Alfred menopang sisi wajahnya di kepalan tangan, kakinya menumpang karena jarak kursi ke meja yang terlalu sempit untuk postur tubuhnya. Memperhatikan gerak-gerik Floryn tengah pergi ke dapur, tidak berapa lama gadis itu kembali membawa segelas air dan duduk di sebrangnya.Alfred menekan bibirnya membentuk garis kasar. Jauh didalam lubuk hatinya, dia tidak tega memanfaatkan kelemahan Floryn, Alfred ingin menjadi lelaki yang gantleman di mata gadis itu.Tetapi, mustahil Floryn menerima bantuan darinya tanpa alasan yang masuk akal, justru kebaikan Alfred yang tidak berdasar hanya akan membuat curiga. Ini adalah jalan satunya untuk bisa menolong Floryn dan untuk bisa dekat dengannya.Hening…Keduanya masih terjebak dalam diam, bergulat dengan pikiran masing-masing yang tidak tahu harus memulai percakapan dari mana.Floryn tertunduk menautkan jemarinya di pangkuan, dia tidak memiliki keberanian memulai percakapan. Dia sadar, dalam posisi ini dia adalah orang yang paling membutuhkan, namun
“Alfred.”Permukaan kulit Alfred meremang, bibirnya berkedut tidak dapat menahan senyuman tersipunya mendengar namanya akhirnya kembali diucapkan oleh suara lembut Floryn. Alfred terharu, hatinya tersentuh dengan mudah..Floryn sedikit menjauhkan wajahanya, menyembunyikan perasaan risih melihat reaksi Alfred, mata pria itu berbinar cerah seperti dihiasi manic-manic sambil menutup mulutnya yang cengengesan.“A-anda kenapa?” tanya Floryn khawatir.Ekspresi di wajah Alfred berubah dalam seperkian detik begitu mendengar Floryn kembali berbicara formal dan menghancurkan segala kesenangan yang baru saja Alfred rayakan.Alfred berdeham tidak nyaman. “Jangan berbicara formal saat kita berdua seperti ini,” peringatnya dengan serius.“Maaf, a-aku belum terbiasa,” jawab Floryn terbata-bata kesulitan untuk menyelesaian ucapannya. Floryn belum terbiasa berbicara non-formal, apalagi harus bersikap manis dan patuh pada Alfred Morgan yang sudah terbiasa dia pandang sebagai seorang atasan.Masih ada
Floryn keluar dari ruangan ganti menggunakan gaun baru yang diberikan oleh Samantha, gadis itu duduk di sebuah kursi menunggu giliran dirias oleh seseorang.“Bagaimana dengan dia?” bisik Julliet tersenyum penuh arti.“Siapa?” tanya balik Floryn berpura-pura tidak tahu. “Siapa lagi jika bukan Alfred. Bisa aku tebak, dia sangat tergila-gila padamu Flo,” goda Julliet sembari menabrakan bahunya pada Floryn.Floryn mendengus geli, dia menggeleng tidak setuju dengan pernyataan temannya itu. “Jangan terlalu berangan-angan Julie, aku sadar siapa aku.”“Ya Tuhan Flo. Aku melihat cinta dimata Alfred setiap kali dia mendengar namamu disebutkan. Apa lagi yang kau ragukan? Kita juga layak untuk mendapatkan cinta, namun kita tidak pernah bisa memilih dicintai oleh siapa.”Floryn tersenyum tanpa kata, Floryn tidak menyangkal jika dia sendiri bisa merasakan ada sebuah perasaan yang kuat di mata Alfred setiap kali mereka berbicara. Mungkin memang benar, Alfred jatuh cinta padanya.Cinta yang mustahi
