"M–maksud anda?" Alice berbalik memberanikan diri untuk melihat pria bertopi.
Diam bahkan senyum meremehkan tercetak jelas di sana. Alice menghela napas hal biasa jika harus di remehkan."Ck! Pantas mereka memperlakukan hal ini padamu. Ternyata kamu biang rusuh." Ejek pria bertopi."Selain biang rusuh, ternyata kamu wanita yang sangat bodoh. Lihat dirimu, pantas mereka memperlakukan kamu seperti ini. Karena kamu sangat pantas untuk ditindas, dan tentunya di jual." Ejeknya, beralih meninggalkan Alice yang terpaku dengan ucapan pria bertopi."Tunggu, tuan. Katakan siapa yang sudah menjual 'ku pada anda? Lalu untuk apa Anda membeli saya?" lirih Alice. Tubuhnya tidak di pungkiri merasakan hawa mencekam. Pria di depan yang begitu dingin dan sulit untuk di lihat wajahnya."Jika kamu sudah tahu siapa orangnya, lantas apa yang akan kamu lakukan?" ujarnya, sebelah bibirnya tertarik ke atas."A–Aku,"Melihat Alice terbata saat mengatakan, bibir Alaric semakin tertarik keatas."Tuan, saya belum selesai bertanya pada anda tolong tetap di tempat. Ada beberapa hal yang saya tanya pada Anda, salah satunya tentang siapa yang sudah menjual saya?" Alice berusaha untuk menahan Alaric pergi. Memperbaiki ucapannya yang kini berganti dengan kata saya."Ck! Kau bertanya itu, itu terus."Tanpa menoleh lagi ke arah Alice, pria bertopi hilang di balik pintu lift di rumahnya.Tubuh Alice luruh ke lantai, menundukkan kepalanya kenyataan untuk kesekian kalinya yang ia dengar namun kali ini begitu menyakitkan.Kesalahan apa yang telah di pembuatnya sehingga keluarganya sendiri ingin menyingkirkan dirinya. Kekasih yang amat ia cintai telah menduakan dirinya dan kini orang tuanya menyingkirkan dengan cara yang lebih kotor.Tubuhnya melayang membuat Alice mendongak dan benar saja dua pria berbadan kekar mengangkatnya membawanya ke dalam kamar yang kini menjadi tempat tinggalnya."Tunggu,""Ada apa nona?""Bisakah kalian katakan pada tuan kalian, aku ingin keluar. Aku tidak bisa di tempat seperti ini, aku harus bekerja." Ujarnya bernegosiasi.Berharap yang ia inginkan terwujud, meski hal itu kecil kemungkinannya."Jangan meminta sesuatu yang membuat tuan marah. Anda akan tau akibatnya nona, mintalah yang lain, maka tuan akan menyetujuinya.""Setidaknya katakan hal itu pada tuan kalian. Di tolak atau tidak itu urusan nanti.""Hei, kenapa kalian pergi."Lelah memanggil dua bodyguard yang mengacuhkannya, Alice kembali duduk. Entah sampai kapan ia tetap di sana mengingat apa yang terjadi di rumah membuatnya kembali sakit, rumah di mana ia di besarkan kini hanya tinggal kenangan.Alice membutuhkan sesuatu yang bisa membuatnya terlihat memiliki kesibukan. Ya, hanya itu yang bisa menyadarkan dirinya yang entah sampai kapan berada dalam rumah mewah bak istana itu.Di salah satu ruangan seorang pria tersenyum melihat Alice yang mengelilingi kamar mencari cela untuk kabur, namun sayangnya hal itu tidak akan terjadi. Sebab pria yang tidak lain adalah Alaric menutup semua akses keluar sehingga menyulitkan gerak Alice."Wanita ceroboh. Nasibmu tak secantik wajahmu." Gumamnya.Menyambar jas meninggalkan ruangannya, kali ini bertemu dengan seseorang yang begitu di segani."Tuan, wanita itu—""Kau tidak bisa mengurusnya?""T–Tidak, tuan tapi,""Sepertinya kau ingin aku kirim ke sungai A****n! Atau kau mau bermain dengan joki?" Alaric menutup pintu mobil dengan kencang menimbulkan suara yang cukup memekikkan