Share

114. Iri

Penulis: Rosa Uchiyamana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-10 14:49:05

[“Yara, beri aku waktu untuk bicara berdua denganmu. Aku mohon jangan mendiamkan aku.”]

[“Bisakah kita bicara setelah aku pulang nanti?”]

Yara menatap dua pesan terakhir dari Oliver dengan ekspresi datar. Pesan itu dikirimkan kemarin siang, tapi sampai saat ini Yara tak ingin membalasnya.

Menghela napas panjang, Yara memutuskan untuk menonaktifkan mode pesawat yang menyala sejak kemarin sore.

Dan tak disangka-sangka, banyak panggilan masuk yang tak terjawab dan beberapa pesan dari Oliver yang baru saja masuk saat ponselnya terhubung ke data seluler. Namun, Yara tak berani membuka pesan-pesan tersebut. Ia memilih mengabaikannya.

Ibu jari Yara bergerak mencari nama Zara dalam daftar kontaknya. Setelah menimbang beberapa saat, ia lantas mengetik pesan pada adik kembarnya tersebut.

[“Zara, aku ingin ketemu kamu hari ini. Ada yang ingin aku bicarakan. Bisa?”]

Beberapa menit kemudian Zara membalas pesannya.

[“Boleh. Kalau sekarang gimana? Kebetulan aku lagi di luar. Mau ketemu di mana?”] ba
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (12)
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
emang dari awal dia udah ga baik...makanya dia bisa melukai hati saudara nya sendiri
goodnovel comment avatar
Ami Lee
apa yg kamu rampas dengan cara yg busuk gak bakalan bertahan lama.. dia bakalan balik ke punya nya yg seharusnya ....
goodnovel comment avatar
Ami Lee
ntah bagaimana cara nya biar oliver tau kebenaran nya karna zara gak mungkin jujur apalagi yara yg gak mau mengklarifikasi masa lalu karna percuma.. oliver gak bakalan percaya... iri sama sodara sendiri... situ emang punya hati yg sakit yg busuk...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   115. Akibat Stres

    Suasana di antara mereka seketika menjadi tegang. Yara menatap Zara dengan mata yang berkaca-kaca, tak percaya dengan pengakuan itu. Kata-kata Zara menusuk hatinya lebih dalam daripada yang ia bayangkan. "Zara, aku nggak pernah merasa aku lebih baik dari kamu," kata Yara dengan suara lirih. "Kamu adalah adikku, dan aku selalu menganggap kita sama istimewanya." "Tapi kenyataannya nggak begitu," jawab Zara dengan nada penuh emosi. "Kamu selalu menjadi yang pertama. Orang-orang selalu membicarakan Yara yang ceria, Yara yang pintar, Yara yang hebat. Sedangkan aku? Aku cuma bayangan kamu. Bahkan Oliver—orang yang kamu sukai—mungkin nggak akan pernah melihatku jika aku nggak berpura-pura jadi kamu." Yara tersentak mendengar pengakuan Zara tersebut. "Jadi, kamu benar-benar mengaku sebagai aku demi mendekati Oliver?" Zara mengangguk pelan, matanya mulai berkaca-kaca. "Aku nggak tahu apa yang merasukiku saat itu. Aku hanya ingin tahu rasanya menjadi kamu, Yara. Dan aku tahu itu salah, tapi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   116. Pilihan Dari Yara

    Sudah satu minggu Yara keluar dari rumah Oliver. dan selama itu pula Yara menolak bertemu dengan pria itu. Meskipun begitu, Oliver seakan tidak bosan datang setiap hari ke rumah Rianti dan terus menerus menghubungi Yara. Namun tidak sekalipun Yara membalas pesan ataupun mengangkat panggilannya. ‘Sampai kapan kamu akan mendiamkan Oliver terus, Nak? Masalah yang dibiarkan berlarut-larut juga nggak baik. Mama mohon, temui Oliver sekali saja dan beri dia kejelasan. Apakah kamu ingin melanjutkan hubungan dengan Oliver atau melepaskannya?’ Kata-kata Rianti tadi malam kembali terngiang di kepala Yara, membuat Yara akhirnya bangkit dari tidurnya dan meraih ponselnya yang menelungkup di bawah bantal. Setelah melamun cukup lama, Yara akhirnya membuka chat room-nya dengan Oliver. Melihat foto profil pria itu, rasa rindu yang beberapa hari terakhir memenuhi relung hati Yara kembali mencuat.Ia rindu mendengar suara pria

