Kesibukan pelayan di kediaman Alaric tidak sedikit pun mengalihkan perhatian Alice yang memilih duduk di pinggir balkon, melihat indahnya pagi untuk pertama kalinya setelah sekian lama terkurung dalam kamar. Tak sekali pun Alice tahu tentang hari, atau pun jam. Yang terlintas dan dapat ia ketahui pagi dan malam."Non, sarapan sudah siap. Silahkan anda ke ruang makan," pelayan wanita menundukkan wajahnya saat berhadapan dengan Alice. "Terima kasih–" "Ratmi, panggil saya Ratmi, non. Jika anda menginginkan sesuatu panggil saya." Sela pelayan wanita itu."Baiklah, salam kenal mbak Ratmi,""Panggil saja Ratmi, non. Saya lebih suka begitu," "Ya,""Silahkan." Ucap Ratmi, membiarkan Alice melangkah lebih dulu dan di ikuti olehnya.Tanpa berniat untuk menjawab Alice melangkahkan kakinya menuju ruang makan. Di sana tepat di depannya sosok pria yang akhir-akhir ini tak juga datang ke kamarnya setelah berapa hari yang lalu. Hanya saat itu di mana Alice harus mendatangi berkas tanpa di baca lebi
Dua jam berakhir sesuai perintah Alaric. Berkas telah rapih dan kini telah di berikan pada yang empunya. Namun sayang, Alaric meremehkan kinerja Alice. Membuka satu persatu berkas di yang di berikan pada Alice hasil yang memuaskan tidak ada satu pun yang terlewat apa lagi kesalahan."Oke, tapi tunggu dulu. Kamu jangan senang dulu, aku tidak bisa percaya padamu. Sebelum melihat semua hasilnya!" Alaric membuka lembar demi lembar, tidak ada yang perlu di periksa semua sesuai."Boleh aku bertanya?" tanya Alice, lirih.Terkejut mendengar suara Alice yang ingin bertanya padanya. Alaric menutup berkas yang kini tidak menjadi minatnya."Apa yang ingin kamu, tanyakan?" Alaric memperhatikan gerak-gerik Alaric, sejak tadi begitu tanang tanpa terganggu atau pun protes meski Alaric sengaja mengulur waktu agar Alice tetap berada di dalam ruang kerjanya."Mengenai kebebasan itu, apa aku bisa–" Alice menundukkan wajahnya, takut jika Alaric akan menolak keinginannya dan hukuman itu semakin berat untukn
"Wanita sialan!!" erang Alaric. Alaric merasakan sakit yang luar biasa saat Alice menendang juniornya.Dengan kasar menarik tubuh Alice. Entah apa yang terjadi sehingga Alaric tak mempedulikan suara tangisan mengiba Alice. Tubuhnya sulit untuk di kendalikan, malam itu Alaric hanya ingin dengan Alice. "Diam, aku tidak butuh suara tangisanmu, Alice. Nikmati sentuhannya, aku menagihnya sekarang." Ucap Alaric, suaranya begitu berat. Sarat akan hawa nafsu yang menggebu.Alice hanya bisa menggigit bibir bawahnya sakit, nyeri, berbaur bersamaan. Ingin rasanya ia menenggelamkan tubuhnya saat itu juga. Namun, sayang hal itu tak mungkin di lakukan.'Mama, kakek, aku gagal menjaganya.' batin Alice. Air mata semakin deras seiring rasa yang begitu menyakitkan hati dan tubuhnya. Membiarkan pria yang telah membelinya untuk menikmati semua miliknya yang berharga."Alice–" rancau Alaric, di sela kegiatannya di atas tubuh Alice. Isaknya semakin menjadi meski sekuat tenaga tidak mengeluarkan suara n
"Apa kau khawatir, padaku? Katakan saja pada tuanmu. Aku rasa tuan Alaric akan mengijinkannya." Ucap Alice tegas."Ba–baik, non. Akan saya katakan pada tuan Alaric."Hari yang di tunggu telah tiba, pagi ini Alice telah bersiap dengan dress berwarna jingga dengan high heels warna hitam. Rambutnya di biarkan tergerai namun, Ratmi meminta Alice untuk merapihkan rambutnya sehingga rambut panjangnya kini telah di pangkas dan bergelombang sebahu. Terlihat berkelas dan anggun Ratmi menemani Alice menyantap sarapan pagi belum pergi."Non, bawa ini." Ratmi menyerahkan berapa barang untuk Alice. Bukan hanya tas branded tetapi sebuah kartu warna hitam, dan ponsel canggih ada di depannya, kartu identitas pun ada di sana. Alice tentu terkejut dengan semua barang yang ada di depannya. Berbagai pertanyaan terlintas di benaknya, untuk apa barang-barang itu untuknya? Benarkah Alaric yang menyiapkan khusus untuknya? Kenapa pria aneh itu melakukan banyak hal untuknya sedangkan dirinya hanyalah tawanan
