“Apa Ibu bilang? Apa Ibu sadar dengan apa yang telah Ibu katakan barusan? Bagaimana bisa Ibu mengatakan cinta pada selingkuhan Ibu, tepat di depan mataku, di rumah milik suamimu sendiri!” geram Rachel dengan penuh penekanan.“Cukup Rachel!”“Tidak akan!” jerit Rachel menangis kencang hingga membuat beberapa pekerja terbangun.“Apa yang Ibu lihat dari lelaki sampah seperti dia? Dia hanya benalu yang menumpang hidup tanpa bisa memberikan apapun selain sex dan penjilat! Ayah jauh lebih baik dari dia!” ucap Rachel bercampur isakan yang kuat.Issabel mengusap keningnya dengan penuh tekanan, Issabel masih tidak habis pikir bagaimana bisa Rachel bisa mengetahui perselingkuhannya? Padahal selama bertahun-tahun ini semuanya berjalan dengan baik-baik saja, bahkan pekerja yang berada di rumah dan mengetahuinya memilih bungkam. Sepertinya, pesan anonym beberapa hari yang lalu memang benar, Rachel memata-matainya.Sekarang semuanya sudah terbongkar, Issabel tidak dapat mengelak dari kesalahannya.
Alfred melajukan mobil dengan cepat meninggalkan kawasan bordil, ditengah kesibukannya yang menyetir, dia menyempatkan diri untuk menelpon Floryn untuk mengetahui keberadaannya.“Kemana sebenarnya dia pergi?” gerutu Alfred.Satu panggilan telepon darinya telah Floryn lewatkan begitu saja.Setiap blok bangunan akhirnya Alfred lewati, mencari-cari keberadaan Floryn tanpa dia ketahui kemana sebenarnya rute perjalanan gadis itu.Ditengah kekesalan yang dirasa, Alfred mendengus geli, menertawakan kekonyolan dirinya sendiri yang rela berkendara sampai beberapa puluh kilo meter, tidak sampai disana, kini dia juga berkeliling harus mencari keberadaannya hanya untuk mengajaknya pergi sarapan bersama sambil berbincang.Alfred terkejut dengan dirinya sendiri, tidak pernah sekalipun dalam hidupnya dia melakukan hal yang sejauh ini untuk seorang perempuan tanpa Alfred pikirkan high valuenya, tanpa Alfred pikirkan masalalunya dan tanpa Alfred pikirkan siapa keluarganya.Floryn yang pertama..Peremp
“Handponeku hilang,” bisik Floryn nyaris tidak terdengar, dia terlalu malu untuk bercerita apalagi bila mengingat hal konyol yang terjadi semalam. Beruntung saja, Floryn masih memiliki bukti perselingkuhan Issabel di akun anonymnya sehingga dia bisa melakukan backup. “Bagaimana bisa?” tanya Alfred dengan ketidak mengertiannya.Tangan Floryn terkepal, menyalurkan kegugupan yang dirasa. “Semalam aku mengikuti Issabel ke kasino dan minum segelas vodka, aku sedikit pusing mabuk di perjalanan pulang dan tidak tahu menyimpan handponeku dimana,” cerita Floryn terbata-bata, dia malu menceritakan semua kejadiannya.Sesungguhnya, semalam saat dia mabuk, dia membeli minuman di warnet. Karena pusing, Floryn justru mengambil arak dan memperparah mabuknya hingga dia tidak sadar meninggalkan handpone dan sepedanya entah dimana.“Untuk apa kau mengikutinya?”“Aku mencari bukti perselingkuhan Issabel dan kebisaanya berjudi,” jawab Floryn pelan.Kerutan samar menghiasi kening Alfred. Seharusnya untuk
