Fiona sedang bersantai di ruang tamu, menunggu orang yang harusnya sudah tiba dari tadi. Gadis itu mengenakan pakaian kasual, mengetuk layar ponselnya.
Siluet Pria terlihat memasuki rumah, Xander berjalan pelan mendekati Fiona. Dan memeluk Fiona dari belakang, sontak perlakuan Xander yang langsung menyentuh leher Fiona membuat gadis itu terkejut. "Eh", Fiona mengelak membuat Xander menjauh. "Kamu baru datang" ucap Fiona sebal. "Ikut aku sekarang!", perintah Fiona yang mendapat tatapan bingung dari Xander. "Kenapa kita keluar?" "Sudah ikut saja, nanti juga tahu" jawab Fiona ketus. Xander memasuki mobil Fiona, dan duduk di samping kemudi. "Biar aku saja yang menyetir" pinta Xander, ketika Fiona hendak memasang sling belt. "Tidak perlu" jawab Fiona acuh, dan mulai melajukan mobilnya. Setelah hampir tiga puluh menit berlalu, mobil tampak memasuki area rumah sakit, membuat Xander semakin bingung. "Kenapa kita ke sini?, siapa yang sakit?", pertanyaan Xander tidak mendapat jawaban, malahan Fiona keluar lebih dulu meninggalkan dia di dalam mobil. Xander, ikut turun mengikuti perginya Fiona yang sedang berdiri di depan administrasi. "Siapa yang akan di periksa?", tanya salah satu perawat yang ikut duduk di sana. "Kami berdua" jawab Fiona. Xander yang sudah berdiri di samping Fiona semakin bingung, pemeriksaan apa yang akan Fiona lakukan. Xander pikir Fiona akan mengajaknya ke hotel lagi, tapi malah ke sini. Duduk di baris antrian, dengan sabar karena harus menunggu dokter yang belum juga kembali. "Hellena Fiona Atmika!" Panggil seorang perawat di depan pintu ruangan. "Sebentar lagi giliranmu, jadi jangan kabur!" Ancam Fiona sebelum pergi. Mereka sedang melakukan pemeriksaan kesehatan, Xander sendiri tidak mengerti untuk apa Fiona mengajaknya melakukan ini. Dia pikir Fiona akan kembali mengajaknya menghabiskan malam bersama. Ponsel Xander berbunyi, Pria itu meraih ponselnya mendapati sang Oma kembali menelpon dirinya. "Xander, kamu di mana?, kamu sudah janji akan bertemu dengan wanita yang Oma pilih kan" suara wanita yang sudah lansia itu menyapa lembut. "Tidak perlu Oma, aku sedang mencari sendiri. Nanti aku bawa ke rumah" jawab Xander lalu mematikan panggilan, ketika Fiona keluar. "Diontara!", panggil perawat itu lagi. "Cepat ke sana" ucap Fiona, yang kembali duduk pada tempatnya. Setelah semua selesai, di sini mereka sekarang, kembali ke rumah Fiona. "Semua hasil pemeriksaanmu bagus" ucap Fiona menyerahkan selembar kertas dari rumah sakit. "Dan aku mau, tetap seperti itu. Berapa banyak wanita yang kamu layani?" "Hanya Anda, Nona" jawab Xander. "Benarkah" ujar Fiona terkejut, "dirimu memang kaku, malam itu" lanjut Fiona sambil terkekeh. Satu tangan Fiona kembali menyerahkan sebuah kertas pada Xander. "Aku mau kamu hanya bersamaku" ucap Fiona menyerahkan kertas tersebut, alis Xander tertaut. "Kita semua sehat, tapi kalau kamu bersama wanita lain, aku tidak mau menerima penyakit nantinya. Jadi aku akan menyewa dirimu, sampai batas yang aku inginkan" Wajah Xander datar, menatap kertas itu tanpa eksperesi. Dan itu tidak luput dari pandangan Fiona. "Kalau tidak mau tidak apa, aku akan cari Pria lain" "Aku mau" pungkas Xander. "Tapi kenapa kita tidak menikah saja?", lanjut Xander sebelum membubuhkan tanda tangan. "Astaga Dion, yang benar saja. Aku tidak mau menikah dengan siapa pun, lagi pula aku hanya butuh status dan tentunya menikah dengan Pria berkuasa, agar aku bisa merebut segalanya yang aku punya dari tua bangka itu" jawab Fiona malas. Jika dia menikah dengan Pria di depannya ini, hidupnya hanya akan semakin tertindas. Xander