Share

119. Lupakan Yara

Penulis: Rosa Uchiyamana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-12 14:00:00

Oliver terlihat tidur dengan pulas. Zara tidak tega untuk membangunkannya. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Namun, ia tetap harus membangunkan pria itu karena katanya ada acara yang sangat penting sore ini. Zara penasaran, acara apa hingga Oliver harus memaksakan diri untuk pergi?

Zara turun dari tempat tidur. Menghampiri Oliver. Menatap wajahnya dengan tatapan penuh kerinduan. Saat ia akan menyentuh wajah Oliver, ponsel Oliver tiba-tiba berdenting. Zara menoleh, menatap layar ponsel yang menyala di atas meja.

Yara?

Zara tertegun melihat nama kakak kembarnya di layar ponsel.

Karena penasaran, Zara pun meraih ponsel Oliver dan memasukkan tanggal pernikahan mereka sebagai password. Dulu, Zara sempat meminta Oliver untuk menggunakan password yang sama dengannya, yaitu tanggal pernikahan.

Namun, password itu salah. Oliver sudah menggantinya.

Zara m
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (14)
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
kan bener itu rencananya Zara biar si yara ngira Oliver pilih dia .. dasar ular betina
goodnovel comment avatar
Ami Lee
bye oliver.... selamat berbahagia sama zara cinta semu elu
goodnovel comment avatar
Amryna Rosyadah
Nah kn emg kurang ajar Zara..hadeee gemesss kpn smw kecurangan Zara trbongkar. Yara psti ud prg jauh dibantu sepupumu Oliver
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   120. Frustrasi

    Oliver kembali ke rumah dengan langkah berat. Surat gugatan cerai dari Yara yang baru saja ia terima masih tergenggam erat di tangannya. Surat itu seperti bom yang meledak di tengah kebingungan dan perasaannya yang kacau. Setiap kata di dalamnya seolah menjadi tamparan keras yang menyadarkannya bahwa Yara benar-benar ingin pergi dari hidupnya. Oliver menjatuhkan dirinya di sofa ruang tamu, tatapan kosong mengarah ke surat yang kini tergeletak di meja. Ia meraih ponselnya dengan tangan gemetar, mencoba menghubungi Yara sekali lagi. Namun, suara monoton operator yang mengatakan nomor tujuan tidak aktif membuatnya semakin frustrasi. "Yara... tolong angkat teleponku. Kita bisa bicara. Aku mohon..." gumam Oliver lirih, seolah berharap Yara bisa mendengarnya di suatu tempat. Namun, harapan Oliver sia-sia. Tak ingin menyerah begitu saja, Oliver kemudian menelepon seseorang. P

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   121. Ancaman

    Keesokan harinya, Zara bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Namun perasaan kecewa dan sakit hati terus menghantui dirinya. Apalagi saat Zara ingat, ketika semalam ia mencium Oliver, saat itu juga Oliver mendorongnya dengan kasar sambil meracau, “Kamu bukan Yara. Yara nggak pernah menggodaku.” Membuat hati Zara semakin terasa sesak.Hari-hari berikutnya, Zara mulai merasakan dampak dari tindakan cerobohnya tersebut.Oliver semakin dingin terhadapnya. Bahkan saat mereka berbicara, tatapan Oliver sering kosong, seolah pikirannya melayang jauh. Zara mulai merasa kehilangan kendali atas situasi mereka berdua.Hari ini Zara kembali ke rumah Oliver. Tangannya mengepal kuat saat melihat foto pernikahan Oliver dan Yara yang belum diturunkan. Zara sudah mengetahui tentang surat gugatan cerai yang dilayangkan Yara, tapi sampai saat ini sepertinya Oliver belum menyetujui surat gugatan tersebut.Zara berinisi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   122. Jaket

    “Oliver, gimana menurut kamu gaun yang ini? Apa ini cocok untukku?” Oliver tidak menjawab. Pria itu hanya duduk melamun, menatap meja dengan tatapan kosong. Zara menghela napas panjang, ia semakin kesal dengan sikap Oliver yang terus mengabaikannya. Padahal saat ini mereka tengah berada di butik, membeli gaun untuk Zara kenakan di acara perusahaan Oliver hari Sabtu nanti. “Oliver...,” tegur Zara dengan suara yang lebih keras, yang mampu mengeluarkan Oliver dari lamunan. “Ya? Apa?” Oliver mendongak, menatap Zara tanpa ekspresi. “Gaun ini cocok di aku nggak?” tanya Zara sekali lagi. Oliver menatap gaun yang dikenakan Zara sesaat, sebelum menjawab, “Iya. Kurasa cocok.” Zara menghela napas panjang kembali, ia merasa Oliver seperti terpaksa menjawab, dan hal itu membuat Zara merasa semakin diabaikan. “Baik, kalau menurutmu cocok, aku akan pilih yang ini.” Zara berusaha menyunggingkan senyuman lembut, lalu bicara pada staf butik bahwa ia memilih gaun tersebut. Setelah be

