"Malam ini kamu bebas, tapi lain kali aku ingin kamu lebih agresif," bisiknya lagi sambil tersenyum lebih lebar. Malikha hanya bisa mengeratkan pejaman mata karena ketakutan. Ia jadi tak bisa tidur.
Walhasil, Aidan sudah tertidur dengan nyenyak sambil memeluk Malikha, sedangkan Malikha malah terus memandang kosong pada sofa tempatnya biasa tidur di kamar Aidan. Airmatanya menetes lagi, ia semakin yakin jika takkan ada jalan keluar lagi. Malikha sudah berkali-kali mencoba melarikan diri dari Aidan dan hasilnya ia hanya kembali pada monster itu lagi.
Bunyi hembusan napas Aidan yang membelai lembut tekuk Malikha adalah pertanda jika Malikha begitu pintar membuat Aidan tertidur. Memeluk Malikha adalah hal yang paling disukai oleh Aidan jika tidur bersama.
Aidan tak lagi menghardik ataupun menjelek-jelekkan Malikha. Ia punya cara baru untuk membuat Malikha menurut yaitu dengan mengancamnya. Seperti saat Aidan sedang memakai pakaiannya akan berangkat ke kantor, Malikh
"Seperti apa ciri-cirinya?" tanya Bruce pada pegawai yang melaporkan seorang pria yang mencari Malikha. Pegawai itu coba mengingat."Tampan, rambutnya agak sedikit panjang dan berwarna coklat kehitaman, wajahnya seperti pria latin dan dia memakai setelan mahal seperti seorang CEO. Nona Silvia memberikan dia alamat proyek yang Nyonya Malikha kunjungi kemarin."Bruce menghela napas. Ciri-ciri yang diberikan memang bukan Aidan, tapi bisa jadi itu salah satu orang suruhannya.Tak lama kemudian, seorang bawahan Malikha lainnya masuk dan sedikit kaget saat melihat CEO mereka berada di ruangan HRD."Oh, Tuan Caldwell. Kebetulan, aku diberikan surat ini oleh resepsionis barusan, katanya untuk HRD. Setelah aku buka ternyata isinya adalah surat pengunduran diri Nyonya Malikha Swan," ujar pegawai itu. Mata Bruce langsung terbelalak. Ia lantas merebut surat pengunduran diri Malikha dan membacanya. Surat itu ditandatangani langsung oleh Malikha."Ini tida
"Apa yang kamu lakukan disini!" tanya Glenn setengah menghardik saat melihat Lucy berada di ruangan Aidan. Ia baru saja masuk, setelah meninggalkan Aidan di koridor dekat lobi usai berkonfrontasi dengan Bruce beberapa saat lalu. Yang membuat Glenn kesal adalah Lucy duduk di kursi Aidan seperti seorang pimpinan.Ia berjalan sedikit cepat dari pintu ke arah samping kursi dan menarik lengan Lucy agar berdiri dari tempat ia sedang duduki. Lucy malah menepiskan pegangan Glenn pada lengannya."Kamu jangan berlaku kurang ajar disini! Itu kursi Tuan Caesar!" hardik Glenn benar-benar marah. Tapi Lucy tak perduli, ia malah melipat kakinya dan memperlihatkan kaki mulus yang terbuka sangat menggoda.Kenapa kamu yang marah, ini kan bukan kursimu!" sahut Lucy berani melawan Glenn. Rasanya Glenn sudah kehabisan akal menghadapi Lucy. Kemana perginya gadis lugu yang dulu membuatnya tertarik, sehingga memilihnya dari sekian banyak kandidat yang menjadi calon Sekretaris Aidan Caes
"Katakan padaku dengan jujur, apa kamu menikahi Malikha untuk membalas perbuatannya padamu dulu?" Brandon melontarkan pertanyaan yang sama seperti Arjoona dulu. Jujur saja, Aidan sebenarnya sudah bosan mendengarnya, tapi ia tak kunjung menjelaskan. Jika itu hanyalah kedoknya saja untuk membuat Malikha bertekuk lutut padanya."Apapun alasanku itu sudah tidak penting lagi. Kami sudah menikah, apa lagi!""Itu penting bagiku! Malikha juga anakku, Aidan. Dia putriku, dia menantuku sekarang. Aku tidak akan membiarkan kamu menyakitinya!" bantah Brandon cepat."Apa karena dia anak dari wanita yang kamu cintai jadi kamu pikir punya kewajiban untuk menjaganya!" sahut Aidan tak mau kalah."Sekalipun dia bukan putri Fiona, aku akan tetap menyayanginya. Aidan, jangan bawa dendammu lagi, Malikha sudah membayar semuanya!" Aidan mulai kesal, rasa ingin jujurnya dikalahkan lagi emosi yang memuncak karena semua orang menuduhnya salah. Mengapa tidak jadi penjahat sekalian?
