GREENWICH
Bruce Caldwell mengalami pusing yang luar biasa saat ia terbangun di lantai kayu di sebuah kamar. Ia memegang kepalanya yang terbentur sisi meja dan pingsan kemarin.
"Malikha ..." panggil Bruce panik. Sembari memegang kepalanya, Bruce berdiri dan mencari Malikha. Ia baru ingat jika semalam Aidan datang dan memukulnya.
"Malikha ..." Bruce terus memanggil nama Malikha mencarinya ke seluruh rumah lalu ke luar. Hari bahkan sudah pagi, ia pingsan begitu lama.
"Kemana si brengsek itu membawanya ... akkhh ... kepalaku!" Bruce hanya melihat mobilnya saja yang ada di depan. Ia lalu kembali ke dalam dan membersihkan wajah lalu mengambil jas dan pergi menggunakan mobilnya. Ia kembali ke kantor developer itu mencari tau bagaimana Aidan bisa menemukannya.
Setelah mendengar cerita dari manajer yang memberi informasi pada Aidan, sambil mendengus kesal Bruce pergi menggunakan mobilnya dengan penampilan kusut. Ia berencana mencari Malikha meski tak tau ap
Glenn benar-benar tak habis pikir dengan Aidan. Tingkahnya semakin hari semakin tak bisa dikendalikan. Glenn sendiri sudah tak tahan dan langsung protes, tapi sifat paranoid Aidan pada Malikha membuatnya tak bisa berpikir logis."Pikirkan lagi, Tuan. Mengurung Nyonya hanya akan membuatnya makin stres. Dia bisa saja kabur lagi atau melakukan hal yang tidak Tuan inginkan, atau dia akan semakin membencimu!" ujar Glenn memberikan pandangannya. Aidan terdiam, namun ia masih memendam kekesalan jika mengingat bagaimana Malikha kabur darinya berkali-kali."Tapi aku tidak punya cara lain," balas Aidan pada Glenn yang masih berdiri di belakangnya. Glenn kemudian mendekat lagi pada Aidan."Tuan selalu disukai oleh para wanita. Mengapa tidak menggunakan itu agar Nyonya menyenangimu? Mungkin dengan begitu dia akan menurut," ujar Glenn lagi. Aidan mendengus dan tersenyum lalu berbalik melihat Glenn."Andai Malikha seperti semua wanita yang aku temui selama ini, betapa
"Malam ini kamu bebas, tapi lain kali aku ingin kamu lebih agresif," bisiknya lagi sambil tersenyum lebih lebar. Malikha hanya bisa mengeratkan pejaman mata karena ketakutan. Ia jadi tak bisa tidur.Walhasil, Aidan sudah tertidur dengan nyenyak sambil memeluk Malikha, sedangkan Malikha malah terus memandang kosong pada sofa tempatnya biasa tidur di kamar Aidan. Airmatanya menetes lagi, ia semakin yakin jika takkan ada jalan keluar lagi. Malikha sudah berkali-kali mencoba melarikan diri dari Aidan dan hasilnya ia hanya kembali pada monster itu lagi.Bunyi hembusan napas Aidan yang membelai lembut tekuk Malikha adalah pertanda jika Malikha begitu pintar membuat Aidan tertidur. Memeluk Malikha adalah hal yang paling disukai oleh Aidan jika tidur bersama.Aidan tak lagi menghardik ataupun menjelek-jelekkan Malikha. Ia punya cara baru untuk membuat Malikha menurut yaitu dengan mengancamnya. Seperti saat Aidan sedang memakai pakaiannya akan berangkat ke kantor, Malikh
"Seperti apa ciri-cirinya?" tanya Bruce pada pegawai yang melaporkan seorang pria yang mencari Malikha. Pegawai itu coba mengingat."Tampan, rambutnya agak sedikit panjang dan berwarna coklat kehitaman, wajahnya seperti pria latin dan dia memakai setelan mahal seperti seorang CEO. Nona Silvia memberikan dia alamat proyek yang Nyonya Malikha kunjungi kemarin."Bruce menghela napas. Ciri-ciri yang diberikan memang bukan Aidan, tapi bisa jadi itu salah satu orang suruhannya.Tak lama kemudian, seorang bawahan Malikha lainnya masuk dan sedikit kaget saat melihat CEO mereka berada di ruangan HRD."Oh, Tuan Caldwell. Kebetulan, aku diberikan surat ini oleh resepsionis barusan, katanya untuk HRD. Setelah aku buka ternyata isinya adalah surat pengunduran diri Nyonya Malikha Swan," ujar pegawai itu. Mata Bruce langsung terbelalak. Ia lantas merebut surat pengunduran diri Malikha dan membacanya. Surat itu ditandatangani langsung oleh Malikha."Ini tida
