Bayangan tubuh Alfred terlihat di permukaan kaca besar.Pria itu tengah duduk memakan sepiring masssaman curry seorang diri, sesekali wajahnya terangkat melihat kea rah tangga memastikan jika Floryn masih berada di kamarnya.Alfred tidak berani melihat reaksi Floryn ketika dia menonton semua rekamaannya, Alfred tidak ingin melihat duka dimatanya karena harus membuka luka lamanya kembali yang selama ini selalu berusaha dia lupakan.Suap demi suap makanan memasuki mulutnya, menyisakan noda di piring.Alfred beranjak dari tempat duduknya, mengambil mangkuk massaman curry dari dalam microwave untuk dia habiskan sendiri.Suara deringan telepon masuk terdengar di kesunyian, membawa Alfred mendekati meja dan melihat nama ibunya yang kini tertera di layar.Alfred menghela napasnya dengan berat, dengan terpaksa dia menerima panggilan ibunya didetik-detik terakhir sebelum panggilan berakhir.“Alfred Sayang, kenapa kau tidak pulang? Ibu menunggumu sejak tadi,” ucap Nathalia terdengar lebih lemb
Masih di dibawah dinginnya langit yang gelap, Floryn duduk meringkuk memeluk lututnya dengan erat.Suara isakan terdengar begitu menyakitkan disetiap tarikan napasnya.Apa yang terjadi malam ini masih seperti mimpi baginya. Bukti penting yang didapatkan jauh lebih baik dari apa yang Floryn harapkan.Floryn bersyukur, Tuhan masih menahan kematian yang pernah beberapa kali mencoba bunuh diri karena tidak kuat dengan penderitaan yang harus dilaluinya.Andai dia mati di dalam penjara, meninggalkan masalah yang seharusnya diselesaikan dengan jalan bunuh diri seperti ibunya. Mungkin, selamanya orang-orang akan membencinya dan menganggapnya sebagai seorang pembunuh, sementara Rachel dan Issabel akan menjadi pemenang, menjalani kehidupan dengan baik dalam kemakmuran tanpa merasa bersalah.Andai saja, dulu ketika di dalam penjara dan ketika depresi Floryn sudah mulai membaik, ada satu orang saja yang mau datang menjenguknya, mau mendengarkan cerita Floryn, mungkin kebenaran ini akan terungka
“Kau akan pergi bekerja?” tanya Issabel melihat Rachel keluar dari kamarnya terlihat sudah rapi mengenakan make up yang lebih tebal dari biasanya untuk menutupi luka lebam yang masih yang masih tertinggal di wajahnya.“Mau bagaimana lagi, aku kan hanya memberi alasan sakit saja,” jawab Rachel menggantung, wanita itu mengedarkan pandangannya sampai akhirnya sebuah pertanyaan muncul, “apa ayah masih belum pulang juga?”“Aku juga sudah menantikan kepulangannya sejak semalam.”Sudah tiga malam lamanya Emier tidak menampakan diri, tepatnya sejak saat pertengkaran pagi itu di rumah sakit.Sejak pagi itu, Emier tidak muncul lagi muncul di rumah sakit maupun pulang ke rumah, Emier tidak dapat dihubungi. Issabel sempat datang ke kantornya berharap untuk bisa bertemu dan berbicara empat mata, namun tidak ada satupun yang dapat memberitahu keberadaannya.Rachel tahu jika kejadian dipagi itu telah sangat mengecewakan Emier. Tapi, tidak seperti biasanya Emier memilih menghindar dari masalah yan
Bugh!Rachel menutup mulutnya menahan teriakan melihat kini Nolan jatuh terjengkak ke lanai dan mengerang. Nolan tidak memiliki kesempatan untuk berdiri, Emier mendatanginya dan kembali menghajarnya bertubi-tubi dengan berbagai cara.Nolan tergeletak tidak dapat menahan dan melawan amarah Emier yang kini kesetanan menhajarnya hingga tangannya berdarah memiliki robekan.Issabel yang melihat kejadian mengerikan itu berteriak panik, wanita itu berlari terhuyung berusaha merelai. Nolan bisa meninggal jika tidak tidak dijauhkan dari Emier.“Cukup Emier! Apa yang kau lakukan!” teriak Issabel sekuat tenaga menarik mundur Emier agar tidak dapat menjangkau Nolan.Emier yang sudah kehilangan kendali tidak dapat membendung amarahnya lagi. Kepedihan yang dia terima atas pengkhianatan di rumah ini sudah sangat melukai dan menyayat hatinya.Semua pukulan yang dia layangkan tidak sebanding dengan penghianatan yang dilakukan Nolan.“Cukup Emier..” pinta Issabel sekali lagi penuh dengan permohonan. A