Napas Malikha tersengal menatap Aidan di depannya. Tangannya bergetar menodongkan senjata laras pendek itu pada Aidan, Raging Bull semi otomatis berwarna perak. Malikha menodongkan senjata itu tepat di depan Aidan yang baru saja masuk ke kamar."Apa yang kamu lakukan, Sayang?" tanya Aidan dengan tenang sekali lagi pada Malikha yang menodongkannya senjata laras pendek. Aidan melangkah lebih dekat tapi Malikha tetap pada posisi yang sama."Jangan bergerak!" sahut Malikha gemetar masih menodongkan senjata itu membuat Aidan akhirnya berhenti. Ia terus bernapas cepat dan terlihat berusaha menguasai diri. Aidan pun tersenyum melihat perilaku istrinya."Apa kamu mau menembakku?" tanya Aidan dengan pandangan mata yang tajam. Malikha tak menjawab dan terus meluruskan tangannya. Ia makin mendekat dan Malikha malah mundur tapi letak senjatanya tak berubah."Kenapa mundur? Ayo tembak!" tantang Aidan pada Malikha yang mulai ketakutan."Aku bilang jangan bergera
TETERBORO, NEW JERSEY"Pasang wajah bahagiamu. Semua sahabatku ada disini, hhmm!" bisik Aidan sebelum turun dari mobilnya di bandara Teterboro. Malikha tak mau menjawab, ia memilih turun dan mengikuti akting Aidan saja.Tak lupa Aidan membukakan pintu untuk istrinya sebelum menggandeng wanita itu ke salah satu pesawat boeing yang dipersiapkan Atlantic Crown untuk mengangkut seluruh anggota The Seven Wolves beserta seluruh keluarga mereka.Arya Mahendra adalah orang yang pertama menyapa Aidan. Mereka berpelukan ketika bertemu."Hei, Bos ... apa kabarmu?" Aidan hanya menyengir dan mengangguk saja."Kenalkan ini istriku, Malikha," ujar Aidan memperkenalkan Malikha pada Arya."Senang bertemu." Arya balik menyapa dengan ramah. Malikha hanya menyambut jabat tangan Arya sambil tersenyum."Brema ... jangan berlari nanti kamu jatuh!" tegur Arya setengah berteriak melihat anak lelakinya, Agni Bremantya yang baru lincah berjalan berlarian bersam
Aidan dibawa ke rumah sakit bersama Bryan dan Mars yang ikut terluka. Ototnya terluka parah dan ia tak disarankan untuk berjalan sampai pulih. Di dalam ruang perawatan, Aidan Caesar menyandarkan kepalanya ke dinding di belakangnya. Luka Aidan baru saja dijahit dan dirawat oleh seorang dokter.Kini Aidan menunggu untuk diperbolehkan pulang. Sedangkan Bryan masih menjalani operasi pengangkatan peluru di paha kirinya.Malikha dihubungi oleh pihak rumah sakit atas permintaan Aidan. Ia datang dengan tergopoh-gopoh ke rumah sakit. Di antara berpikir dan melihat langit-langit, Aidan lalu meluruskan pandangannya. Matanya kini berhadapan dengan mata indah Malikha yang berdiri di depannya. Betapa terkejutnya Malikha saat melihat kondisi Aidan yang penuh luka.Mereka tak bicara dan hanya diam saja. Malikha kemudian mendekat dengan sikap tubuh yang tidak nyaman."D-Dokter bilang, kamu bisa pulang," ujar Malikha dengan suara kecil."Apa kamu datang menjemputku?
