Mata Kurt terbelalak merasakan udara disekitarnya menghilang menyisakan kehampaan yang menyesakan. Kurt menatap getir surat perceraian pemberian Daia. Tindakan isterinya yang selama ini diam dan tenang seolah tidak peduli dengan apapun yang Kurt lakukan kini telah berhasil mengejutkannya dengan langkah yang idak terduga.Tidak pernah sedikitpun terlintas dalam benak Kurt bahwa isterinya akan melayangkan surat cerai padanya.“Sayang, kau jangan bercanda,” bisik Kurt menggeleng sedih. “aku mohon jangan gegabah seperti ini, sebaiknya kita bicarakan masalah ini di rumah dengan kepala dingin.”“Enak saja kau bilang jangan gegabah, sementara kau sendiri dengan tenangnya tanpa berpikir dua kali berselingkuh.”“Aku tidak mau bercerai! Aku mau menua bersama denganmu. Maafkan aku, aku mohon beri aku kesempatan,” bisik Kurt memohon hingga matanya berkaca-kaca penuh penyesalan.“Aku sudah memberimu kesempatan sejak kau ketahuan selingkuh untuk yang pertama kalinya,” jawab Daia dengan tegas.“Aku
Di depan pintu ruangan Alfred, Rachel berdiri dengan bibir menekuk kecewa. Hari ini keberuntungan tidak berpihak padanya lagi, setelah bertemu dengan Daia, perasaan Rachel menjadi tidak begitu baik sampai pada akhirnya Kurt terjatuh pingsan dan dilarikan ke rumah sakit.Pria tua itu mendadak drop setelah ditemui oleh isterinya.Rachel yang semakin khawatir mendadak senang begitu mendapatkan kesempatan menggantikan Kurt untuk menemui Alfred Morgan untuk mengantarkan laporan.Rachel sangat berantusias, dia sampai pergi ke toilet terlebih dahulu untuk memperbaiki riasan dan mengatur ekspresi di wajahnya agar lelaki yang selama ini dia kagumi itu memiliki kesan baik padanya.Seperti apa yang Rachel harapkan, Alfred Morgan yang dia temui di ruangannya terlihat begitu tampan dan menyilaukan. Rachel terpesona, dia tidak dapat mengalihkan pandangannya dari sosoknya yang berkarisma.Rachel tersipu malu, setiap langkah yang dia ambil begitu mendebarkan membayangkan jika dia benar-benar bisa men
“Kenapa dia berphoto seperti ini,” tawa Alfred, terhibur oleh wajah kaku Floryn yang berdiri seperti patung dengan permen kapas ditangannya, ekspresnya sama persis seperti wajah tertekan Nara ketika menghadapi hal-hal asing untuknya.Alfred terpaksa harus melakukan zoom dan memotongnya agar wajah Floryn dapat dia lihat lebih dekat.Kesenangan Alfred terpecah begitu dia ingat ada seseorang yang tengah menunggu di depan ruangannya. Alfred melakukan panggilan pada seseorang yang berada diluar, memerintahkan Rachel untuk kembali masuk ke dalam.Tidak berapa lama, Rachel pun kembali muncul di ruangan Alfred.Senyuman cerah hilang dalam sekejap, pria itu kembali menjadi dingin dan tidak terbaca saat melihat wajah wanita itu..Wajah yang akan Alfred ingat karena beberapa alasan.Dia adalah perempuan yang dulu berbicara mewakili Emier didepan media. Dengan berderai air mata dia terus menyeruakan keadilan, memperjuangkan hak yang telah direnggut dari Abra, adik kandungnya yang telah meninggal
