Bryan yang hanya melihat namanya di layar ponsel membuat jantungnya memompa dengan cepat. Bryan tidak menyangka setelah sekian lama Mona baru menghubunginya. Ia segera mengangkatnya, ia tidak mau panggilan tersebut akan berakhir kalau ia lama mengangkatnya.
“Mona,” “Hai…lama tidak bertemu ternyata kamu masih seperti dulu. Kamu kelihatan semakin tampan dengan stelan jas navy yang kamu gunakan.” kata Mona di seberang seakan ia mengetahui keadaan Bryan saat ini. “Kamu dimana?” Tanya Bryan mengerutkan dahinya dan melihat-lihat sekitar tamu undangan karena ucapan Mona seakan ia berada di sini. “Dasar gak sabaran.” jawab Mona sambil tertawa saat memandang wajah penasaran Bryan terhadapnya. Bryan berdecak kesal karena Mona mempermainkannya, ia sangat yakin saat ini pasti Mona berada tepat di dekatnya karena Mona mengetahui pakaian yang ia kenakan. Dengan ponsel masih berada di telinganya, Bryan mencoba mencari keberadaan Mona. Dan mata tajamnya menangkap sosok wanita dengan memakai dres tanpa lengan berwarna gold tersenyum manis ke arahnya sambil melambaikan tangannya. Bryan tersenyum tipis, kemudian ia berjalan mendekati tempat Mona berada. Celine yang masih berdiri di meja hidangan mulai merasakan kakinya sakit, ia hendak mencari tempat duduk yang tidak jauh dari tempatnya berdiri namun sayang letak kursinya sangat jauh dan ia takut membuat Mama mertuanya marah melihatnya berjalan. “Aduh…kakiku sakit banget.” Celine meringis kesakitan. “Apa sebaiknya aku menghubungi Bryan ya? Ah tidak usah lah nanti malah merepotkannya.” Celine mengurungkan niatnya untuk menghubungi Bryan. Ia mencoba menahan rasa sakit kakinya dan berharap para tamu undangan fokus pada acara yang akan berlangsung sebentar lagi. Senyum sumringah terbit di bibir Celine saat pandangannya tertuju pada Bryan yang sedang berjalan ke arahnya. Celine tidak tahu kalau tujuan Bryan adalah menemui wanita yang saat ini berdiri tidak jauh di dekat Celine. Jantung Celine berdebar ditatap boleh Bryan dengan tatapan memuja, ia sungguh salah tingkah dan tangannya mulai keringat dingin. Saat Bryan hampir mendekatinya, Celine pun tertunduk malu. Namun aroma parfum Bryan bukan semakin mendekat tapi menjauh. Celine yang tadinya menunduk menegakkan kembali kepalanya dan menatap kemana Bryan berjalan. Celine terkejut ternyata Bryan menghampiri seorang wanita cantik dan tanpa canggung merasa pun saling berpelukan. Mata Celine mulai berkaca-kaca dan hatinya sangat sakit, tubuhnya mendadak lemah ia hampir saja terjatuh kalau saja ia tidak berpegangan pada meja hidangan. “Hei…lihat. Itu Pak Bryan kan. Bukannya yang disampingnya Nona Mona.” ucap wanita berbaju hitam pada temannya. “Iya, benar itu Pak Bryan bersama Nona Mona. Wah mereka tampak serasi ya. Yang pria ganteng banget yg wanita cantik banget.” Jawab teman si baju hitam. “Tapi sayang ya pak Bryan punya istri cacat. Gak serasi banget dengan beliau yang sempurna.” “Ya benar. Pantesan gak pernah di ajak ke kantor atau ke acara penting perusahaan ya.” ucap teman si baju hitam. Lalu mereka berbisik-bisik sambil tertawa, lantas pergi setelah mengambil beberapa makanan yang tersedia. Celine yang mendengar percakapan dua wanita yang tampaknya karyawan perusahaan karena menyebut Bryan dengan Pak, ia pun hanya bisa menahan rasa sakit hatinya. Ia mencoba menahan air matanya agar tidak menetes, ia tidak mau orang-orang menatapnya dengan aneh. Ingin rasanya ia keluar dari acara ini, telinganya panas mendengar omongan para tamu yang tidak menyadari kehadirannya. Bryan terpaksa melepaskan pelukan dari Mona, rasanya Bryan ingin memeluk Mona lebih lama lagi tapi ia sadar kalau mereka berada di tengah acara pesta perusahaan. “Kapan kamu sampai? Kemana