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   117. Semuanya Hancur

    [“Aku akan menunggumu.”] Yara mengirim pesan tersebut kepada Oliver.Lima menit kemudian, centang dua pada pesannya itu berubah menjadi centang biru.Yara datang ke Kana Restaurant 10 menit lebih awal. Ia tampil sederhana dengan gaun berwarna merah muda. Matanya menatap kosong pada segelas air putih di hadapannya.Bagaimana jika ia mendapatkan kemungkinan terburuk? Apa yang akan ia lakukan jika Oliver tidak datang? Bagaimana jika yang Oliver pilih adalah Zara?Menghela napas panjang, Yara meraih gelas tersebut dan meneguk air putihnya untuk melegakan tenggorokan yang terasa kering.Bunyi lonceng terdengar saat pintu terbuka. Cepat-cepat Yara menoleh ke arah pintu. Lalu menghela napas kecewa ketika yang datang ternyata pengunjung lain.Pukul 17:00, Yara merasakan jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Seorang waiter datang membawa makanan pembuka dan menghidangkannya di meja.Pada saat yang sama, pintu restoran kembali terbuka dan muncul sosok pria berbadan tegap yang mengenakan jas

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   118. Acara Penting

    Beberapa jam sebelumnya.Oliver berguling ke kiri dan kanan, seakan-akan tidak menemukan kenyamanan dalam tidurnya. Sudah pukul dua dini hari, tapi kantuk tak kunjung menyerang.Merasa tak tahan lagi, Oliver akhirnya bangkit dan menyalakan lampu utama. Ia meraih ponsel dari nakas, lalu mengecek kembali pesan dari Yara siang tadi.[“Jika kamu memilihku, temui aku di Kana Restaurant, besok jam lima sore. Jangan datang jika kamu sudah memutuskan untuk memilih Zara.”]Sampai saat ini Oliver tidak membalas pesan tersebut. Bukan tanpa alasan. Hanya saja Oliver butuh waktu untuk berpikir. Oliver tidak ingin menyakiti siapapun, maka dari itu ia perlu berhati-hati.Oliver merasa ia membutuhkan Zara yang telah menyelamatkannya di masa lalu. Namun di sisi lain, perginya Yara ke rumah Rianti telah menimbulkan rasa kehilangan yang begitu dalam. Membuat Oliver semakin bimbang.Kini, Oliver masuk ke kamar Yara, harum aroma manis dari parfum wanita itu mengingatkan Oliver akan senyuman Yara yang ceri

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   119. Lupakan Yara

    Oliver terlihat tidur dengan pulas. Zara tidak tega untuk membangunkannya. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Namun, ia tetap harus membangunkan pria itu karena katanya ada acara yang sangat penting sore ini. Zara penasaran, acara apa hingga Oliver harus memaksakan diri untuk pergi?Zara turun dari tempat tidur. Menghampiri Oliver. Menatap wajahnya dengan tatapan penuh kerinduan. Saat ia akan menyentuh wajah Oliver, ponsel Oliver tiba-tiba berdenting. Zara menoleh, menatap layar ponsel yang menyala di atas meja.Yara?Zara tertegun melihat nama kakak kembarnya di layar ponsel.Karena penasaran, Zara pun meraih ponsel Oliver dan memasukkan tanggal pernikahan mereka sebagai password. Dulu, Zara sempat meminta Oliver untuk menggunakan password yang sama dengannya, yaitu tanggal pernikahan.Namun, password itu salah. Oliver sudah menggantinya.Zara m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   120. Frustrasi

    Oliver kembali ke rumah dengan langkah berat. Surat gugatan cerai dari Yara yang baru saja ia terima masih tergenggam erat di tangannya. Surat itu seperti bom yang meledak di tengah kebingungan dan perasaannya yang kacau. Setiap kata di dalamnya seolah menjadi tamparan keras yang menyadarkannya bahwa Yara benar-benar ingin pergi dari hidupnya. Oliver menjatuhkan dirinya di sofa ruang tamu, tatapan kosong mengarah ke surat yang kini tergeletak di meja. Ia meraih ponselnya dengan tangan gemetar, mencoba menghubungi Yara sekali lagi. Namun, suara monoton operator yang mengatakan nomor tujuan tidak aktif membuatnya semakin frustrasi. "Yara... tolong angkat teleponku. Kita bisa bicara. Aku mohon..." gumam Oliver lirih, seolah berharap Yara bisa mendengarnya di suatu tempat. Namun, harapan Oliver sia-sia. Tak ingin menyerah begitu saja, Oliver kemudian menelepon seseorang. P