Sudah lebih dari lima menit Alfred duduk menunggu Ferez keluar kandang, dia melirik Noah yang duduk tenang tidak melakukan apapun untuk membantunya.Alfred bersedekap menahan dengusan kesalnya, Alfred benar-benar tidak mengerti, bagaimana bisa tiga orang pria dewasa yang memiliki sifat saling bertolak belakang bisa memiliki hubungan persahabatan lebih dari belasan tahun lamanya? Lebih anehnya lagi, Alfred, Noah maupun Ferez, mereka saling memaklumi sifat absurd masing-masing yang tabu untuk orang normal.“Jika kau ingin berbicara dengannya, masuklah ke dalam kandang,” titah Noah menunjuk kandang di dengannya dengan dagu.“Setiap inch kuliku sudah aku asuransikan, satu goresn saja sangat berarti.”“Cih!” Noah berdecih geli.Alfred bersedekap melipat tanganya di dada, memperhatikan gerak-gerik Ferez untuk menebak, kapan dia akan keluar. Jika saja ini bukan untuk Floryn, dia tidak sudi duduk berlama-lama menunggu Ferez keluar dari kandang. Ferez Benvolio, dia adalah anak sulung dari C
Diantara keramaian orang, Floryn berdiri menahan renggutan dengan segelas vodka coctail, segelas minuman yang sangat mahal untuknya dan setara dengan satu porsi jatah makan siang. Jika saja ini bukan untuk mengawasi Issabel, Floryn jauh lebih senang membeli beberap buah roti yang akan mengenyangkan perutnya.Floryn mempokuskan pandangannya untuk mengawasi Issabel yang tengah melakukan aktivitas kesenangannya, yaitu berjudi.Issabel duduk dengan anggun, membawa chip uang kasino dalam jumlah yang sangat banyak. Nolan yang menemaninya hanya menenteng tas mewah Issabel dan sesekali membisikan sesuatu yang membuat Issabel tersipu malu.Tawa senang Issabel terlihat begitu lepas saat dia memenenangkan putaran pertamanya. Floryn melirik ke beberapa sisi, pandangan matanya kembali bertemu dengan seorang security yang sempat mencegatnya. Kaki Floryn sedikit gemetar dilanda kecemasan.Ini untuk pertama kalinya Floryn masuk ke dalam tempat seperti ini, dia tidak tahu harus mengatasinya dengan ca
“Apa Ibu bilang? Apa Ibu sadar dengan apa yang telah Ibu katakan barusan? Bagaimana bisa Ibu mengatakan cinta pada selingkuhan Ibu, tepat di depan mataku, di rumah milik suamimu sendiri!” geram Rachel dengan penuh penekanan.“Cukup Rachel!”“Tidak akan!” jerit Rachel menangis kencang hingga membuat beberapa pekerja terbangun.“Apa yang Ibu lihat dari lelaki sampah seperti dia? Dia hanya benalu yang menumpang hidup tanpa bisa memberikan apapun selain sex dan penjilat! Ayah jauh lebih baik dari dia!” ucap Rachel bercampur isakan yang kuat.Issabel mengusap keningnya dengan penuh tekanan, Issabel masih tidak habis pikir bagaimana bisa Rachel bisa mengetahui perselingkuhannya? Padahal selama bertahun-tahun ini semuanya berjalan dengan baik-baik saja, bahkan pekerja yang berada di rumah dan mengetahuinya memilih bungkam. Sepertinya, pesan anonym beberapa hari yang lalu memang benar, Rachel memata-matainya.Sekarang semuanya sudah terbongkar, Issabel tidak dapat mengelak dari kesalahannya.
