“Berhentilah mengatakan jika kau beban dalam hidupku, Ahsley. Kau adalah adikku. Satu-satunya keluarga yang kumiliki. Aku tidak pernah menganggapmu sebagai beban. Aku menganggapmu sebagai penyemangatku. Karena kau sangat berharga untukku, Ashley.”
~ Sienna Milligan ~
* * * * *
Sienna berdiri di ruang ganti dengan mengenakan gaun pengantin tea-length berwarna putih. Gaun berbahan sutra yang dipadukan dengan brokat putih di bagian atasnya tampak begitu cantik. Lengan gaun sepanjang sikunya menutupi sebagian kulitnya yang pucat. Sienna memandangi pantulan dirinya di cermin.
Kebanyakan wanita mengidam-idamkan gaun pengantin dengan ekor yang panjang. Terlihat begitu mewah dan menawan. Tapi tidak bagi Sienna. Wanita itu memilih gaun sederhana yang tetap membuatnya terlihat sangat cantik.
Setelah seorang pegawai butik itu membantu Sienna mengenakannya, wanita itu membuka tirai kamar ganti. Sienna berbalik untuk memperlihatkan gaun itu kepada Neil. Pria yang sedang duduk di kursi memainkan ponselnya itu langsung mendongak. Neil berdiri dengan mulut terbuka karena terpesona melihat kecantikan Sienna.
“Kau tampak sangat menakjubkan, Sienna.” Puji Neil.
“Kupikir gaun ini sederhana dan cantik. Membuatku bisa bergerak bebas. Bagaimana menurutmu, Neil?”
Pria itu menganggukkan kepalanya. “Aku setuju. Setidaknya kau gak akan jatuh tersandung ekor gaunmu.”
Neil dan Sienna tertawa membayangkan adegan itu. Namun tawa Sienna lenyap ketika tatapannya tertuju keluar jendela kaca besar. Sekilas dia melihat Liam berdiri di seberang jalan. Tapi ketika Sienna menajamkan tatapannya, bayangan Liam lenyap. Wanita itu bertanya-tanya apakah benar pria yang dilihatnya tadi adalah Liam? Mungkin saja pria yang memiliki postur tubuh seperti Liam.
“Kau lihat apa, Sienna?” tanya Neil melihat keluar jendela untuk mengetahui apa yang membuat Sienna begitu penasaran dengan luar jendela.
Sienna kembali memusatkan perhatian pada Neil. Kemudian wanita itu menggelengkan kepalanya. “Tidak. Bukan apa-apa.”
Neil melihat kembali ke arah ponselnya. Lalu dia menatap Sienna kembali. “Sienna, maafkan aku. Sepertinya aku tidak bisa mengantarkanmu pulang. Aku harus bertemu dengan seseorang yang ingin membeli lukisanku. Aku akan memesankan taksi untukmu, jika kau mau.”
Sienna menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu, Neil. Aku bukan anak kecil yang tergantung padamu untuk pulang ke rumah. Aku bisa pulang sendiri.”
“Tapi terkadang kau bisa membuatku khawatir seperti anak kecil.” Neil terkekeh.
“Kau sendiri yang berlebihan.” Sienna menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Kalau begitu aku pergi dulu. Sampai jumpa nanti, Sienna.” Neil memeluk Sienna yang masih mengenakan gaun pengantin.
“Kabari aku soal lukisanmu.” Ucap Sienna melepaskan pelukan Neil.
Pria itu menganggukkan kepalanya. “Aku pasti akan segera menelponmu jika lukisan itu terjual. Bye.”
Sienna melambaikan tangannya. “Bye.”
Neil bergegas pergi keluar. Sienna melihat pria itu masuk ke dalam mobilnya sebelum akhirnya mobil itu melesat pergi. Namun bukan Neil yang memenuhi pikiran Sienna. Tapi Liam. Bayangan Liam yang dilihatnya tadi masih saja mengusik pikiran wanita itu.
* * * * *
Sienna mengambil buket bunga mawar kuning yang dicampur dengan bunga anyelir pink serta bunga baby’s breath sebagai pelengkapnya. Disatukan dengan kertas fancy klasik berwarna pink dengan pita merah yang semakin mempercantik buket bunga itu. Sienna memberikan buket bunga itu kepada seorang wanita paruh baya yang sudah memesan buket itu seminggu yang lalu.
“Ini buket bungamu, Mrs. Dawson.” Sienna menyunggingkan senyuman ramah.
Amelia Dawson, wanita dengan rambut merah gelap sebahu itu mengambil buket bunga yang diserahkan Sienna. Tampak senyuman kepuasan muncul di wajah wanita itu.