Emier menurunkan topi dinasnya begitu melihat Erika tengah bermain bersama dengan Nolan di halaman rumah, pria paruh baya itu tersenyum penuh kelegaan akhirnya bisa kembali pulang lebih cepat karena bergabung dengan pesawat militer.Menyadari kedatangan ayahnya, anak itu berlari menghampiri Emier dan melompat kedalam pelukan.Emier tersenyum semakin lebar, memeluk Erika dengan erat dan mengecup kedua pipinya bergantian melepas kerinduannya setelah beberapa hari pergi meninggalkan keluarganya. “Bagaimana dengan sekolahmu? Apa kau menikmatinya?” tanya Emier.“Menyenangkan Ayah, aku ingin kembali sekolah besok, Ayah mengantarku kan?” jawab Erika dengan tawa riang.Senyuman Emier memudar, dia terpaku dan tenggelam dalam sebuah kenangan yang tiba-tiba muncul diingatannya. Kenangan empat belas tahun yang lalu ketika Floryn memasuki hari pertamanya sekolah.Emier yang masih belum memiliki jabatan harus segera pergi karena panggilan tugas penting dan Rafaela harus pergi mengajar, sementara
Gerbang besar kediaman keluarga Morgan terbuka lebar mengantar kepergian Floryn yang melangkah keluar hendak pulang.Mata Floryn memicing, gadis itu melihat keberadaan Roan tengah berdiri diatas motornya tanpa mengenakan pakaian kerja. Roan telah menunggu Floryn sejak setengah jam yang lalu begitu tahu kabar dari Piper mengenai jam pulangnya bekerja.“Roan!” panggil Floryn menghampiri.Suatu keberuntungan, kepala Floryn sedang berdenyut sakit dan tidak memiiki banyak tenaga untuk pulang dengan skateboardnya.“Kau menungguku?” tanya Floryn lagi dengan senyuman, tidak mempedulikan Roan yang berdecak pinggang terlihat marah. “Aku mencarimu sejak kemarin, kau juga tidak ada tadi pagi. Kau kemana saja? Kenapa tidak ada dirumah? Handponemu juga tidak dapat dihubungi, aku pikir telah terjadi sesuatu padamu,” jawab Roan dengan setumpuk omeln marahnya. Roan sangat takut telah terjadi sesuatu hal yang buruk kepada Floryn mengingat gadis itu memiliki keluarga untuk menjadi tempat berlindung
Emier menggeleng mengenyahkan pikiran buruk yang tiba-tiba muncul dikepalanya. Tidak mungkin Issabel mengkhianatinya! Selama ini hubungan mereka berdua baik-baik saja dan Emier telah mencukupi semua yang Issabel inginkan meski terkadang mereka berdua masih sering cek-cok karena kebiasaan Issabel yang masih suka berjudi hingga sempat terlilit hutang.Sudah sepuluh tahun mereka berdua menikah, itu bukanlah waktu yang singkat.Tidak mungkin Issabel mengorbankan pernikahannya dengan Emier yang berjalan hampir sepuluh tahun lamanya untuk sebuah perselingkuhan.Itu mustahil!Tetapi..Dulu Emier juga mengkhianati Rafaela setelah menikahinya belasan tahun demi Isasbel, rumah tangga Emier dan Rafaela juga harmonis, namun tidak menutup kemungkinan Emier untuk tetap berselingkuh dengan Issabel yang lebih menggairahkannya sementara Rafaela terlalu sibuk bekerja.Emier mengkhianati Rafaela karena alasan yang sepele. Rafaela terlalu mandiri dan memiliki penghasilan yang lebih besar darinya, Emier
“Aku ke toilet dulu,” pamit Rachel beranjak dari duduknya setelah mengetahui Floryn pergi meninggalkan meja sekitar satu menit yang lalu.“Aku tidak mau Rachel mengganggunya di tempat umum seperti ini, kau harus memperingatkannya agar bertindak hati-hati,” nasihat Emier bisa langsung memahami kemana perginya Rachel saat ini.Issabel mendengus tidak suka. “Biarkan saja, Rachel sudah dewasa.”“Justru karena Rachel sudah dewasa, dia harus berpikir dua kali disetiap tindakannya.”“Kenapa kau berbicara seperti sedang membela pembunuh itu?” bisik Issabel dengan geraman. “Wajar saja jika Rachel mengganggu, mantan putri kesayanganmu itu telah membunuh adik Rachel!”“Justru karena dia pembunuh, aku tidak ingin siapapun tahu anak itu pernah menjadi bagian dari keluarg kita,” jawab Emier penuh tekanan.“Aku tidak peduli Emier! Selama anak itu masih berada disekitar kita, aku dan Rachel akan tetap mengganggunya sampai dia pergi. Rasa sakit hatiku tidak akan pernah sebanding dengan kematian Abdra