telinga."T–Tuan, maafkan saya. Saya akan mengurusnya," lirihnya meski Alaric tidak mendengar ucapannya."Bos, apa kita akan melakukannya?""Seret wanita itu ke sini." Ucapnya dingin. Ekspresi wajahnya seketika berubah mengerikan.Dari sudut ruangan wanita berpenampilan tak karuan mendekatinya dengan langkah terseret. Wajah cantiknya telah hilang berganti dengan bintik merah dan tubuh yang sebelumnya indah kini terlihat begitu kurus tak terawat."T–Tolong bebaskan saya, saya janji tidak akan membantunya untuk kabur. Maafkan saya," ucapnya lirih. Matanya yang sembab tidak membuat dua pria itu iba padanya."Kau harus menerima konsekuensinya.""Saya minta maaf, sampaikan pada tuan. Setidaknya pikirkan, bagaimana saya begitu setia pada tuan selama ini. Apa kesetiaan ini tidak ada gunanya? Apa hatinya begitu keras hanya kesalahan kecil ini?""Kau adalah wanita yang paling bodoh yang pernah aku temui. Kau yang tahu bagaimana tuan selama ini dengan mangsanya, begitu bringas dan mematikan. Tapi dengan wanita itu? Kau lihat, sedikit pun kulitnya tak tersentuh oleh tuan. Dan bodohnya kau tak berfikir ke sana." Tegas bodyguard Alaric."Cepat singkirkan wanita itu!" lanjutnya, memberikan perintah pada bawahannya untuk menyeret pelayan wanita itu."Tidak lepaskan aku!! Jangan siksa aku, aku mohon!! Tuan tolong aku, bebaskan aku!!! Aku minta maaf!" Serunya, hingga suaranya hilang seiring tubuhnya yang tak terlihat."Argh!" Alice menutup mulutnya melihat pemandangan di depannya. Tanpa sengaja Alice yang tengah mencari cara untuk membuka jendela di kejutkan dengan kejadian yang berlangsung begitu cepat di depannya. Entah apa yang di katakan oleh mereka yang pasti Alice melihat bagaimana wanita itu ingin melepaskan diri."Bukankah wanita itu yang—" Alice tercekat, mengingat seorang pelayan yang menolongnya untuk melarikan diri dan hari ini dia melihat bagaimana tubuhnya yang begitu berbeda dengan berapa hari yang lalu."Aku harus melakukan sesuatu. Aku tidak ingin mati di sini. Tidak, tidak, aku mau bebas dari sini." Tangisnya pecah kondisinya yang tidak bisa berbuat apapun dan jika terbebas maka ia akan mencari tempat yang tidak sekali pun orang mengenalnya, meski hal itu sulit terjadi.Gelisah dengan keadaan dirinya tanpa mengenal hari. "Alice, berfikir gunakan otakmu untuk bisa lepas dari sini. Cepat berfikir, tenang kamu harus tenang pikirkan dengan matang sebelum hidupmu yang tidak berguna akan sia-sia di sini," ujarnya, memberikan semangat untuk dirinya.Alice menarik rambutnya hingga matanya lelah tidak ada satu pun cara terlintas dalam benaknya. Tidak salah yang di katakan pria aneh itu jika dirinya hanyalah pembuat onar. Ya pria itu memberikan julukan biang rusuh padanya dan itu di benarkan olehnya.Lelah berfikir Alice tertidur pulas, entah sampai berapa jam yang pasti saat ia terbangun dua orang pria berbadan besar ada di depannya. Dengan gerakan spontan Alice duduk memperhatikan tubuhnya, "syukurlah mereka tidak melakukan apapun padaku," ucapnya dalam hati."Nona tuan menunggu anda di meja makan. Cepatlah bersihkan diri anda, saya tunggu Selama lima belas menit untuk bersiap."Alice mencari suara yang begitu dekat, tubuhnya hampir terjerembab jika tidak segera di tahan. Wanita dengan pakaian seragam hitam seperti dua pria yang kini berbalik arah."K–kau siapa?""Nona bekerja sama dengan saya, jika tidak tuan sendiri yang akan datang ke sini. Itu artinya anda akan merasakan