Aidan masih terus mengecup lembut wajah Malikha yang tengah menggeliat kecil di dalam pelukannya. Aidan bahkan sudah rapi dan memakai jas tapi ia tak keberatan jika pakaiannya sedikit kusut karena terus menerus menciumi bonekanya yang cantik.“Aku harus pergi ...” gumam Malikha masih memejamkan mata dengan sedikit lenguhan.“Ke mana?” gumam Aidan dengan bibir yang masih mengecup pipi Malikha yang lembut."Aku ada ... sidang hari ini," gumam Malikha lagi dengan suara makin kecil. Aidan tersenyum dan memainkan lagi ujung hidungnya pada pipi Malikha."Kalau begitu, biar aku saja yang datang. Lebih baik kamu istirahat saja di sini." Aidan mengecup sekali lagi sisi kening Malikha lalu berdiri perlahan dan memperbaiki dasinya. Sambil memandang Malikha yang sudah tertidur lagi, Aidan lalu melihat pada jam tangannya."Sidang akan dimulai satu jam lagi. Sebaiknya kamu terus tertidur, Sayangku," gumam Aidan sambil tersenyum lebar lalu mengambil jas dan memakainya. Ia keluar dari kamar tak lama
Sementara itu di luar, Eva dan Jessica saling berpandangan mendengar ketukan keras dari dalam kamar utama. Dengan wajah cemas mereka terpaksa diam saja melihat Malikha dikurung di kamarnya oleh suaminya sendiri, Aidan Caesar."Bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan, Eva?" tanya Jessica dengan wajah cemas."Tidak ada yang bisa kita lakukan. Kita hanya harus menunggu Tuan Aidan untuk kembali," jawab Eva dengan wajah cemas yang sama. Jessica makin meremas kedua tangannya dan mulai merasa kasihan."Nyonya Malikha bisa marah jika tau kita mengurungnya di dalam. Aduh, kita buka saja pintunya, bagaimana?""Jangan ... kamu mau Tuan Aidan yang marah!""Lalu kita harus bagaimana?" Eva nampak tak bisa berpikir dan menggeleng."Sebaiknya kita jangan ikut campur. Aku juga kasihan melihat Tuan Aidan. Dia sudah tak tidur berhari-hari setelah Nyonya pergi dari rumah. Semoga saja sekarang dia menyesal dan memperbaiki pernikahannya."
Sepulang dari pengadilan, Aidan menghubungi Arjoona dan menyampaikan rasa terima kasihnya atas bantuan yang diberikan sahabatnya itu."Terima kasih, Joona," ujar Aidan sembari tersenyum."Tentu saja. Ingatlah, ini kesempatanmu untuk memperbaiki semuanya. Aku berharap pernikahanmu dan Malikha akan bahagia mulai sekarang," balas Joona membuat Aidan semakin tersenyum malu."Aku berhutang padamu, akan ku telepon lagi nanti. Aku sebentar lagi tiba di apartemen.""Oh, oke. Lalu bagaimana respon Malikha tadi di pengadilan?" tanya Arjoona yang tak tau jika Aidan ternyata menyekap Malikha di apartemennya."Ehm ... dia harus menerimanya. Tapi dia kelihatannya baik-baik saja. Sekarang aku akan menjemputnya kembali ke rumahku," jawab Aidan berbohong."Baiklah, hubungi aku lagi nanti. Kita akan bertemu nanti malam lewat panggilan video seperti biasa.""Tentu, Joona." Aidan menutup ponselnya lalu melirik pada Glenn yang ikut melakukan hal yang sama
"Aku tidak mau ... lepaskan aku. Aku sudah membayarnya ... aku sudah membayarnya padamu!" isak Malikha makin menjadi."Tidak ... tidak ada satu pun yang sudah kamu bayarkan. Jika kamu berpikir bahwa semua yang aku lakukan padamu dengan menyiksamu untuk membuatmu membayar semua yang terjadi di masa lalu kita, kamu salah besar. Itu baru awalnya saja, kamu harus bersamaku dan merasakan semuanya!" Aidan lebih terdengar seperti putus asa dan ketakutan ditinggalkan oleh Malikha. Namun yang didengar Malikha tak lain hanyalah ancaman demi ancaman agar ia bisa makin leluasa menyiksa."Lepaskan aku ... aku membencimu!" Malikha makin meronta dan melepaskan dirinya dari dekapan Aidan lalu berlari ke arah pintu kemudian berusaha membukanya. Pintu terkunci dengan kunci otomatis yang dipasangkan Aidan sebelum ia membawa Malikha kembali. Ia memang sudah merencanakan semuanya, termasuk mengganti semua kunci ruangan. Meskipun bisa memakai kunci manual tapi kunci itu hanya bisa aktif dengan sidik jari A