Floryn menyusut sisi lehernya yang tergores, gadis itu menatap cermin melihat ada lebam di dekat matanya akibat pukulan Rachel. Floryn menyisir rambutnya yang berantakan, beberapa kali mengatur napas sebelum memutuskan pergi keluar toilet meninggalkan Rachel yang kini berusaha bangun tidak tahu harus membereskan dirinya dari mana.Rachel masih shock, kejadian yang dialaminya berjalan begitu cepat tidak terduga, semua kekasaran Floryn sangat mengejutkan. Kini Rachel tahu, mengapa Dany bisa sampai harus kehilangan kakinya karena Floryn.Floryn telah berubah, dia menjadi lebih kejam dan tidak lagi sepolos dulu.Saat akan kembali ke ruangan makan, tidak sengaja Floryn berpapasan dengan Issabel yang datang menyusul hendak ke toilet karena putrinya pergi terlalu lama.Pertemuan diruang sepi itu menciptakan ketegangan yang kuat, keduanya saling menatap seakan sedang mengukur kemampuan masing-masing.Perasaan Issabel mendadak tidak begitu baik melihat wajah berantakan Floryn sementara Rachel
Samantha menghisap cerutunya dalam-dalam, wanita itu segera duduk dikursinya menghadap Roan yang telah cukup lama menunggu diruangannya.“Ada apa? Tidak seperti biasanya kau datang ke rumah bordilku,” tanya Samantha dengan suara serak.“Bagaimana kabarmu Samantha?”“Seperti yang kau lihat, selalu berjalan biasa seperti ini.”Seperti apa yang Roan lakukan sebelumnya, dia mengeluarkan sebuah amplop dari jaketnya dan meletakannya di meja kerja Samantha. “Aku ingin menyampaikan titipan dari Flo.”Samantha sempat terdiam melihat amplop diatas mejanya, sampai akhirnya dia bertanya. “Titipan apa?”“Bukalah.”Samantha meninggalkan cerutunya di asbak dan mengambil amplop itu, mengeluarkan selembar cek berisi dua juta dollar.Samantha terperangah kaget sampai tangannya gemetar memegang uang sangat banyak. “Apa maksudnya ini? Jangan bermain-main denganku jika ini tentang uang,” bisik Samantha dengan suara bergetar.Tubuh Roan menegak. “Itu adalah uang hasil dari tuntutan Flo pada kepolisian. Fl
Kabar kematian Floryn tersebar luas kepada banyak orang, kasus pembunuhan dan scenario pembohongan besar yang telah dilakukan Rachel memantik banyak berhatian public untuk ikut turun tangan menuntut keadilan untuknya. Public menuntut untuk hukuman berat kepada Rachel karena dia bertanggung jawab penuh atas kematian Abra dan juga penyebab kematian Floryn. Kabar kematian Floryn akhirnya sampai ditelinga Rachel, alih-alih merasa senang orang yang paling dibencinya telah tiada, justru Rachel mulai dibayangi oleh ketakutan akan hukuman yang semakin berat harus dia jalani didepan mata. Selama dua bulan di dalam penjara, keadaan Rachel terlihat semakin mengkhawatirkan karena dia dikurung dalam ruang isolasi sendirian, dia mengalami delusi parah hingga harus mendapatkan obat penenang. Beberapa kali dia kedapatan hendak melakukan percobaan bunuh diri karena tidak kuat menghadapi tekanan yang begitu menyiksanya. Kenekatan Rachel yang mulai parah membuat kedua tangannya dan kakinya perlu