kembali melanjutkan menandatangani kertas di depannya. Fiona mengambil alih kertas itu dan menyimpannya. "Apa pekerjaanmu?", tanya Fiona tiba-tiba membuat Xander kelabakan. "Aku ..., bekerja sebagai office boy di perusahaan ADN Group" jawab Xander gugup. Fiona tampak mengangguk percaya, "sepertinya kamu terlalu hedon, untuk Office boy, pantas saja uangmu tidak cukup" ucap Fiona judes ketika melihat pakaian Dion, bukan seperti baju murahan. "Kamu bisa pergi sekarang!", usir Fiona. "Jadi kamu memanggilku hanya untuk ini?", tanya Xander tidak percaya. "Hm" jawab Fiona acuh, "aku akan menghubungimu jika butuh, dan dengar jangan bersama wanita lain!", ancam Fiona. "Aku janji, hanya dirimu" ucap Xander mencium bibir Fiona cepat, jari Xander menyetuh bibir bawah Fiona, membersihkan bekas pagutan mereka, lalu pergi. *** Xander baru saja tiba di rumah Omanya. Guarti, bukan melihat kedatangan cucunya, tapi ke balik pintu menunggu wanita yang akan di bawah Xander. "Mana wanita yang akan kamu bawa?", tanya Guarti bingung. "Oma sabar dulu, aku masih berusaha. Dia susah di dapatkan" ucap Xander lembut. "Terserah saja lah, tapi dia harus bertemu dengan Oma dulu sebelum kamu membawanya ke rumahmu" peringat Guarti. Xander tidak punya siapa pun setelah ayahnya neninggal 5 tahun yang lalu, karena penyakit jantungnya. Dan ibunya berpisah dengan ayahnya ketika Xander masih belia. "Aku dengar, ibumu sedang berusaha mencari wanita untukmu" "Aku sudah menolaknya" jawab Xander, bahkan dia sengaja mengajak kencan Pria untuk mengusir wanita itu. Dia tidak peduli jika harus dianggap Gay oleh orang. Tapi sekarang berbeda, dia berhasil kembali bertemu dengan Fiona, gadis yang dia temui saat masih SMP dulu. Xander yang saat itu adalah seorang mahasiswa sudah lama menyukai gadis itu, tapi Fiona selalu mengincar cowok populer di sekolah dan tidak pernah peduli padanya. Perbedaan usia yang jauh, membuat Xander enggan mendekati Fiona. Gadis yang telah berani menolong dia, saat di keroyok oleh suruhan musuh ayahnya. "Siapa namanya, seperti apa dia?, Oma harus tahu semuanya. Jika dengan latar belakang dirimu, perempuan mana pun pasti mau, kenapa dia tidak" ucap Guarti lagi memecah lamunan Xander. "Dia orang baik, hanya saja.." Xander bingung, jika dia datang pada Fiona sebagai Presdir, apa Fiona mau menikah dengannya. Ponsel Xander berdering, Pria itu mengernyit kemudian berpikir lama ketika asistennya mengatakan kerjasama yang di tawarkan Lencana Group pada anak perusahaannya. "Setujui saja" putus Xander. *** Fiona telah tiba di kantor, dia begitu terkejut melihat papan namanya di atas meja di pindahkan. "Apa-apaan ini!, kenapa kalian membawanya?!", jerit Fiona marah, tapi tidak di hiraukan. Agra datang bersama Alera, "kak tenang dulu, kami bisa jelaskan" ucap Alera. Fiona semakin kesal di tempatnya, karena mereka kembali berulah. "Apa lagi yang kalian inginkan" tekan Fiona menatap tajam keduanya. Agra berusaha menjelaskan, "Alera, dia sudah selesai dengan studinya, jadi biarkan dia belajar dengan menggantikanmu" ucap Agra tenang. "Oh, mau belajar. Dia bisa menjadi karyawan biasa seperti aku yang dulu, kenapa malah merebut posisi CEO yang aku dapatkan dengan susah payah!" "Fiona!" "Pa", ucap Alera menahan Agra untuk tidak marah. "Kakak benar, aku harus dari bawah untuk memulai" lanjut Alera setuju dengan apa yang dikatakan Fiona. "Begini saja, siapa yang berhasil membuat kerja sama dengan perusahaan milik ADN Group, dia yang akan menjadi CEO baru kita" putus Agra, mengingat selama ini Fiona selalu gagal menggaet mereka, jika Alera lebih mampu