"Apa kau khawatir, padaku? Katakan saja pada tuanmu. Aku rasa tuan Alaric akan mengijinkannya." Ucap Alice tegas."Ba–baik, non. Akan saya katakan pada tuan Alaric."Hari yang di tunggu telah tiba, pagi ini Alice telah bersiap dengan dress berwarna jingga dengan high heels warna hitam. Rambutnya di biarkan tergerai namun, Ratmi meminta Alice untuk merapihkan rambutnya sehingga rambut panjangnya kini telah di pangkas dan bergelombang sebahu. Terlihat berkelas dan anggun Ratmi menemani Alice menyantap sarapan pagi belum pergi."Non, bawa ini." Ratmi menyerahkan berapa barang untuk Alice. Bukan hanya tas branded tetapi sebuah kartu warna hitam, dan ponsel canggih ada di depannya, kartu identitas pun ada di sana. Alice tentu terkejut dengan semua barang yang ada di depannya. Berbagai pertanyaan terlintas di benaknya, untuk apa barang-barang itu untuknya? Benarkah Alaric yang menyiapkan khusus untuknya? Kenapa pria aneh itu melakukan banyak hal untuknya sedangkan dirinya hanyalah tawanan
"Maafkan saya, non, terpaksa saya mengikuti anda. Saya tahu jika anda tidak akan mudah untuk masuk ke dalam rumah." Ratmi membersihkan kotoran yang menempel di tubuh Alice."Kenapa harus, mengikuti? Aku bisa menyelesaikan masalah 'ku sendiri, tanpa bantuan kalian. Ini hanya masalah keluarga 'ku dan tugas kalian hanyalah menahan 'ku saat berada di rumah tuan Alaric. Aku akan kembali ke sana, ke rumah tuan kalian. Tapi, aku tidak membutuhkan kalian di sini." Kesal Alice.Apa mereka menganggap dirinya wanita lemah? Tentu tidak, hanya saja dirinya terlalu mudah percaya dengan orang lain sehingga mereka memiliki cela untuk melakukan hal itu."Turunkan aku di depan. Aku akan pulang nanti tapi, untuk saat ini aku minta pada kalian untuk tidak ikut campur." Tegas Alice. Tanpa memberikan kesempatan pada Ratmi membela diri."Baik non," ujar Ratmi.Tidak ada pilihan selain menyerah, dan membiarkan Alice pergi. Namun, Ratmi tetap akan mengikuti tentu tanpa sepengetahuan Alice.Setelah kepergian
"Nyonya, apa yang anda lakukan?" ucap suster, dengan cepat memperbaiki posisi kepala Jarvis."Maksud, kamu apa suster? Jangan pikir aku akan menyakiti Ayah mertuaku, sendiri. Sebab itu tidak mungkin aku lakukan. Kamu tahu apa yang aku lakukan? Aku melihat ayah mertua menggerakkan tangannya, tubuhku yang menghalangi wajah ayah seperti sedang menyakiti. Tapi, justru itu sebaliknya aku sangat bahagia. Sayangnya posisiku menggiring opini bahwa aku akan melakukan kejahatan pada ayahku." Ucap Geya, mengusap air matanya yang mengalir.Wajahnya terlihat begitu menyedihkan namun juga sangat mengerikan disaat bersama. Bagaimana, liciknya Geya yang begitu pandai mengembalikan ketenangan pada dirinya.Keinginan untuk menguasai harta milik Edison dan mengambil alih kekuasaan harta milik mendiang ibu, Alice."Suster, tolong jaga ayah mertua. Pastikan tidak ada yang datang untuk menemuinya, kecuali anggota keluarga." Ucap Geya, sebelum pergi."Baik Nyonya." Sahut suster jaga. Seperti yang di lakuka