"Aku sudah tidak kuat lagi disini. Aku ini manusia Aidan, bukan benda mati yang bisa kamu kurung seperti ini!" sahut Malikha sambil menangis keras. Hubungan Aidan dan Malikha bagaikan telur di ujung tanduk. Sekali jatuh pasti langsung hancur."Untuk apa kamu mau keluar? Apa supaya bisa bertemu dengan pria itu lagi!" balas Aidan ikut menaikkan nada suaranya. Ia begitu cemburu pada Bruce yang dianggapnya sudah menjadi kerikil besar dalam hubungannya dengan Malikha. Nyatanya Malikha masih terus meminta keluar rumah untuk kembali bekerja di Noxtrot. Ia begitu marah saat tau Aidan membuat surat pengunduran diri atas namanya."Dia tidak ada hubungannya dengan ini!""Apanya yang tidak ada! Kamu ingin kembali ke Noxtrot dan tak mau menerima posisi di Orcanza. Jika karena ingin bertemu dengan si Caldwell itu, lantas apa lagi!" Aidan makin emosi dan tak mau mengalah."Kamu bahkan tak mau melepaskan aku, kamu tak mau menceraikan aku!""Cukup, jangan bicara pe
Masih gemetaran dan belum bernapas dengan baik, Aidan kemudian mengambil ponsel dan ingin menghubungi Arjoona tapi sejenak ia ragu. Namun jarinya akhirnya menekan nomor Arjoona yang diletakkannya di speed dial pertama."Joona?" ucapnya lirih"Ada apa, Aidan?" tanya Joona masih santai. Ia baru saja menidurkan Venus yang baru berusia dua tahun."Tolong aku!" ujar Aidan makin mengecilkan suaranya.Arjoona langsung mengumpulkan teman-temannya begitu mendengar kabar dari Aidan. Ia datang menggunakan jaket palka besar disusul oleh Mars dan Bryan di belakangnya."Apa lagi yang sudah dilakukannya!" gerutu Mars kesal."Jangan menghakiminya dulu. kita dengar dulu apa penjelasannya," jawab Joona mencoba membuat sahabatnya tenang. Bryan hanya bisa menghela napas dan menggelengkan kepalanya kesal.Begitu keluar dari lift, Arjoona mencari ruang ICU khusus yang dimaksudkan oleh Aidan dan menemukannya berdiri di salah satu koridor. Mars sudah kadung
BEBERAPA TAHUN KEMUDIANPanggung yang cukup besar karena berada di tengah aula SMA Jersey Rey New York. Sorak-sorai seluruh siswa yang berdiri ikut mengangkat tangan dan bertepuk di atas kepala mereka saat gebukan drum Aldrich menggema memulai sebuah lagu. Dan suara Aldrich memulai lagu tersebut setelah gitar Ares dan piano milik Andrew mengiringinya."I don't even know how I can talk to you now, It's not you the you who talks to me anymore, And sure I know that sometimes it gets hard, But even with all my love, what we had you just gave it up!"Usai Aldrich, lalu Andrew adalah giliran kedua menyanyikan liriknya,"Thought we were meant to be, I thought that you belonged to me, I'll play the fool instead, Oh but then I know that this is the end!" mata Aldrich tak sengaja melirik pada satu orang gadis yang menjadi musuh abadinya, Chloe Harristian. Tak biasanya ia datang melihat pertunjukan bandnya The Skylar.Aldrich masih terus menggebuk drumnya dan
HUTAN TIJUANABryan, Mars, Aidan, Juan, Arya, Blake, Shawn, Erikkson, Han, Glenn, Earth, serta beberapa anggota Golden Dragon membentuh empat kelompok untuk melakukan pencarian terhadap pesawat James yang belum ditemukan. Bryan menerbangkan beberapa drone untuk mengawasi dari udara dan menentukan letak titik jatuh pesawat tersebut. Ia juga telah berkoordinasi dengan tim keamanan untuk saling memberi berita saat menemukan jejak apapun.Cukup lama mereka harus berputar-putar untuk bisa mencari jejak. Sampai salah satu drone milik Bryan kemudian mendeteksi ekor pesawat."Sebelah timur, 3 km lagi dari sini. Kita sudah agak dekat!" ujar Bryan memperlihatkan alatnya pada Aidan. Aidan mengangguk lalu memanggil kelompok yang lain agar mengikuti mereka.Bryan memimpin kelompok pencarian dan mulai memanggil nama James tak lama kemudian."JAMES ... DELILAH! JAMES! J!" tapi tak ada jawaban sama sekali sampai akhirnya Bryan melihat ekor pesawat yang tersangkut
