"Aishh ... Babydoll, tunggu Sayang ... Malikha dengarkan aku dulu!" Aidan mencoba mencegat. Ia berjalan cepat menyusul Malikha dan mencekal berhasil lengannya. Malikha langsung menghempaskan tangan Aidan dari lengannya.
"Tolong jangan pergi. Aku melakukan itu untukmu, Babydoll,” bujuk Aidan mulai terdengar putus asa. Ia sudah mengikuti Malikha dan wanita itu menerus menolaknya.
"Aku tidak perlu bantuanmu," bantah Malikha sengit namun bernada rendah. Matanya mulai berkabut lagi. Aidan menggeleng dan mencoba semakin mendekat meski Malikha terus berusaha untuk menjauh.
"Malikha, Babydoll ... aku mohon dengarkan aku dulu, Sayang!" Aidan kini menghalangi jalan Malikha dengan berdiri di depannya.
"Apa lagi maumu, Aidan?"
"Aku hanya ingin membawamu pulang, Sayang. Aku mohon kita bisa bicarakan tentang hubungan kita." Aidan mencoba menyentuh lagi tapi Malikha semakin menghindar.
"Tidak ada lagi yang harus dibicarakan Aidan." Aidan mengge
Bagi anggota The Seven Wolves, Aidan, Mars dan Bryan adalah triplet. Mereka seperti kopian satu sama lain dan sering saling menutupi “kesalahan”. Aidan akhirnya beranjak dari stoll di sebelah James untuk duduk di sebelah Mars yang kembali berkonsentrasi untuk mengalahkan Bryan.Aidan duduk sambil menaikkan kakinya ke atas meja kopi yang menjadi arena permainan Bryan dan Mars. Sambil minum bir, ia melirik keduanya yang masih asik menarik dan menyusun potongan Uno Stack."Ada apa dengan wajahmu? Kamu seperti baru saja kalah judi!" sindir Bryan penasaran melihat Aidan yang tak tersenyum dan ikut bermain dengan mereka."Tidak ada.""Jangan ganggu dia, dia sedang galau," goda Mars mencibir Aidan."Huh ... lihat saja kalau kamu punya masalah dengan Vanylla, jangan mencariku!" ujar Aidan merengut."Haha ... kamu cemburu ya!" Aidan tak mau menjawab dan lebih memilih menggoyang-goyangkan kakinya."Apa yang terjadi?" tanya
TIGA JAM SEBELUMNYASeperti rencana Bruce sebelumnya, ia sedang mendekati Malikha. Kali ini ia ingin mengajak wanita cantik itu untuk makan malam usai menyelesaikan pekerjaan hari ini. Dengan senyuman manis, Bruce membukakan pintu restoran cepat saji tempat ia dan Malikha sepakat untuk makan malam."Kamu yakin mau makan malam di McDonald saja?" tanya Bruce sembari tersenyum dan berjalan mengantri."Ehm ... aku tidak perlu makan malam yang mewah. Ini sudah lebih dari cukup. Aku akan mentraktirmu, Tuan Caldwell," jawab Malikha membalas senyuman Bruce."Tak apa. Biar aku saja yang bayar." Malikha langsung menggeleng menolak."Jangan. Biarkan kali ini aku yang membayarnya. Tuan sudah terlalu sering mentraktirku makan. Sesekali kan tidak apa-apa jika seorang pegawai mentraktir bosnya makan malam," balas Malikha dengan suara lembutnya. Bruce tersenyum makin lebar dan mengangguk.Akhirnya Malikha memiliki kesempatan untuk berterima kasih pada Bruce dengan mentraktirnya makan malam sederhana
Aidan masih terus mengecup lembut wajah Malikha yang tengah menggeliat kecil di dalam pelukannya. Aidan bahkan sudah rapi dan memakai jas tapi ia tak keberatan jika pakaiannya sedikit kusut karena terus menerus menciumi bonekanya yang cantik.“Aku harus pergi ...” gumam Malikha masih memejamkan mata dengan sedikit lenguhan.“Ke mana?” gumam Aidan dengan bibir yang masih mengecup pipi Malikha yang lembut."Aku ada ... sidang hari ini," gumam Malikha lagi dengan suara makin kecil. Aidan tersenyum dan memainkan lagi ujung hidungnya pada pipi Malikha."Kalau begitu, biar aku saja yang datang. Lebih baik kamu istirahat saja di sini." Aidan mengecup sekali lagi sisi kening Malikha lalu berdiri perlahan dan memperbaiki dasinya. Sambil memandang Malikha yang sudah tertidur lagi, Aidan lalu melihat pada jam tangannya."Sidang akan dimulai satu jam lagi. Sebaiknya kamu terus tertidur, Sayangku," gumam Aidan sambil tersenyum lebar lalu mengambil jas dan memakainya. Ia keluar dari kamar tak lama
Sementara itu di luar, Eva dan Jessica saling berpandangan mendengar ketukan keras dari dalam kamar utama. Dengan wajah cemas mereka terpaksa diam saja melihat Malikha dikurung di kamarnya oleh suaminya sendiri, Aidan Caesar."Bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan, Eva?" tanya Jessica dengan wajah cemas."Tidak ada yang bisa kita lakukan. Kita hanya harus menunggu Tuan Aidan untuk kembali," jawab Eva dengan wajah cemas yang sama. Jessica makin meremas kedua tangannya dan mulai merasa kasihan."Nyonya Malikha bisa marah jika tau kita mengurungnya di dalam. Aduh, kita buka saja pintunya, bagaimana?""Jangan ... kamu mau Tuan Aidan yang marah!""Lalu kita harus bagaimana?" Eva nampak tak bisa berpikir dan menggeleng."Sebaiknya kita jangan ikut campur. Aku juga kasihan melihat Tuan Aidan. Dia sudah tak tidur berhari-hari setelah Nyonya pergi dari rumah. Semoga saja sekarang dia menyesal dan memperbaiki pernikahannya."