Geya terkejut mendengar perkataan Alice, meski dia pandai untuk menyembunyikan dan mengembalikan keadaan tetapi yang dikatakan oleh keponakannya benar-benar membuatnya tak mampu untuk membantah."Bibi, tidak perlu terkejut seperti itu. Aku akan ada di sini, jika bibi keberatan? Silahkan bibi keluar dari sini." Cetus Alice.Melewati Geya menuju ruang makan bahkan semua pelayan pun sudah berubah. Tidak ada satu orang pun yang mengenalinya itu membuat Alice semakin ingin mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di keluarganya."Anda ingin apa? Kenapa Anda sampai ke dapur?" sapa seorang wanita muda yang diperkirakan usia sama dengan Alice."Jika kamu lapar, apa yang akan kamu lakukan?Kemana kamu akan mengambil makanan?" tanya Alice, tenang. Tanpa menjawab pertanyaan dari pelayan baru."M–maaf, jika Anda membutuhkan sesuatu Anda bisa memanggil saya, untuk menyiapkannya. Dan maaf saya tidak bermaksud untuk menyinggung perasaan Anda tetapi, disini saya yang memiliki kekuasaan karena nyonya d
Wajahnya seketika berubah mengingat apa yang telah terjadi padanya dan pria yang telah membelinya. Siapa lagi kalau bukan Alaric. Laki-laki yang sampai saat ini belum pernah ia lihat wajahnya, hatinya mendadak di landa kecemasan."Kau hamil Alice? Wah! Bahkan kau belum menikah, bagaimana mungkin kamu hamil?" cecar Federica."Tapi itu wajar aja sih! Secara kamu 'kan jadi simpanan pria tua itu. Wajar hamil, tapi sayang hamilnya kamu tanpa suami!" sambungnya, mengejek.Mengetahui Alice hamil membuat Federica mudah untuk menjual berita yang akan mengguncang media dan tentunya sangat kakek.Dengan kabarnya Alice hamil di luar nikah akan menjadi topik trending, sehingga petinggi perusahaan akan menolak keras kehadiran Alice terlebih untuk menjadi pemimpin perusahaan."Bener yang di katakan Federica, Alice? Kau hamil tanpa suami? Menjijikan, 'kau tidak pantas tinggal di sini. Ayah tidak akan membiarkan kamu mencoreng nama baik keluarga!" sentak Edison.Amarah menguasai hatinya, tidak peduli
Selama ini Alaric menunggu waktu yang tepat untuk memperkenalkan siapa Alice dan hubungan apa yang terjalin di antara mereka. Namun, masalah yang di hadapi Alice begitu rumit dan Alaric tidak ingin membuat wanitanya berada dalam masalah yang akan menyita perhatian istrinya."Mama bisa tarik kata-kata mama? Alice adalah wanita yang terhormat dan dia terlahir dari keluarga terpandang. Aku akan mengatakan pada mama dan memperkenalkan siapa Alice. Tapi, tidak sekarang ada waktu di mana aku umumkan hubungan kami. Kenapa Alice tinggal di sini karena itulah permintaanku aku yang selalu memaksanya dia tinggal di sini meskipun dia menolak tapi aku memaksanya jadi dia bukanlah perempuan yang murahan yang mudah jatuh dalam pelukan pria." Ujar Alaric kesal. Tidak di pinggir yang dikatakan ibunya benar-benar membuatnya kecewa begitu rendah memandang wanita yang dia cintai meski hal itu tidaklah sepenuhnya salah karena ibunya tidak mengenali siapa Alice."Oke! Anggap saja mama percaya padamu, Al.