“Jawab saja pertanyaanku sialan! Anak siapa Erika? Apa dia anak lelaki bajingan ini?” teriak Emier mendesak.“Maafkan aku Emier,” lirih Issabel tidak mampu mengangkat wajahnya.Tenggorokan Emier mengering, udara yang masuk kedalam kerongkongan terasa begitu sakit hingga membuatnya kembali menangis kencang. “Pelacur sialan, mati saja kau!” teriak Emier menggema hingga urat-urat di lehernya bermunculan.“Tuan” rintih Nolan memanggil.“Diam!” teriak Emier langsung melepaskan satu tembakan tepat di kaki Nolan dan membuat lelaki itu berteriak mengerang kesakitan.Issabel menjerit ketakutan, wanita itu langsung memeluk Nolan, sementara para pekerja yang sejak tadi diam-diam melihat hanya bisa menahan napas mereka tidak dapat menghentikan apa yang terjadi.“Ayah, aku mohon tenanglah,” tangis Rachel penuh permohonan, Rachel tidak sanggup melihat kekacauan keluarganya lebih jauh lagi, ini terlalu menyakitkan untuknya.“Diam kau!” teriak Emier kian marah, ketenangan Rachel yang mendengar segala
“Apa yang sebenarnya ingin Nathalia bicarakan dengan kita? Tidak seperti biasanya dia melakukan pertemuan dengan Alfred juga,” ucap Poppy memandang keluar jendela, menantikan kedatangan Nathalia bersama Alfred.Melisa meneliti penampilan make upnya melalui cermin kecil, wanita itu mengoleskan lipstick di bibirnya. Sudah beberapa hari ini Melisa dan Alfred tidak bertemu karena pekerjaan, Melisa berharap jika pertemuan kali ini membawa kabar gembira mengenai rencana pernikahan mereka yang akan dilaksanakan lebih cepat.Memang, terakhir kali Melisa bertemu dengan Nathalia, Nathalia bersikap lebih dingin dari biasanya.Melisa menganggap kejadian itu dikarenakan suasana hati Nathalia yang sedang buruk dan sensitif, tidak ada hubungannya sedikitpun dengannya.“Melisa, kenapa kau begitu tenang?” tanya Poppy.“Memangnya apa yang harus kita khawatirkan? Selama ini nyonya Nathalia orang yang paling bersemangat dalam perjodohan ini, jika dia ingin mengadakan pertemuan bukankah itu berhubungan d
Melihat Rachel yang pergi meninggalkannya tanpa rgu, Issabel menangis bangkit tertatih membawa Erika yang tidak berhenti menangis kencang ingin bertemu dengan Emier yang telah pergi.Issabel terisak memangku Erika dan membawanya pergi menaiki mobil hanya membawa perhiasan dan tas-tas mahalnya yang perlu diselamatkan. Dia harus mengamankan Erika terlebih dahulu di butiknya sebelum membereskan semua barang-barangnya, lalu pergi menjenguk keadaan Nolan yang telah dibawa ke rumah sakit.Sepanjang perjalanan menuju butik, Erika tidak berhenti merengek menangis, mempertanyakan mengapa ayahnya begitu marah, dan mengapa kakaknya terlihat sangat membencinya.Erika terlihat begitu sedih, anak itu beberapa kali tersentak karena teringat ledakan senjata yang sempat Emier keluarkan bersama teriakan-teriakan sumpah serapahnya.Setelah melakukan perjalanan hampir satu jam lamanya, Issabel akhirnya sampai dibutiknya.Dilihatnya Erika yang kini mulai tertidur karena kelelahan, dengan hati-hati Issabel
Samar-samar remang cahaya sedikit terlihat, kesadaran Issabel telah kembali setelah dia terjatuh pingsan di depan butik.Dengan berat Issabel membuka matanya dan melihat ke penjuru arah menyadari jika kini dia tengah berada di rumah sakit. Kening Issabel mengerut samar, seluruh tubuh Issabel terasa lemas tidak bertenaga bibirnya begitu berat untuk dia gerakan saat dia berusaha untuk bangkit dan duduk.Apa yang terjadi pada tubuhnya? Seharusnya tidak seperti ini. Issabel sangat sehat dan dia hanya terjatuh pingsan saat mendengar Emier menguirnya dari butik, kepalanya berdenyut panas dan sakit, seluruh urat di nadinya menegang.Issabel tidak dapat mengontrol kesedihan, marah dan terkejutnya yang telah menjadi satu. Issabel masih terlalu shock, dia tidak siap menghadapi kekacauan hidupnya yang datang beruntunan dalam waktu cepat.Dilihatnya kini Erika tengah meringkuk tertidur di sofa rumah sakit sendirian. “Erika..” panggil Issabel dengan suara yang dalam dan bibir yang sedikit terbuk