“Buket bunga ini cantik sekali, Sienna. Kau memang pintar membuatnya.” Amelia mengamati buket bunga yang dirangkai oleh Sienna.
“Terimakasih, Mrs. Dawson. Senang mendengar kau menyukainya.”
Amelia menatap Sienna. “Tentu saja aku menyukainya. Oh, ya. Kudengar kau akan menikah. Aku ucapkan selamat untukmu, Sienna.”
“Sepertinya aku tidak bisa menyembunyikan rahasia di kota ini.”
Amelia tertawa mendengar ucapan Sienna. “Kau tidak akan bisa menyembunyikan rahasia sekecil semut di sini, Sienna. Jadi sebaiknya kau terbiasa dengan hal itu.”
“Akan kulakukan saranmu, Mrs. Dawson.”
“Jadi setelah menikah kau akan berbulan madu?” tanya Amelia penasaran.
Sienna menganggukkan kepalanya. “Tentu saja, Mrs. Dawson. Karena itu selama seminggu aku akan menutup tokoku.”
“Kau harus menikmati liburanmu. Aku pasti akan merindukan bunga-bunga cantikmu, Sienna.”
“Dan aku akan merindukan kau datang kembali, Mrs, Dawson.”
Amelia tertawa mendengar ucapan Sienna. “Aku pasti akan datang kembali, Sienna sayang. Tidak akan ada yang menolak bunga cantikmu. Sampai jumpa lagi.”
Sienna melambaikan tangannya. “Sampai jumpa lagi, Mrs. Dawson.”
Setelah Amelia pergi, Sienna kembali mengerjakan pesanan bunga yang lain. Namun saat merasakan ada yang mengawasinya, Sienna mendongak dan melihat keluar jendela. Sayangnya dia hanya melihat beberapa orang berlalu lalang. Sienna menggelengkan kepalanya dan berpikir jika itu hanya perasaannya saja. Dia pun kembali melanjutkan pekerjaannya.
* * * * *
Sienna duduk di sebuah kursi. Di hadapannya ada dinding kaca yang membatasi dirinya dengan kursi yang disediakan di hadapannya. Tatapan Sienna beralih pada seorang wanita bertubuh kurus yang berjalan menghampiri kursi di hadapan Sienna. Bibir Sienna menyunggingkan senyuman saat adiknya duduk di kursi dan membalas senyumannya. Sienna senang melihat kondisi Ashley yang jauh lebih baik. Dulu saat pertama kali Ashley masuk dalam pusat rehabilitasi narkoba, tubuhnya lebih kurus lagi. Tapi sekarang tubuh adiknya kembali berisi. Hal itu membuat Sienna merasa lega.
“Bagaimana kondisimu?” tanya Sienna.
“Semakin membaik. Banyak kegiatan yang kulakukan di sini. Tapi aku suka sekali melukis.” Cerita Ashley, wanita dengan rambut pirang pendek.
“Sepertinya aku perlu mengirim Neil untuk mengajarimu melukis.”
Ashley tersenyum mendengarnya. “Boleh juga. Jadi bagaimana rencana pernikahannya?”
“Berjalan lancar. Tadi pagi aku mencoba gaun pengantinnya.” Sienna mengambil ponsel dari dalam tas dan membuka foto dirinya mengenakan gaun pengantin. Kemudian menunjukkan foto itu kepada adiknya yang lebih muda tiga tahun darinya.
Mata hijau gelap Ashley tampak berbinar melihat foto kakaknya. “Cantik sekali, Sienna. Gaun itu cocok sekali denganmu.”
Sienna menganggukkan kepalanya. “Aku juga berpikir seperti itu. Sayang sekali kau tidak bisa menghadiri pernikahanku.”
Ashley tersenyum berusaha meyakinkan sang kakak. “Jangan bersedih, Sienna. Melihatmu bahagia, aku sudah senang. Selama ini aku selalu menjadi beban dalam hidupmu, Karena itu saat kau mengatakan akan menikah dengan Neil, aku turut senang.”
Sienna menggelengkan kepalanya. “Berhentilah mengatakan jika kau beban dalam hidupku, Ahsley. Kau adalah adikku. Satu-satunya keluarga yang kumiliki. Aku tidak pernah menganggapmu sebagai beban. Aku menganggapmu sebagai penyemangatku. Karena kau sangat berharga untukku, Ashley.”
Ashley tidak bisa menahan air matanya. Sehingga air mata itu jatuh membasahi pipinya yang diselimuti kulit putih pucat. Segera Ashley menghapusnya. Ingin Sekali Sienna memeluk sang adik. Namun sayangnya dia tidak bisa melakukan karena kebijakan pusat rehabilitasi yang merawat Ashley.
