“Siapa gadis itu, Haidar?” tanya Ukail penasaran, karena putranya memang dikenal sebagai pria yang tidak bisa dekat dengan seorang wanita.
“Dia seorang …” Suara ponsel milik Gaston berbunyi dan pria itu meminta maaf lalu mengangkatnya. “Dia siapa?” Desak Ukail. “Namanya Leona,” jawab Haidar. ‘Sialan! Kenapa aku malah teringat dengan gadis cerewet itu?’ “Dia gadis Amman juga?” Haidar menggelengkan kepalanya. “Maafkan saya, Tuanku Raja, Tuanku Pangeran. Namun, ini ada telepon penting untuk Tuanku Pangeran,” potong Gaston. “Berikan ponselmu,” pinta Haidar yang menerima benda pipih itu dari Gaston. “Halo? … Hmmm… Hmmm. Iya, tolong siapkan saja. Nanti akan diambil. Ya, dibereskan oleh Gaston. Baik, terima kasih.” Ukail Abdullah menatap ke arah putranya, “Soal apa, Haidar?” “Pesanan aku, Abi. Aku tidak akan menikahi putri Shah Pahlevi. Aku tidak suka dia”. Ukail manggut-manggut karena tahu gaya hidup putri Shah Pahlevi yang suka dengan kehidupan mewah dan glamor. Padahal Haidar bukan tipe royal meskipun mereka termasuk negara kaya di Timur Tengah. “Siapa gadis bernama Leona itu? Apakah dia seiman?” Tanya Ukail penasaran. “Iya. Abi akan tahu nanti,” jawab Haidar sambil berdiri. Kemudian, dia berkata lagi, “Maaf, Abi. Aku masih ada urusan.” Ukail mengangguk sebelum mempersilakan putranya itu untuk pergi. ___ Keesokan paginya, Leona menikmati acara sarapannya di restoran hotel sambil menerima telepon dari ibunya. “Sayang, Mommy kesepian karena tidak ada kamu yang cerewet,” rengek Lennah yang kehilangan teman ributnya di rumah. “Ajak ribut Daddy atau Lev lah…” “Haish. Daddy dan adikmu itu kan kalem banget. Mommy gemas sendiri jadinya,” keluh Lennah membuat Leona cekikikan. “Sebentar lagi aku pulang, Mom. Kita akan gelut lagi,” senyum Leona. “Ditunggu ya, Sayang.” “Iya, Mommy-ku. Assalamualaikum,” pamit Leona. “Wa'alaikum salam.” Leona pun melanjutkan acara sarapannya. Namun, dia langsung celingak-celinguk kala melihat para staff hotel yang tampak terkejut dengan orang-orang yang datang ke restoran tempatnya sedang menikmati sarapan. Leona lalu mengangkat bahu dan kembali makan. Sebab, menurutnya, apa yang terjadi bukanlah urusannya. Namun, pemikiran itu berubah saat empat orang dengan pakaian hitam-hitam itu menghampiri mejanya. “Nona Leona Accardi?” Leona menatap keempat pria itu dengan bingung. Sebab, orang yang memanggil namanya terlihat lebih tua dibandingkan dengan tiga orang di belakangnya. “Ya? Kalian siapa?” mata karamel Leona menatap curiga ke keempat orang itu. “Perkenalkan, nama saya Gaston dan saya adalah asisten tuan Haidar. Kami meminta nona Accardi untuk ikut bersama kami guna menemui tuan Haidar,” jawab pria yang tua itu. Leona mengernyitkan dahinya, “Haidar minta bertemu denganku?” “Iya, Nona.” “Sekarang?” tanya Leona lagi. Kali ini dia bersyukur bajunya cukup sopan, yaitu berupa blus lengan pendek dengan aksen renda dipadu rok panjang dan sepatu sneaker yang nyaman untuk jalan-jalan. Sebab, awalnya dia memang berencana untuk ke pasar tradisional di Amman. “Benar, Nona.” Leona mengangguk, “Bolehkah aku menghabiskan kopiku dulu?” “Silakan.” Leona lalu menghabiskan kopinya dan berdiri, sementara Gaston mengawal gadis cantik itu. Samar-samar Gaston bisa mencium harum parfum lembut yang dipakai oleh Leona. Nona satu ini sangat wangi. Leona pun kemudian masuk ke dalam mobil Range Rover yang sudah siap di depan pintu masuk hotel. Tindakannya itu diikuti oleh Gaston yang duduk di kursi depan. Tiga pengawal lainnya sendiri berada di mobil belakang dan dua mobil itu pun berjalan beriringan menuju ke istana Abdullah. Selama perjalanan, Leona menikmati pemandangan dari kaca mobil hingga mereka tiba di istana yang megah. Sekarang, dia percaya kalau Haidar adalah pangeran. Mobil itu kemudian berhenti di sebuah istana kecil yang berada di belakang istana utama. Saat Leona turun, para pelayan, terutama pelayan perempuan tampak berbisik-bisik ke arah gadis itu. Leona sendiri membiarkannya dan hanya berjalan mengikuti Gaston menuju ke sebuah ruangan dengan pintu kayu besar yang