Semua orang berjalan di hamparan rumput yang hijau dan subur, melangkah di bawah sinar matahari sore yang mulai kekuningan, suara hembusan angin terdengar dikesunyian yang mencekam, daun-daun yang berguguran ketanah seperti tengah bercerita tentang apa yang kini tengah terjadi pada segerombolan kecil orang yang membawa jenazah Floryn menuju tempat peristirahatan terakhirnya.Orang-orang berpakaian putih membawa bunga mawar merah tidak menunjukan tanda-tanda sedang berduka meski pada kenyataannya, ada hujan air mata yang tidak bisa dihentikan seiring dengan langkah yang kian dekat pada tempat dimana Floryn akan dimakamkan.Emier membekap mulutnya dengan kuat, melangkah tertatih kehilangan banyak tenaganya. Dia sudah tidak mampu lagi menampung kesedihannya hari ini, jauh lebih baik jika Emier sakit karena sekarat dibandingkan harus sakit karena penyesalan atas kepergian putrinya.Bahu Emier gemetar, lelaki paruh baya itu membungkuk tidak mampu melanjutkan perjalananya yang tinggal sedik
Roan duduk sendirian di kamar tempat terakhir Floryn terbaring tadi malam, pria itu tengah menangis mengenakan pakaian putih yang beberapa jam lalu baru dibelinya. Suara rintihan pria itu terdengar, Roan tahu jika pada akhirnya ini semua akan terjadi, namun dia tidak pernah membayangkan jika rasa sakitnya sangat begitu menyiksa sampai membuatnya ingin berteriak sekencang mungkin.Roan tidak pernah menyangka jika perayaan kesembuhan yang telah Floryn ucapkan kepadanya beberapa jam lalu adalah sebuah perpisahan.Roan mengusap wajahnya yang sudah basah oleh air mata, dengan langka gontainya pria itu berjalan melewati pintu, melihat Floryn yang terbaring dalam keadaan cantik dan tenang.Roan mendekat dengan putus asa, sebanyak apapun dia menangis, hal itu tidak mampu meradakan kesedihan dan sakit yang tengah bersarang didalam dadanya.Roan tahu, ini adalah jalan terbaik untuk Floryn. Tapi tidak untuk orang-orang disekitarnya yang kini harus belajar mengkihlaskan kepergiannya.Tangan Roan
Air mata Julliet terus berjatuhan membasahi punggung tangannya yang bersarung tangan. Dia dan Samantha tengah membantu mengenakan baju Floryn, memengakan sebuah gaun cantik yang telah Floryn beli dari toko satu jam sebelum kematiannya. “Aku tidak bisa melakukan ini Bibi,” isak Julliet mengusap wajahnya dengan kasar, dia sudah bertahan sekuat tenaga, namun setiap kali dia melihat wajah Floryn, tangisannya selalu terpecah.Julliet masih tidak menyangka jika Floryn akan berakhir seperti ini.Baru beberapa jam yang lalu mereka berbicara sambil menunggu pagi datang, Julliet masih bisa melihat senyumannya yang cantik, suara tawanya yang lembut, bahkan Julliet sempat menggoda Floryn bahwa dia akan mempersiapkan gaun pernikahan sederhananya dengan Alfred.Julliet sama sekali tidak pernah berbikir bahwa gaun yang dibeli Floryn akan digunakan untuk hari terakhirnya.Apakah ini alasan Floryn meminta Julliet untuk tinggal dirumah neneknya? Apakah ini maksud dari Floryn yang telah mengatakan bah
Langit yang cerah berkabut terhalang oleh air mata. “Roan cepatlah!” teriak Alfred memeluk erat Floryn dengan gemetar, memaksa Roan untuk berkendara lebih cepat meninggalkan toko Luwis.Pikiran Alfred berubah kacau, jantuntungnya berdegup begitu kencang merenggut sebagian kekuatannya karena ketakutannya akan keadaan Floryn semakin tidak baik.“Kita harus membawanya ke rumah sakit sekarang juga, aku mohon cepatlah!” pinta Alfred penuh permohonan.“Aku sudah berusaha secepat mungkin! Flo bertahanlah, kau akan baik-baik saja,” ucap Roan terdengar getir.Bulu mata Floryn bergerak pelan, kesadarannya yang terenggut telah kembali. Samar-samar Floryn melihat wajah Alfred yang kini tengah menangis, memeluk dalam pangkuan.Ada sakit yang cukup kuat disetiap denyut urat nadinya, kepala Floryn diletupi oleh sesuatu yang tidak dia mengerti. Jika ditanya apakah sakit? Sangat sakit, ini adalah sesuatu yang paling sakit diterima tubuhnya, namun Floryn tidak ingin meringis ataaupun menangis, dia ha
