Sebelum mereka menyadari keberadaanku, aku bergegas masuk ke kamar mandi.Galih memanggilku beberapa kali di ruang tamu, sementara aku menangis diam di dalam kamar mandi. Aku tidak berani jawab.Setelah menyeka air mata dan merapikan diri, aku keluar dan mendapati mereka sedang menikmati bubur masakanku di ruang makan dengan disertai canda tawa.Itu sungguh gambaran keluarga yang bahagia.Aku berjalan cepat menuju meja makan, lalu memelototi mereka dengan tajam.Galih mengangkat kepalanya dan bertanya dengan bingung, "Ke mana saja kamu? Tadi aku memanggilmu beberapa kali, kamu nggak jawab."Rina tersenyum manis, tapi tatapannya penuh sindiran. "Kak, ayo duduk dan makan sarapan bersama kami!" Nada suaranya seolah menunjukkan bahwa dia adalah nyonya rumah, sementara aku hanyalah tamu yang datang untuk meminta makan.Ekspresiku pasti sangat mengerikan karena aku merasa dadaku hampir meledak oleh kemarahan.Aku bahkan belum sempat mencicipi bubur masakanku, tapi malah dimakan oleh pasangan
Galih ingin mengejar Rina, tapi aku menarik lengan bajunya.Aku meremas perutku dengan kencang sambil berkata dengan suara gemetar, "Galih, aku sakit maag dan nggak kuat lagi. Bisakah kamu ambilkan air hangat untukku?"Dia malah mendorongku dengan kasar sehingga kepalaku terbentur dinding. Aku pusing hingga nyaris pingsan.Kilatan penyesalan melintas di matanya, tapi dia tetap melontarkan kata-kata kejam. "Rini, kamu semakin manja. Sekarang bahkan air minum saja harus diambilkan orang!" Usai berkata, dia pergi mengejar Rina.Ternyata tetap Rina yang lebih penting. Aku yang telah menemaninya selama delapan tahun sama sekali tidak berarti baginya.Aku seketika tidak merasa sakit maag lagi, rasa sakit di hati justru jauh lebih menyakitkan.Dokter terus mendesakku untuk melakukan kemoterapi. Dia berkata, "Kamu masih muda, jangan menyerah begitu saja."Dia tidak tahu bahwa baik lambungku maupun hatiku sudah hancur berkeping-keping. Aku tidak ingin menyiksa tubuhku lebih jauh lagi.Aku hanya
Ibuku terlalu emosi sampai jatuh sakit. Ayahku juga sangat marah, tapi dia terpaksa merendahkan diri untuk meminta maaf pada Keluarga Gunawan. Bagaimanapun juga, kalau sampai keluarga paling kaya di Kota Landia itu ingin membalas dendam dengan menjatuhkan Grup Januar, ayahku tidak akan sanggup melawan mereka.Galih sangat terpukul oleh kejadian ini. Dia mabuk-mabukan, tidak peduli dengan hidupnya. Dalam waktu kurang dari sebulan, dia dirawat inap dua kali karena mengalami pendarahan lambung.Ibunya Galih menangis khawatir setiap hari, sementara ayahnya kecewa berat dengan Galih yang terpuruk hanya gara-gara seorang wanita.orang tuaku merasa bertanggung jawab atas kejadian ini. Setelah banyak pertimbangan, mereka memutuskan untuk menikahkanku pada Galih.Kedua orang tua Galih sangat mendukung. Sebab, saat itu aku yang sudah bekerja di Grup Januar sempat menunjukkan bakat dan performa yang unggul. Mereka merasa Galih tidak dapat diandalkan, jadi menantu seperti aku setidaknya bisa memba
Hari itu, kilatan merah di matanya benar-benar mengejutkanku. Dia mencengkeram leherku dengan begitu kuat hingga aku berpikir aku akan mati terbunuh olehnya.Pada akhirnya, dia melepaskanku, lalu berdiri dan mengenakan pakaiannya. Sambil tertawa sinis, dia berkata, "Kalau saja Rina nggak pergi, kamu pikir kamu akan berkesempatan untuk berhubungan intim denganku?"Aku memegang leherku yang sakit, terbatuk-batuk lama hingga akhirnya bisa bernapas kembali. Tanpa gentar, aku membalas, "Sayangnya, Rina sendiri nggak bersedia berhubungan intim denganmu."Tatapannya padaku kembali dipenuhi amarah.Aku tersenyum tipis, lalu bertanya dengan suara pelan, "Kenapa? Mau mencekikku lagi?"Dengan marah, dia membanting pintu dan pergi.Saat itu, aku menyadari bahwa aku tidak akan pernah bisa masuk ke dalam hatinya, meskipun wajahku sama persis dengan Rina.Aku dan Rina adalah saudara kembar. Aku lahir dua menit lebih awal darinya sehingga aku pun menjadi kakak.Biasanya, kembar selalu akrab. Mereka su