sakit di tubuh, sebab tuan tidak segan-segan melakukan kekerasan pada anda," ujarnya lembut namun penuh dengan penekanan."Jika aku menurut, apa dia akan membebaskan aku?" Alice, berdiri bagaikan patung membiarkan pelayanan wanita menanggalkan pakaiannya mengguyur tubuhnya dengan air hangat. Aroma terapi dan wangi bunga tercium menenangkan. Alice merindukan rumahnya, kamar yang begitu nyaman untuknya. Semua hanya kenangan sebelum mereka menikam dirinya dari belakang.Terbesit untuk balas dendam, walau hal itu tidak akan mudah mengingat untuk bisa menyelamatkan diri saja itu hanya dalam mimpi."Hal itu bisa terjadi, asal nona menjadi penurut. Semua kembali –""Jika tidak, akan mati seperti wanita itu? Jangan terkejut, aku tahu semua." Ujar Alice, menyela perkataan pelayan wanita."Nona sudah selesai, silahkan ikut dengan saya. Tuan sudah menunggu di ruang makan.""Ck, kau menghancurkan mood ku. Singkirkan dia dari sini!" Alaric mendorong kursi yang di duduki ke belakang, mengejutkan Alice yang baru tiba."Maafkan saya tuan,"Melihat pelayanan yang bergetar Alice merasa iba. Hukuman pria tak berkemanusiaa
"Tutupi tubuhmu, aku tidak berselera menyentuhmu!" Alaric pergi begitu saja dari kamar pribadinya. Saat akan menutup pintu terdengar suara dinginnya. "Kau adalah wanita terbodoh yang pernah aku temui."Brak!Suara dentuman keras berhasil membuat tubuh Alice tersentak. Tubuhnya ambruk beruntung dalam kamar Alaric terdapat karpet bulu yang terbentang luas sehingga tubuhnya mendarat empuk di sana."Mereka sudah berhasil, aku kalah, kalah," racau Alice.Di ruangan yang berbeda pria yang tengah menuntaskan hasratnya pada wanita lain begitu tak peduli meski wanita di bawahnya mendesah panjang."Aaahh, Alice–" lirihnya panjang. Wanita di bawahnya terluka untuk kesekian kalinya, pria yang begitu di cintainya memanggil nama wanita lain saat bersamanya. Memberontak? Tak terima? Itu tidak mungkin jika tak ingin berakhir dalam ruang penyekapan."Pergilah jalang!" sentak Alaric."T–tuan....""Kau bisa menuntaskan hasratmu dengan mereka." Ucap Alaric dingin. Alaric membersihkan dengan berbagai s
Kesibukan pelayan di kediaman Alaric tidak sedikit pun mengalihkan perhatian Alice yang memilih duduk di pinggir balkon, melihat indahnya pagi untuk pertama kalinya setelah sekian lama terkurung dalam kamar. Tak sekali pun Alice tahu tentang hari, atau pun jam. Yang terlintas dan dapat ia ketahui pagi dan malam."Non, sarapan sudah siap. Silahkan anda ke ruang makan," pelayan wanita menundukkan wajahnya saat berhadapan dengan Alice. "Terima kasih–" "Ratmi, panggil saya Ratmi, non. Jika anda menginginkan sesuatu panggil saya." Sela pelayan wanita itu."Baiklah, salam kenal mbak Ratmi,""Panggil saja Ratmi, non. Saya lebih suka begitu," "Ya,""Silahkan." Ucap Ratmi, membiarkan Alice melangkah lebih dulu dan di ikuti olehnya.Tanpa berniat untuk menjawab Alice melangkahkan kakinya menuju ruang makan. Di sana tepat di depannya sosok pria yang akhir-akhir ini tak juga datang ke kamarnya setelah berapa hari yang lalu. Hanya saat itu di mana Alice harus mendatangi berkas tanpa di baca lebi