maka dia akan memberikan Alera kesempatan. "Apa!, Papa tahu kan itu sulit. Dan aku tidak pernah berhasil—" ucap Fiona tidak terima tapi, Agra memotong ucapannya. "Itu kan kamu, bagaimana jika Alera bisa melakukannya. Kamu harus pindah dari ruangan ini", ucap Agra Final lalu pergi dari sana meninggalkan Alera berdua dengan Fiona. "Ini rencanamu bukan?", desis Fiona menahan amarah. Alera menggeleng, ketika Fiona mendekat Alera mundur perlahan hingga terjatuh. "Enggak Kak, aku gak tahu. Ini semua ide Papa, jangan salahin aku" ucap Alera takut. Dari arah pintu Leo datang, dan melihat Alera di intimidasi oleh Fiona. Pria itu mempercepat langkahnya, "Ale!", panggil Leo membantu Alera bangun. "Apa lagi ini Fiona!" "Kamu tanya saja pada dia" jawab Fiona tidak kalah ketus, menabrak bahu kanan Leo ketika menuju pintu keluar.Fiona berjalan gegas dengan wajah sebal, dia tidak akan membiarkan Alera dengan mudah mengambil posisinya. Embusan napas kasar keluar begitu saja, kepala Fiona terasa akan meledak sekarang. Bibir Fiona berkedut, memendam emosi, Alera pasti sengaja meminta posisi itu pada Agra untuk menggantikan dia sebagai CEO. Wanita itu sangat licik di mata Fiona, sama seperti ibunya, Feronika. Fiona melihat barang-barangnya di bawah masuk oleh beberapa orang suruhan Agra ke dalam ruangan manager pemasaran, langkah kaki berjalan tenang dengan wajah datar menghampiri mereka. “Yang benar saja, dia memindahkan aku ke sini!!” meski terlonjak mendengar suara melengking Fiona, mereka tetap melanjutkan tugasnya. “Pak Yandra, jelaskan semua ini” ucap Fiona penuh penekanan pada Pria yang menjadi asisten Agra. “Nona, Pak Agra meminta Anda tetap di sini sampai beliau memberi keputusan” Papar Yandra lalu pergi. Sirat mata Fiona penuh amarah yang tertahan, menerawang apa yang akan terjadi selanjutnya.
Alera membelak mendengar ucapan Fiona, langkah kaki Fiona yang semakin mendekat, membuat dia gugup dan tanpa sadar kakinya mundur perlahan. "maksud Kakak apa?, kenapa berbicara seperti itu?" kaki Alera berhenti bergerak, badannya terpaku, menangkap sirat mata Fiona yang tampak tenang tapi menghawatirkan. "kamu mau apa?" ucap Alera lagi, lebih tenang. dua tangan Fiona terangkat, menyentuh kedua bahu Alera hingga terguncang. Alera menutup mata, merasakan cengkeraman pada bahunya. mata Alera kembali terbuka, bersitatap dengan Fiona yang malah tersenyum simpul. "kamu takut Ale?" Fiona melepas tangannya dari bahu Alera kemudian berbalik berjalan mendekati meja, meraba kelopak bunga mawar. "aku pikir kamu sudah biasa" Fiona menoleh melihat wajah Alera yang tampak tegar, dan biasa saja. "bukankah, aku sudah sering melakukannya?, lalu kamu akan menangis meminta pertolongan, merengek, itu kan caramu menghadapi masalah, Ale" dari sudut mata Fiona terlihat wajah Alera biasa saja dan ta
Alera masih menunggu memandang wajah Leo dengan lamat, menyelami kedua mata Pria itu yang tampak heran. " “apa maksudmu?, aku bahkan tidak pernah mencintai Fiona” Leonadric tidak pernah menyukai Fiona, meski dia memiliki paras yang lebih cantik dari Alera. Fiona selalu tampil totalitas dengan riasan tegas di wajahnya, menampilkan keanggunan yang di balut kesan mewah dan keangkuhan. Berbeda dengan Alera, wajahnya selalu terlihat segar dan lembut dengan riasan tipis dan sederhana. Karena itu juga memberi kesan yang berbeda saat Leo bertemu keduanya. Jawaban Leo membuat Alera lega, ternyata Pria itu tidak pernah menyukai Kakak tirinya itu. Pantas saja Alera bisa mendapat hati Leo dengan mudah. Dan itu berarti bukan Leo yang memberikan hadiah untuk Fiona, tapi siapa?. Leo mengerti dengan kekhawatiran Alera, buru-buru mengkonfirmasi ucapannya. “Ale, sepertinya dirimu salah paham. Maksudku, aku sedang membahas gaun pernikahan milikmu dengan Fiona” “benarkah?” jawab Alera semrin