saja kamu selama ini.” Bryan langsung melontarkan pertanyaan yang selama ini ia pendam. Bukannya menjawab Mona hanya tersenyum sambil memegang tangan Bryan, “nanti aku akan ceritakan semua sama kamu. Ayo, temani aku bertemu Om sama Tante. Aku sudah kangen sama mereka.” ajak Mona. “Aku tunggu penjelasan dari kamu selesai acara nanti.” ucap Bryan dengan mata terus menatap wajah cantik Mona. Mona mengangguk, Bryan pun mengajak Mona bertemu Papa Mamanya. Celine memalingkan wajahnya saat Bryan berjalan, dengan Mona menggandeng tangan Bryan, Mona tersenyum manis dan menyapa para tamu yang sebagian telah mengenalnya sebagai model terkenal. Kembali para tamu berbisik-bisik melihat kedatangan Mona bersama Bryan. Melihat orang-orang sedang fokus pada Mona dan Bryan, Celine pun berjalan cepat dengan kakinya yang pincang mencari tempat duduk yang kosong agar orang-orang tidak memperhatikannya. Tubuhnya benar-benar lemas, untung saja seorang pelayan datang menghampirinya dan memberi segelas minuman dingin. Dengan tangan gemetaran Celine meraihnya dan meminumnya. Di kejauhan Celine bisa menatap Berlina menyambut Mona dengan pelukan hangat. Entah apa yang mereka bicarakan Celine tak tahu. Karena Celine duduk dengan jarak yang sangat jauh dari keluarga Dominic berkumpul. Ingin rasanya ia menjauh dari acara ini karena keberadaannya sungguh tidak dianggap. “Ya Ampun…ini beneran kamu Mona. Wah kamu makin cantik saja.” puji Berlina saat Mona datang menghampirinya dan mereka pun saling berpelukan lalu mencium pipi kanan kiri. “Tante juga makin cantik” balas Mona memuji Berlina. Dan mereka pun tertawa. Lalu Mona menghampiri Berta yang berada di samping Berlina, mereka pun memeluk. “Kangen banget aku sama kamu, pikir kita gak bakalan ketemu lagi.” ucap Berta saat pelukan mereka terurai. “Aku pasti pulang dong. Di sini kebahagiaan aku berada.” jawab Mona, laku ia melirik Bryan yang berdiri di dekat Papanya. “Mana Celine? Bukankah Papa menyuruh kamu membawa Celine kemari. Ini acara akan segera dimulai. Apa ingin keluarga kita semua berkumpul di atas pentas?” Tanya Dominic. “Aku sudah mencarinya, Pa. Tapi aku tidak tahu dia dimana.” “Kamu cari sampai dapat.” ucap Dominic dengan wajah datar. “Pa, sudah. Malu dilihat orang kalau Papa marah hanya demi wanita pincang itu. Ayo kita sudah dipanggil oleh MC untuk naik ke panggung.” Berlina langsung menarik tangan sang suami untuk berdiri. Berlina bersyukur karena saat Dominic dan Bryan berdebat, MC pun mengumumkan kalau mereka harus naik ke panggung. “Berta, Bryan ayo naik. Mona ayo kamu naik juga, temani Berta di atas.” Berlina sengaja mengajak Mona untuk naik ke atas biar Mona mendampingi Bryan. Tamu undangan di minta oleh MC untuk berdiri, karena semua anggota keluarga Dominic telah naik ke pentas. Semua tamu undangan bertepuk tangan dengan riuh, Celine yang duduk paling belakang hanya menatap dengan sedih, seharusnya ia yang berdiri di samping suaminya. Di atas panggung pandangan Bryan tertuju oleh wanita yang berdiri sendirian. Mona yang mengetahui arah pandangan Bryan langsung menggandeng tangan Bryan dan tersenyum ke arah kamera yang meminta untuk berfoto bersama.Airmata yang sedari tadi Celine tahan akhirnya lolos juga, ia sedih karena seharusnya yang berada di samping suaminya bukan wanita tersebut. Ia juga kecewa dengan sikap suaminya yang bukannya mengajaknya ke panggung malah bersikap acuh padanya. Celine pun bangkit dari duduknya, ia ingin keluar dari acara ini. Percuma ia berada disini, dengan langkah tertatih-tatih Celine keluar dari gedung terdengar suara bergemuruh karena sang pemilik acara sedang mengumumkan sesuatu dan Celine tidak peduli, yang ia inginkan sekarang kembali ke rumah dan beristirahat karena kakinya sudah sangat sakit. “Nona Celine, apa yang ia lakukan?” Gumam Reno sang asisten Bryan saat melihat Celine berjalan keluar dari gedung hotel. Reno yang tadinya hendak masuk ke dalam hotel berbalik arah menghampiri istri Tuannya. “Nona Celine…” pekik Reno. Langkah Celine terhenti lalu ia menoleh ke sumber suara dan tampak sangat asisten suaminya sedang berjalan cepat ke arahnya. “Apa yang Nona lakukan di luar? Kenapa n