mirip dengan kayu jati. Gaston mengetuk pintu dan membukanya. Leona melongo karena di ruang kerja yang mewah itu berdiri sosok Haidar dalam balutan kemeja dan celana hitam. “Tuanku, Nona Leona Accardi.” Gaston membungkuk hormat ke Haidar. “Tinggalkan kami berdua, Gaston,” perintah Haidar. Gaston pun pergi meninggalkan Haidar bersama dengan Leona yang tampak mengagumi interior ruangan pria itu. “Kemari Leona.” ujar Haidar sembari berjalan ke meja kerjanya. “Aku baru percaya kalau kamu itu seorang pangeran,” gumam Leona. Haidar tidak menjawab, tapi memberikan sebuah kotak bertuliskan Cartier, “Sesuai janjiku.” Leona menerima dan membuka isinya, “Cartier Panthère de Cartier Drop Earrings…” Haidar mengangguk. “Ada satu hal lagi,” lanjut pria itu sambil menyerahkan sebuah klausul kontrak ke Leona. Gadis itu lantas meletakkan kotak anting-antingnya di atas meja dan langsung melihat adanya tulisan besar dalam bahasa Inggris. “Menjadi istri kontrak?” mata karamel Leona menatap Haidar tidak percaya. “Kamu gila!” *** Yuhuuuu up Sore Yaaaaaaaa Thank you for reading and support author Don't forget to like vote and gift Tararengkyu ❤️ 🙂 ❤️Leona menatap mata emas itu dengan perasaan tidak percaya. Bagaimana bisa dia yang seorang putri pengusahaan dari Turin, diminta menjadi seorang istri kontrak terlepas yang meminta adalah seorang pangeran… tidak, lebih buruk dari itu. Putra Mahkota kerajaan Jordania! “Haidar… Apa kamu masih waras?” Leona membaca klausul kontrak itu dan tertegun bahwa dirinya akan mendapatkan 10% kekayaan Haidar jika bisa melahirkan seorang bayi laki-laki. “Ini apa?” Protes Leona sambil menunjukkan poin dari klausul kontrak. “Bagaimana bisa aku punya anak laki-laki?” Haidar menatap dingin ke Leona. “Apa kamu melupakan pelajaran biologi dasar? Tentang reproduksi manusia?” Mata karamel Leona menatap judes ke pria yang lebih tinggi darinya. “Aku seorang dokter dan tentu saja aku tahu tentang reproduksi manusia serta sex education! Tapi aku tidak mau tidur denganmu!” Haidar mengerjap-ngerjapkan matanya. Apa? Gadis ini tidak mau tidur denganku? Memangnya aku tidak menarik? “Kenapa?” Tanya Haidar denga
Leona sarapan di hotelnya sambil melamun karena dirinya merasa galau akan segala sesuatu yang datang bertubi-tubi. Bohong jika Leona tidak ingin menikah, dia sangat ingin menikah tapi tidak seperti ini! Leona menjadi ingat saat sepupunya, Daisy Mancini harus menikah lewat jalur ekspres dengan Dokter Lucky Buwono, namun akhirnya mereka bahagia apalagi dengan kehadiran jagoannya. Apa aku harus pakai jalur ekspres juga? - batin Leona. Tiba-tiba terdengar suara riuh di dekat pintu restauran hotel dan Leona sudah bisa menebak bahwa itu pasti Gaston. Leona mengacuhkan sambil menyesap kopinya dan memandang pemandangan dari jendela restauran. Leona tidak menoleh saat merasakan ada seseorang yang duduk di depannya. Harum parfum mahal tercium di hidung mancung Leona dan gadis itu merasa baunya berbeda dengan parfum yang dipakai Gaston kemarin. "Ada apa Gaston? Apa aku harus menemui tuanmu lagi?" tanya Leona tanpa menoleh. "Ada apa kamu cari Gaston?" Leona tertegun mendengar suara dalam da
Leona seperti mengalami mimpi dengan begitu cepatnya mereka melakukan pernikahan yang cukup mewah di Amman Yordania. Para anggota keluarganya yang bisa hadir, tampak bingung melihat pasangan yang tidak saling kenal tapi bisa menikah secara kilat. Para Emir dari Timur Tengah yang merupakan para Oom dan sepupu Leona merasa curiga dengan adanya pernikahan mendadak seperti ini. Leona mengatakan bahwa ini murni pernikahan karena cinta bukan proses ekspres seperti sepupunya, Daisy Mancini. Terlepas para keluarga Timur Tengah tahu bahwa ada konflik Yordania dengan Iran, mereka memilih diam karena Leona sepertinya jatuh cinta dengan Haidar. Gadis itu tidak lepas memandang Haidar penuh cinta hingga para keluarga memilih menunggu kelanjutan pernikahan mendadak ini. ___ Sebulan sudah Leona menikah dengan Haidar dan tetap saja gadis itu menolak tidur bersama dengan suaminya. Mereka tidur terpisah dengan kamar bersebrangan dan Leona merasa bosan karena suaminya seolah tidak memberikan k