“Aku ingin kau tinggal disini mulai hari ini, masuklah ke sekolah internasional agar kau bisa berkembang lebih baik.”Perkataan Alfred berhasil membuat Floryn menegang terkejut. Alih-alih senang, gadis itu justru kebingungan tidak tahu bagaimana cara menyampaikan penolakan tanpa membuat Alfred tersinggung.Genggaman Alfred menguat. “Kau tidak setuju?” tanyanya menyentak keterdiaman Floryn yang kini melamun.Wajah Floryn terangkat, menelaah suasana hati Alfred Morgan melalui sepasang mata keemasannya dibawah keteduhan bulu matanya yang panjang. Floryn menarik napasnya dalam-dalam, untuk sesaat gadis itu kembali lupa untuk berbicara, dia kehilangan fokusnya karena wajah rupawan lelaki itu yang terlalu sempurna, layaknya patung porselen yang diukir sedikit demi sedikit agar tidak terjadi setitikpun kesalahan.Floryn masih terpacaya, bagaimana bisa lelaki sempurna seperti Alfred Morgan memiliki ketertarikan padanya padahal Melisa, tunangan asli Alfred jauh lebih hebat.Floryn mengerjap be
Hangat genggaman tangan Alfred yang tidak pernah terlepas membawa ketenangan ditengah ketidak percayaan Floryn kala dia harus berbicara dengan konsultan pendidikan. Tanpa peduli dengan Novira. Alfred menempatkan tangan Floryn di pangkuannya, pria itu mengusap buku-buku jari Floryn, terkadang meremasnya dengan kuat setiap kali Floryn ragu untuk berbicara.Novira merekomendasikan Floryn untuk segera mengejar paket sekolah menengah atas terlebih dahulu hingga melewati tahap ujian kelulusan dalam waktu beberapa bulan. Setelahnya dia bisa masuk perguruan tinggi bersama anak-anak lainnya yang akan segera lulus dalam waktu setengah tahun lagi.Alfred tidak berbicara sepatah katapun untuk terlibat percakapan, dia melimpahkan semua keputusan berada ditangan Floryn.Sepanjang percakapan yang berlangsung, Alfred hanya diam dan mendengarkan, memastikan jika orang yang berbicara dengan Floryn tidak berkata hal buruk dan menghancurkan semangat belajar Floryn.Dalam diamnya, Alfred menopang dagu,
“Kau perempuan pertama yang aku perlakukan seperti ini.”Deg!Jawaban Alfred berhasil membuat Floryn termangu, bibirnya yang sedikit terbuka bernapas tersendat-sendat diserang kegugupan, terpengaruh oleh kata-kata yang sama sekali tidak pernah Floryn pikirkan akan dia dengar begitu lembut dan tulus. Sekuat tenaga Floryn berusaha untuk tetap berpikiran rasional dan tidak terjebak oleh kata-kata manis Alfred yang mungkin saja telah dibumbui oleh kebohongan.Sangat mustahil, Alfred Morgan adalah jenis lelaki yang hidup di kelas yang kalangan orang-orang yang sempurna. Diantara banyak perempuan luar biasa yang Alfred kenal, mengapa justru seorang perawat seperti Floryn menjadi orang pertama yang mendapatkan perlakuan seperti ini?Jari mungkil Floryn memilin permukaan gaun. “Mengapa aku yang pertama?”Alfred tersenyum lembut melihat ada keraguan dimata Floryn yang seperti mencari-cari kepastian darinya. “Dunia penerbangan adalah bagian dari jiwaku, aku tidak ingin berbagi hal yang aku cin
Nolan tersenyum tenang, menempatkan tangannya di belakang punggung, menyembunyikan kepalannya yang kuat. “Itu urusanku bersama ibumu. Sebaiknya kau urus saja urusanmu sendiri,” jawab Nolan tidak lagi berbicara formal dan menunjukan rasa hormatnya.Rachel berdecih kesal atas kelancangan Nolan. Jika saja Rachel tidak menyayangi Emier, Rachel tidak sudi menghabiskan energynya untuk ikut campur urusan kotor Nolan dan ibunya.“Apa yang sebenarnya kau mau dari ibuku? Kau sadar betulkan, seberapa jauh perbedaan usia kalian. Kau lebih pantas menjadi anaknya, dan aku yakin kau bukanlah seorang gerontofilia (Seseorang yang memiliki ketertarikan seks pada wanita berusia lanjut).”“Aku hanya melakukan pekerjaanku.”“Jadi, ini semua demi uang kan?” geram Rachel menahan kesal. “jika ini demi uang, aku akan memberikannya padamu dengan satu syarat, jangan pernah lagi muncul di kehidupan ibuku,” perintah Rachel dengan serius.“Aku tidak bisa. Terkecuali jika ibumu yang meminta.”“Tidak bisa katamu?”