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   121. Ancaman

    Keesokan harinya, Zara bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Namun perasaan kecewa dan sakit hati terus menghantui dirinya. Apalagi saat Zara ingat, ketika semalam ia mencium Oliver, saat itu juga Oliver mendorongnya dengan kasar sambil meracau, “Kamu bukan Yara. Yara nggak pernah menggodaku.” Membuat hati Zara semakin terasa sesak.Hari-hari berikutnya, Zara mulai merasakan dampak dari tindakan cerobohnya tersebut.Oliver semakin dingin terhadapnya. Bahkan saat mereka berbicara, tatapan Oliver sering kosong, seolah pikirannya melayang jauh. Zara mulai merasa kehilangan kendali atas situasi mereka berdua.Hari ini Zara kembali ke rumah Oliver. Tangannya mengepal kuat saat melihat foto pernikahan Oliver dan Yara yang belum diturunkan. Zara sudah mengetahui tentang surat gugatan cerai yang dilayangkan Yara, tapi sampai saat ini sepertinya Oliver belum menyetujui surat gugatan tersebut.Zara berinisi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   122. Jaket

    “Oliver, gimana menurut kamu gaun yang ini? Apa ini cocok untukku?” Oliver tidak menjawab. Pria itu hanya duduk melamun, menatap meja dengan tatapan kosong. Zara menghela napas panjang, ia semakin kesal dengan sikap Oliver yang terus mengabaikannya. Padahal saat ini mereka tengah berada di butik, membeli gaun untuk Zara kenakan di acara perusahaan Oliver hari Sabtu nanti. “Oliver...,” tegur Zara dengan suara yang lebih keras, yang mampu mengeluarkan Oliver dari lamunan. “Ya? Apa?” Oliver mendongak, menatap Zara tanpa ekspresi. “Gaun ini cocok di aku nggak?” tanya Zara sekali lagi. Oliver menatap gaun yang dikenakan Zara sesaat, sebelum menjawab, “Iya. Kurasa cocok.” Zara menghela napas panjang kembali, ia merasa Oliver seperti terpaksa menjawab, dan hal itu membuat Zara merasa semakin diabaikan. “Baik, kalau menurutmu cocok, aku akan pilih yang ini.” Zara berusaha menyunggingkan senyuman lembut, lalu bicara pada staf butik bahwa ia memilih gaun tersebut. Setelah be

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13

Bab terbaru

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   190. Bertemu Dengannya

    Yara menekan bel berulang kali, tapi tidak ada tanda-tanda seseorang akan membuka pintu dari dalam. Mungkin dirinya datang di waktu yang tidak tepat, pikir Yara. Mungkin saja saat ini Zara sedang pergi.Karena tak kunjung mendapat sahutan, Yara akhirnya berbalik untuk kembali kepada suaminya yang menunggu di lobi.Namun, belum lima langkah Yara berjalan, pintu di belakangnya tiba-tiba terbuka, membuat langkah kaki Yara seketika terhenti.“Siapa?”Yara tertegun kala mendengar suara yang barusan bertanya kepadanya. Nada suaranya terdengar datar, seperti orang yang tidak memiliki semangat hidup.Setelah memantapkan hatinya, Yara pun berbalik menghadap orang itu, yang tak lain adalah Zara. Yara bisa melihat Zara terkejut saat menatapnya.“K-Kamu...,” bisik Zara dengan lirih. Matanya membulat, seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya.“Hai!” Yara berusaha menampilkan senyumnya dengan canggung. “Apa kabar? Boleh aku masuk?”Zara terdiam sejenak, membuat Yara merasa bahwa adiknya itu ak

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   189. Hari-Hari Yang Romantis

    Oliver menatap Yara yang tengah terlelap dengan damai. Senyuman Oliver mengembang lebar melihat betapa cantik dan polos wanitanya itu, seperti bayi yang tidak berdosa. Deru napas Yara terasa halus, membuat Oliver merasakan ketenangan yang hanya didapatkan di kala sedang bersama Yara. “Sayang, bangun,” bisik Oliver nyaris tak terdengar, seolah enggan mengganggu tidur sang istri. Ia menyapukan jemarinya di pipi yang terasa halus di bawah sentuhannya itu. Mata Yara perlahan bergetar, lalu terbuka hingga Oliver bisa menatap mata coklatnya yang indah. Tatapan mata Yara selalu membius Oliver, hingga ia merasa jatuh cinta lagi dan lagi pada orang yang sama setiap waktu. “Sudah siang? Jam berapa sekarang?” tanya Yara dengan suara serak sembari menggeliatkan tangannya ke atas. “Baru jam tujuh, Sayang,” jawab Oliver sambil tersenyum. Sontak, mata Yara terbelalak. “Jam tujuh? Astaga... kenapa kamu nggak bangunin aku? Aku harus pergi ke kantor! Ini gara-gara kamu nggak ngebiarin aku tidur t