Malikha menghabiskan makan siangnya lebih lambat daripada Aidan. Jadi sebelum ia selesai, Aidan ingin memberi kejutan untuk Malikha agar ia tak lagi stress."Selesai makan, berendamlah dengan air hangat dan bubble bomb bath. Akan ku siapkan bathtub-nya untukmu, sebentar ya!" ujar Aidan tersenyum manis dan berdiri dari kursinya.Ia masuk kamar meninggalkan Malikha yang terbengong melihat sikap Aidan yang menurut Malikha sangat aneh. Dari melihat Aidan, Malikha menoleh pada kedua pelayan Eva dan Jessica yang ikut berekspresi sama seperti Malikha. Eva dan Jessica kemudian menoleh pada Malikha dan menyengir saja.Malikha diperlakukan seperti seorang Ratu hari itu. Semua dilakukan Aidan agar Malikha tak berpikir untuk pergi lagi dari apartemennya."Nikmati waktu mandimu, aku akan menunggumu di ruang tengah." Aidan tersenyum lalu mengucek rambut Malikha dan meninggalkannya di kamar mandi mewah milik Aidan. Malikha masih heran dan belum bicara apapun usai serangan kepanikan beberapa saat lal
Keterdesakan memang bisa membuat seseorang berbuat nekat. Termasuk menantang maut yang mungkin akan bisa membahayakan nyawanya sendiri. Begitu pula yang dilakukan oleh Malikha kali ini. Demi bisa melarikan diri dari Aidan Caesar, ia rela melakukan tindakan di luar batas normalnya sehari-hari.Malikha seharusnya bisa berpikir dua kali atau mungkin saja seribu kali sebelum memutuskan sesuatu yang berbahaya, tapi ia tak bisa karena keterdesakan itu dan membuatnya melakukan apa saja. Itu termasuk merayu seorang wanita yang menjadi tetangganya untuk datang ke apartemennya.Awalnya Malikha berpikir untuk melompat saja dari balkon ke balkon di sebelahnya, tapi wanita itu kemudian melarang."Jangan, biar aku saja yang ke sana menjemputmu. Tenang, tunggu saja disitu," ujar wanita itu setelah Malikha mengungkapkan situasinya dikurung oleh suaminya yang posesif dan pencemburu. Malikha bahkan menambah bumbu-bumbu drama, bahwa ia sekarang dikurung dan dilarang bekerja oleh suaminya."Aku tidak suk
Malikha berusaha tak mau memikirkan apa yang baru saja ia lihat. Sejenak ia memiliki keinginan untuk bicara pada Aidan tentang hubungan pernikahan mereka tapi keinginan itu langsung menguap entah ke mana kini.Taksi itu akhirnya membawa Malikha dengan selamat ke Noxtrot. Ia sudah terlambat akibat penyekapan konyol itu. Dengan terpaksa Malikha harus menemui Bruce untuk meminta maaf."Malikha ... kamu sudah datang? Aku pikir kamu juga tidak datang hari ini!" ujar Bruce menghampiri dan terlihat begitu cemas. Bruce tak bisa menghubungi Malikha dari semenjak kasus perceraian itu.Malikha tahu yang dimaksudkan oleh Bruce adalah saat proses perceraiannya beberapa hari lalu. Ia hanya menyambut kecemasan Bruce dengan senyuman saja seolah tak ada yang terjadi."Aku baik-baik saja," jawab Malikha masih tersenyum menenangkan"Kamu kemana? Kenapa tidak datang sewaktu sidang itu? Apa yang terjadi?" Bruce bertanya beruntun dan penasaran. Malikha berpikir sejenak
GREENWICH, CONNECTICUTMobil Bruce tiba setelah menempuh perjalanan hampir satu jam setengah dari Noxtrot. Keduanya keluar di pekarangan depan sebuah kantor developer perumahan bernama Ranallo Construction & Housing Developer. Pemandangan di sekitar kantor itu benar-benar luar biasa. Pemandangan yang Malikha pikir tak akan dilihatnya di kota sepadat New York."Ini indah sekali," puji Malikha sambil melihat sekitarnya. Bruce tersenyum senang melihat Malikha sangat menikmati perjalanan mereka. Ia pun kemudian mengajak Malikha untuk masuk ke dalam sebuah kantor jasa konstruksi yang menyediakan kompleks perumahan berbagai tipe yang diinginkan oleh pelanggan."Ini adalah perusahaan yang memakai jasa kita dalam urusan eksterior dan interior design. Noxtrot sudah bekerjasama dengan Ranallo Contruction untuk beberapa rumah mewah. Sekarang mereka meminta Noxtrot untuk mendesign rumah peristirahatan," ujar Bruce menjelaskan panjang lebar dengan rasa bangga. Malikha me