“Mau saya bantu?” tanya sopir taksi menyangga lengan Floryn agar dia tidak terjatuh saat keluar dari mobil.Floryn menggeleng tanpa suara.“Anda yakin Nona?” tanya sopir itu sekali lagi untuk memastikan.“Saya yakin,” jawab Floryn nyaris tidak terdengar.Floryn terhuyung-huyung melewati satu persatu anak tangga dengan penuh perjuangan. Seluruh tubuhnya sakit dan lelah, kepalanya sangat panas dan kakinya sangat berat kesulitan melangkah. Sesekali pandangannya mengabur membawanya tersandung terjatuh, lalu kembali merangkak dengan wajah pucat dihiasi noda darah yang mengering.Bayang-bayang orang yang mengejar terngiang dalam ingatannya. Ketakutan dapat dia rasakan disetiap tarikan napasnya seakan dimanapun Floryn berada, nyawanya terus terancam. Tidak hanya satu orang saja yang menginginkan nyawanya..Emier, Issabel, dan terutama Rachel. Mereka adalah orang pertama yang akan bersuka ria jika melihat Floryn mati, mungkin mereka juga akan mengadakan pesta besar-besaran merayakan kematia
Alfred menopang sisi wajahnya di kepalan tangan, kakinya menumpang karena jarak kursi ke meja yang terlalu sempit untuk postur tubuhnya. Memperhatikan gerak-gerik Floryn tengah pergi ke dapur, tidak berapa lama gadis itu kembali membawa segelas air dan duduk di sebrangnya.Alfred menekan bibirnya membentuk garis kasar. Jauh didalam lubuk hatinya, dia tidak tega memanfaatkan kelemahan Floryn, Alfred ingin menjadi lelaki yang gantleman di mata gadis itu.Tetapi, mustahil Floryn menerima bantuan darinya tanpa alasan yang masuk akal, justru kebaikan Alfred yang tidak berdasar hanya akan membuat curiga. Ini adalah jalan satunya untuk bisa menolong Floryn dan untuk bisa dekat dengannya.Hening…Keduanya masih terjebak dalam diam, bergulat dengan pikiran masing-masing yang tidak tahu harus memulai percakapan dari mana.Floryn tertunduk menautkan jemarinya di pangkuan, dia tidak memiliki keberanian memulai percakapan. Dia sadar, dalam posisi ini dia adalah orang yang paling membutuhkan, namun
“Alfred.”Permukaan kulit Alfred meremang, bibirnya berkedut tidak dapat menahan senyuman tersipunya mendengar namanya akhirnya kembali diucapkan oleh suara lembut Floryn. Alfred terharu, hatinya tersentuh dengan mudah..Floryn sedikit menjauhkan wajahanya, menyembunyikan perasaan risih melihat reaksi Alfred, mata pria itu berbinar cerah seperti dihiasi manic-manic sambil menutup mulutnya yang cengengesan.“A-anda kenapa?” tanya Floryn khawatir.Ekspresi di wajah Alfred berubah dalam seperkian detik begitu mendengar Floryn kembali berbicara formal dan menghancurkan segala kesenangan yang baru saja Alfred rayakan.Alfred berdeham tidak nyaman. “Jangan berbicara formal saat kita berdua seperti ini,” peringatnya dengan serius.“Maaf, a-aku belum terbiasa,” jawab Floryn terbata-bata kesulitan untuk menyelesaian ucapannya. Floryn belum terbiasa berbicara non-formal, apalagi harus bersikap manis dan patuh pada Alfred Morgan yang sudah terbiasa dia pandang sebagai seorang atasan.Masih ada
"Floryn Danika ini psikopat!""Benar! Bagaimana bisa anak berumur 15 tahun sepertinya, tak merasa bersalah setelah membunuh adik tirinya?""Meski tak ada hubungan darah, harusnya Floryn tak sekeji itu untuk meracuninya! Semoga, dia dapat hukuman seberat-beratnya!""Benar! Jangan lembek karena embel-embel masih di bawah umur. Kita harus kawal persidangan."Bisikan di ruang persidangan terdengar terus-menerus. Tampak sekali, semua orang sangat menantikan keputusan akhir dari hakim hari ini.Bahkan, kumpulan media dari berbagai stasiun TV juga berharap mendapat berita besar dari kasus Floryn yang merupakan calon atlet ice skating terbaik di negara ini dan juga anak dari salah satu petinggi kepolisian!"Sidang akan dimulai kembali!"Bersamaan dengan ucapan Hakim Ketua, suasana pun kembali tenang, terutama saat Floryn Danika kembali hadir.Penampilan gadis bermata hijau safir itu seketika mengalihkan perhatian.Meski kesal, mereka mengakui bahwa Floryn begitu cantik. Sayangnya, dia jahat d