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   123. Bukan Zara

    Zara merasa gelisah. Pasalnya, Oliver terus menatapnya dengan tatapan penuh selidik. Tatapan itu membuat Zara tidak nyaman, ia merasa seperti seorang tersangka yang tengah diselidiki oleh seorang detektif. “Oliver, kenapa menatapku terus seperti itu?” tanya Zara sambil pura-pura sibuk dengan ponselnya. Oliver mengembuskan napas kasar. “Nggak apa-apa, aku cuma penasaran tentang satu hal yang nggak bisa aku abaikan.” Zara mengangkat wajahnya, menatap Oliver dengan pandangan bingung. “Tentang apa?” Oliver terdiam sejenak, sebelum akhirnya memutuskan untuk bicara. “Tentang jaket tadi. Aku yakin, jaket itu dulu milikku. Aku memberikannya pada seseorang di masa lalu. Tapi kalau benar itu milik Yara…” Oliver menggantung kalimatnya, menatap Zara dengan tajam. “Kenapa bisa berada di tangannya?” Zara terdiam, berusaha mencerna ucapan Oliver. ia lalu menggeleng bingung. “Mungkin cuma kebetulan, Oliver. Mungkin desainnya mirip saja. Kamu tahu, banyak barang yang terlihat sama, kan?” Oli

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   124. Kebenaran Yang Terungkap

    “Oliver, kenapa kita berhenti di sini?” tanya Zara saat Oliver menghentikan kendaraan di pinggir sebuah lapangan yang tidak begitu ramai malam itu. Oliver tidak menjawab, ia mematikan mesin mobil dan berkata, “Ikut aku.” Lalu turun setelah melepas sabuk pengaman. Dengan penuh kebingungan, Zara ikut turun saat Oliver membukakan pintu untuknya. Namun saat melihat banyak pasangan yang mengobrol di pinggir lapangan itu, seulas senyum tersungging di bibir Zara. Ia berpikir, mungkin Oliver ingin berjalan kaki bersamanya seperti pasangan-pasangan yang lain. Zara berjalan di depan Oliver masih dengan senyuman lembutnya, lalu berbalik menghadap Oliver. Dan saat itu juga senyuman Zara lenyap kala mendapat tatapan tajam dari pria itu. “Oliver, kenapa menatapku seperti itu?” tanya Zara, bingung. Jantungnya mulai berdebar kencang, tak karuan. Tanpa menjawab, Oliver mendekat dengan gerakan cepat dan tiba-tiba mengangkat tangannya, seperti akan memukul. Zara terkejut dan mundur beberapa langka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   125. Fakta Baru

    Zara menangis tersedu-sedu di samping ranjang pasien. Bukan. Ia bukan sedang menangisi Zio. Sebab putranya itu sudah terlihat baik-baik saja setelah tadi malam mendapat tindakan medis di bagian kepalanya yang sobek. Namun, Zara menangisi sikap Oliver yang semakin dingin terhadapnya. Bahkan sejak mereka datang ke rumah sakit tadi malam, Oliver tidak berbicara pada Zara satu patah katapun. Pria itu seolah-olah menganggap Zara tidak ada. Dan hal itu membuat dada Zara terasa sesak. Siang ini Zara sendirian menunggu Zio di ruang perawatannya. Sementara Oliver sudah pergi ke kantor pagi tadi. “Bagaimana kondisinya?” Pertanyaan tiba-tiba itu membuat Zara menghentikan isak tangisnya. Suara itu.... Wajah Zara seketika memucat kala mendengar suara yang tak asing di telinga. Itu bukan suara Oliver. Melainkan suara seseorang yang tidak Zara harapkan kehadirannya. Zara menoleh dengan tatapan waspada. Ia melihat seorang pria berpakaian kasual sudah berdiri di belakangnya, entah sejak k