"Maafkan saya, non, terpaksa saya mengikuti anda. Saya tahu jika anda tidak akan mudah untuk masuk ke dalam rumah." Ratmi membersihkan kotoran yang menempel di tubuh Alice."Kenapa harus, mengikuti? Aku bisa menyelesaikan masalah 'ku sendiri, tanpa bantuan kalian. Ini hanya masalah keluarga 'ku dan tugas kalian hanyalah menahan 'ku saat berada di rumah tuan Alaric. Aku akan kembali ke sana, ke rumah tuan kalian. Tapi, aku tidak membutuhkan kalian di sini." Kesal Alice.Apa mereka menganggap dirinya wanita lemah? Tentu tidak, hanya saja dirinya terlalu mudah percaya dengan orang lain sehingga mereka memiliki cela untuk melakukan hal itu."Turunkan aku di depan. Aku akan pulang nanti tapi, untuk saat ini aku minta pada kalian untuk tidak ikut campur." Tegas Alice. Tanpa memberikan kesempatan pada Ratmi membela diri."Baik non," ujar Ratmi.Tidak ada pilihan selain menyerah, dan membiarkan Alice pergi. Namun, Ratmi tetap akan mengikuti tentu tanpa sepengetahuan Alice.Setelah kepergian
"Nyonya, apa yang anda lakukan?" ucap suster, dengan cepat memperbaiki posisi kepala Jarvis."Maksud, kamu apa suster? Jangan pikir aku akan menyakiti Ayah mertuaku, sendiri. Sebab itu tidak mungkin aku lakukan. Kamu tahu apa yang aku lakukan? Aku melihat ayah mertua menggerakkan tangannya, tubuhku yang menghalangi wajah ayah seperti sedang menyakiti. Tapi, justru itu sebaliknya aku sangat bahagia. Sayangnya posisiku menggiring opini bahwa aku akan melakukan kejahatan pada ayahku." Ucap Geya, mengusap air matanya yang mengalir.Wajahnya terlihat begitu menyedihkan namun juga sangat mengerikan disaat bersama. Bagaimana, liciknya Geya yang begitu pandai mengembalikan ketenangan pada dirinya.Keinginan untuk menguasai harta milik Edison dan mengambil alih kekuasaan harta milik mendiang ibu, Alice."Suster, tolong jaga ayah mertua. Pastikan tidak ada yang datang untuk menemuinya, kecuali anggota keluarga." Ucap Geya, sebelum pergi."Baik Nyonya." Sahut suster jaga. Seperti yang di lakuka
Geya terkejut mendengar perkataan Alice, meski dia pandai untuk menyembunyikan dan mengembalikan keadaan tetapi yang dikatakan oleh keponakannya benar-benar membuatnya tak mampu untuk membantah."Bibi, tidak perlu terkejut seperti itu. Aku akan ada di sini, jika bibi keberatan? Silahkan bibi keluar dari sini." Cetus Alice.Melewati Geya menuju ruang makan bahkan semua pelayan pun sudah berubah. Tidak ada satu orang pun yang mengenalinya itu membuat Alice semakin ingin mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di keluarganya."Anda ingin apa? Kenapa Anda sampai ke dapur?" sapa seorang wanita muda yang diperkirakan usia sama dengan Alice."Jika kamu lapar, apa yang akan kamu lakukan?Kemana kamu akan mengambil makanan?" tanya Alice, tenang. Tanpa menjawab pertanyaan dari pelayan baru."M–maaf, jika Anda membutuhkan sesuatu Anda bisa memanggil saya, untuk menyiapkannya. Dan maaf saya tidak bermaksud untuk menyinggung perasaan Anda tetapi, disini saya yang memiliki kekuasaan karena nyonya d
Wajahnya seketika berubah mengingat apa yang telah terjadi padanya dan pria yang telah membelinya. Siapa lagi kalau bukan Alaric. Laki-laki yang sampai saat ini belum pernah ia lihat wajahnya, hatinya mendadak di landa kecemasan."Kau hamil Alice? Wah! Bahkan kau belum menikah, bagaimana mungkin kamu hamil?" cecar Federica."Tapi itu wajar aja sih! Secara kamu 'kan jadi simpanan pria tua itu. Wajar hamil, tapi sayang hamilnya kamu tanpa suami!" sambungnya, mengejek.Mengetahui Alice hamil membuat Federica mudah untuk menjual berita yang akan mengguncang media dan tentunya sangat kakek.Dengan kabarnya Alice hamil di luar nikah akan menjadi topik trending, sehingga petinggi perusahaan akan menolak keras kehadiran Alice terlebih untuk menjadi pemimpin perusahaan."Bener yang di katakan Federica, Alice? Kau hamil tanpa suami? Menjijikan, 'kau tidak pantas tinggal di sini. Ayah tidak akan membiarkan kamu mencoreng nama baik keluarga!" sentak Edison.Amarah menguasai hatinya, tidak peduli