Dua jam berakhir sesuai perintah Alaric. Berkas telah rapih dan kini telah di berikan pada yang empunya. Namun sayang, Alaric meremehkan kinerja Alice. Membuka satu persatu berkas di yang di berikan pada Alice hasil yang memuaskan tidak ada satu pun yang terlewat apa lagi kesalahan."Oke, tapi tunggu dulu. Kamu jangan senang dulu, aku tidak bisa percaya padamu. Sebelum melihat semua hasilnya!" Alaric membuka lembar demi lembar, tidak ada yang perlu di periksa semua sesuai."Boleh aku bertanya?" tanya Alice, lirih.Terkejut mendengar suara Alice yang ingin bertanya padanya. Alaric menutup berkas yang kini tidak menjadi minatnya."Apa yang ingin kamu, tanyakan?" Alaric memperhatikan gerak-gerik Alaric, sejak tadi begitu tanang tanpa terganggu atau pun protes meski Alaric sengaja mengulur waktu agar Alice tetap berada di dalam ruang kerjanya."Mengenai kebebasan itu, apa aku bisa–" Alice menundukkan wajahnya, takut jika Alaric akan menolak keinginannya dan hukuman itu semakin berat untukn
"Wanita sialan!!" erang Alaric. Alaric merasakan sakit yang luar biasa saat Alice menendang juniornya.Dengan kasar menarik tubuh Alice. Entah apa yang terjadi sehingga Alaric tak mempedulikan suara tangisan mengiba Alice. Tubuhnya sulit untuk di kendalikan, malam itu Alaric hanya ingin dengan Alice. "Diam, aku tidak butuh suara tangisanmu, Alice. Nikmati sentuhannya, aku menagihnya sekarang." Ucap Alaric, suaranya begitu berat. Sarat akan hawa nafsu yang menggebu.Alice hanya bisa menggigit bibir bawahnya sakit, nyeri, berbaur bersamaan. Ingin rasanya ia menenggelamkan tubuhnya saat itu juga. Namun, sayang hal itu tak mungkin di lakukan.'Mama, kakek, aku gagal menjaganya.' batin Alice. Air mata semakin deras seiring rasa yang begitu menyakitkan hati dan tubuhnya. Membiarkan pria yang telah membelinya untuk menikmati semua miliknya yang berharga."Alice–" rancau Alaric, di sela kegiatannya di atas tubuh Alice. Isaknya semakin menjadi meski sekuat tenaga tidak mengeluarkan suara n
"Apa kau khawatir, padaku? Katakan saja pada tuanmu. Aku rasa tuan Alaric akan mengijinkannya." Ucap Alice tegas."Ba–baik, non. Akan saya katakan pada tuan Alaric."Hari yang di tunggu telah tiba, pagi ini Alice telah bersiap dengan dress berwarna jingga dengan high heels warna hitam. Rambutnya di biarkan tergerai namun, Ratmi meminta Alice untuk merapihkan rambutnya sehingga rambut panjangnya kini telah di pangkas dan bergelombang sebahu. Terlihat berkelas dan anggun Ratmi menemani Alice menyantap sarapan pagi belum pergi."Non, bawa ini." Ratmi menyerahkan berapa barang untuk Alice. Bukan hanya tas branded tetapi sebuah kartu warna hitam, dan ponsel canggih ada di depannya, kartu identitas pun ada di sana. Alice tentu terkejut dengan semua barang yang ada di depannya. Berbagai pertanyaan terlintas di benaknya, untuk apa barang-barang itu untuknya? Benarkah Alaric yang menyiapkan khusus untuknya? Kenapa pria aneh itu melakukan banyak hal untuknya sedangkan dirinya hanyalah tawanan
"Maafkan saya, non, terpaksa saya mengikuti anda. Saya tahu jika anda tidak akan mudah untuk masuk ke dalam rumah." Ratmi membersihkan kotoran yang menempel di tubuh Alice."Kenapa harus, mengikuti? Aku bisa menyelesaikan masalah 'ku sendiri, tanpa bantuan kalian. Ini hanya masalah keluarga 'ku dan tugas kalian hanyalah menahan 'ku saat berada di rumah tuan Alaric. Aku akan kembali ke sana, ke rumah tuan kalian. Tapi, aku tidak membutuhkan kalian di sini." Kesal Alice.Apa mereka menganggap dirinya wanita lemah? Tentu tidak, hanya saja dirinya terlalu mudah percaya dengan orang lain sehingga mereka memiliki cela untuk melakukan hal itu."Turunkan aku di depan. Aku akan pulang nanti tapi, untuk saat ini aku minta pada kalian untuk tidak ikut campur." Tegas Alice. Tanpa memberikan kesempatan pada Ratmi membela diri."Baik non," ujar Ratmi.Tidak ada pilihan selain menyerah, dan membiarkan Alice pergi. Namun, Ratmi tetap akan mengikuti tentu tanpa sepengetahuan Alice.Setelah kepergian