Sebuah gedung arena pertunjukan es skating berlantai dua memiliki lapangan yang luas dikelilingi oleh kursi-kursi yang mengitarinya. Atapnya yang berkubah besar dengan lampu-lampu yang menyala menerangi lapangan es.Floryn duduk di sebuah kursi depan pintu masuk ke dalam lapangan, jantungnya berdebar kencang setiap kali dia mendengar tawa senang orang-orang yang bergerak di atas lantai es itu.Sudah sangat lama Floryn tidak pernah melakukan es skating lagi. Selama terkurung di dalam penjara, dia hanya bisa memiliki kesempatan untuk melakukannya saat malam tahun baru hingga awal-awal bulan yang mana salju lebat turun dan membekukan lapangan tempat para narapidana menghabiskan waktu mereka untuk berjemur dikelilingi oleh tembok besar dan tinggi.Para sipir yang mengetahui bakat Floryn sebagai skater es, sering kali mereka memanfaatkannya dengan paksa.Setiap kali selesai merajut dan melakukan pekerjaan kasar, seorang kepala sipir memberinya upah lima dollar dengan memaksa Floryn menari
Samantha menghisap cerutunya dalam-dalam, wanita itu segera duduk dikursinya menghadap Roan yang telah cukup lama menunggu diruangannya.“Ada apa? Tidak seperti biasanya kau datang ke rumah bordilku,” tanya Samantha dengan suara serak.“Bagaimana kabarmu Samantha?”“Seperti yang kau lihat, selalu berjalan biasa seperti ini.”Seperti apa yang Roan lakukan sebelumnya, dia mengeluarkan sebuah amplop dari jaketnya dan meletakannya di meja kerja Samantha. “Aku ingin menyampaikan titipan dari Flo.”Samantha sempat terdiam melihat amplop diatas mejanya, sampai akhirnya dia bertanya. “Titipan apa?”“Bukalah.”Samantha meninggalkan cerutunya di asbak dan mengambil amplop itu, mengeluarkan selembar cek berisi dua juta dollar.Samantha terperangah kaget sampai tangannya gemetar memegang uang sangat banyak. “Apa maksudnya ini? Jangan bermain-main denganku jika ini tentang uang,” bisik Samantha dengan suara bergetar.Tubuh Roan menegak. “Itu adalah uang hasil dari tuntutan Flo pada kepolisian. Fl
Kabar kematian Floryn tersebar luas kepada banyak orang, kasus pembunuhan dan scenario pembohongan besar yang telah dilakukan Rachel memantik banyak berhatian public untuk ikut turun tangan menuntut keadilan untuknya. Public menuntut untuk hukuman berat kepada Rachel karena dia bertanggung jawab penuh atas kematian Abra dan juga penyebab kematian Floryn. Kabar kematian Floryn akhirnya sampai ditelinga Rachel, alih-alih merasa senang orang yang paling dibencinya telah tiada, justru Rachel mulai dibayangi oleh ketakutan akan hukuman yang semakin berat harus dia jalani didepan mata. Selama dua bulan di dalam penjara, keadaan Rachel terlihat semakin mengkhawatirkan karena dia dikurung dalam ruang isolasi sendirian, dia mengalami delusi parah hingga harus mendapatkan obat penenang. Beberapa kali dia kedapatan hendak melakukan percobaan bunuh diri karena tidak kuat menghadapi tekanan yang begitu menyiksanya. Kenekatan Rachel yang mulai parah membuat kedua tangannya dan kakinya perlu
