POV Prabu.
Aku senang sekali saat menemukan Syifa di acara pernikahan Ilham. Tidak sia-sia kali ini aku datang ke acara sepupuku. Melihat Syifa dari jauh saja, mampu membuat hati ini bergejolak. Rasa rindu telah terobati. Lalu, siapakah bocah kecil itu yang ada di samping Syifa? Apa dia putra Syifa? Jika memang benar, itu artinya dia buah hatiku.
Bergegas aku mendekat ke arahnya.
"Fa ...." Hanya kata itulah yang mampu terucap. Melihat wajahnya dengan dekat, mampu ciptakan desiran aneh di dalam kalbu. Apakah aku masih mencintai Syifa?Jawabannya adalah, iya!
Namun di luar dugaan. Syifa terlihat kaget saat melihatku. Bahkan, ia menyembunyikan anak kecil yang sedang bersamanya, di balik tubuhnya. Fix, itu artinya bocah kecil itu benar-benar anakku. Namun Syifa berlari menghindar dariku, yang membuat hati ini terasa sakit. Sesakit hati itu kah Syifa, hingga melihatku pun
POV Prabu"Dadaaa, Om ...!" teriak suara kecil itu. Terlihat tangannya melambai dari balik kaca jendela. Kubalas lambaian tangannya. Aku berdiri di tempat, hingga akhirnya mobil itu menghilang dari kedua netraku.Akhirnya aku kembali ke acara pernikahan Ilham. Aku melangkah dengan membawa perasaan yang entah, aku sendiri tak bisa menjelaskan. Ada rasa bahagia, sesak dan kecewa. Tak akan kulupakan kejadian hari ini. Kejadian yang akan terus Kusimpan di dalam ingatanku.Aku melangkah mendekati Ilham, hanya untuk sekedar berpamitan. "Sabar, ya. Syifa perempuan baik! Suatu saat ia pasti akan menemukanmu dengan putramu!" ucap Ilham yang sepertinya tahu dengan kejadian yang baru saja kualami. Aku tersenyum getir lalu mengangguk. "Aku pulang dulu, ya. Selamat atas pernikahanmu. Semoga menjadi keluarga sakinah, mawadah, dan warahmah!" ucapku dan kedua mempelai mengangguk.
POV Syifa.***"Fa ...." Panggilan dari Mas Faris, seketika membuatku menoleh ke arahnya. "Ada apa, Mas?" tanyaku. Pandangan lelaki itu lurus ke depan dengan kedua tangan memegang setir mobil."Apa kamu serius?" Aku melipat kening. "Soal?" jawabku dengan kedua netra masih memandangnya. Sesekali Mas Faris menoleh ke arahku. "Kalau kamu terima cintaku," ucap Mas Faris yang sepertinya masih meragukan jawabanku. Mungkin ia mengira kalau ucapanku tadi hanya karena terpaksa. Hanya karena ingin membuat kecewa mantan suamiku. Aku mengulas senyum. "Syifa serius, Mas. Benar-benar serius! Kenapa? Mas Faris meragukan jawaban Syifa? Apa Mas Faris berpikir, kalau Syifa hanya ingin membuat sakit hati Mantan suami Syifa?" tebakku. "Bukan. Bukan itu, Fa!" ucapnya dengan memasang raut wajah bersalah."Sudahlah, Mas. Yang terpenting Syifa menerima cinta Mas Faris. Dan yang past
POV Sesil***Mulai hari ini, aku ikut pergi ke kantor milik keluargaku. Sebenarnya sudah sejak dulu Mama dan Papa memintaku untuk membantunya mengelola usaha mereka. Tapi apa boleh buat, aku sama sekali tertarik. Saat meneruskan pendidikan kuliah pun kuambil jurusan kedokteran, sesuai keinginanku.*********Hari berganti hari, hingga tak terasa dua bulan sudah aku ikut ke tempat usaha kedua orang tuaku. Selama itu pula aku tinggal di rumah Mama dan Papa. Sebenarnya, Mas Iwan selalu datang menemuiku. Tak hentinya pula dia terus menghiba dan memintaku untuk kembali. Namun sayang seribu sayang, tak ada niat sedikitpun untuk kembali dengannya. Entah kenapa nama Mas Iwan yang sempat bertahta di relung hati ini, lenyap dengan sendirinya.Mungkin, perlakuannya yang begitu membuatku tertekan mampu mengikis nama, sosok lelaki yang pernah membua