"Nyonya, apa yang anda lakukan?" ucap suster, dengan cepat memperbaiki posisi kepala Jarvis."Maksud, kamu apa suster? Jangan pikir aku akan menyakiti Ayah mertuaku, sendiri. Sebab itu tidak mungkin aku lakukan. Kamu tahu apa yang aku lakukan? Aku melihat ayah mertua menggerakkan tangannya, tubuhku yang menghalangi wajah ayah seperti sedang menyakiti. Tapi, justru itu sebaliknya aku sangat bahagia. Sayangnya posisiku menggiring opini bahwa aku akan melakukan kejahatan pada ayahku." Ucap Geya, mengusap air matanya yang mengalir.Wajahnya terlihat begitu menyedihkan namun juga sangat mengerikan disaat bersama. Bagaimana, liciknya Geya yang begitu pandai mengembalikan ketenangan pada dirinya.Keinginan untuk menguasai harta milik Edison dan mengambil alih kekuasaan harta milik mendiang ibu, Alice."Suster, tolong jaga ayah mertua. Pastikan tidak ada yang datang untuk menemuinya, kecuali anggota keluarga." Ucap Geya, sebelum pergi."Baik Nyonya." Sahut suster jaga. Seperti yang di lakuka
Acara yang sudah disusun sedemikian matang akhirnya gagal karena satu hal yang tidak mungkin dilakukan mengingat akan banyak orang yang akan terlibat di dalamnya Alaric tidak ingin mengambil resiko terlebih kejadian yang belum lama ini dialami oleh istri dan anaknya sehingga rencana pun berubah. Walau demikian Alice, sebagai istri tentu mendukung penuh apa yang diinginkan oleh sang suami. Tanpa mencampuri tangan orang banyak sang suami tentu bisa menjebloskan mereka ke dalam penjara. Hari-hari berlalu dengan tenang semua yang terlibat di dalamnya pun tentu merasa takut karena selama beberapa hari ini pun tidak ada yang mengusik ataupun bergerak untuk menangkap mereka justru sebaliknya keluarga kecil itu tengah berjalan-jalan ke salah satu pusat perbelanjaan di kota."Sebenarnya apa yang di rencanakan, kamu?""Hum, kamu keberatan dengan ketenangan ini?"Alice menggeleng tentu tidak terganggu dengan ketenangan yang dibuat oleh sang suami namun selain itu ada hal yang membuatnya merasa
"Ayah!!""Sayang, kamu tidak apa-apa?"Arka menggeleng cepat wajahnya ia benamkan dalam ceruk leher Alaric."Benar yang tante katakan tadi kan? Ayah akan datang untuk menyelamatkan kita. Tuan, Alaric terima kasih, sudah menyelamatkan kami.""Sayang apa mereka menyakitimu?"Arka kembali menggeleng sesaat memperhatikan Larissa yang menatapnya."Ayah, bawa aku pergi dari sini. Aku takut,""Ya, sayang, kita akan pergi."Alaric membawa Arka pergi tak lama langkahnya terhenti saat suara dari belakang terdengar."Tuan, anda tidak mengajakku pergi? Aku sudah berusaha untuk melindungi den Arka,"Tanpa mengatakan ataupun menjawab Alaric meninggalkannya begitu saja. Sesuatu terjadi dan putranya tengah ketakutan."Ben, urus wanita itu jangan biarkan salah satu lepas termasuk dia.""Baik, tuan.""Ayah, mama, mana?""Mama, sedang menunggu kita di rumah, nak. Anak ayah yang tampan dan hebat ini apa sudah bisa ceritakan pada ayah?"Arka terdiam tubuhnya terasa sedikit bergetar. Alaric tahu ada yang t