Matahari mulai tenggelam, beberapa karyawan telah beranjak menyisakan kursi kosong, sorot lampu menyala dan mati silih berganti. Di dalam ruangannya Fiona masih begitu sibuk, dia harus mengerahkan semua kemampuannya. Ini bukan lagi hanya sekedar kerja sama, tapi posisi yang harus dia jaga.Bunyi denting dari dawai membuat layarnya hidup sesaat, mengusik pendengaran meminta di perhatikan. Punggung menyandar melepas penat, diraihnya benda pipih itu dan mendapati satu pesan dari Diontara.“Menjengkelkan” Fiona mendengus setelah membaca pesan tersebut. Tapi pada akhirnya dia menutup laptop dan beranjak. Buru-buru berjalan melewati lorong yang temaram, membuka lift dan menghilang setelah pintu beludru itu tertutup rapat, dengan angka yang terus bergerak mundur.Di luar gedung Xander menunggu dengan sabar di dalam kemudi, terus memperhatikan lobi yang masih menyala, dan beberapa sorot lampu di lantai atas masih hidup.Pesannya sudah di baca oleh Fiona, tapi dia tidak yakin apa Fiona setuju
Hellena Fiona Atmika putri tunggal dari pasangan Agra Dimantara dan Daisy Purnama. Agra Dimantara pria berusia 54 tahun, seorang Presdir di Lencana Group, istri pertamanya Daisy Purnama telah meninggal di usia 35 tahun. Agra menikah lagi dengan sekertarisnya, Feronika. Dan memiliki putri yang bernama Alera Pujiasmi Kirana yang terpaut 5 tahun dari Fiona.Genap di usia 26 tahun, angka yang berdiri tegak di atas kue tar bertumpuk dua dengan api masih berkobar di sumbu lilin. Sekali hempus angin, api berganti asap bertebaran. Suara riuh tepuk tangan, menggema di seisi ruangan yang di hadari berbagai orang dan kalangan, mengenakan baju terbaik mereka di acara ulang tahun Fiona.Fiona meraih pisau kue, dan mulai memberikan potongan pertama untuk Papanya, Agra Dimantara. Senyum lebar terbit dari keduanya, begitu pula dua wanita yang mengapit mereka. Terlihat sempurna, tapi sebenarnya tersimpan benci yang mendalam."Kak, ini hadiah dari aku" ucap Alera semangat, menyerahkan sekotak kado yang
Bukannya pulang Fiona malah pergi ke ruangan Bar dan Karaoke, entah sudah berapa gelas minuman yang dia teguk. Panas mulai menjalar pada tubuhnya, kepala berdenyut hebat saking pusingnya. Tapi Fiona tidak peduli, masih mengisi lagi gelasnya, meneguk hingga tandas. Ciera Adisty Gabriel, salah satu sahabat baik Fiona, segera membawa gadis itu pergi sebelum Fiona benar-benar tepar di sini. Melangkah berat menahan tubuh Fiona yang sempoyongan, membuat Ciera kesulitan. "Emm" gumam Fiona linglung. "Carikan aku Pria, Ciera!", ucap Fiona hampir saja terjatuh. "Kamu serius?" "Pesankan aku kamar!", ucap Fiona memberi kartu hitamnya pada seorang Pria yang baru saja lewat. Ciera menjadi tegang, dan mencoba meraih tangan Fiona dari Pria asing itu. "Fio, hentikan. Biar aku saja yang pesan" tapi Pria itu terlanjur pergi membawa kartu Fiona. "Eh!" Cegah Ciera tapi percuma Pria itu tidak peduli. "Dasar bodoh!, bagaimana jika Pria itu tidak baik Fiona" geram Ciera sebal. "Aku tidak peduli" Fi