Semua orang berjalan di hamparan rumput yang hijau dan subur, melangkah di bawah sinar matahari sore yang mulai kekuningan, suara hembusan angin terdengar dikesunyian yang mencekam, daun-daun yang berguguran ketanah seperti tengah bercerita tentang apa yang kini tengah terjadi pada segerombolan kecil orang yang membawa jenazah Floryn menuju tempat peristirahatan terakhirnya.Orang-orang berpakaian putih membawa bunga mawar merah tidak menunjukan tanda-tanda sedang berduka meski pada kenyataannya, ada hujan air mata yang tidak bisa dihentikan seiring dengan langkah yang kian dekat pada tempat dimana Floryn akan dimakamkan.Emier membekap mulutnya dengan kuat, melangkah tertatih kehilangan banyak tenaganya. Dia sudah tidak mampu lagi menampung kesedihannya hari ini, jauh lebih baik jika Emier sakit karena sekarat dibandingkan harus sakit karena penyesalan atas kepergian putrinya.Bahu Emier gemetar, lelaki paruh baya itu membungkuk tidak mampu melanjutkan perjalananya yang tinggal sedik
Roan duduk sendirian di kamar tempat terakhir Floryn terbaring tadi malam, pria itu tengah menangis mengenakan pakaian putih yang beberapa jam lalu baru dibelinya. Suara rintihan pria itu terdengar, Roan tahu jika pada akhirnya ini semua akan terjadi, namun dia tidak pernah membayangkan jika rasa sakitnya sangat begitu menyiksa sampai membuatnya ingin berteriak sekencang mungkin.Roan tidak pernah menyangka jika perayaan kesembuhan yang telah Floryn ucapkan kepadanya beberapa jam lalu adalah sebuah perpisahan.Roan mengusap wajahnya yang sudah basah oleh air mata, dengan langka gontainya pria itu berjalan melewati pintu, melihat Floryn yang terbaring dalam keadaan cantik dan tenang.Roan mendekat dengan putus asa, sebanyak apapun dia menangis, hal itu tidak mampu meradakan kesedihan dan sakit yang tengah bersarang didalam dadanya.Roan tahu, ini adalah jalan terbaik untuk Floryn. Tapi tidak untuk orang-orang disekitarnya yang kini harus belajar mengkihlaskan kepergiannya.Tangan Roan
Air mata Julliet terus berjatuhan membasahi punggung tangannya yang bersarung tangan. Dia dan Samantha tengah membantu mengenakan baju Floryn, memengakan sebuah gaun cantik yang telah Floryn beli dari toko satu jam sebelum kematiannya. “Aku tidak bisa melakukan ini Bibi,” isak Julliet mengusap wajahnya dengan kasar, dia sudah bertahan sekuat tenaga, namun setiap kali dia melihat wajah Floryn, tangisannya selalu terpecah.Julliet masih tidak menyangka jika Floryn akan berakhir seperti ini.Baru beberapa jam yang lalu mereka berbicara sambil menunggu pagi datang, Julliet masih bisa melihat senyumannya yang cantik, suara tawanya yang lembut, bahkan Julliet sempat menggoda Floryn bahwa dia akan mempersiapkan gaun pernikahan sederhananya dengan Alfred.Julliet sama sekali tidak pernah berbikir bahwa gaun yang dibeli Floryn akan digunakan untuk hari terakhirnya.Apakah ini alasan Floryn meminta Julliet untuk tinggal dirumah neneknya? Apakah ini maksud dari Floryn yang telah mengatakan bah
Langit yang cerah berkabut terhalang oleh air mata. “Roan cepatlah!” teriak Alfred memeluk erat Floryn dengan gemetar, memaksa Roan untuk berkendara lebih cepat meninggalkan toko Luwis.Pikiran Alfred berubah kacau, jantuntungnya berdegup begitu kencang merenggut sebagian kekuatannya karena ketakutannya akan keadaan Floryn semakin tidak baik.“Kita harus membawanya ke rumah sakit sekarang juga, aku mohon cepatlah!” pinta Alfred penuh permohonan.“Aku sudah berusaha secepat mungkin! Flo bertahanlah, kau akan baik-baik saja,” ucap Roan terdengar getir.Bulu mata Floryn bergerak pelan, kesadarannya yang terenggut telah kembali. Samar-samar Floryn melihat wajah Alfred yang kini tengah menangis, memeluk dalam pangkuan.Ada sakit yang cukup kuat disetiap denyut urat nadinya, kepala Floryn diletupi oleh sesuatu yang tidak dia mengerti. Jika ditanya apakah sakit? Sangat sakit, ini adalah sesuatu yang paling sakit diterima tubuhnya, namun Floryn tidak ingin meringis ataaupun menangis, dia ha
