Share

Bab 2

Sebelum mereka menyadari keberadaanku, aku bergegas masuk ke kamar mandi.

Galih memanggilku beberapa kali di ruang tamu, sementara aku menangis diam di dalam kamar mandi. Aku tidak berani jawab.

Setelah menyeka air mata dan merapikan diri, aku keluar dan mendapati mereka sedang menikmati bubur masakanku di ruang makan dengan disertai canda tawa.

Itu sungguh gambaran keluarga yang bahagia.

Aku berjalan cepat menuju meja makan, lalu memelototi mereka dengan tajam.

Galih mengangkat kepalanya dan bertanya dengan bingung, "Ke mana saja kamu? Tadi aku memanggilmu beberapa kali, kamu nggak jawab."

Rina tersenyum manis, tapi tatapannya penuh sindiran. "Kak, ayo duduk dan makan sarapan bersama kami!" Nada suaranya seolah menunjukkan bahwa dia adalah nyonya rumah, sementara aku hanyalah tamu yang datang untuk meminta makan.

Ekspresiku pasti sangat mengerikan karena aku merasa dadaku hampir meledak oleh kemarahan.

Aku bahkan belum sempat mencicipi bubur masakanku, tapi malah dimakan oleh pasangan yang tidak tahu malu ini!

Dengan kasar, aku merampas mangkuk dari tangan mereka dan membuangnya ke tempat sampah di samping meja makan. "Bubur ini aku masak untuk diriku sendiri, bukan untuk kalian!"

Galih tidak sempat menghindar sehingga lengan bajunya terkena tumpahan dari mangkuk yang aku buang. Dia mengelapnya sambil berteriak dengan marah, "Rini Januar, ada apa denganmu pagi-pagi begini?"

Aku lanjut merampas dan membuang mangkuk dari anaknya Rina, lalu berkata dengan dingin, "Kalau kamu ingin bercumbu dengan kekasih lamamu, silakan! Tapi jangan bawa dia ke hadapanku."

"Selain itu, dia nggak pantas makan masakanku! Tentu saja, kamu juga nggak pantas!"

Rina berdiri, kemudian meminta maaf dengan mata berkaca-kaca dan suara lembut, "Kak, kamu salah paham. Sekarang aku dan Galih hanyalah teman biasa. Nggak ada hubungan apa pun di antara kami. Aku membawa anakku ke sini untuk bertemu denganmu."

Aku mencibir sinis, "Kalau kamu benar-benar nggak ada hubungan apa pun dengannya dan datang hanya untuk menemuiku, kamu seharusnya memanggilnya kakak ipar, bukan Galih."

Rina tampak terkejut. Dia lagi-lagi meminta maaf, "Maaf, Kak. Aku sudah terbiasa memanggil namanya, ke depannya aku akan memanggilnya kakak ipar."

Galih membuang tisu di tangannya dan menatapku dengan geram. Dia berteriak padaku, "Cukup, Rini! Rina datang dengan niat baik untuk melihatmu, kamu malah memperlakukannya seperti ini. Nggak jelas!"

Aku tidak menghiraukannya, melainkan menunjuk ke arah pintu dan berkata kepada Rina, "Bawa anakmu dan keluar dari rumahku!"

Rina meneteskan air mata. Dengan suara tersedu-sedu, dia bertanya pada Galih, "Apakah aku telah melakukan kesalahan sehingga kakak begitu benci padaku?"

Galih langsung mendorongku, berlari ke sisi Rina, memeluknya dan menghiburnya dengan lembut, "Ini bukan salahmu, kakakmu yang nggak tahu diri."

Kemudian dia berbalik padaku dengan ekspresi penuh amarah. "Rini, minta maaf pada Rina sekarang juga!"

Aku mendongak dan memejamkan mata dengan kuat untuk menahan air mata yang ingin keluar. Pria ini tidak pantas membuatku meneteskan air mata.

Melihat kedua orang yang berpelukan itu, aku berkata dengan suara tenang, "Kalian berdua sama-sama keluar dari rumahku sekarang juga!"

Galih kesal. "Rini, sadarlah! Ini rumahku, apa hakmu mengusirku?"

Benar. Awalnya rumah ini memang milik Keluarga Gunawan. Namun, dua tahun lalu ketika aku berhasil membantu Grup Gunawan mendapatkan pesanan besar dari klien yang membuatku mabuk sampai lambung berdarah dan dilarikan ke rumah sakit, ayahnya Galih mentransfer kepemilikan rumah ini padaku sebagai kompensasi.

Jadi, sekarang rumah ini adalah milikku.

Aku memelototi Galih tanpa berkedip sekali pun. "Galih, apa perlu aku tunjukkan sertifikat rumah ini untuk membuktikan siapa pemiliknya?"

Galih seketika teringat perihal transfer nama. Ekspresinya pun berubah.

Akan tetapi, dia tetap bersikeras. "Lalu kenapa? Aku adalah suamimu, jadi milikmu juga milikku!"

Aku tertawa sinis. "Ternyata kamu masih ingat kalau kamu adalah suamiku?"

"Biar aku tanya, acara apa yang kamu hadiri semalam? Ranjang siapa yang kamu tiduri semalaman?"

"Perlu aku tunjukkan foto-fotonya?"

Galih tampak bingung. "Aku mabuk dan tidur di hotel semalam. Foto apa yang kamu maksud?"

Sebelum aku sempat menjawab, Rina langsung menyela, "Kak, kalau kamu nggak mau melihatku, aku akan bawa Jason pergi dari sini sekarang juga."

Usai itu, dia melihat Galih dengan ekspresi murung, lalu menggandeng tangan anaknya dan pergi dengan langkah terburu-buru.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status