Matahari mulai tenggelam, beberapa karyawan telah beranjak menyisakan kursi kosong, sorot lampu menyala dan mati silih berganti. Di dalam ruangannya Fiona masih begitu sibuk, dia harus mengerahkan semua kemampuannya. Ini bukan lagi hanya sekedar kerja sama, tapi posisi yang harus dia jaga.Bunyi denting dari dawai membuat layarnya hidup sesaat, mengusik pendengaran meminta di perhatikan. Punggung menyandar melepas penat, diraihnya benda pipih itu dan mendapati satu pesan dari Diontara.“Menjengkelkan” Fiona mendengus setelah membaca pesan tersebut. Tapi pada akhirnya dia menutup laptop dan beranjak. Buru-buru berjalan melewati lorong yang temaram, membuka lift dan menghilang setelah pintu beludru itu tertutup rapat, dengan angka yang terus bergerak mundur.Di luar gedung Xander menunggu dengan sabar di dalam kemudi, terus memperhatikan lobi yang masih menyala, dan beberapa sorot lampu di lantai atas masih hidup.Pesannya sudah di baca oleh Fiona, tapi dia tidak yakin apa Fiona setuju
Alera masih menunggu memandang wajah Leo dengan lamat, menyelami kedua mata Pria itu yang tampak heran. " “apa maksudmu?, aku bahkan tidak pernah mencintai Fiona” Leonadric tidak pernah menyukai Fiona, meski dia memiliki paras yang lebih cantik dari Alera. Fiona selalu tampil totalitas dengan riasan tegas di wajahnya, menampilkan keanggunan yang di balut kesan mewah dan keangkuhan. Berbeda dengan Alera, wajahnya selalu terlihat segar dan lembut dengan riasan tipis dan sederhana. Karena itu juga memberi kesan yang berbeda saat Leo bertemu keduanya. Jawaban Leo membuat Alera lega, ternyata Pria itu tidak pernah menyukai Kakak tirinya itu. Pantas saja Alera bisa mendapat hati Leo dengan mudah. Dan itu berarti bukan Leo yang memberikan hadiah untuk Fiona, tapi siapa?. Leo mengerti dengan kekhawatiran Alera, buru-buru mengkonfirmasi ucapannya. “Ale, sepertinya dirimu salah paham. Maksudku, aku sedang membahas gaun pernikahan milikmu dengan Fiona” “benarkah?” jawab Alera semrin
Alera membelak mendengar ucapan Fiona, langkah kaki Fiona yang semakin mendekat, membuat dia gugup dan tanpa sadar kakinya mundur perlahan. "maksud Kakak apa?, kenapa berbicara seperti itu?" kaki Alera berhenti bergerak, badannya terpaku, menangkap sirat mata Fiona yang tampak tenang tapi menghawatirkan. "kamu mau apa?" ucap Alera lagi, lebih tenang. dua tangan Fiona terangkat, menyentuh kedua bahu Alera hingga terguncang. Alera menutup mata, merasakan cengkeraman pada bahunya. mata Alera kembali terbuka, bersitatap dengan Fiona yang malah tersenyum simpul. "kamu takut Ale?" Fiona melepas tangannya dari bahu Alera kemudian berbalik berjalan mendekati meja, meraba kelopak bunga mawar. "aku pikir kamu sudah biasa" Fiona menoleh melihat wajah Alera yang tampak tegar, dan biasa saja. "bukankah, aku sudah sering melakukannya?, lalu kamu akan menangis meminta pertolongan, merengek, itu kan caramu menghadapi masalah, Ale" dari sudut mata Fiona terlihat wajah Alera biasa saja dan ta
Fiona berjalan gegas dengan wajah sebal, dia tidak akan membiarkan Alera dengan mudah mengambil posisinya. Embusan napas kasar keluar begitu saja, kepala Fiona terasa akan meledak sekarang. Bibir Fiona berkedut, memendam emosi, Alera pasti sengaja meminta posisi itu pada Agra untuk menggantikan dia sebagai CEO. Wanita itu sangat licik di mata Fiona, sama seperti ibunya, Feronika. Fiona melihat barang-barangnya di bawah masuk oleh beberapa orang suruhan Agra ke dalam ruangan manager pemasaran, langkah kaki berjalan tenang dengan wajah datar menghampiri mereka. “Yang benar saja, dia memindahkan aku ke sini!!” meski terlonjak mendengar suara melengking Fiona, mereka tetap melanjutkan tugasnya. “Pak Yandra, jelaskan semua ini” ucap Fiona penuh penekanan pada Pria yang menjadi asisten Agra. “Nona, Pak Agra meminta Anda tetap di sini sampai beliau memberi keputusan” Papar Yandra lalu pergi. Sirat mata Fiona penuh amarah yang tertahan, menerawang apa yang akan terjadi selanjutnya.