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   126. Titik Lemah Oliver

    Oliver hilang. Kabar itu membuat geger seluruh keluarga Davin. Sejak kemarin malam Oliver tidak ditemukan keberadaannya. Jingga duduk di ruang tamu dengan gelisah. Sementara Davin sibuk menelepon kesana kemari sambil berusaha menyembunyikan kepanikannya. “Mas, masih belum ada kabar juga dari Oliver?” tanya Jingga dengan suara bergetar. Ia menatap suaminya dengan cemas. Davin menurunkan ponsel dari telinga, menghampiri Jingga dan berusaha menenangkannya. “Masih belum, Sayang,” jawab Davin, “yang jadi masalahnya, Oliver meninggalkan handphone-nya di rumah. Dia seperti sengaja ingin menghilang.” Davin mengusap wajah dengan kasar. Saat ini ia berada di rumah Oliver. “Lisa,” panggil Davin pada Lisa. “Apa ada tanda-tanda sebelum kepergian Oliver? Apa dia mengatakan sesuatu padamu?” Lisa yang tampak cemas pun menggeleng. “Tuan Oliver tidak mengatakan apapun, Tuan,” jawabnya, “tapi sikap Tuan Oliver sejak kepergian Nona Yara memang berbeda. Beberapa hari terakhir beliau hampir

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   127. Kehidupan Baru

    Enam tahun kemudian. Yara bersenandung pelan sambil mengetukkan jari telunjuknya pada setir mobil yang tengah ia kendarai. Lampu lalu lintas yang seketika berubah merah, membuat Yara terpaksa menghentikan laju kendaraannya di belakang zebracross. Ia melirik arloji, lalu menghela napas. “Aku harap mereka nggak marah karena aku datang terlambat,” gumamnya pada diri sendiri. Sambil menunggu lampu berubah hijau, Yara mengedarkan pandangannya ke sekeliling jalanan. Tidak banyak yang berubah dari ibukota setelah Yara pergi meninggalkannya selama hampir enam tahun. Salah satu ciri khas dari negeri ini adalah baligho yang terpampang di pinggir jalan. Saat Yara mengalihkan tatapannya ke samping kanan, saat itu juga Yara terdiam kala melihat foto seseorang dari masa lalunya yang terpampang dalam sebuah baligho. Yara terpaku. Wajah pria itu masih sama seperti dulu. Tegas dan terkesan dingin. Hanya saja, kini terlihat jauh lebih matang. Bunyi klakson yang memekik di belakangnya mengeluar

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15

Bab terbaru

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   207. Obsesi

    Yara mencoba menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri, tapi bunyi gagang pintu yang terus digoyang semakin membuatnya panik. Tiba-tiba, suara itu berhenti, membuat keheningan terasa lebih mencekam.Kemudian, suara berderit pelan terdengar. Sesuatu tampaknya sedang dilakukan di luar pintu, seperti seseorang sedang mengutak-atik kunci dengan alat. Yara menahan napas, telinganya fokus pada setiap suara yang masuk.Dengan tangan gemetar, Yara mencoba menelepon satpam dan sopir—yang seharusnya mereka ada di depan rumah sekarang. Namun, panggilan Yara tidak terangkat.“Yara, ini aku.” Suara yang terdengar familiar—yang sekaligus memicu ketakutan, menyapanya dari luar pintu. “Buka pintunya, aku hanya ingin bicara.”Yara membelalak. Itu suara Leonard. Leonard yang selama ini ia hindari karena obsesi gilanya.“Leonard?!” Suara Yara bergetar. “Apa yang kamu lakukan di sini?”“Yara, aku tidak akan menyakitimu,” jawab Leonard dengan nada lembut tapi terdengar menyeramkan. “Aku hanya ingin

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   206. Orang Mencurigakan

    Selepas kepergian Zara beberapa saat kemudian, Davin dan Jingga menjemput Zio, Arthur dan Airell untuk diajak pergi jalan-jalan. Jadilah saat ini Yara ditinggal sendirian di rumah bersama Lisa.Yara menghabiskan waktunya di kamar dengan menonton televisi. Sejujurnya ia merasa bosan terus menerus diam di kamar, tapi ia berusaha patuh pada apa yang dikatakan suaminya. Yara tidak mau mengambil risiko terjadi sesuatu pada kehamilannya akibat ia yang tidak mendengarkan apa kata Oliver.Pada saat yang sama, ketukan di pintu terdengar. Yara mengalihkan tatapannya dari layar televisi ke arah pintu.“Masuk!”Detik berikutnya Lisa muncul di sana dengan senyuman ramah. “Nona, orang yang akan memasang AC di kamar Non Airell sudah datang.”“Oh? Oke. Tolong awasi ya, Bik,” pinta Yara dengan sopan.“Baik, Non.”Lisa mengangguk dan bergegas meninggalkan kamar Yara. Namun, sebagai orang yang sudah lama bekerja di keluarga itu, instingnya tidak bisa diabaikan. Ada sesuatu yang terasa janggal dengan tuk

