Rasanya seperti napas akan berhenti saat Aidan menyaksikan Malikha tertembak di depan matanya. Aidan yang dengan cepat menyelesaikan Jason dan membuatnya membayar perbuatannya, kemudian langsung menghentikan dengan cepat pendarahan Malikha yang masih syok.
Malikha meringis kesakitan karena peluru itu membuat darahnya keluar
"Bernapas ... ada aku, Sayang!" ujar Aidan menenangkan Malikha yang mulai kesakitan. Darah sudah membasahi pakaiannya. Aidan membuka jasnya lalu menekan pendarahan pada pundak Malikha.
"Sebentar lagi. Kamu akan baik-baik saja, Babydoll!" bisik Aidan lalu memeluk Malikha dengan tangannya masih menekan pundak Malikha dari belakang. Aidan bernapas cepat dan tetap menjaga agar Malikha tetap sadar. Ia bahkan tak melepaskan Malikha sama sekali. Aidan benar-benar pucat saat peluru itu membuat istrinya terluka. Dan Malikha pun membiarkan Aidan yang melindunginya saat itu.
Polisi dan ambulance datang dalam hitungan menit. Bruce hanya bisa menya
Tiba di depan pintu apartemen Malikha, Aidan mendehem beberapa saat lalu memperbaiki sedikit penampilannya sebelum mengetuk pintu. Aidan menunggu beberapa menit dan mengetuk lagi. Pintu baru dibuka beberapa saat kemudian. Aidan langsung tersenyum dengan manis di balik kacamata hitamnya pada Malikha yang malah menatapnya keheranan."Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Malikha dengan kening mengernyit."Menjemputmu!""Haa ... A-apa?" Aidan tak peduli dan langsung menarik koper Malikha ke dalam apartemen itu tanpa ijin masuk dari si empu-nya."T-tunggu kamu kenapa masuk kemari!" Malikha terdengar panik. Ia tak sempat menghalangi Aidan untuk masuk."Bukankah ini kan juga apartemenku? Tentu saja aku boleh masuk!" sahut Aidan lalu duduk di sofa. Ia membuka kacamata lalu melemparnya ke meja di depannya. Aidan kemudian mengedarkan pandangannya melihat sekeliling apartemen tanpa perduli Malikha sudah mendelik kesal padanya."Aku berbaik hati datang membawa pakaianmu supaya kamu memiliki pakai
Suara Aidan masih terdengar beberapa saat di luar sana ketika Malikha menutup pintu. Tapi Malikha tak mau membukakannya. Baginya, Aidan tak lebih dari cuma sekedar pembohong. Sambil mengepalkan tangannya, Malikha mengingat kembali seperti apa kalimat menyakitkan yang diucapkan Aidan padanya saat di gudang penyimpanan anggur. Ia dikurung hanya untuk bisa merasakan seperti apa menyakitkannya pengalaman terkunci di dalam ruangan gelap seperti itu.Mengingat itu keringat dingin Malikha keluar. Ia selalu makin stres dan kadang sesak napas ketika terkunci dalam gelap seperti yang dialaminya waktu itu. Rasanya seperti tak ada udara yang masuk ke paru-paru saat ia mengingat seperti apa bayangan Aidan yang tergeletak di lantai makam menyengir jahat padanya.Malikha jadi menutup kedua telinga dengan telapak tangannya. Ia mencoba mengatur napas kembali agar tenang."Pergi!" gumamnya pelan pada bayangan yang terus membuatnya ketakutan.Malikha menyembunyikannya denga
Usai Joona pergi dari apartemennya, Aidan jadi mendapat suntikan energi baru. Ia malah tersenyum lebar dan menyusun berbagai rencana di kepalanya untuk membuat Malikha kembali. Sekarang ia yakin, perceraiannya akan batal."Jangan panggil namaku, Aidan, jika aku tidak bisa membuatmu pulang, Babydoll. Aku akan membuatmu tak bisa lepas dariku lagi." Aidan bergumam lalu berjalan masuk ke dalam kamarnya.Rencana pertama yaitu kuntit Malikha kemana pun ia pergi. Aidan akan datang setiap hari ke apartemennya. Jika perlu ia akan memasang tenda di depan pintu apartemen Malikha.Semenjak penembakan yang membuat pundak Malikha terluka, ia mendapatkan cuti beberapa hari dari Bruce untuk tidak masuk kantor hingga kondisinya pulih. Malikha mempergunakan waktu luangnya untuk mengerjakan beberapa pekerjaan kantor di rumahnya. Di hari kedua setelah Aidan menganggunya kemarin, tak terlihat ada tanda-tanda Aidan akan datang. Hingga ketukan di pintu membuyarkan harapa