“Terus…sayang….ini sangat nikmat. Aku tidak pernah merasakan senikmat ini dengan istriku.”Celine mendengar suara laki-laki yang sangat ia kenal berkata hal yang membuat jantungnya berpacu dengan cepat, ia melangkah ke sumber suara yang ternyata berada di sebelah kamarnya.Pintu kamar tersebut terbuka sedikit sehingga Celine bisa melihat dengan jelas apa yang sedang mereka lakukan di dalam.“Mas….apa yang kalian lakukan?” Teriak Celine dengan berderai airmata melihat suaminya mengerang nikmat di bawah tubuh wanita lain. Dengan tubuh gemetaran Celine hanya mampu menatap sang suami yang tidak peduli dengan keberadaannya.“MAAAAS……!” Teriak Celine kembali. Celine tersentak langsung membuka, keringat muncul di dahi dengan nafas tersengal-sengal.“Syukurlah ternyata cuma mimpi. Tapi mengapa mimpi tersebut seperti nyata.” lirih Celine lalu ia menatap jam dinding di kamarnya yang menunjukkan pukul 3 malam.“Ini sudah hampir pagi, mengapa beliau belum pulang ya ? Apa yang lain juga tidak pula
Bryan diam tanpa menjawab pertanyaan yang Celine ajukan. Ia berusaha mengingat kembali kejadian semalam sebelum ia pulang, namun ia tidak bisa mengingatkan.“Mas jawab yang aku tanyakan?” Tanya Celine kembali dengan suara bergetar.“Diamlah Celine! Aku tidak ingat apa yang sudah aku lakukan semalam.” bentak Bryan. Lalu ia duduk di sisi ranjang lantas mengambil ponselnya yang ada di nakas.Celine hanya diam memperhatikan wajah suaminya yang tampak gusar bukan meminta maaf padanya malah menghubungi seseorang.“Sial! Mengapa tidak di angkat?” Gerutu Bryan saat yang dihubungi tidak mengangkat panggilannya.“Mas, aku tidak suka kamu selingkuhi. Kalau memang kamu masih mencintai wanita itu maka ceraikan aku saja.” ucap Celine di sela-sela isak tangisnya. Bryan menatap tajam ke arah Celine, “jangan asal bicara kamu ya. Cepat kamu siapkan pakaian kerjaku.” Bryan bangkit dari duduknya menuju kamar mandi, ia seolah enggan menanggapi ucapan Celine.“Mas….aku rela keluarga kamu hina, bahkan tem
Selesai membersihkan diri Celine keluar dari kamar, perutnya terasa lapar ia pun turun ke dapur. Dengan langkah pincangnya Celine menuruni tangan dengan hati-hati sambil berpegangan pada pembatas tangga. Sesampainya di ruang makan, Celine terbengong menatap meja yang kosong. Tidak ada lagi makanan yang ia masak di meja. Makanan begitu banyak tidak mungkin dihabiskan oleh orang rumah. “Ah…mungkin Bibi Nani menyimpannya di dapur.” Celine pun melangkah ke dapur dan membuka lemari pendingin. Namun isi dalam kulkas hanya terdapat bahan-bahan mentah. Berlina yang sejak tadi berdiri dengan tangan berada di pinggangnya sambil tersenyum sinis, “Bagus ya. Jam segini baru turun kebawah dan membuat suami kamu melewatkan sarapan.” Celine memutar tubuhnya menghadap ke arah mertuanya yang berdiri tak jauh darinya di dapur. “Maaf, Ma.” sesal Celine. “Apa kamu tahu? Kalau hari ini Bryan mengadakan rapat penting.” ketus Berlina. Dan Celine hanya menggeleng karena memang dia tidak tahu kalau