Fiona sedang bersantai di ruang tamu, menunggu orang yang harusnya sudah tiba dari tadi. Gadis itu mengenakan pakaian kasual, mengetuk layar ponselnya. Siluet Pria terlihat memasuki rumah, Xander berjalan pelan mendekati Fiona. Dan memeluk Fiona dari belakang, sontak perlakuan Xander yang langsung menyentuh leher Fiona membuat gadis itu terkejut. "Eh", Fiona mengelak membuat Xander menjauh. "Kamu baru datang" ucap Fiona sebal. "Ikut aku sekarang!", perintah Fiona yang mendapat tatapan bingung dari Xander. "Kenapa kita keluar?" "Sudah ikut saja, nanti juga tahu" jawab Fiona ketus. Xander memasuki mobil Fiona, dan duduk di samping kemudi. "Biar aku saja yang menyetir" pinta Xander, ketika Fiona hendak memasang sling belt. "Tidak perlu" jawab Fiona acuh, dan mulai melajukan mobilnya. Setelah hampir tiga puluh menit berlalu, mobil tampak memasuki area rumah sakit, membuat Xander semakin bingung. "Kenapa kita ke sini?, siapa yang sakit?", pertanyaan Xander tidak mendapat jawaban, m
Bukannya pulang Fiona malah pergi ke ruangan Bar dan Karaoke, entah sudah berapa gelas minuman yang dia teguk. Panas mulai menjalar pada tubuhnya, kepala berdenyut hebat saking pusingnya. Tapi Fiona tidak peduli, masih mengisi lagi gelasnya, meneguk hingga tandas. Ciera Adisty Gabriel, salah satu sahabat baik Fiona, segera membawa gadis itu pergi sebelum Fiona benar-benar tepar di sini. Melangkah berat menahan tubuh Fiona yang sempoyongan, membuat Ciera kesulitan. "Emm" gumam Fiona linglung. "Carikan aku Pria, Ciera!", ucap Fiona hampir saja terjatuh. "Kamu serius?" "Pesankan aku kamar!", ucap Fiona memberi kartu hitamnya pada seorang Pria yang baru saja lewat. Ciera menjadi tegang, dan mencoba meraih tangan Fiona dari Pria asing itu. "Fio, hentikan. Biar aku saja yang pesan" tapi Pria itu terlanjur pergi membawa kartu Fiona. "Eh!" Cegah Ciera tapi percuma Pria itu tidak peduli. "Dasar bodoh!, bagaimana jika Pria itu tidak baik Fiona" geram Ciera sebal. "Aku tidak peduli" Fi
Hellena Fiona Atmika putri tunggal dari pasangan Agra Dimantara dan Daisy Purnama. Agra Dimantara pria berusia 54 tahun, seorang Presdir di Lencana Group, istri pertamanya Daisy Purnama telah meninggal di usia 35 tahun. Agra menikah lagi dengan sekertarisnya, Feronika. Dan memiliki putri yang bernama Alera Pujiasmi Kirana yang terpaut 5 tahun dari Fiona.Genap di usia 26 tahun, angka yang berdiri tegak di atas kue tar bertumpuk dua dengan api masih berkobar di sumbu lilin. Sekali hempus angin, api berganti asap bertebaran. Suara riuh tepuk tangan, menggema di seisi ruangan yang di hadari berbagai orang dan kalangan, mengenakan baju terbaik mereka di acara ulang tahun Fiona.Fiona meraih pisau kue, dan mulai memberikan potongan pertama untuk Papanya, Agra Dimantara. Senyum lebar terbit dari keduanya, begitu pula dua wanita yang mengapit mereka. Terlihat sempurna, tapi sebenarnya tersimpan benci yang mendalam."Kak, ini hadiah dari aku" ucap Alera semangat, menyerahkan sekotak kado yang