Pagi ini matahari cukup cerah dan hangat, mengurangi cuaca dingin dari musim gugur yang masih berlangsung.Floryn duduk disisi ranjang tengah diperiksa oleh dokter untuk memastikan keadaannya sebelum pergi keluar rumah.Ditengah ketenangannya, Floryn diam-diam memperhatikan Alfred yang tengah bersiap-siap. Pagi ini Floryn bisa mendengar suara rengekan Alfred kepada Ali karena tidak terbiasa menggunakan kamar mandi kecil, mendengar rengekannya karena tidak memiliki sarapan yang bergizi.Suara rengekan itu cukup menghibur Floryn yang berada di kamar, pasalnya Alfred tidak mengeluhkan apapun saat berada dihadapan Floryn, dia bersikap sebagai lelaki gantleman. Lucunya saat bersama Ali, Alfred akan mengeong seperti kucing rumahan.“Bagaimana keadaannya?” tanya Roan.“Keadaannya membaik, beliau bisa pergi,” jawab Edith tersenyum lembut menyembunyikan ada kegetiran dimatanya. “jangan lupa membawa kursi roda untuk berjaga-jaga.”Roan tersenyum penuh kelegaan, pria itu sempat mendekati Floryn
Malam yang dingin begitu sunyi, jam sudah menunjukan pukul dua malam dan semua orang tengah tertidur lelah mengistirahatkan diri ditenda-tenda yang sudah dibangun, tungku perapian dari arang dan kayu masih menyala menyebarkan kehangatan.Di dalam rumah, Floryn bergerak gelisah, seluruh tubuhnya kembali sakit dan sesak meski alat bantu pernapasan terpasang dihidungnya. Floryn diserang oleh mimpi aneh yang tidak jelas, sekuat tenaga dia berusaha untuk bangun dan sadar.Floryn tersentak membuka matanya seketika, bibirnya terbuka bernapas dengan kasar tidak beraturan, seluruh tubuhnya kembali tidak dapat digerakan, sekuat apapun Floryn berusaha, dia tidak dapat melakukannya bahkan sekadar untuk menggerakan jarinya.Semakin sering penyakit itu datang, semakin banyak kemampuan tubuh Floryn yang terenggut.Butuh waktu yang cukup lama untuk Floryn mendapatkan ketenangan, melihat keberadaan Alfred yang tengah tertidur duduk di kursi rotan. Sejak kemarin Alfred tidak mendapatkan waktu beristi
Roan berdiri di ambang pintu, memperhatikan Alfred yang masih tidak beranjak meninggalkan Floryn, pria itu tengah memijat tangan Floryn yang masih kesulitan untuk digerakan. Sejak kembali sadar, bahkan Floryn belum berbicara sepatah katapun.Tampaknya setelah ditinggalkan Floryn dimalam itu, Alfred mulai takut untuk meninggalkan Floryn dari jangkauan matanya.Roan mengetuk daun pintu sepelan mungkin. “Izinkan aku berbicara dengan Flo. Hanya berdua,” pinta Roan.Dengan berat hati Alfred beranjak pergi memberi ruang.Roan mendekat dengan penuh kehati-hatian, matanya bertemu dengan sepasang mata Floryn yang memandanginya dengan lekat tanpa berbicara sepatah katapun. Dokter bilang jika penyakit Floryn sudah mengganggu ingatannya, karena itulah kini Floryn pikiran Floryn sedang melayang tersesat.Roan tersenyum dan duduk bersimpuh di lantai agar bisa mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan Floryn.“Flo,” panggil Roan.Bola mata Floryn bergerak kesisi melihat Roan melalui sudut matanya.“Apa s