BEBERAPA TAHUN KEMUDIANAidan tak berhenti tersengal saat ia keluar dari apartemen Arjoona. Ia harus menenangkan diri dengan bersandar dan memejamkan matanya. Ludahnya ia telan berkali-kali tapi masalahnya tenggorokannya begitu kering. Ia nyaris tak bisa bernapas.Di dalam, Aidan menahan mati-matian air matanya saat tahu jika pesawat James Belgenza mengalami kecelakaan di hutan Mexico. Ia hilang dan kabarnya tak ada yang selamat.“Aku harus tenang, aku harus tenang!” gumam Aidan pada dirinya sambil bersandar. Aidan memandang ke arah lobi apartemen mewah tersebut dan berjalan kembali separuh berlari ke arah mobilnya. Mobilnya datang diberikan oleh petugas parkir valet dan ia segera masuk ke dalamnya.Aidan harus cepat ke apartemen James untuk menjemput anak-anaknya. Selama perjalanan, ia kemudian menghubungi Glenn.“Di mana kamu?”“Aku sedang terjebak macet akan kembali ke Orcanza, Tuan!” jawab Gle
"Bersediakah kamu menikah denganku lagi, Malikha Swan?" tanya Aidan bergumam lembut. Malikha terus memandanginya dan Aidan pun tak melepaskannya sama sekali. Semua cinta rasanya berpendar di mata Aidan untuk Malikha. Cinta yang tak mungkin ditutupinya lagi. Malikha pun tersenyum dengan mata berkaca-kaca."Ya ... aku bersedia jadi istrimu, Aidan Caesar," jawab Malikha bergumam lembut pula. Malikha mendekat lebih dulu dan mencumbu Aidan dengan lembut. Aidan ikut membalas dan memperdalam pagutan bibirnya sambil memeluk Malikha lebih dekat dan erat. Pemandangan tengah kota dan taman New York dari atas menjadi saksi bersatunya cinta Aidan dan Malikha kembali."I do love you ... too much," bisik Aidan di sela bibirnya yang masih menempel pada Malikha. Malikha hanya melingkarkan kedua tangannya memeluk leher dan pundak Aidan."I love you too.""Benarkah? Kali ini kamu tidak berbohong kan!" goda Aidan tak melepaskan dirinya sama sekali. Malikha tergelak kecil dan
Malikha menaikkan pandangannya sambil berbaring menyamping pada Aidan yang baru saja menghubungi Glenn, asistennya. Ia tersenyum dan masih belum bicara. Malikha tampak tenang padahal ia baru saja disatroni perampok. Sementara Aidan sudah cemas setengah mati gara-gara kejadian itu. Ia bahkan belum membuka jasnya sama sekali dan terus berada di dekat Malikha yang tengah menjaga AldrichSetelah berpikir beberapa saat, Aidan akhirnya memutuskan untuk menelepon Arjoona melaporkan yang baru saja terjadi. Arjoona harus tahu setidaknya untuk mengantisipasi yang terjadi."Halo, Aidan.""Joona, rumah Malikha baru saja mengalami perampokan," ujar Aidan tanpa basa basi."APA! apa yang terjadi!" Arjoona sampai berteriak karena berita tersebut."Aku pergi keluar sebentar mengurus pekerjaan. Dua pria masuk lewat pintu depan dan membongkar semua laci. Mereka tidak mengambil apa pun, aku rasa ini bukan perampokan. Tapi apa yang mereka cari?" dengu