"Siapa bilang nona Alice, hamil di luar nikah? Saya adalah ayah dari anak yang di kandung nona Alice!" Mereka saling pandang sosok yang kini memasuki ruang rapat berhasil membuat mereka terdiam. Shock dengan kehadiran seseorang yang tak pernah memperlihatkan wajahnya. Ini adalah kali pertama Alaric menampakkan dirinya di depan umum. "Hei, siapa anda? Kenapa masuk ke sini? Lancang, satpam seret orang itu dari ruangan ini!" seru Federica. Dua keamanan datang mereka mencekal tangan Alaric. Sikap tenang yang di tunjukan membuat mereka yang berada di ruang rapat saling pandang, terlebih mereka berempat yang menatap Alaric."Apa perlu memperkenalkan diri? Sepertinya pak Gugun sudah lebih dari cukup untuk mengetahui siapa saya." Ucap Alaric, dari luar bodyguard melepaskan tangan Alaric yang di cekal dua keamanan.Alaric mendekati Alice memeluk pinggang dengan lembut."Tutup mulutnya, kalau tidak aku cium." Lirih Alaric di telinga Alice, yang diam dengan mulut menganga.Melihat Alice yang
Suara tawa memenuhi ruangan mereka menertawakan Alaric dan Alice. Tetapi, tidak sebagian orang yang justru mereka saling pandang dan memilih untuk tetap duduk dengan menundukkan wajahnya.Mereka tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Nama Alaric adalah salah satu nama yang di takutkan. Meski tidak pernah memperlihatkan wajahnya."Saya tidak mempermasalahkan jika kalian tidak percaya dengan pengakuan Tuan, saya. Tapi, yang pasti bahwa tuan bisa membalikkan keadaan saat ini dan anda Tuan Edison, bersiaplah karena sebentar lagi mungkin Anda akan menerima konsekuensinya." Ujar Gugun.Edison dan beberapa yang masih tertawakan kejujuran Alaric, seketika diam. Namun, bukan diam karena takut tetapi mereka hanya ingin menahan tawa yang mungkin akan meledak."Saya tidak sedang berbicara dengan Anda. Tapi, dengan pemuda yang mengaku sebagai tuan Alaric." Kelas Edison.Gugun mengangkat bahunya membuat Edison semakin menjadi menertawakan dan mempermalukan dirinya di depan petinggi perusahaan. Wa
Acara yang sudah disusun sedemikian matang akhirnya gagal karena satu hal yang tidak mungkin dilakukan mengingat akan banyak orang yang akan terlibat di dalamnya Alaric tidak ingin mengambil resiko terlebih kejadian yang belum lama ini dialami oleh istri dan anaknya sehingga rencana pun berubah. Walau demikian Alice, sebagai istri tentu mendukung penuh apa yang diinginkan oleh sang suami. Tanpa mencampuri tangan orang banyak sang suami tentu bisa menjebloskan mereka ke dalam penjara. Hari-hari berlalu dengan tenang semua yang terlibat di dalamnya pun tentu merasa takut karena selama beberapa hari ini pun tidak ada yang mengusik ataupun bergerak untuk menangkap mereka justru sebaliknya keluarga kecil itu tengah berjalan-jalan ke salah satu pusat perbelanjaan di kota."Sebenarnya apa yang di rencanakan, kamu?""Hum, kamu keberatan dengan ketenangan ini?"Alice menggeleng tentu tidak terganggu dengan ketenangan yang dibuat oleh sang suami namun selain itu ada hal yang membuatnya merasa
"Ayah!!""Sayang, kamu tidak apa-apa?"Arka menggeleng cepat wajahnya ia benamkan dalam ceruk leher Alaric."Benar yang tante katakan tadi kan? Ayah akan datang untuk menyelamatkan kita. Tuan, Alaric terima kasih, sudah menyelamatkan kami.""Sayang apa mereka menyakitimu?"Arka kembali menggeleng sesaat memperhatikan Larissa yang menatapnya."Ayah, bawa aku pergi dari sini. Aku takut,""Ya, sayang, kita akan pergi."Alaric membawa Arka pergi tak lama langkahnya terhenti saat suara dari belakang terdengar."Tuan, anda tidak mengajakku pergi? Aku sudah berusaha untuk melindungi den Arka,"Tanpa mengatakan ataupun menjawab Alaric meninggalkannya begitu saja. Sesuatu terjadi dan putranya tengah ketakutan."Ben, urus wanita itu jangan biarkan salah satu lepas termasuk dia.""Baik, tuan.""Ayah, mama, mana?""Mama, sedang menunggu kita di rumah, nak. Anak ayah yang tampan dan hebat ini apa sudah bisa ceritakan pada ayah?"Arka terdiam tubuhnya terasa sedikit bergetar. Alaric tahu ada yang t