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   205. Mommy Yang Hebat

    Yara tengah berjemur di balkon lantai dua sambil memperhatikan Zio, Arthur dan Airell yang sedang berenang ketika Zara datang.Yara cukup terkejut mendapati kedatangan saudari kembarnya itu. Lisa membawa Zara mendekati Yara.“Hai,” sapa Zara dengan canggung. “Boleh aku menemui Zio?”Yara berusaha menyunggingkan senyuman kecil, lalu mengangguk. “Tentu saja,” jawabnya, ia menunjuk kolam renang yang ada di bawah mereka. “Zio lagi berenang sama anak-anakku.”Anak-anakku.Zara tertegun. Ia mengalihkan tatapannya dari Yara ke arah dua bocah kecil yang tampak seumuran di bawah sana. “Anak-anakmu... kembar?”“Mm-hm. Mereka kembar. Namanya Arthur dan Airell. mereka keponakanmu, Zara.”Zara kembali tampak tertegun.Yara menepuk kursi kosong di sebelahnya. “Duduklah.” Lalu menatap Lisa dan berkata, “Bik, tolong siapkan minuman untuk Zara. Zara, kamu mau minum apa?”Zara menggelengkan kepala. “Apa saja, asal nggak terlalu manis,” jawabnya singkat.Lisa mengangguk sebelum meninggalkan balkon untuk

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   204. Tempat Berlabuh

    Yara merasa gelisah. Pasalnya, sampai saat ini Oliver tak kunjung pulang, padahal waktu sudah menunjukkan hampir pukul tiga dini hari. Ia berguling ke kiri dan kanan, mencari kenyamanan dalam tidurnya. Namun Yara merasa tak ada posisi yang membuatnya nyaman. Hingga tak lama kemudian, Yara mendengar deru mesin mobil yang berhenti di depan rumah. Seketika itu juga Yara terlonjak dari tidurnya, merasa lega. Tidak perlu melihat siapa yang datang, karena Yara sudah mengenali bagaimana halusnya deru mobil suaminya itu. Yara duduk bersandar di headboard, menanti Oliver tiba di kamar. Sampai akhirnya tak lama kemudian pintu kamar terbuka dan muncul sosok Oliver dengan wajah kusut di sana. “Oliver, kenapa kamu baru pulang? Apa masalahnya benar-benar serius?” tanya Yara dengan nada khawatir. Oliver mendekati Yara seraya memandangnya dengan tatapan dalam. “Kenapa kamu bangun, Sayang? Atau kamu nggak tidur karena nungguin aku?” tanyanya sebelum merundukan badan dan mengecup kening Yara deng

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   203. Serangan

    Oliver menatap mata Yara yang terpejam dan bibirnya bergantian. Tangannya terulur, menangkup pipi Yara dengan hangat. Melihat wajah istrinya dari jarak sedekat ini membuat jantung Oliver berdetak kencang. Wanita itu terlalu menggoda, bahkan dalam tidurnya sekalipun, seperti sekarang.Wajah Oliver semakin mendekat ke wajah Yara. Mengikis jarak di antara mereka. Bibir mereka bertemu, Oliver bisa merasakan sesuatu yang lembut dan dingin menempel di bibirnya.“Mommy...! Daddy...! Boleh aku masuk?!”Seruan Airell dari luar sana membuat Oliver secara spontan menjauhkan wajahnya dari Yara. Ia memejamkan matanya sejenak. Lalu mengembuskan napas panjang.Dengan perlahan ia menarik tangannya yang dijadikan bantal kepala Yara. Membuat Yara akhirnya terbangun.Yara mengerjap pelan, mencoba menyesuaikan penglihatannya dengan cahaya lampu kamar yang temaram. Wajah Oliver yang begitu dekat membuatnya terkejut.“Kamu kenapa? Kok bengong begitu?” tanya Yara dengan suara serak, masih setengah mengantuk

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   202. Sumpah Oliver

    [Marshall, bisa datang ke rumahku sekarang juga? Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan.]Oliver menunjukkan pesan itu kepada Yara, yang membuat senyuman Yara mengembang lebar. Dan melihat istrinya tersenyum selebar itu, hati Oliver terasa menghangat, meski jauh di dalam hatinya ia mulai merasa waswas akan pertemuan Yara dengan Marshall nanti.“Sayang, lihat, ‘kan? Aku sudah kirim pesan ke Marshall,” ujar Oliver, “sekarang kamu boleh merasa sedikit lebih tenang.”Yara mengangguk kecil. Lalu ia mengulurkan kedua tangannya, memeluk pinggang Oliver dan menyandarkan kepala di dada bidangnya. “Terima kasih. Kamu memang suami terbaik. Aku beruntung punya kamu dan aku sangat mencintai kamu.”Mendengar kata-kata Yara tersebut, Oliver merasakan jantungnya berdebar-debar. Ia berusaha mengatur napasnya dan berbisik di telinga Yara, “Jangan menggombaliku terus menerus, Sayang. Aku jadi ingin memakanmu.”Yara terkekeh pelan. Ia mendorong dada Oliver dengan jari telunjuknya. “Ingat kata dokter? Kita