Sepulang dari pengadilan, Aidan menghubungi Arjoona dan menyampaikan rasa terima kasihnya atas bantuan yang diberikan sahabatnya itu."Terima kasih, Joona," ujar Aidan sembari tersenyum."Tentu saja. Ingatlah, ini kesempatanmu untuk memperbaiki semuanya. Aku berharap pernikahanmu dan Malikha akan bahagia mulai sekarang," balas Joona membuat Aidan semakin tersenyum malu."Aku berhutang padamu, akan ku telepon lagi nanti. Aku sebentar lagi tiba di apartemen.""Oh, oke. Lalu bagaimana respon Malikha tadi di pengadilan?" tanya Arjoona yang tak tau jika Aidan ternyata menyekap Malikha di apartemennya."Ehm ... dia harus menerimanya. Tapi dia kelihatannya baik-baik saja. Sekarang aku akan menjemputnya kembali ke rumahku," jawab Aidan berbohong."Baiklah, hubungi aku lagi nanti. Kita akan bertemu nanti malam lewat panggilan video seperti biasa.""Tentu, Joona." Aidan menutup ponselnya lalu melirik pada Glenn yang ikut melakukan hal yang sama
"Aku tidak mau ... lepaskan aku. Aku sudah membayarnya ... aku sudah membayarnya padamu!" isak Malikha makin menjadi."Tidak ... tidak ada satu pun yang sudah kamu bayarkan. Jika kamu berpikir bahwa semua yang aku lakukan padamu dengan menyiksamu untuk membuatmu membayar semua yang terjadi di masa lalu kita, kamu salah besar. Itu baru awalnya saja, kamu harus bersamaku dan merasakan semuanya!" Aidan lebih terdengar seperti putus asa dan ketakutan ditinggalkan oleh Malikha. Namun yang didengar Malikha tak lain hanyalah ancaman demi ancaman agar ia bisa makin leluasa menyiksa."Lepaskan aku ... aku membencimu!" Malikha makin meronta dan melepaskan dirinya dari dekapan Aidan lalu berlari ke arah pintu kemudian berusaha membukanya. Pintu terkunci dengan kunci otomatis yang dipasangkan Aidan sebelum ia membawa Malikha kembali. Ia memang sudah merencanakan semuanya, termasuk mengganti semua kunci ruangan. Meskipun bisa memakai kunci manual tapi kunci itu hanya bisa aktif dengan sidik jari A
Malikha menghabiskan makan siangnya lebih lambat daripada Aidan. Jadi sebelum ia selesai, Aidan ingin memberi kejutan untuk Malikha agar ia tak lagi stress."Selesai makan, berendamlah dengan air hangat dan bubble bomb bath. Akan ku siapkan bathtub-nya untukmu, sebentar ya!" ujar Aidan tersenyum manis dan berdiri dari kursinya.Ia masuk kamar meninggalkan Malikha yang terbengong melihat sikap Aidan yang menurut Malikha sangat aneh. Dari melihat Aidan, Malikha menoleh pada kedua pelayan Eva dan Jessica yang ikut berekspresi sama seperti Malikha. Eva dan Jessica kemudian menoleh pada Malikha dan menyengir saja.Malikha diperlakukan seperti seorang Ratu hari itu. Semua dilakukan Aidan agar Malikha tak berpikir untuk pergi lagi dari apartemennya."Nikmati waktu mandimu, aku akan menunggumu di ruang tengah." Aidan tersenyum lalu mengucek rambut Malikha dan meninggalkannya di kamar mandi mewah milik Aidan. Malikha masih heran dan belum bicara apapun usai serangan kepanikan beberapa saat lal
Keterdesakan memang bisa membuat seseorang berbuat nekat. Termasuk menantang maut yang mungkin akan bisa membahayakan nyawanya sendiri. Begitu pula yang dilakukan oleh Malikha kali ini. Demi bisa melarikan diri dari Aidan Caesar, ia rela melakukan tindakan di luar batas normalnya sehari-hari.Malikha seharusnya bisa berpikir dua kali atau mungkin saja seribu kali sebelum memutuskan sesuatu yang berbahaya, tapi ia tak bisa karena keterdesakan itu dan membuatnya melakukan apa saja. Itu termasuk merayu seorang wanita yang menjadi tetangganya untuk datang ke apartemennya.Awalnya Malikha berpikir untuk melompat saja dari balkon ke balkon di sebelahnya, tapi wanita itu kemudian melarang."Jangan, biar aku saja yang ke sana menjemputmu. Tenang, tunggu saja disitu," ujar wanita itu setelah Malikha mengungkapkan situasinya dikurung oleh suaminya yang posesif dan pencemburu. Malikha bahkan menambah bumbu-bumbu drama, bahwa ia sekarang dikurung dan dilarang bekerja oleh suaminya."Aku tidak suk