“Suara apa itu?” Celine mengerutkan dahinya dan mencoba memperjelas pendengarannya. Tangan Celine gemetar saat memegang gagang pintu, namun ia sangat penasaran dengan suara yg berada didalam ruangan itu.Perlahan ia memberanikan diri membuka pintu dan betapa terkejutnya Celine saat melihat Bryan sedang bercumbu dengan seorang wanita yang dilihatnya semalam, bahkan mereka seperti sapi kepanasan sampai tidak sadar jika Celine sudah berada didepan pintu.Tangan Celine bergetar dan tak sengaja ia menjatuhkan bekal yang dibawa untuk Bryan, Bryan dan Mona menghentikan permainan mereka dan menoleh ke arah suara yang berada di depan pintu, Tanpa berkata apa-apa rahang Celine terasa bergetar dan air matanya mengalir begitu saja saat menyaksikan hal yang tak pernah ia bayangkan, tubuhnya lemas dan seakan dunianya runtuh untuk pertama kalinya.Bryan hanya menoleh dengan wajah datar, ia juga tidak menyangka jika akan tergoda dengan Mona. Semua serba begitu cepat dan Bryan tanpa sadar terbuai ol
Sepulang dari kantor Bryan, Celine mengurung diri di kamar. Ia menunggu Bryan pulang untuk menjelaskan kejadian tersebut namun sampai larut malam Bryan tak kunjung pulang.Saat Celine hampir terlelap, di antara sadar atau tidak ia merasakan ada seseorang membuka pintu kamar. Sontak Celine terperanjat dan bangkit dari tidurnya, ia menatap sosok yang dari tadi ia tunggu.“Mas baru pulang. Apakah sudah makan?” tanya Celine saat Bryan masuk ke kamar.Bryan menatap Celine dengan tatapan sulit diartikan, ia melihat mata sembab Celine namun seolah bersikap tak peduli.“Aku sudah makan. Kalau kamu mengantuk tidurlah. Aku mau membersihkan diri dulu.” jawab Bryan sambil berlalu menuju kamar mandi.“Aku belum mengantuk, aku akan siapkan baju tidurnya.” sahut Celine tanpa memperdulikan Bryan yang menatapnya, lalu ia turun dari ranjang menuju walk in closet milik Bryan dan memilih baju tidur yang nyaman lalu ia letakan di sisi tempat tidur.Bryan hanya melirik Celine sejenak, kemudian ia melangkah
Berta membisikkan sesuatu ke Mona dan membuat Mona membulatkan matanya.“Kamu yakin ini akan berhasil?” tanya Mona yang gak ragu.Berta mengangguk dengan semangat, ia sangat membenci Celine. Semenjak Celine menjadi anggota keluarganya, ia seakan tidak dipedulikan oleh Papanya bahkan setiap Papanya pulang dari luar negeri yang ditanyakan pasti menantunya bukan dirinya.“Oke kalau begitu, ayo kita ke klub. Kita harus bersenang-senang malam ini.” ucap Mona.“Itu yang aku suka.” Berta dan Mona tertawa bersama. Mereka keluar dari apartemen Mona menuju ke klub. Berta dan Mona sudah seperti kakak beradik, dari dulu Berta menginginkan Mona menjadi adik iparnya karena Berta lah yang menjodohkan Mona pada Bryan. Mona sering menginap dirumah Bryan atas ajakan Berta. Namun pekerjaan yang diambil Mona sebagai model membuat Mona harus meninggalkan Indonesia. Berta sempat marah dan kecewa pada Mona yang meninggalkan Bryan demi pekerjaannya sehingga Bryan putus asa dan mengalami musibah yang membuat
“Mona….” ucap Brian yang terkejut dengan kehadiran Mona.“Selamat pagi, sayang.” Jawab Mona tanpa tahu malu dan tersenyum menggoda.“Eheemmm….” Terdengar deheman dari belakang, saat Mona menoleh ternyata ada Papa Bryan yang menatapnya tidak suka.“Eh…Om Dominic. Selamat pagi.” sapa Mona tersenyum kaku.“Jaga ucapan kamu Mona, nanti didengar menantu saya.” kata Dominic, lalu ia duduk di kursi tunggal yang biasa ia duduki.“Apaan sih Pa? Mereka kan dari dulu memang begitu.” sahut Berlina yang tahu suaminya tidak suka dengan Mona.“Itu dulu sebelum 5 tahun yang lalu dan sekarang Bryan sudah menikah, jadi hargai istrinya.” sarkas Dominic membuat Mona dan Berlina terdiam begitu juga dengan Berta yang duduk di sebelah Mona berdengus kesal,lagi-lagi Papanya membela Celine.Berlina menatap suaminya dengan malas, lalu bangkit untuk menaruh makanan di piring sang suami.Tak lama Celine kembali ke meja makan dengan membawa nampan berisi susu dan roti yang diminta Berlina. Untung saja tadi Bibi