Keinginan balas dendam membuat Floryn bertahan. Tak terasa, hari kebebasannya tiba. Hanya saja, tidak ada yang menyambut Floryn..... “Apa ibu dapat melihatku sekarang? Aku minta maaf karena tidak cukup menjadi anak yang kuat untuk membela diriku sendiri,” bisik Floryn dalam hati kala memandang pot kecil bunga baby breath yang diberikan almarhumah ibunya. Sayangnya, bunga itu mati bersamaan dengan putusan pengadilan lima tahun lalu.Floryn kini sudah 20 tahun. Namun, kebahagiaan anak muda tak ada di wajahnya. Setelah menjadi salah satu tahanan termuda dengan kasus berat, siksaan dari narapidana lain yang mendapatkan sogokan dari Issabel tak pernah berhenti. Untungnya dua tahun terakhir, Floryn mulai diterima. Dia pun berkebun dan merajut pakaian dengan upah tak seberapa. Meskipun begitu, berkat bekerja Floryn memiliki sedikit uang untuk bisa bertahan nanti.Hanya saja, Floryn sadar bahwa masyarakat pasti tak akan menerimanya dengan mudah. “Flo?!” panggil Julliet, seorang mantan t
Floryn tidak memiliki tempat untuk kembali atau bertanya. Terlebih, uang yang Floryn miliki tidaklah banyak.Jika dia menggunakannya untuk menyewa tempat tinggal, maka tidak ada jatah untuk makan.Tidak mungkin juga untuk Floryn mengandalkan makanan gratis. Pemerintahan negara Neydish memang menyediakan truk makanan gratis bagi tunawisma.Ada banyak rak-rak makanan gratis yang bisa diambil hanya dengan menukarnya menggunakan kartu identitas.Masalahnya, jatah makanan selalu dibatasi. Terlebih, Floryn juga tidak memiliki kartu identitas karena saat dia dipenjara, dia masih dibawah umur.Jujur, Floryn takut kelaparan. Lebih baik dia tidur kehujanan dibandingkan mati kelaparan."Hahahaha....."Suara tawa terdengar nyaring disudut tempat menarik Floryn untuk melihat.Ada sekumpulan gadis remaja yang berseragam sekolah tengah mengantri disebuah food truck sambil berbincang.Tampaknya mereka membicarakan sesuatu yang tampak menyenangkan.Pemandangan sederhana itu membuat pupil mata Floryn
“Tuan Muda,” sambut Piper membukakan pintu mobil untuk Alfred. Dengan sigap Piper membawakan koper Alfred dan topi pilotnya. “Saya senang Anda pulang ke rumah kali ini,” ucap Piper lagi dengan senyum sumringah. “Ibu ada di rumah?” tanya Alfred melangkah cepat melewati beberapa anak tangga menuju teras.Sementara itu, Piper terkopoh-kopoh mengangkat koper Alfred disetiap anak tangga yang akan dilewatinya.“Nyonya menginap di hotel sejak kemarin, jika beliau tahu Anda pulang, saya yakin beliau juga pasti pulang,” jawab Piper dengan napas tersenggal kehabisan napas.Alfred berbalik, sejenak dia menunggu Piper menyusul karena hal lain yang peril ditanyakan. “Apa ibu bertengkar lagi dengan ayah?”Piper berusaha untuk tersenyum formal, menyembuyikan perasaan tidak enak hatinya saat ini. Alfred memiliki seorang ibu yang berkepribadian cukup unik, dia akan selalu pergi kabur setiap kali bertengkar, namun dengan satu bujukan dia akan kembali pulang dengan sendirinya.“Ibu Anda hanya mengk
Melalui jendela yang terbuka, Floryn dapat melihat keberadaan Emier yang tengah duduk di kursi belakang.Deg!Gadis itu sontak menelan salivanya dengan kesulitan. Tangannya bahkan gemetar berkeringat dingin.Kesedihan, amarah, kebencian, dan kecewa bercampur menjadi satu melihat pria yang dulu pernah memberinya begitu banyak kasih sayang, dan pria yang sudah mengeluarkan Floryn dari daftar keluarga hingga berhasil mengurungnya dalam jeruji besi selama lima tahun lamanya.Rasanya seperti mimpi bisa kembali melihat sosok pria yang dulu sangat Floryn hormati dan dia banggakan, kini berubah menjadi orang yang sangat dibenci hingga tidak ada pintu maaf yang tersedia untuknya.“Tuan Emier ingin berbicara dengan Anda.”Tiba-tiba saja, seorang pria berpakaian sopir keluar dari mobil dan berlari menghampiri Floryn.Tangan Floryn sontak terkepal kuat. Untuk apa Emier ingin berbicara dengannya? Bukankah lima tahun yang lalu, saat Emier merobek kartu keluarga mereka, dia bilang dia tidak sudi