Alaric bersikap tenang membuat pria paruh baya mengalihkan pembicaraan mereka. Ia tahu apa yang akan terjadi jika salah bicara bukan hanya dirinya tapi juga seluruh keluarga akan hancur bahkan kematiannya tidak akan terendus oleh pihak berwajib sehingga ia di nyatakan mati sewajarnya.Membayangkan hal itu membuat buku kuduknya berdiri tatapan yang terlihat tenang itu justru tatapan sebaliknya. Tatapan seorang pembunuh berdarah dingin, siapa tak kenal Alaric dalam dunia bisnis dan bawah dua orang yang di takuti banyak orang termasuk lawan bisnisnya."Haruskah aku percaya? Atau kau ingin kita bermain-main lebih dulu tuan?""Hahaha, becandamu tidak bisa membuatku tertawa. Tapi, sedikit menggelitik.""Tuan, cobalah untuk jujur agar tidak ada hal yang membuat kita tidak nyaman terlebih anda." "Boy, kau belum mengenalku sepertinya. Aku tidak pernah bermain-main dan apa yang aku katakan itu adalah sebuah kejujuran.""Oke, kali ini aku percaya tuan Rendra. Anggap saya percaya dengan perkataa
Alice membuka matanya aroma obat tercium begitu menyengat di hidungnya. Memindai seluruh ruangan bercat putih. Alice mencoba mengingat apa yang terjadi padanya. Sesaat tubuhnya bergetar mencoba untuk bangkit namun sayang tubuhnya begitu sulit untuk di gerakkan."Sayang, kamu sudah sadar? Kamu tidak boleh bergerak, tetap seperti ini,""Arka, di mana Arka? Kamu berhasil menyelamatkan anakku kan? Katakan padaku Alaric, mana anakku!!" Alice memukul dada bidang Alaric, putranya tidak ada di sampingnya. "Sayang, kamu harus tenang ya?" Alaric mencoba untuk memeluk Alice, tapi sayang Alice tetap memberontak dan bahkan berulang kali mendorong tubuh Alaric meski tubuhnya tak bergerak sedikitpun. Alice mencoba melepaskan diri saat Alaric berusaha untuk menenangkan dirinya walau tubuhnya lemah Alice tetap berusaha untuk turun mencari keberadaan putranya."Aku janji akan membawa anak kita dengan selamat. Tidak ada satu goresan dalam tubuhnya, aku janji sayang." Alaric merengkuh tubuh istrinya y
Alice memilih menu untuk mereka nikmati bersama tanpa bertanya karena ia tahu jika Ratmi menyukai makanan yang sama dengannya. Bahkan Larissa pun memilih makanan favorit walau ia beralasan penasaran dengan menu yang di lihatnya mengunggah seleranya. "Setelah ini anda mau ke mana nyonya?" Larissa memecah keheningan di antara mereka setelah menikmati makan siang di tempat yang di pilih oleh Arka. "Pulang, di rumah ada mama. Tapi sepertinya Arka ingin berkeliling sebentar," "Ya, nyonya anda benar sekali, sepertinya den Arka masih ingin bermain apa sebaiknya kita nunggu sebentar agar den Arka puas bermain?" usul Larissa. Alice membenarkan perkataan Larissa, selagi Emre di luar kebetulan Alice sudah lama tidak mengajak Arka bermain di luar rumah. "Ya, benar. Kita tunggu sebentar." Mereka mengikuti langkah kecil Arka yang memilih satu permainan yang di inginkan olehnya. Walau sejak tadi sudah bermain, tetapi tak terlihat lelah di wajahnya. Alice sesekali menanggapi perkataan La
Alaric yang menceritakan semua yang terjadi di proyek pada Alice. Sebagai seorang suami ia harus jujur terhadap istrinya apapun yang terjadi di luar rasa, termasuk musibah yang menimpa mereka berdua sehingga Alaric menyelamatkan nyawa Larissa sebagai bentuk terima kasihnya yang sudah di selamatkan.Mereka memilih menginap di salah satu penginapan yang tak jauh dari proyek itu pun semua dilakukan demi rasa kemanusiaan dan tentu hal itu membuat Alice semakin mencintainya karena kejujuran laki-laki yang kini telah menjadi seorang ayah untuk putranya. "Aku tidak akan marah ataupun cemburu, apa yang kamu lakukan itu sudah benar tentu aku akan bangga dan mengucapkan terima kasih padanya untuk kedua kalinya dan menyelamatkan suamiku. Dan salah satunya karena ulah anak kita dan yang kedua adalah kamu, bagaimana jika dia tidak menyelamatkan kamu tentu saat ini kamu tidak berada di hadapanku namun sebaliknya aku dan anakku menangis mengiringi kepergianmu"Hal itu tidak mungkin terjadi padaku k