Malikha yang mendengar bunyi pintu berdecit mengira pelayan di rumahnya sudah tiba. Sambil tersenyum, ia kemudian berjalan hendak melihat dan menyapa. Dengan langkah agak cepat ia akan turun sampai akhirnya matanya membesar. Ia melihat dua orang pria bertopeng masuk lewat pintu depan.Mereka membawa senjata tajam dan sedang mengendap masuk lewat ruang tamu. Malikha yang hampir saja menuju tangga kemudian berbalik dan bersembunyi pada dinding di dekat tangga. Malikha benar-benar terkejut dan jantungnya berdegup kencang."Oh, tidak. Mereka bukan pelayan!" gumam Malikha pada dirinya sendiri. Malikha langsung mundur dan mencari tempat bersembunyi sambil bisa melihat apa yang sebenarnya tengah terjadi. Ia mengintip lagi dan melihat dua orang itu tengah membongkar laci dan lemari di lantai bawah. Malikha langsung berbalik dan mengendap separuh berlari masuk ke kamarnya. Satu orang pasti akan naik ke atas dan memeriksa.Dengan panik Malikha ingat jika ia meletakkan pon
Beberapa hari kemudian, keadaan Malikha tak juga kunjung membaik. Ia sudah diperbolehkan pulang karena luka operasinya semakin membaik tapi ia tak ingin berada di dekat bayinya sama sekali. Aidan otomatis harus pindah ke rumah Malikha karena ia tak mungkin bolak balik dari rumahnya meskipun jaraknya dekat.Aidan berubah menjadi seperti Ayah single yang merawat Aldrich sendirian. Ia otodidak belajar mengganti popok dan mengambil donor ASI dari istri Mars King, Vanylla King. Tak hanya Vanylla yang mendonorkan ASI-nya, Kiran Miller juga ikut memberikan ASI-nya.Saat malam hari, Aidan menggendong Aldrich memberinya botol ASI sampai ia tertidur sembari membacakan puisi atau mengumamkan sebuah lagu. Aldrich yang mengerti bahwa ia sementara hanya bisa bersama sang Ayah, tak banyak rewel. Ia bayi yang manis dan penurut."Cobalah untuk menggendongnya, Sayang," bujuk Aidan lembut sambil mencoba mendekatkan Aldrich pada Malikha. Malikha yang awalnya tersenyum jadi defensif
Sampai hari yang ditunggu-tunggu tiba adalah saat Malikha akan menyusui bayinya untuk yang pertama kali. Keadaan bayinya sudah semakin baik dan kembali sehat."Kamu sudah mendapatkan nama yang pas?" tanya Bryan pada Aidan saat menunggu bayi tersebut di bawa ke kamar Malikha. Aidan mengangguk tersenyum"Aldrich Tristan Caesar," jawab Aidan sambil tersenyum pada Bryan yang mengangguk ikut tersenyum.Saat mereka selesai bicara, kereta bayi kemudian terlihat sedang didorong menuju kamar Malikha dan Aidan pun mengikutinya. Di kamar Malikha, seluruh keluarga besar The Seven Wolves dan anak-anak mereka sudah menunggu."Mila kemari, Sayang. Coba lihat itu ... ada bayi!" ujar Bryan menggendong balitanya Mila yang terkekeh menggemaskan saat melihat salah satu "adiknya" yang baru lahir beberapa hari lalu. Kembarannya Izzy digendong oleh Nisa ikut mendekat melihat bayi Aldrich yang menyihir banyak orang dengan ketampanannya. Setelah bayi itu diletakkan di dekat tempa
Tak ada yang dirasakan Aidan saat ini kecuali rasa bahagia. Ia telah resmi menjadi seorang Ayah. Segala perjuangan dan rasa sakit akibat dendam dan perceraian yang terjadi pada pernikahannya, terbayar sudah. Aidan tak berhenti mengecup Malikha yang terlihat semakin mengantuk pasca bayi mereka lahir. Namun usai dibersihkan, bayi itu harus dipantau karena ia mulai membiru."Apa yang terjadi?" tanya Aidan setelah ia dikeluarkan dari ruang operasi."Bayinya sudah melewati waktunya lahir, dia harus masuk ruang ruang intensif untuk dimasukkan dalam inkubator. Aku tidak berharap dia sudah keracunan air ketuban, tapi aku benar-benar harus memantau keadaan putramu. Untuk saat ini, temani istrimu. Bayimu akan baik-baik saja," ujar salah satu Dokter Anak yang ikut dalam operasi tersebut."Lakukan apa pun untuk putraku, aku tidak mau terjadi sesuatu padanya!""Aku yakin kondisi ini hanya sementara, setelah dia pulih, aku sendiri yang akan memberikannya pada kalian."