Alfred melajukan mobil dengan cepat meninggalkan kawasan bordil, ditengah kesibukannya yang menyetir, dia menyempatkan diri untuk menelpon Floryn untuk mengetahui keberadaannya.“Kemana sebenarnya dia pergi?” gerutu Alfred.Satu panggilan telepon darinya telah Floryn lewatkan begitu saja.Setiap blok bangunan akhirnya Alfred lewati, mencari-cari keberadaan Floryn tanpa dia ketahui kemana sebenarnya rute perjalanan gadis itu.Ditengah kekesalan yang dirasa, Alfred mendengus geli, menertawakan kekonyolan dirinya sendiri yang rela berkendara sampai beberapa puluh kilo meter, tidak sampai disana, kini dia juga berkeliling harus mencari keberadaannya hanya untuk mengajaknya pergi sarapan bersama sambil berbincang.Alfred terkejut dengan dirinya sendiri, tidak pernah sekalipun dalam hidupnya dia melakukan hal yang sejauh ini untuk seorang perempuan tanpa Alfred pikirkan high valuenya, tanpa Alfred pikirkan masalalunya dan tanpa Alfred pikirkan siapa keluarganya.Floryn yang pertama..Peremp
“Handponeku hilang,” bisik Floryn nyaris tidak terdengar, dia terlalu malu untuk bercerita apalagi bila mengingat hal konyol yang terjadi semalam. Beruntung saja, Floryn masih memiliki bukti perselingkuhan Issabel di akun anonymnya sehingga dia bisa melakukan backup. “Bagaimana bisa?” tanya Alfred dengan ketidak mengertiannya.Tangan Floryn terkepal, menyalurkan kegugupan yang dirasa. “Semalam aku mengikuti Issabel ke kasino dan minum segelas vodka, aku sedikit pusing mabuk di perjalanan pulang dan tidak tahu menyimpan handponeku dimana,” cerita Floryn terbata-bata, dia malu menceritakan semua kejadiannya.Sesungguhnya, semalam saat dia mabuk, dia membeli minuman di warnet. Karena pusing, Floryn justru mengambil arak dan memperparah mabuknya hingga dia tidak sadar meninggalkan handpone dan sepedanya entah dimana.“Untuk apa kau mengikutinya?”“Aku mencari bukti perselingkuhan Issabel dan kebisaanya berjudi,” jawab Floryn pelan.Kerutan samar menghiasi kening Alfred. Seharusnya untuk
Samantha menghisap cerutunya dalam-dalam, wanita itu segera duduk dikursinya menghadap Roan yang telah cukup lama menunggu diruangannya.“Ada apa? Tidak seperti biasanya kau datang ke rumah bordilku,” tanya Samantha dengan suara serak.“Bagaimana kabarmu Samantha?”“Seperti yang kau lihat, selalu berjalan biasa seperti ini.”Seperti apa yang Roan lakukan sebelumnya, dia mengeluarkan sebuah amplop dari jaketnya dan meletakannya di meja kerja Samantha. “Aku ingin menyampaikan titipan dari Flo.”Samantha sempat terdiam melihat amplop diatas mejanya, sampai akhirnya dia bertanya. “Titipan apa?”“Bukalah.”Samantha meninggalkan cerutunya di asbak dan mengambil amplop itu, mengeluarkan selembar cek berisi dua juta dollar.Samantha terperangah kaget sampai tangannya gemetar memegang uang sangat banyak. “Apa maksudnya ini? Jangan bermain-main denganku jika ini tentang uang,” bisik Samantha dengan suara bergetar.Tubuh Roan menegak. “Itu adalah uang hasil dari tuntutan Flo pada kepolisian. Fl
Kabar kematian Floryn tersebar luas kepada banyak orang, kasus pembunuhan dan scenario pembohongan besar yang telah dilakukan Rachel memantik banyak berhatian public untuk ikut turun tangan menuntut keadilan untuknya. Public menuntut untuk hukuman berat kepada Rachel karena dia bertanggung jawab penuh atas kematian Abra dan juga penyebab kematian Floryn. Kabar kematian Floryn akhirnya sampai ditelinga Rachel, alih-alih merasa senang orang yang paling dibencinya telah tiada, justru Rachel mulai dibayangi oleh ketakutan akan hukuman yang semakin berat harus dia jalani didepan mata. Selama dua bulan di dalam penjara, keadaan Rachel terlihat semakin mengkhawatirkan karena dia dikurung dalam ruang isolasi sendirian, dia mengalami delusi parah hingga harus mendapatkan obat penenang. Beberapa kali dia kedapatan hendak melakukan percobaan bunuh diri karena tidak kuat menghadapi tekanan yang begitu menyiksanya. Kenekatan Rachel yang mulai parah membuat kedua tangannya dan kakinya perlu