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   188. Pacaran Setelah Menikah

    “Sayang, hari ini aku mau ngajak kamu pacaran dulu ,” kata Oliver setelah kendaraan yang mereka tumpangi berlalu dari rumah Rianti.Tampak kerutan di kening Yara. “Pacaran?” tanyanya tak percaya.“Mm-hm.” Oliver mengangguk, ia meraih tangan Yara dan menggenggamnya, sementara tangan yang lain memegangi stir. “Banyak waktu kita yang terbuang di masa lalu, Sayang. Kita bahkan nggak sempat pacaran dulu. Jadi mulai sekarang, kita harus sering meluangkan waktu untuk berkencan berdua, tanpa anak-anak.”Mendengarnya, Yara pun terkekeh kecil. ia beringsut mendekati suaminya, menyandarkan kepala di bahu bidang pria itu. “Bukankah sekarang kita sedang pacaran?”“Iya, tapi kayak gini saja nggak cukup.”“Lalu? Memangnya kamu mau apa lagi?”“Yaa pacaran seperti orang kebanyakan, lah.” Oliver melabuhkan kecupan mesra di puncak kepala Yara. “Aku mau mengajakmu pergi ke suatu t

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   187. Mirip Bapaknya

    Genggaman lembut di tangan mengeluarkan Yara dari lamunannya. Yara menoleh dan mendapati suaminya tengah menatapnya sambil tersenyum manis. Senyuman yang membuat Yara lupa bagaimana caranya bernapas.“Kita sudah sampai, Sayang,” ucap Oliver.“Oh?”Yara mengerjap, ia menoleh ke sisi kiri dan baru menyadari bahwa kini mereka berada di halaman rumah ibunya, Rianti.“Sudah sampai ternyata,” gumam Yara sembari hendak melepas sabuk pengaman. Namun, Oliver sudah melakukannya lebih dulu untuknya.“Kamu lagi mikirin apa, hm? Dari tadi aku perhatikan kamu banyak melamun.” Oliver menatap Yara dengan sorot matanya yang dalam dan membius.Tatapan itu membuat jantung Yara berdebar-debar. Yara menghela napas panjang. “Aku cuma lagi mikirin gimana pertemuan aku dan Zara nanti,” ujarnya dengan tatapan menerawang. “Kami saudari kembar, tapi rasanya kami seperti orang asing. Ada

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   186. Asalkan Yara Bahagia

    “Aku masak sup kesukaan kamu,” kata Yara sambil memeluk Oliver dari belakang. Mereka berjalan menuju dapur dengan posisi seperti itu setelah Oliver berhasil lolos dari dua bocah kecil yang sejak tadi mengerumuninya.Oliver mengerutkan kening, sedikit terkejut. Tangannya menggenggam tangan Yara yang melingkar di depan perutnya.“Whoaa serius? Aku nggak sabar mau coba,” kata Oliver sembari tersenyum lebar.Yara terpaksa melepaskan pelukannya saat tiba di meja makan. Si kembar berlarian menuju meja makan sambil tertawa, lalu sama-sama memeluk kaki ayahnya di kiri dan kanan.Oliver kemudian mendudukkan mereka di kursi berdampingan, lalu Oliver duduk di kursi utama dan menuangkan makanan khusus anak-anak ke piring mereka masing-masing. Sementara itu Yara yang duduk di samping Oliver, berhadapan dengan si kembar, menyiapkan roti panggang dan sup untuk Oliver.Yara menatap Oliver dengan penuh harap saat pria itu mengambil sendok pertama supnya.Oliver memasukannya ke mulut, mengunyah perlaha