POV Sesil***"Sesil, apa yang dikatakan sama Papamu itu benar?" Tiba-tiba Mama melontarkan pertanyaan saat baru saja kuhenyakkan tubuhku di sofa ruang keluarga. "Soal apa, Ma?" tanyaku yang memang belum mengetahui Pokok permasalahan."Soal lelaki itu!" ketus Mama dengan memasang raut wajah yang sama sekali tak bersahabat. "Resky?" tebakku yang membuat Mama mengangguk membenarkan."Jangan terlalu buru-buru! Ingat, kamu itu sudah pernah menikah dua kali. Dua kali pula rumah tanggamu hancur. Mama nggak mau kamu menjanda untuk ketiga kalinya!" tegas Mama. Aku menoleh ke arah Papa. Beliau sedang duduk bersandar sembari membaca koran yang ada di hadapannya."Sesil kan bercerai karena memang ada alasannya, Ma. Mama mau hidup Sesil tak bahagia?" ucapku. Terlihat Papa melipat koran tersebut lalu meletakkan di meja."M
POV Syifa***"Sudah siap?" tanya Mas Faris saat baru saja kubuka daun pintu. Aku mengangguk sembari tersenyum. "Sudah, Mas." Dengan nada lirih kujawab pertanyaan Mas Faris."Yok kita berangkat!""Iya, Mas. Sebentar, aku pamit dulu sama Bu Fatimah." Bergegas aku menuju ke ruangan belakang. Menghampiri Bu Fatimah dan Reyhaan yang sedang bermain."Bu ... Syifa berangkat dulu ya," pamitku."Iya. Jangan pulang larut malam ya!""Iya, Bu. Siap!" Bergegas kuhampiri Reyhaan yang sedang memainkan robot-robotan kesukaannya. "Kamu beneran nggak mau ikut Bunda?" tanyaku pada Reyhaan."Enggak, Bunda. Kasihan Nenek di rumah sendirian." Dengan nada khas anak kecil Reyhaan menjawab. Terlihat Ibu mengulas senyum. Sungguh, hati ini terasa begitu terharu,
Tiga bulan kemudian.POV Sesil.***"Saya terima nikah dan kawinnya Sesil permata sari binti Rozik Gunawan dengan mas kawin tersebut dibayar tunai ...!""Bagaimana saksi? Sah ...?!""Sah!""Sah!""Sah!""Alhamdulillah ...."Terdengar penghulu memimpin do'a. Kuangkat kedua tanganku untuk mengaminkan do'a yang telah beliau lafadzkan.Akhirnya acara ijab Qabul telah usai. Tamu undangan pun silih berganti berpamitan, hingga menyisakan hanya keluarga inti dariku dan pihak keluarga Rezky."Selamat ya, Sayang, kamu sudah resmi menjadi menantu Mama!" ucap Mama mertua sembari memelukku. Aku mengangguk. Terasa Mama Widi melepaskan pelukannya lalu mengulas senyum saat menatapku.
POV Syifa.1 bulan kemudian."Done, sempurna ...!" ucap penata rias yang sudah beberapa jam yang lalu mulai mengaplikasikan kuas dan aneka make up di wajahku."Bagaimana Mbak hasilnya?" tanyaku."Cantik banget, Mbak ...," seru Mbak Elin, sang penata rias dengan begitu antusias."Mbak Syifa cantik banget! Aku yakin, pasti mempelai laki-laki tak akan rela untuk berkedip," lanjutnya yang membuatku tersipu malu."Yuk ganti baju dulu, Mbak."Akhirnya kuikuti perintah Mbak Elin. Dengan telaten, perempuan berusia tiga puluh tahun itu membantuku mengenakan kebaya untuk acara akad nikahku.Kebaya yang telah diberikan oleh Mama Mertua kemarin sore.Ya, hari ini adalah acara akad nikah pernikahanku bersama Mas Faris.
Aku beringsut dari ranjang dengan pelan, agar tidur kedua pangeranku tak terganggu.Aku mulai melangkah keluar kamar. Saat kaki ini terus melangkah, sayup-sayup kudengar suara Isak tangis.Kucari dari mana sumber suara tersebut. Langkahku terhenti tepat di depan kamar Bu Fatimah. Keningku berkerut dengan alis yang saling bertautan.Seketika perasaan cemas mulai timbul. Takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan cepat kuraih handel pintu dan kubuka dengan kasar hingga membuat malaikat yang dikirimkan oleh Tuhan sontak menoleh ke arahku.Melihat kehadiranku, tangis itu sudah tak terdengar lagi. Tangan Bu Fatimah bergegas mengusap bekas air mata.Aku melangkah cepat. Kuhampiri Bu Fatimah yang sedang terduduk di bibir ranjang. "Ada apa, Bu? Ibu sakit?" tanyaku dengan nada cemas. Namun yang kutanya hanya menggeleng