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   201. Keinginan Konyol Yara

    Setelah tiga hari dirawat di rumah sakit, dokter akhirnya mengizinkan Yara pulang. Namun meski begitu, dokter mengharuskan Yara agar bedrest selama beberapa waktu. Dan hal itu membuat Oliver memutuskan untuk bekerja dari rumah demi menemani Yara di masa awal-awal kehamilannya.Dulu, ia sudah membuang banyak waktu di masa kehamilan Yara. Sehingga sekarang Oliver tidak ingin melewatkannya lagi dan ingin menjadi suami yang benar-benar selalu ada untuk istrinya kapanpun dibutuhkan.Kini Oliver baru keluar dari kamar mandi ketika melihat Yara tengah menatapnya dengan tatapan penuh permohonan, di atas kasur. Meski Yara tidak berkata apa-apa, tapi Oliver tahu bahwa wanitanya itu tengah menginginkan sesuatu.“Sayang, ada yang kamu inginkan, ya?” tanya Oliver sambil menghampiri ranjang. Lalu duduk di tepian, tepat di samping Yara yang sedang terbaring setengah duduk.Yara menghela napas panjang. Menatap Oliver dengan ragu-ragu, sebelum akhirnya ia mengangguk dan berkata, “Iya, aku menginginkan

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   200. Lebih Indah Dari Bunga

    Oliver akhirnya memutuskan membawa Yara keluar untuk menikmati udara segar. Dengan izin dokter, Oliver mendorong kursi roda yang diduduki Yara menuju taman rumah sakit yang dipenuhi bunga-bunga bermekaran.“Sayang...,” panggil Oliver, yang membuat Yara mendongak ke belakang untuk menatapnya. “Kamu tahu nggak?”“Nggak.” Yara menggeleng polos, membuat Oliver tertawa.“Astaga... aku belum selesai.” Oliver mengusap wajah Yara dengan mesra sambil tertawa kecil. “Kamu tahu nggak? Bunga mawar itu memang indah, tapi kalah indah sama senyuman kamu.”Ya Tuhan... Yara merasakan pipinya memanas seketika saat mendengar gombalan Oliver yang terdengar cringe itu.Yara tertawa kecil, menutupi wajahnya dengan kedua tangan. “Astaga, Oliver. Kalau orang lain dengar, mereka pasti bakal muntah karena dengar gombalan kamu.”“Biarin aja,” balas Oliver santai sambil terus mendorong kursi roda Yara. “Yang penting istriku tersenyum.”Yara kembali tertawa.Mereka berhenti di bawah pohon besar yang rindang. Caha

  • Penyesalan Suami: Aku Tak Ingin Jadi Istri Bayanganmu, Mas!   199. Kabar Bahagia

    “Sayang, kamu mau ke mana?!” Oliver terlonjak dari tidurnya kala ia melihat Yara bangkit dari kasur.Yara yang tak menyadari bahwa suaminya sudah bangun, terkejut dan menoleh ke arah pria itu. “Aku cuma mau ke kamar mandi,” jawab Yara sambil meringis kecil.Oliver buru-buru beranjak dari sofa dan menghampiri ranjang pasien sambil mengomel, “Seharusnya kamu bangunin aku, Sayang. Bukannya malah melakukannya sendiri.”Yara terkekeh kecil melihat raut muka suaminya yang masih setengah mengantuk itu tapi dipaksakan untuk menunjukkan ekspresi tegas.“Kamu lagi tidur. Mana bisa aku ganggu tidur kamu,” gerutu Yara. Selama dalam penerbangan dari Maldives Oliver tidak tidur karena menemani Yara yang terus muntah-muntah. Jadilah sore ini Oliver ketiduran di sofa. Dan Yara tidak tega untuk mengganggu tidurnya.Oliver melepas infusan dari tiangnya. Lalu mengangkat Yara ke pangkuan. Secara spontan Yara mengalungkan lengannya di leher Oliver.“Kamu nggak boleh melakukan aktifitas berat dulu, walaupu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status