Kepulangan Beni dari tempat tinggal baru Gisella mendapatkan respon cepat dari Alice, bagaimana tidak. Sahabatnya memintanya untuk tidak mencari keberadaannya dan permintaan maaf atas apa yang sudah di lakukan oleh ibunya. Hal itu yang membuat Alice meminta pada Beni agar mencari keberadaan Gisella, walau terlahir dari wanita yang sama namun Gisella memiliki sifat yang jauh berbeda dengan Federica."Lalu apa yang kamu dapatkan dari jawaban cinta yang pernah kamu ungkapkan?" Wajah Beni merona mengingat jawaban apa yang diberikan oleh Gisella padanya."Aku tidak bisa menceritakannya padamu,""Kenapa? Kamu lupa kalau aku adalah istri dari bos kamu? Jika kamu tidak mengambil sikap maka akan ada salah paham. Tentunya salah satunya akan menderita jika kamu memiliki di antara mereka. Tanyakan pada hatimu siapa yang benar-benar kamu cintai di antara mereka berdua, jangan menyakiti salah satunya. Kalau aku menjadi kamu tentu aku akan mengambil jalan tengah untuk tidak memilih salah diantaran
Mengubur kenangan yang penuh luka dan air mata. Berharap tempat yang baru memberikan kenangan yang indah tidak peduli seberapa kerasnya jalan di depan, baginya menjauh dan membuka lembaran baru adalah hal yang paling di inginkan.Gisella, gadis cantik yang kini berusaha menutup lembaran lama, namun sebelum pergi jauh ia memilih untuk datang ke suatu tempat yang sudah lama tidak ia kunjung.Di sana semuanya terkubur, usahanya untuk memulai yang baru kala itu kandas. Bohong jika Gisella tidak sakit hati namun dia pandai menyembunyikan di balik ekspresi wajah tenangnya."Ayah, aku kalah lagi. Aku egois, ingin meminta yang tidak bisa di lakukannya. Bagaimana kabar ayah di sana? Aku juga baik-baik saja di sini ayah. Setelah ini aku akan jarang datang mungkin tidak datang lagi, tapi doa untukmu tetap mengalir ayah. Selamat tinggal ayah, maafkan aku yang sudah berbohong, rumah kita akan aku titipkan pada orang lain. Agar kelak saat aku merindukan ayah, rumah itu masih ada. Aku sayang ayah,"
Ucapan selamat ulang tahun dan beberapa nyanyian terdengar begitu meriah, Alaric terkejut melihat sekeliling yang penuh dengan karyawan dan asisten pribadinya pun berada diantara mereka. Yang lebih mengejutkan lagi adalah kedua orang tuanya yang tiba-tiba mendekatinya dengan kue di depannya bahkan Jarvis orang kedua yang menyambut kedatangan Alaric.Secara pergantian mereka memberikan ucapan pada Alaric sebelum mereka makan siang bersama. "Terima kasih, sayang. Kerjasama kalian luar biasa. Dan kamu Beni, pantas saja sejak pagi kamu selalu menghindar begitu banyak alasan agar bisa menjauh dariku ternyata hari ini kamu lebih berpihak pada istriku daripada tuanmu sendiri." Kesal Alaric, yang sejak pagi mengerjakan semua tugasnya sendiri bahkan ponsel pribadi Beni pun sulit dihubungi. "Maafkan saya, tuan. Tapi ini sudah kami rencanakan sejak lama," "Sudah, sekarang kita makan. Hari ini kalian bebas untuk makan, jika ada yang mau bawa pulang? Silahkan bungkus untuk keluarga di rumah. Ja