“Aku menyayangimu, Sienna.” Mata hijau gelap Ahsley menatap sang kakak penuh dengan cinta. Begitu juga dengan Sienna.
“Aku juga menyayangimu, Ashley. Kau harus berjuang untuk bisa keluar dari sini. Aku rindu untuk memelukmu.”
Ashley menganggukkan kepalanya. “Aku juga merindukanmu, Sienna. Aku berjanji akan menjalani kehidupan yang jauh lebih baik setelah keluar dari tempat ini.”
Sienna tersenyum mendengar semangat adiknya. “Aku pasti menantikan hal itu.”
“Apa kau dan Neil sudah memikirkan akan bulan madu ke mana?”
“Aku dan Neil memutuskan untuk tidak pergi jauh. Mungkin kami akan ke Gastown.”
“Kau harus menceritakan liburan kalian nanti. Dan jangan lupa oleh-oleh untukku.”
Sienna menganggukkan kepalanya. “Aku pasti tidak akan lupa membelikan oleh-oleh untukmu.”
“Waktu kunjungan berakhir.” Seorang petugas memperingatkan Sienna dan Ashley yang tampak asyik mengobrol.
“Aku akan kembali lagi setelah pernikahanku. Aku akan menceritakannya padamu.” Ucap Sienna memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas dan bersiap meninggalkan tempat itu.
“Aku akan menunggumu, Sienna. Dan satu lagi. Meskipun masih belum, tapi aku takut tidak sempat mengucapkannya padamu. Selamat untuk pernikahanmu.”
Kedua bibir Sienna melengkung membentuk senyuman. “Terimakasih, Ashley. Aku menyayangimu.”
“Aku juga menyayangimu, Sienna.”
Akhirnya petugas membawa Ashley keluar dari ruang kunjungan. Sienna menghela nafas berat. Dia ingin sang adik segera bebas sehingga mereka bisa berkumpul lagi seperti dulu. Setelah adiknya pergi, Sienna pun beranjak pergi. Dia merasa lelah dan ingin sekali menikmati ranjangnya yang empuk.
* * * * *
Sienna turun dari bus dengan tas tangan abu-abu tersampir di bahunya. Dia berjalan menyusuri pinggir jalan memasuki kawasan perumahan yang terletak di pinggir kota. Meskipun harus menempuh waktu satu jam menuju kota dengan menggunakan transportasi umum, tapi bagi Sienna itu jauh lebih baik. Karena membutuhkan uang yang banyak untuk bisa membeli rumah di tengah kota. Tapi berkat kerja kerasnya, wanita itu berhasil membeli rumah miliknya sendiri.
Sienna berbelok di ujung jalan. Dari sana dia bisa melihat rumahnya dengan cat abu-abu muda. Namun langkah Sienna tiba-tiba berhenti. Dia merasakan ada seseorang yang mengikutinya. Wanita itu berbalik untuk mencari tahu siapa yang mengikutinya. Sayangnya tidak ada seorangpun di sekitarnya. Sienna memicingkan mata untuk menajamkan penglihatannya. Tetap saja dia tidak melihat siapapun. Sienna tidak pernah merasa terancam seperti ini.
Akhirnya wanita itu memutuskan untuk mempercepat langkahnya. Dia bahkan terus menerus menoleh ke belakang agar tahu apakah ada yang mengikutinya. Sampai di depan gerbang rumahnya, Sienna masih belum kunjung melihat siapa yang mengikutinya. Dia segera membuka gerbang rumahnya dan bergegas masuk. Wanita itu berharap kejadian itu hanya perasaannya saja.