"Apa yang kamu lakukan disini!" tanya Glenn setengah menghardik saat melihat Lucy berada di ruangan Aidan. Ia baru saja masuk, setelah meninggalkan Aidan di koridor dekat lobi usai berkonfrontasi dengan Bruce beberapa saat lalu. Yang membuat Glenn kesal adalah Lucy duduk di kursi Aidan seperti seorang pimpinan.Ia berjalan sedikit cepat dari pintu ke arah samping kursi dan menarik lengan Lucy agar berdiri dari tempat ia sedang duduki. Lucy malah menepiskan pegangan Glenn pada lengannya."Kamu jangan berlaku kurang ajar disini! Itu kursi Tuan Caesar!" hardik Glenn benar-benar marah. Tapi Lucy tak perduli, ia malah melipat kakinya dan memperlihatkan kaki mulus yang terbuka sangat menggoda.Kenapa kamu yang marah, ini kan bukan kursimu!" sahut Lucy berani melawan Glenn. Rasanya Glenn sudah kehabisan akal menghadapi Lucy. Kemana perginya gadis lugu yang dulu membuatnya tertarik, sehingga memilihnya dari sekian banyak kandidat yang menjadi calon Sekretaris Aidan Caes
"Katakan padaku dengan jujur, apa kamu menikahi Malikha untuk membalas perbuatannya padamu dulu?" Brandon melontarkan pertanyaan yang sama seperti Arjoona dulu. Jujur saja, Aidan sebenarnya sudah bosan mendengarnya, tapi ia tak kunjung menjelaskan. Jika itu hanyalah kedoknya saja untuk membuat Malikha bertekuk lutut padanya."Apapun alasanku itu sudah tidak penting lagi. Kami sudah menikah, apa lagi!""Itu penting bagiku! Malikha juga anakku, Aidan. Dia putriku, dia menantuku sekarang. Aku tidak akan membiarkan kamu menyakitinya!" bantah Brandon cepat."Apa karena dia anak dari wanita yang kamu cintai jadi kamu pikir punya kewajiban untuk menjaganya!" sahut Aidan tak mau kalah."Sekalipun dia bukan putri Fiona, aku akan tetap menyayanginya. Aidan, jangan bawa dendammu lagi, Malikha sudah membayar semuanya!" Aidan mulai kesal, rasa ingin jujurnya dikalahkan lagi emosi yang memuncak karena semua orang menuduhnya salah. Mengapa tidak jadi penjahat sekalian?
Napas Malikha tersengal menatap Aidan di depannya. Tangannya bergetar menodongkan senjata laras pendek itu pada Aidan, Raging Bull semi otomatis berwarna perak. Malikha menodongkan senjata itu tepat di depan Aidan yang baru saja masuk ke kamar."Apa yang kamu lakukan, Sayang?" tanya Aidan dengan tenang sekali lagi pada Malikha yang menodongkannya senjata laras pendek. Aidan melangkah lebih dekat tapi Malikha tetap pada posisi yang sama."Jangan bergerak!" sahut Malikha gemetar masih menodongkan senjata itu membuat Aidan akhirnya berhenti. Ia terus bernapas cepat dan terlihat berusaha menguasai diri. Aidan pun tersenyum melihat perilaku istrinya."Apa kamu mau menembakku?" tanya Aidan dengan pandangan mata yang tajam. Malikha tak menjawab dan terus meluruskan tangannya. Ia makin mendekat dan Malikha malah mundur tapi letak senjatanya tak berubah."Kenapa mundur? Ayo tembak!" tantang Aidan pada Malikha yang mulai ketakutan."Aku bilang jangan bergera
TETERBORO, NEW JERSEY"Pasang wajah bahagiamu. Semua sahabatku ada disini, hhmm!" bisik Aidan sebelum turun dari mobilnya di bandara Teterboro. Malikha tak mau menjawab, ia memilih turun dan mengikuti akting Aidan saja.Tak lupa Aidan membukakan pintu untuk istrinya sebelum menggandeng wanita itu ke salah satu pesawat boeing yang dipersiapkan Atlantic Crown untuk mengangkut seluruh anggota The Seven Wolves beserta seluruh keluarga mereka.Arya Mahendra adalah orang yang pertama menyapa Aidan. Mereka berpelukan ketika bertemu."Hei, Bos ... apa kabarmu?" Aidan hanya menyengir dan mengangguk saja."Kenalkan ini istriku, Malikha," ujar Aidan memperkenalkan Malikha pada Arya."Senang bertemu." Arya balik menyapa dengan ramah. Malikha hanya menyambut jabat tangan Arya sambil tersenyum."Brema ... jangan berlari nanti kamu jatuh!" tegur Arya setengah berteriak melihat anak lelakinya, Agni Bremantya yang baru lincah berjalan berlarian bersam
Aidan dibawa ke rumah sakit bersama Bryan dan Mars yang ikut terluka. Ototnya terluka parah dan ia tak disarankan untuk berjalan sampai pulih. Di dalam ruang perawatan, Aidan Caesar menyandarkan kepalanya ke dinding di belakangnya. Luka Aidan baru saja dijahit dan dirawat oleh seorang dokter.Kini Aidan menunggu untuk diperbolehkan pulang. Sedangkan Bryan masih menjalani operasi pengangkatan peluru di paha kirinya.Malikha dihubungi oleh pihak rumah sakit atas permintaan Aidan. Ia datang dengan tergopoh-gopoh ke rumah sakit. Di antara berpikir dan melihat langit-langit, Aidan lalu meluruskan pandangannya. Matanya kini berhadapan dengan mata indah Malikha yang berdiri di depannya. Betapa terkejutnya Malikha saat melihat kondisi Aidan yang penuh luka.Mereka tak bicara dan hanya diam saja. Malikha kemudian mendekat dengan sikap tubuh yang tidak nyaman."D-Dokter bilang, kamu bisa pulang," ujar Malikha dengan suara kecil."Apa kamu datang menjemputku?