Semua orang berjalan di hamparan rumput yang hijau dan subur, melangkah di bawah sinar matahari sore yang mulai kekuningan, suara hembusan angin terdengar dikesunyian yang mencekam, daun-daun yang berguguran ketanah seperti tengah bercerita tentang apa yang kini tengah terjadi pada segerombolan kecil orang yang membawa jenazah Floryn menuju tempat peristirahatan terakhirnya.Orang-orang berpakaian putih membawa bunga mawar merah tidak menunjukan tanda-tanda sedang berduka meski pada kenyataannya, ada hujan air mata yang tidak bisa dihentikan seiring dengan langkah yang kian dekat pada tempat dimana Floryn akan dimakamkan.Emier membekap mulutnya dengan kuat, melangkah tertatih kehilangan banyak tenaganya. Dia sudah tidak mampu lagi menampung kesedihannya hari ini, jauh lebih baik jika Emier sakit karena sekarat dibandingkan harus sakit karena penyesalan atas kepergian putrinya.Bahu Emier gemetar, lelaki paruh baya itu membungkuk tidak mampu melanjutkan perjalananya yang tinggal sedik
Roan duduk sendirian di kamar tempat terakhir Floryn terbaring tadi malam, pria itu tengah menangis mengenakan pakaian putih yang beberapa jam lalu baru dibelinya. Suara rintihan pria itu terdengar, Roan tahu jika pada akhirnya ini semua akan terjadi, namun dia tidak pernah membayangkan jika rasa sakitnya sangat begitu menyiksa sampai membuatnya ingin berteriak sekencang mungkin.Roan tidak pernah menyangka jika perayaan kesembuhan yang telah Floryn ucapkan kepadanya beberapa jam lalu adalah sebuah perpisahan.Roan mengusap wajahnya yang sudah basah oleh air mata, dengan langka gontainya pria itu berjalan melewati pintu, melihat Floryn yang terbaring dalam keadaan cantik dan tenang.Roan mendekat dengan putus asa, sebanyak apapun dia menangis, hal itu tidak mampu meradakan kesedihan dan sakit yang tengah bersarang didalam dadanya.Roan tahu, ini adalah jalan terbaik untuk Floryn. Tapi tidak untuk orang-orang disekitarnya yang kini harus belajar mengkihlaskan kepergiannya.Tangan Roan
Air mata Julliet terus berjatuhan membasahi punggung tangannya yang bersarung tangan. Dia dan Samantha tengah membantu mengenakan baju Floryn, memengakan sebuah gaun cantik yang telah Floryn beli dari toko satu jam sebelum kematiannya. “Aku tidak bisa melakukan ini Bibi,” isak Julliet mengusap wajahnya dengan kasar, dia sudah bertahan sekuat tenaga, namun setiap kali dia melihat wajah Floryn, tangisannya selalu terpecah.Julliet masih tidak menyangka jika Floryn akan berakhir seperti ini.Baru beberapa jam yang lalu mereka berbicara sambil menunggu pagi datang, Julliet masih bisa melihat senyumannya yang cantik, suara tawanya yang lembut, bahkan Julliet sempat menggoda Floryn bahwa dia akan mempersiapkan gaun pernikahan sederhananya dengan Alfred.Julliet sama sekali tidak pernah berbikir bahwa gaun yang dibeli Floryn akan digunakan untuk hari terakhirnya.Apakah ini alasan Floryn meminta Julliet untuk tinggal dirumah neneknya? Apakah ini maksud dari Floryn yang telah mengatakan bah