* * * * *
Hal tak terduga bisa saja terjadi.Bahkan di saat kita lengah sekalipun.* * * * *Sienna berdiri di depan cermin yang nyaris setinggi tubuhnya. Terlihat pantulan dirinya yang mengenakan gaun pengantin. Di tangannya sudah ada posy bouquet yang berisi bunga mawar putih dan bunga peony berwarna orange lembut. Perpaduan bunga yang sangat cantik. Sienna menyiapkan sendiri buket bunganya.Rambut wanita itu sudah digelung di belakang kepalanya. Dia juga mengenakan sudah mengenakan veil yang menutupi wajahnya. Wajah wanita itu juga sudah diberi riasan yang membuat penampilan Sienna semakin sempurna.Dia meraih ponsel dan menghidupkannya untuk melihat jam. Tinggal beberapa menit sebelum akhirnya dia akan keluar da
“Uang memang penting. Tapi uang bukanlah segalanya. Uang tidak bisa membeli kepercayaan yang tulus.”~ Sienna Milligan ~* * * * *“Mengapa kau menculikku, Liam?” tanya Sienna dengan tatapan yang tak lepas dari pria itu.Meskipun Liam tidak mengenakan tuxedo, tapi pria itu tetap menawan mengenakan setelan abu-abu dengan kemeja hitam. Sienna menahan dirinya sendiri untuk tidak jatuh dalam pesona Liam. Saat ini dia tahu Liam menculiknya. Artinya Liam bukanlah pria yang baik.Pria itu menghampiri Sienna yang masih berdiri mematung. Di tangannya memegang tas hitam yang kemudian diletakkan di atas meja. Liam membuka tas itu sehingga menampilkan uang dalam jumlah yang banyak. Kemudian pria itu menatap Sienna. Wanita itu melihat uang itu sekilas dan kembali menatap Liam.“Uang ini akan menjadi milikmu jika kau mau meninggalkan Neil dan membatalkan pernikahan kalian.” Ucap Liam penuh dengan keangkuha
Ketika ketakutan itu datang, dia akan merampas keberanian.Menggentarkan hati,menciptakan kegelapan.Tidak mudah menghadapi, tidak mudah melawan.Bahkan terkadang waktu tak bisa berbuat apapun.* * * * *“Miss Milligan, kau baik-baik saja?” tanya Liam hendak mendekati Sienna yang duduk di atas ranjang dengan kedua tangan memeluk kedua lututnya.“JANGAN SENTUH AKU!” Teriak Sienna dengan histeris.
Hiduplah walau tanpa semerbakBerkumpulan menjadi satuMenjadi setangkai yang anggunBerdirilah dengan ikhlasDi antara padang rerumputanTemuilah sang anginDan bercengkrama bersamanya* * * * *Keesokan harinya, Sienna berdiri di jendela kamarn
Masa lalu membentuk masa sekarang Baik atau buruk masa lalu, Pasti akan membuat perubahan di masa sekarang. * * * * * Liam menghentikan mobilnya di depan rumahnya. Dia mematikan mesin mobilnya. Tapi pria itu masih belum berniat turun dari mobilnya. Pikirannya membuat pria itu tertahan. Liam masih memikirkan ucapan Stanley saat di kantor tadi. Ketakutan? Kupikir dia mungkin memiliki masa lalu yang buruk hingga membuatnya trauma. “Trauma? Sebenarnya trauma apa yang dialami wanita itu?” Liam bertanya-tanya dengan penasaran. Lalu pria itu mengambil sebuah map yang tergeletak d
Ketika amarah meledak, Hanya kelembutan yang mampu melunakkannya. * * * * * “Jangan samakan aku dengan masa lalumu, Mr. Colbert. Tidak semua wanita tergiur dengan uang yang kau miliki.” Ucapan Sienna menghantam keras hati Liam. Wanita itu mengetahui jika kebencian di mata Liam bukan ditujukan untuk wanita itu. Tapi untuk orang lain. Seketika bayangan masa lalu berkelebat dalam pikirannya. Amarah pun menyebar dalam hati Liam. Pria itu meletakkan kedua tangannya mengunci Sienna diantara tubuhnya dan dinding. Matanya berkilat karena amarah. “Kau tidak tahu apapun tentang masa laluku.”
Sulit menjaga rahasia orang lain. Banyak godaan yang akan membuat mulut terasa gatal. Namun rasa kesetiaan yang membuat seseorang menjaga rahasia itu * * * * * Seminggu berlalu, namun Sienna masih berpegang teguh pada pendiriannya. Dia sama sekali tidak menyentuh uang Liam di brankas atau mengatakan pada pria itu jika dia mau menerima tawaran uang dalam jumlah besar yang ditawarkan pria itu. Bahkan wanita itu sepertinya tidak tertekan tinggal di mansion Liam. Dia begitu dekat dengan para pekerja yang ada di dalam mansion Liam. Wanita itu seakan menganggap rumah itu adalah rumah untuknya. Bukan sebuah penjara seperti yang direncanakan oleh Liam.
Kesetiaan membutuhkan kepercayaan. Kepercayaan berlaku dua arah. Ketika salah satu hancur, maka kesetiaan itu hancur. Ketika berjalan dua arah, maka akan menjadi kuat. * * * * * “Mengapa kau menyembunyikan fakta bahwa Neil adalah gay?” Pertanyaan Liam membuat tubuh Sienna membeku di tempat. Seolah-olah rahasia yang disimpan dalam kotak pikirannya dihancurkan dengan paksa. “Ba-bagaimana kau tahu soal itu?” tanya Sienna terkejut. Liam melepaskan kedua tangannya yang berada di bahu Sienna. Kemudian dia melangkah mundur untuk me