Pagi ini matahari cukup cerah dan hangat, mengurangi cuaca dingin dari musim gugur yang masih berlangsung.Floryn duduk disisi ranjang tengah diperiksa oleh dokter untuk memastikan keadaannya sebelum pergi keluar rumah.Ditengah ketenangannya, Floryn diam-diam memperhatikan Alfred yang tengah bersiap-siap. Pagi ini Floryn bisa mendengar suara rengekan Alfred kepada Ali karena tidak terbiasa menggunakan kamar mandi kecil, mendengar rengekannya karena tidak memiliki sarapan yang bergizi.Suara rengekan itu cukup menghibur Floryn yang berada di kamar, pasalnya Alfred tidak mengeluhkan apapun saat berada dihadapan Floryn, dia bersikap sebagai lelaki gantleman. Lucunya saat bersama Ali, Alfred akan mengeong seperti kucing rumahan.“Bagaimana keadaannya?” tanya Roan.“Keadaannya membaik, beliau bisa pergi,” jawab Edith tersenyum lembut menyembunyikan ada kegetiran dimatanya. “jangan lupa membawa kursi roda untuk berjaga-jaga.”Roan tersenyum penuh kelegaan, pria itu sempat mendekati Floryn
Malam yang dingin begitu sunyi, jam sudah menunjukan pukul dua malam dan semua orang tengah tertidur lelah mengistirahatkan diri ditenda-tenda yang sudah dibangun, tungku perapian dari arang dan kayu masih menyala menyebarkan kehangatan.Di dalam rumah, Floryn bergerak gelisah, seluruh tubuhnya kembali sakit dan sesak meski alat bantu pernapasan terpasang dihidungnya. Floryn diserang oleh mimpi aneh yang tidak jelas, sekuat tenaga dia berusaha untuk bangun dan sadar.Floryn tersentak membuka matanya seketika, bibirnya terbuka bernapas dengan kasar tidak beraturan, seluruh tubuhnya kembali tidak dapat digerakan, sekuat apapun Floryn berusaha, dia tidak dapat melakukannya bahkan sekadar untuk menggerakan jarinya.Semakin sering penyakit itu datang, semakin banyak kemampuan tubuh Floryn yang terenggut.Butuh waktu yang cukup lama untuk Floryn mendapatkan ketenangan, melihat keberadaan Alfred yang tengah tertidur duduk di kursi rotan. Sejak kemarin Alfred tidak mendapatkan waktu beristi
Roan berdiri di ambang pintu, memperhatikan Alfred yang masih tidak beranjak meninggalkan Floryn, pria itu tengah memijat tangan Floryn yang masih kesulitan untuk digerakan. Sejak kembali sadar, bahkan Floryn belum berbicara sepatah katapun.Tampaknya setelah ditinggalkan Floryn dimalam itu, Alfred mulai takut untuk meninggalkan Floryn dari jangkauan matanya.Roan mengetuk daun pintu sepelan mungkin. “Izinkan aku berbicara dengan Flo. Hanya berdua,” pinta Roan.Dengan berat hati Alfred beranjak pergi memberi ruang.Roan mendekat dengan penuh kehati-hatian, matanya bertemu dengan sepasang mata Floryn yang memandanginya dengan lekat tanpa berbicara sepatah katapun. Dokter bilang jika penyakit Floryn sudah mengganggu ingatannya, karena itulah kini Floryn pikiran Floryn sedang melayang tersesat.Roan tersenyum dan duduk bersimpuh di lantai agar bisa mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan Floryn.“Flo,” panggil Roan.Bola mata Floryn bergerak kesisi melihat Roan melalui sudut matanya.“Apa s