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   185. Menyambutnya Pulang

    Yara tersenyum bahagia melihat Airell dan Arthur berlarian di ruang tengah dengan riang. Saat ini mereka sudah berada di rumah baru Oliver setelah pindah beberapa hari yang lalu.Anak-anak terlihat bahagia sekali. Apalagi saat mereka melihat ruangan khusus bermain yang dipenuhi mainan anak laki-laki dan perempuan. Tak hanya itu, bahkan Oliver menyediakan kolam renang dengan fasilitas lengkap seperti perosotan dan ember tumpah.Selain itu ada lapangan bola basket dan sepak bola di halaman belakang. Fasilitas lengkap yang disediakan membuat anak-anak betah bermain di rumah. Yara merasa bersyukur, terharu dan juga bahagia dengan segala fasilitas yang Oliver berikan untuk mereka.Oliver juga membawa Zio pindah ke rumah ini, dan tentu saja Yara tidak keberatan. Bagaimanapun, Zio adalah keponakannya sendiri, ia menyayangi anak itu seperti anaknya. Namun hari ini, Zio sedang tidak ada di rumah. Anak berusia 8 tahun itu kini berada di rumah Jingga. Meski tahu Zio bukan anak kandung Oliver, ta

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   184. Hadiah

    Yara tertegun kala melihat banyaknya bukti yang dikumpulkan Oliver mengenai kepalsuan video yang dikirimkan Leonard. Lantas, Yara menatap Oliver dengan mata berkaca-kaca.“Oliver...,” panggilnya lirih, yang membuat Oliver membuka matanya. Kini mata yang indah dan menghipnotis itu menatap Yara dengan lembut. “Tanpa kamu mengumpulkan semua bukti ini juga aku sudah percaya sama kamu, Oliver. Tapi terima kasih, aku sangat menghargai usaha kamu.” Yara tersenyum penuh haru.Oliver menegakkan punggungnya yang semula bersandar di sofa. Lalu memutar tubuh, menghadap Yara sepenuhnya yang duduk di sampingnya.“Aku tahu kamu mempercayaiku, Sayang,” kata Oliver sembari menangkupkan sebelah tangan di pipi kiri Yara. “Tapi aku juga ingin membuktikan padamu bahwa aku nggak pernah mengkhianati kamu selama kamu pergi.”Yara mengangguk. Ia mendekati Oliver, melingkarkan kedua tangan di pinggang pria itu dan menenggelamkan wajah di dada bidangnya. “Aku makin percaya sama kamu. Sekali lagi, terima kasih.”

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   183. Ancaman Oliver

    “Oliver, ada yang mau aku bicarakan.” Yara berusaha mendorong dada bidang Oliver agar pria itu menghentikan aktifitasnya.Namun, sepertinya Oliver tak ingin berhenti. Ia justru malah memperdalam ciumannya, membuat Yara kewalahan. Oliver mengungkung Yara di kursi penumpang dengan mesin mobil yang masih tetap menyala. Pagi ini ia kembali mengantarkan Yara ke Infinity Events setelah sebelumnya mereka mengantar anak-anak ke sekolah.“Tentang?” tanya Oliver akhirnya setelah beberapa saat kemudian. Pria itu dengan enggan menjauhkan wajah mereka.“Leonard.”“Leonard?” Sontak, Oliver menatap Yara dengan kening berkerut. “Kenapa dengan laki-laki itu? Dia mengganggumu lagi?”Yara menggeleng, ia menangkup rahang suaminya yang kasar di bawah sentuhannya. “Nggak ada, kok,” timpalnya, “tapi semalam, aku dengar dari Airell, kalau Leonard yang memberitahu Airell bahwa kamu nggak sayang dia. Sepertinya Leonard waktu datang ke sekolah, memprovokasi Airell.”“Leonard pernah datang ke sekolah anak-anak?”

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   182. Rindu

    Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi Oliver tak kunjung pulang. Yara berkali-kali melirik jam dinding, perasaan khawatir mulai merayapi hatinya. Tak biasanya Oliver pulang sampai selarut ini, pikirnya.Tepat di saat yang sama, terdengar deru mesin mobil yang berhenti di depan rumah. Yara buru-buru menaruh pakaian yang akan ia masukkan ke koper, lalu bergegas membuka pintu.Yara langsung menghela napas lega kala yang ia dapati adalah lelaki yang ia harapkan kedatangannya. Yara tersenyum lebar pada Oliver yang tengah menghampiri. Penampilan pria itu tampak sedikit kusut, tapi hal itu tidak mengurangi ketampanannya.“Oliver, kenapa baru pulang? Aku khawatir terjadi sesuatu pada—“Kata-kata Yara terhenti saat Oliver tiba-tiba menarik pinggangnya dan membungkam mulut Yara dengan bibirnya. Yara seketika lupa bagaimana caranya bernapas saat Oliver menggerakkan bibirnya dengan memberi sedikit penekanan. Lalu Oliver melumatnya dengan rakus seolah-olah bibir Yara adalah sesuatu yan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status