Amman, Jordania Sesudah keluar dari tenant dan sibuk berdiskusi dengan keluarganya via telepon, Leona sudah merasa kehabisan tenaga. Padahal dia baru saja tiba di Yordania, tapi ibu dan adiknya yang berhasrat belanja besar sudah sibuk meminta Leona untuk membawakan mereka beberapa barang. Kelembaban udara yang rendah membuat Leona tergerak untuk membeli sebuah gelato demi menghibur diri. Namun, sebelum gelato itu sempat masuk ke mulutnya, sebuah tangan kekar telah lebih dulu menarik lengannya dan membuat gelato coklat itu jatuh ke lantai. “AH! Gelatoku!” teriak Leona terkejut. Kini es krim Italia yang berwarna coklat itu tidak hanya jatuh, tapi juga meleleh dan mengotori lantai. Di hadapan Leona sekarang berdiri seorang pria tinggi berwajah khas Timur Tengah dan berkacamata hitam. Tangan pria itu menarik tangan Leona tanpa permisi, seakan mereka kenal satu sama lain. “Siapa kamu? Jangan macam-macam atau aku akan teriak!” seru Leona. Pria itu pun menghentikan perbuatannya da
Leona menatap wajah dingin Haidar dengan tatapan tidak percaya. Dirinya tidak menyangka akan ‘diculik’ oleh seorang pangeran yang bersedia membayar anting anting cantik dengan harga tidak murah. Ya jelas berani beliin karena uang segitu macam uang receh! Ya kan?“Kenapa ?” Haidar membalas tatapan Leona.“Kenapa kamu tidak bilang padaku, sayaang?”drama Leona. “Aku kan jadi malu tidak tahu siapa kamu sebenarnya.” Leona mengalihkan pandangannya dari Haidar ke para teman-temannya. “Dia selalu bersikap sederhana padaku. Bahkan dia tidak bisa mengganti gelato ku yang jatuh dengan alasan …” Leona berbisik. “Dompetnya ketinggalan.”Sontak keempat pasangan itu terbahak sementara Haidar memasang wajah dingin tanpa ekspresi ke Leona yang malah asyik bermain drama seolah mereka sudah bersama cukup lama.“Itu bukan sederhana, Leona. Itu pelit ! Khas Haidar. Malas membuang uang kecil…” ujar Ali.“Nah itu !” Angguk Leona.Haidar hanya menatap dingin ke semua orang. Gadis satu ini…“Kamu Nemu dimana
Sepanjang perjalanan dari tempat acara makan siang yang menjadi arena adu jotos menuju hotel, Leona memilih untuk tidak bertanya apapun meskipun bibirnya gatal ingin tahu lebih banyak siapa pria yang berada di balik kemudi ini. Semua orang menghormati pria yang diperkenalkan sebagai Haidar Abdullah putra mahkota Kerajaan Yordania.Apakah dia benar-benar seorang pangeran?Suara ringtone ponsel Leona yang berbunyi membuat Haidar menoleh. “Sorry, Mommy aku telepon,” ucap Leona sembari mengambil benda pipih tersebut. “Aku terima dulu.” lanjutnya.Haidar kembali berkonsentrasi dengan padatnya jalan sementara Leona menggeser tombol hijau. “Halo, Mommy,” sapa Leona. “Aku? Masih ada waktu seminggu di sini. Iya, nanti aku pulang bawa oleh-oleh buat Daddy, Mommy, dan Lev. Don't worry.” Haidar melirik ke arah Leona.Jadi, gadis itu masih ada seminggu di Amman. Bagus! “Mom, aku sudah lama tidak liburan. Jadi, aku ingin menikmatinya,” jawab Leona lagi. “Iya, deh. Nanti aku kabari kapan aku p
Haidar lantas melirik ke arah Leona yang masih galau memikirkan para kambing korban kecelakaan. Diam-diam Haidar bisa melihat gadis berambut coklat dengan mata karamel itu memang terlihat seperti seorang dokter hewan. Gadis ini sepertinya bukan dari kalangan biasa-biasa saja. “Leona.”“Ya?” Balas Leona judes. Tindakan itu membuat Haidar meliriknya dengan tajam. “Kamu kerja dimana?”“Di Turin, di ranch milik keluargaku dan juga di rumah sakit hewan. Kenapa?” jawab Leona sambil menatap ke arah pria tampan yang sayangnya dingin macam puncak salju gunung Fuji. “Tidak apa-apa.” Leona lalu diam lagi, karena dia juga sedang malas mengobrol saat dirinya sedang memikirkan kambing-kambing itu. Mobil mewah itu pun melaju menuju hotel Centro Mada, tempat di mana Leona menginap. Gadis itu lalu berbalik ke belakang untuk mengambil kantung-kantung belanjaannya dan mengucapkan terima kasih.“Hhhmmm.” Haidar membalas sekenanya.Leona tidak memprotes dengan sikap pria itu, karena dirinya pun ing