Langit yang cerah berkabut terhalang oleh air mata. “Roan cepatlah!” teriak Alfred memeluk erat Floryn dengan gemetar, memaksa Roan untuk berkendara lebih cepat meninggalkan toko Luwis.Pikiran Alfred berubah kacau, jantuntungnya berdegup begitu kencang merenggut sebagian kekuatannya karena ketakutannya akan keadaan Floryn semakin tidak baik.“Kita harus membawanya ke rumah sakit sekarang juga, aku mohon cepatlah!” pinta Alfred penuh permohonan.“Aku sudah berusaha secepat mungkin! Flo bertahanlah, kau akan baik-baik saja,” ucap Roan terdengar getir.Bulu mata Floryn bergerak pelan, kesadarannya yang terenggut telah kembali. Samar-samar Floryn melihat wajah Alfred yang kini tengah menangis, memeluk dalam pangkuan.Ada sakit yang cukup kuat disetiap denyut urat nadinya, kepala Floryn diletupi oleh sesuatu yang tidak dia mengerti. Jika ditanya apakah sakit? Sangat sakit, ini adalah sesuatu yang paling sakit diterima tubuhnya, namun Floryn tidak ingin meringis ataaupun menangis, dia ha
Pagi ini matahari cukup cerah dan hangat, mengurangi cuaca dingin dari musim gugur yang masih berlangsung.Floryn duduk disisi ranjang tengah diperiksa oleh dokter untuk memastikan keadaannya sebelum pergi keluar rumah.Ditengah ketenangannya, Floryn diam-diam memperhatikan Alfred yang tengah bersiap-siap. Pagi ini Floryn bisa mendengar suara rengekan Alfred kepada Ali karena tidak terbiasa menggunakan kamar mandi kecil, mendengar rengekannya karena tidak memiliki sarapan yang bergizi.Suara rengekan itu cukup menghibur Floryn yang berada di kamar, pasalnya Alfred tidak mengeluhkan apapun saat berada dihadapan Floryn, dia bersikap sebagai lelaki gantleman. Lucunya saat bersama Ali, Alfred akan mengeong seperti kucing rumahan.“Bagaimana keadaannya?” tanya Roan.“Keadaannya membaik, beliau bisa pergi,” jawab Edith tersenyum lembut menyembunyikan ada kegetiran dimatanya. “jangan lupa membawa kursi roda untuk berjaga-jaga.”Roan tersenyum penuh kelegaan, pria itu sempat mendekati Floryn
Malam yang dingin begitu sunyi, jam sudah menunjukan pukul dua malam dan semua orang tengah tertidur lelah mengistirahatkan diri ditenda-tenda yang sudah dibangun, tungku perapian dari arang dan kayu masih menyala menyebarkan kehangatan.Di dalam rumah, Floryn bergerak gelisah, seluruh tubuhnya kembali sakit dan sesak meski alat bantu pernapasan terpasang dihidungnya. Floryn diserang oleh mimpi aneh yang tidak jelas, sekuat tenaga dia berusaha untuk bangun dan sadar.Floryn tersentak membuka matanya seketika, bibirnya terbuka bernapas dengan kasar tidak beraturan, seluruh tubuhnya kembali tidak dapat digerakan, sekuat apapun Floryn berusaha, dia tidak dapat melakukannya bahkan sekadar untuk menggerakan jarinya.Semakin sering penyakit itu datang, semakin banyak kemampuan tubuh Floryn yang terenggut.Butuh waktu yang cukup lama untuk Floryn mendapatkan ketenangan, melihat keberadaan Alfred yang tengah tertidur duduk di kursi rotan. Sejak kemarin Alfred tidak mendapatkan waktu beristi
Roan berdiri di ambang pintu, memperhatikan Alfred yang masih tidak beranjak meninggalkan Floryn, pria itu tengah memijat tangan Floryn yang masih kesulitan untuk digerakan. Sejak kembali sadar, bahkan Floryn belum berbicara sepatah katapun.Tampaknya setelah ditinggalkan Floryn dimalam itu, Alfred mulai takut untuk meninggalkan Floryn dari jangkauan matanya.Roan mengetuk daun pintu sepelan mungkin. “Izinkan aku berbicara dengan Flo. Hanya berdua,” pinta Roan.Dengan berat hati Alfred beranjak pergi memberi ruang.Roan mendekat dengan penuh kehati-hatian, matanya bertemu dengan sepasang mata Floryn yang memandanginya dengan lekat tanpa berbicara sepatah katapun. Dokter bilang jika penyakit Floryn sudah mengganggu ingatannya, karena itulah kini Floryn pikiran Floryn sedang melayang tersesat.Roan tersenyum dan duduk bersimpuh di lantai agar bisa mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan Floryn.“Flo,” panggil Roan.Bola mata Floryn bergerak kesisi melihat Roan melalui sudut matanya.“Apa s