Sore hari yang cerah, Malikha lebih memilih menghabiskannya di kamar setelah kedatangan Aidan tadi siang. Ia tak lagi memiliki mood untuk keluar menikmati musim semi yang sudah datang.Bunga-bunga tengah bermekaran dan daun-daun mulai menghijau kembali. Udara yang lebih segar kini bisa dinikmati setelah musim dingin berlalu. Namun Malikha lebih senang berbaring di ranjangnya.Tak cukup hanya satu hari, hampir setiap hari setelahnya, Malikha terus menerus diganggu oleh Aidan. Beberapa kali ketukan di pintu depan apartemennya, membuat Malikha lebih memilih untuk mengambil bantal dan menutupi wajahnya karena kesal. Aidan pasti kembali untuk mengganggunya.Aidan memang pantang menyerah. Ia akan melakukan apa pun agar Malikha mau keluar menemuinya. Ia mengirimkan truk makanan tapi Malikha bahkan tak membuka pintunya sama sekali.Pintu itu baru dibuka setelah Malikha berencana ke mini market untuk membeli beberapa bahan makanan dan mencari makan malam sederhana
"Aishh ... Babydoll, tunggu Sayang ... Malikha dengarkan aku dulu!" Aidan mencoba mencegat. Ia berjalan cepat menyusul Malikha dan mencekal berhasil lengannya. Malikha langsung menghempaskan tangan Aidan dari lengannya."Tolong jangan pergi. Aku melakukan itu untukmu, Babydoll,” bujuk Aidan mulai terdengar putus asa. Ia sudah mengikuti Malikha dan wanita itu menerus menolaknya."Aku tidak perlu bantuanmu," bantah Malikha sengit namun bernada rendah. Matanya mulai berkabut lagi. Aidan menggeleng dan mencoba semakin mendekat meski Malikha terus berusaha untuk menjauh."Malikha, Babydoll ... aku mohon dengarkan aku dulu, Sayang!" Aidan kini menghalangi jalan Malikha dengan berdiri di depannya."Apa lagi maumu, Aidan?""Aku hanya ingin membawamu pulang, Sayang. Aku mohon kita bisa bicarakan tentang hubungan kita." Aidan mencoba menyentuh lagi tapi Malikha semakin menghindar."Tidak ada lagi yang harus dibicarakan Aidan." Aidan mengge
Bagi anggota The Seven Wolves, Aidan, Mars dan Bryan adalah triplet. Mereka seperti kopian satu sama lain dan sering saling menutupi “kesalahan”. Aidan akhirnya beranjak dari stoll di sebelah James untuk duduk di sebelah Mars yang kembali berkonsentrasi untuk mengalahkan Bryan.Aidan duduk sambil menaikkan kakinya ke atas meja kopi yang menjadi arena permainan Bryan dan Mars. Sambil minum bir, ia melirik keduanya yang masih asik menarik dan menyusun potongan Uno Stack."Ada apa dengan wajahmu? Kamu seperti baru saja kalah judi!" sindir Bryan penasaran melihat Aidan yang tak tersenyum dan ikut bermain dengan mereka."Tidak ada.""Jangan ganggu dia, dia sedang galau," goda Mars mencibir Aidan."Huh ... lihat saja kalau kamu punya masalah dengan Vanylla, jangan mencariku!" ujar Aidan merengut."Haha ... kamu cemburu ya!" Aidan tak mau menjawab dan lebih memilih menggoyang-goyangkan kakinya."Apa yang terjadi?" tanya
TIGA JAM SEBELUMNYASeperti rencana Bruce sebelumnya, ia sedang mendekati Malikha. Kali ini ia ingin mengajak wanita cantik itu untuk makan malam usai menyelesaikan pekerjaan hari ini. Dengan senyuman manis, Bruce membukakan pintu restoran cepat saji tempat ia dan Malikha sepakat untuk makan malam."Kamu yakin mau makan malam di McDonald saja?" tanya Bruce sembari tersenyum dan berjalan mengantri."Ehm ... aku tidak perlu makan malam yang mewah. Ini sudah lebih dari cukup. Aku akan mentraktirmu, Tuan Caldwell," jawab Malikha membalas senyuman Bruce."Tak apa. Biar aku saja yang bayar." Malikha langsung menggeleng menolak."Jangan. Biarkan kali ini aku yang membayarnya. Tuan sudah terlalu sering mentraktirku makan. Sesekali kan tidak apa-apa jika seorang pegawai mentraktir bosnya makan malam," balas Malikha dengan suara lembutnya. Bruce tersenyum makin lebar dan mengangguk.Akhirnya Malikha memiliki kesempatan untuk berterima kasih pada Bruce dengan mentraktirnya makan malam sederhana
Aidan masih terus mengecup lembut wajah Malikha yang tengah menggeliat kecil di dalam pelukannya. Aidan bahkan sudah rapi dan memakai jas tapi ia tak keberatan jika pakaiannya sedikit kusut karena terus menerus menciumi bonekanya yang cantik.“Aku harus pergi ...” gumam Malikha masih memejamkan mata dengan sedikit lenguhan.“Ke mana?” gumam Aidan dengan bibir yang masih mengecup pipi Malikha yang lembut."Aku ada ... sidang hari ini," gumam Malikha lagi dengan suara makin kecil. Aidan tersenyum dan memainkan lagi ujung hidungnya pada pipi Malikha."Kalau begitu, biar aku saja yang datang. Lebih baik kamu istirahat saja di sini." Aidan mengecup sekali lagi sisi kening Malikha lalu berdiri perlahan dan memperbaiki dasinya. Sambil memandang Malikha yang sudah tertidur lagi, Aidan lalu melihat pada jam tangannya."Sidang akan dimulai satu jam lagi. Sebaiknya kamu terus tertidur, Sayangku," gumam Aidan sambil tersenyum lebar lalu mengambil jas dan memakainya. Ia keluar dari kamar tak lama