Alaric bersikap tenang membuat pria paruh baya mengalihkan pembicaraan mereka. Ia tahu apa yang akan terjadi jika salah bicara bukan hanya dirinya tapi juga seluruh keluarga akan hancur bahkan kematiannya tidak akan terendus oleh pihak berwajib sehingga ia di nyatakan mati sewajarnya.Membayangkan hal itu membuat buku kuduknya berdiri tatapan yang terlihat tenang itu justru tatapan sebaliknya. Tatapan seorang pembunuh berdarah dingin, siapa tak kenal Alaric dalam dunia bisnis dan bawah dua orang yang di takuti banyak orang termasuk lawan bisnisnya."Haruskah aku percaya? Atau kau ingin kita bermain-main lebih dulu tuan?""Hahaha, becandamu tidak bisa membuatku tertawa. Tapi, sedikit menggelitik.""Tuan, cobalah untuk jujur agar tidak ada hal yang membuat kita tidak nyaman terlebih anda." "Boy, kau belum mengenalku sepertinya. Aku tidak pernah bermain-main dan apa yang aku katakan itu adalah sebuah kejujuran.""Oke, kali ini aku percaya tuan Rendra. Anggap saya percaya dengan perkataa
Alice membuka matanya aroma obat tercium begitu menyengat di hidungnya. Memindai seluruh ruangan bercat putih. Alice mencoba mengingat apa yang terjadi padanya. Sesaat tubuhnya bergetar mencoba untuk bangkit namun sayang tubuhnya begitu sulit untuk di gerakkan."Sayang, kamu sudah sadar? Kamu tidak boleh bergerak, tetap seperti ini,""Arka, di mana Arka? Kamu berhasil menyelamatkan anakku kan? Katakan padaku Alaric, mana anakku!!" Alice memukul dada bidang Alaric, putranya tidak ada di sampingnya. "Sayang, kamu harus tenang ya?" Alaric mencoba untuk memeluk Alice, tapi sayang Alice tetap memberontak dan bahkan berulang kali mendorong tubuh Alaric meski tubuhnya tak bergerak sedikitpun. Alice mencoba melepaskan diri saat Alaric berusaha untuk menenangkan dirinya walau tubuhnya lemah Alice tetap berusaha untuk turun mencari keberadaan putranya."Aku janji akan membawa anak kita dengan selamat. Tidak ada satu goresan dalam tubuhnya, aku janji sayang." Alaric merengkuh tubuh istrinya y
Alice memilih menu untuk mereka nikmati bersama tanpa bertanya karena ia tahu jika Ratmi menyukai makanan yang sama dengannya. Bahkan Larissa pun memilih makanan favorit walau ia beralasan penasaran dengan menu yang di lihatnya mengunggah seleranya. "Setelah ini anda mau ke mana nyonya?" Larissa memecah keheningan di antara mereka setelah menikmati makan siang di tempat yang di pilih oleh Arka. "Pulang, di rumah ada mama. Tapi sepertinya Arka ingin berkeliling sebentar," "Ya, nyonya anda benar sekali, sepertinya den Arka masih ingin bermain apa sebaiknya kita nunggu sebentar agar den Arka puas bermain?" usul Larissa. Alice membenarkan perkataan Larissa, selagi Emre di luar kebetulan Alice sudah lama tidak mengajak Arka bermain di luar rumah. "Ya, benar. Kita tunggu sebentar." Mereka mengikuti langkah kecil Arka yang memilih satu permainan yang di inginkan olehnya. Walau sejak tadi sudah bermain, tetapi tak terlihat lelah di wajahnya. Alice sesekali menanggapi perkataan La
