruhan Agra ke dalam ruangan manager pemasaran, langkah kaki berjalan tenang dengan wajah datar menghampiri mereka. “Yang benar saja, dia memindahkan aku ke sini!!” meski terlonjak mendengar suara melengking Fiona, mereka tetap melanjutkan tugasnya. “Pak Yandra, jelaskan semua ini” ucap Fiona penuh penekanan pada Pria yang menjadi asisten Agra. “Nona, Pak Agra meminta Anda tetap di sini sampai beliau memberi keputusan” Papar Yandra lalu pergi. Sirat mata Fiona penuh amarah yang tertahan, menerawang apa yang akan terjadi selanjutnya.
Fiona sedang bersantai di ruang tamu, menunggu orang yang harusnya sudah tiba dari tadi. Gadis itu mengenakan pakaian kasual, mengetuk layar ponselnya. Siluet Pria terlihat memasuki rumah, Xander berjalan pelan mendekati Fiona. Dan memeluk Fiona dari belakang, sontak perlakuan Xander yang langsung menyentuh leher Fiona membuat gadis itu terkejut. "Eh", Fiona mengelak membuat Xander menjauh. "Kamu baru datang" ucap Fiona sebal. "Ikut aku sekarang!", perintah Fiona yang mendapat tatapan bingung dari Xander. "Kenapa kita keluar?" "Sudah ikut saja, nanti juga tahu" jawab Fiona ketus. Xander memasuki mobil Fiona, dan duduk di samping kemudi. "Biar aku saja yang menyetir" pinta Xander, ketika Fiona hendak memasang sling belt. "Tidak perlu" jawab Fiona acuh, dan mulai melajukan mobilnya. Setelah hampir tiga puluh menit berlalu, mobil tampak memasuki area rumah sakit, membuat Xander semakin bingung. "Kenapa kita ke sini?, siapa yang sakit?", pertanyaan Xander tidak mendapat jawaban, m
Bukannya pulang Fiona malah pergi ke ruangan Bar dan Karaoke, entah sudah berapa gelas minuman yang dia teguk. Panas mulai menjalar pada tubuhnya, kepala berdenyut hebat saking pusingnya. Tapi Fiona tidak peduli, masih mengisi lagi gelasnya, meneguk hingga tandas. Ciera Adisty Gabriel, salah satu sahabat baik Fiona, segera membawa gadis itu pergi sebelum Fiona benar-benar tepar di sini. Melangkah berat menahan tubuh Fiona yang sempoyongan, membuat Ciera kesulitan. "Emm" gumam Fiona linglung. "Carikan aku Pria, Ciera!", ucap Fiona hampir saja terjatuh. "Kamu serius?" "Pesankan aku kamar!", ucap Fiona memberi kartu hitamnya pada seorang Pria yang baru saja lewat. Ciera menjadi tegang, dan mencoba meraih tangan Fiona dari Pria asing itu. "Fio, hentikan. Biar aku saja yang pesan" tapi Pria itu terlanjur pergi membawa kartu Fiona. "Eh!" Cegah Ciera tapi percuma Pria itu tidak peduli. "Dasar bodoh!, bagaimana jika Pria itu tidak baik Fiona" geram Ciera sebal. "Aku tidak peduli" Fi
Hellena Fiona Atmika putri tunggal dari pasangan Agra Dimantara dan Daisy Purnama. Agra Dimantara pria berusia 54 tahun, seorang Presdir di Lencana Group, istri pertamanya Daisy Purnama telah meninggal di usia 35 tahun. Agra menikah lagi dengan sekertarisnya, Feronika. Dan memiliki putri yang bernama Alera Pujiasmi Kirana yang terpaut 5 tahun dari Fiona.Genap di usia 26 tahun, angka yang berdiri tegak di atas kue tar bertumpuk dua dengan api masih berkobar di sumbu lilin. Sekali hempus angin, api berganti asap bertebaran. Suara riuh tepuk tangan, menggema di seisi ruangan yang di hadari berbagai orang dan kalangan, mengenakan baju terbaik mereka di acara ulang tahun Fiona.Fiona meraih pisau kue, dan mulai memberikan potongan pertama untuk Papanya, Agra Dimantara. Senyum lebar terbit dari keduanya, begitu pula dua wanita yang mengapit mereka. Terlihat sempurna, tapi sebenarnya tersimpan benci yang mendalam."Kak, ini hadiah dari aku" ucap Alera semangat, menyerahkan sekotak kado yang