Sepulang sekolah, aku memaksanya tetap tinggal di kelas untuk mengerjakan PR. Setiap hari aku meluangkan waktu satu jam untuk membantunya belajar.Pada akhir pekan, kami melakukan video call. Aku mengawasinya menyelesaikan semua tugas yang diberikan guru.Galih selalu mengeluh dengan cemberut, tapi di balik itu dia tetap tersenyum lebar. "Aku suka mendengarkan kata-kata teman sebangkuku!" Cara bicaranya agak menyebalkan.Usahaku tidak sia-sia. Pada ujian tengah semester, setiap mata pelajaran Galih berhasil mendapatkan nilai di atas 60.Dia melompat kegirangan dan menarikku ke dalam pelukannya, "Ah, teman sebangkuku yang ajaib. Baru pertama kali ini dalam hidupku semua nilai ujianku lulus!""Kamu mau hadiah apa? Bagaimana kalau aku mentraktirmu makan? Aku tahu satu restoran yang enak banget.""Kalau aku menunjukkan hasil nilaiku ini ke orang tuaku, mereka pasti akan terkejut sampai melongo! Hahaha!"...Galih terus berbicara tanpa henti untuk mengekspresikan kebahagiaannya. Sementara i
Rina lagi-lagi mengunggah foto dia dan Galih yang berhubungan intim, tentu saja unggahan ini hanya bisa dilihat aku. Aku merasa jijik hingga langsung lari ke kamar mandi dan muntah-muntah selama tiga menit.Aku melihat diriku di cermin. Mata yang dulu penuh harapan kini kosong seperti kolam hening. Wajah yang dulu muda kini menua oleh waktu dan penderitaan. Aku telah membuang terlalu banyak waktu dan tenaga hanya untuk Galih dan Grup Gunawan, tanpa pernah memberikan sedikit pun perhatian pada diriku sendiri.Awalnya aku berpikir selama Galih tidak mempublikasikan hubungannya dengan Rina dan tidak menyatakan keinginannya untuk bercerai denganku, aku pun akan bertahan dalam situasi seperti ini selama sisa hidupku yang hanya hitungan bulan.Namun, setelah melihat foto mereka yang intim, aku merasa sangat jijik. Aku tidak ingin lagi terhubung dengannya dalam bentuk apa pun.Dia bahkan sudah berhubungan dengan Rina, kini waktunya aku lepas tangan.Aku menyiapkan surat cerai. Sebelum sempat
"Meskipun kamu dan Rina persis mirip, Rina terlihat jauh lebih lembut dan manis. Teman sebangkuku, ke depannya kamu juga harus lebih sering tersenyum," kata Galih.Betapa tajamnya kata-kata Galih bagiku!Lembut dan manis? Kalau begitu, kenapa sebelumnya dia tidak mengatakan bahwa aku tidak cukup lembut dan manis?Saat aku bersembunyi di balik pohon dan menyaksikan dia berlutut di depan Rina untuk mengakui cintanya, aku menyadari bahwa hubunganku dengannya hanya akan sebatas teman sebangku.Suara Rina yang sedikit tajam memecah lamunanku."Kak, ayo duduk di sini! Galih ingin bicara denganmu."Begitu aku duduk, Galih langsung mengeluarkan dokumen dari tasnya dan melemparkannya ke arahku.Dua kata di halaman depan dokumen tersebut terbaca jelas, surat perceraian.Aku teringat dokumen yang tersimpan di dalam laci mejaku. Lucunya, kali ini kami berdua cukup sehati.Galih duduk tegak di sofa, lalu berkata dengan serius, "Buka dan lihatlah. Kalau nggak ada masalah, langsung tanda tangan saja.
Dia sudah mencoba untuk mengajukan pinjaman, tapi ditolak oleh bank karena alasan aliran dana Grup Gunawan tidak cukup stabil. Pihak bank meminta ayah Galih untuk menjaminkan proyek sebagai agunan pinjaman. Namun, ayah Galih menolak menjaminkan seluruh proyek hanya demi melunasi pembayaran akhir.Dia tampak begitu cemas hingga tidak selera makan, tapi malah terus menasihatiku untuk makan lebih banyak. Aku pun berpikir untuk membantunya sekali lagi.Aku pernah menyelamatkan nyawa direktur Grup Sandi. Saat sebuah mobil melaju kencang nyaris menabraknya, aku menerjang ke depan dan mendorongnya ke sisi jalan.Dia berjanji akan membantuku melakukan tiga hal tanpa syarat.Permintaan bantuan kali ini adalah yang pertama kalinya dan mungkin akan menjadi yang terakhir kalinya juga.Setelah aku selesai bertelepon, kedua mertuaku terlihat lega.Ibu mertua menggenggam tanganku sambil bertanya tentang hubunganku dengan Galih akhir-akhir ini, tidak lupa mendesakku untuk memberi mereka cucu.Awalnya