Alaric yang menceritakan semua yang terjadi di proyek pada Alice. Sebagai seorang suami ia harus jujur terhadap istrinya apapun yang terjadi di luar rasa, termasuk musibah yang menimpa mereka berdua sehingga Alaric menyelamatkan nyawa Larissa sebagai bentuk terima kasihnya yang sudah di selamatkan.Mereka memilih menginap di salah satu penginapan yang tak jauh dari proyek itu pun semua dilakukan demi rasa kemanusiaan dan tentu hal itu membuat Alice semakin mencintainya karena kejujuran laki-laki yang kini telah menjadi seorang ayah untuk putranya. "Aku tidak akan marah ataupun cemburu, apa yang kamu lakukan itu sudah benar tentu aku akan bangga dan mengucapkan terima kasih padanya untuk kedua kalinya dan menyelamatkan suamiku. Dan salah satunya karena ulah anak kita dan yang kedua adalah kamu, bagaimana jika dia tidak menyelamatkan kamu tentu saat ini kamu tidak berada di hadapanku namun sebaliknya aku dan anakku menangis mengiringi kepergianmu"Hal itu tidak mungkin terjadi padaku k
Kepulangan Beni dari tempat tinggal baru Gisella mendapatkan respon cepat dari Alice, bagaimana tidak. Sahabatnya memintanya untuk tidak mencari keberadaannya dan permintaan maaf atas apa yang sudah di lakukan oleh ibunya. Hal itu yang membuat Alice meminta pada Beni agar mencari keberadaan Gisella, walau terlahir dari wanita yang sama namun Gisella memiliki sifat yang jauh berbeda dengan Federica."Lalu apa yang kamu dapatkan dari jawaban cinta yang pernah kamu ungkapkan?" Wajah Beni merona mengingat jawaban apa yang diberikan oleh Gisella padanya."Aku tidak bisa menceritakannya padamu,""Kenapa? Kamu lupa kalau aku adalah istri dari bos kamu? Jika kamu tidak mengambil sikap maka akan ada salah paham. Tentunya salah satunya akan menderita jika kamu memiliki di antara mereka. Tanyakan pada hatimu siapa yang benar-benar kamu cintai di antara mereka berdua, jangan menyakiti salah satunya. Kalau aku menjadi kamu tentu aku akan mengambil jalan tengah untuk tidak memilih salah diantaran
Mengubur kenangan yang penuh luka dan air mata. Berharap tempat yang baru memberikan kenangan yang indah tidak peduli seberapa kerasnya jalan di depan, baginya menjauh dan membuka lembaran baru adalah hal yang paling di inginkan.Gisella, gadis cantik yang kini berusaha menutup lembaran lama, namun sebelum pergi jauh ia memilih untuk datang ke suatu tempat yang sudah lama tidak ia kunjung.Di sana semuanya terkubur, usahanya untuk memulai yang baru kala itu kandas. Bohong jika Gisella tidak sakit hati namun dia pandai menyembunyikan di balik ekspresi wajah tenangnya."Ayah, aku kalah lagi. Aku egois, ingin meminta yang tidak bisa di lakukannya. Bagaimana kabar ayah di sana? Aku juga baik-baik saja di sini ayah. Setelah ini aku akan jarang datang mungkin tidak datang lagi, tapi doa untukmu tetap mengalir ayah. Selamat tinggal ayah, maafkan aku yang sudah berbohong, rumah kita akan aku titipkan pada orang lain. Agar kelak saat aku merindukan ayah, rumah itu masih ada. Aku sayang ayah,"
Ucapan selamat ulang tahun dan beberapa nyanyian terdengar begitu meriah, Alaric terkejut melihat sekeliling yang penuh dengan karyawan dan asisten pribadinya pun berada diantara mereka. Yang lebih mengejutkan lagi adalah kedua orang tuanya yang tiba-tiba mendekatinya dengan kue di depannya bahkan Jarvis orang kedua yang menyambut kedatangan Alaric.Secara pergantian mereka memberikan ucapan pada Alaric sebelum mereka makan siang bersama. "Terima kasih, sayang. Kerjasama kalian luar biasa. Dan kamu Beni, pantas saja sejak pagi kamu selalu menghindar begitu banyak alasan agar bisa menjauh dariku ternyata hari ini kamu lebih berpihak pada istriku daripada tuanmu sendiri." Kesal Alaric, yang sejak pagi mengerjakan semua tugasnya sendiri bahkan ponsel pribadi Beni pun sulit dihubungi. "Maafkan saya, tuan. Tapi ini sudah kami rencanakan sejak lama," "Sudah, sekarang kita makan. Hari ini kalian bebas untuk makan, jika ada yang mau bawa pulang? Silahkan bungkus untuk keluarga di rumah. Ja