Hal tak terduga bisa saja terjadi.
Bahkan di saat kita lengah sekalipun.
* * * * *
Sienna berdiri di depan cermin yang nyaris setinggi tubuhnya. Terlihat pantulan dirinya yang mengenakan gaun pengantin. Di tangannya sudah ada posy bouquet yang berisi bunga mawar putih dan bunga peony berwarna orange lembut. Perpaduan bunga yang sangat cantik. Sienna menyiapkan sendiri buket bunganya.
Rambut wanita itu sudah digelung di belakang kepalanya. Dia juga mengenakan sudah mengenakan veil yang menutupi wajahnya. Wajah wanita itu juga sudah diberi riasan yang membuat penampilan Sienna semakin sempurna.
Dia meraih ponsel dan menghidupkannya untuk melihat jam. Tinggal beberapa menit sebelum akhirnya dia akan keluar dan masuk ke dalam gereja. Dia akan segera mengucapkan janji pernikahan dan akan resmi menjadi pengantin Neil Elliot. Hal itu membuat Sienna menjadi gugup. Tapi dia sama sekali tidak ragu untuk melangkah menuju altar.
Tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Sienna menoleh. Dian melihat lima orang berpakain setelan hitam berjalan masuk. Sienna tampak bingung melihat mereka.
“Siapa kalian? Apa yang kalian lakukan di sini?” tanya Sienna.
Namun bukannya menjawab pertanyaan Sienna, dua orang pria menghampiri wanita itu. Menahan kedua lengannya dan menariknya pergi. Seketika buket bunganya terjatuh ke lantai. Sienna yang ketakutan berusaha meronta membebaskan diri dari kedua pria itu.
“Lepaskan aku! Kalian mau membawaku kemana?” tanya Sienna yang masih tidak mengerti situasi apa yang dia hadapi.
“Kami hanya diperintahkan untuk membawa anda, Nona.” Ucap seorang pria yang terlihat seperti pemimpin mereka. Segera dua orang pria lainnya berjalan keluar untuk memeriksa keadaan. Sedangkan dua orang pria yang menggenggam tangan Sienna menarik paksa wanita itu keluar dari ruangan itu. Sienna semakin takut karena tak bisa melawan mereka. Bahkan ketika dia berusaha meronta, kedua pria itu semakin erat memegang tangannya hingga Sienna merasakan kesakitan. Ponsel di tangan Sienna pun terjatuh ke lantai tepat ketika mereka berhasil melewati pintu ruangan itu.
“TOLO... Hmm...” Sienna yang hendak berteriak, langsung dibekap dengan sapu tangan oleh seorang pria yang berada di belakang tubuhnya.
Dengan gerakan cepat mereka mengangkat tubuh Sienna dan membawanya pergi keluar dari gereja. Di luar gereja, terlihat mobil van hitam sudah menunggu mereka. Pintu mobil sudah dibuka oleh dua orang pria yang sudah berjalan lebih dahulu. Mereka memasukkan Sienna ke dalam mobil itu.
Sienna yang tidak mau dibawa oleh kelima orang itu berusaha turun dari mobil. Tapi seorang pria menahan kedua bahu Sienna. Tatapan pria dengan rambut coklat muda itu tampak begitu dingin.
“Jangan membuatku terpaksa berlaku kasar padamu, Nona. Asalkan kau tidak melawan, kami tidak akan menyakitimu.” Ancam pria itu.
Tidak akan menyakitiku? Mereka bahkan sudah menyakitiku. Bagaimana aku bisa percaya pada mereka? Tanya Sienna dalam hati.
Karena wanita itu tidak bisa membebaskan diri, hanya bisa berdoa agar Tuhan menyelamatkannya. Dia berharap Tuhan menuntun Neil agar calon suaminya bisa menolongnya.
* * * * *
Neil yang berdiri di altar dengan mengenakan tuxedo hitam tampak gusar. Dia tak henti-hentinya melihat ke arah pintu gereja. Pasalnya ini sudah lima belas menit dari jam yang seharusnya di mana pengantin wanita berjalan memasuki gereja. Dia sudah meminta seseorang untuk memeriksanya. Tapi orang itu belum kunjung kembali.
Sebuah tepukan lembut di bahunya membuat pria itu menoleh. Seorang pendeta yang hendak memberkati pernikahan mereka memberikan senyuman lembut berusaha untuk menenangkan Neil.
“Jangan cemas, calon istrimu pasti sedang gugup. Hal itu biasa terjadi pada pengantin wanita.” Pendeta itu berusaha menenangkan hati Neil.
Sayangnya Neil sudah mengenal Sienna. Dia sangat yakin Sienna tidak mungkin gugup. Tapi Neil hanya berusaha tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
“Terimakasih, Pendeta.”
Neil berusaha tenang dan berpikir positif. Lalu dia melihat pria berambut hitam ikal yang dia minta untuk mengecek Sienna berjalan menghampirinya. Melihat ekspresi gusar di wajah pria itu, membuat rasa cemas Neil semakin bertambah.
“Bagaimana? Apakah kau menemukan Sienna?” tanya Neil ketika pria itu berdiri di hadapannya.
“Maafkan aku, Mr. Elliot. Tapi calon istri anda tidak ada di ruangannya.” Sesal pria itu.
“Maksudmu, Sienna pergi?”
“Aku tidak tahu. Tapi keadaan ruangan itu sedikit kacau. Dan aku menemukan ponselnya tergeletak di luar pintu.” Pria itu memberikan ponsel Sienna kepada Neil.
Sang pengantin pria meraih ponsel itu dan menyalakannya. Dia bisa melihat foto Sienna dengan Ashley yang diambil beberapa tahun yang lalu muncul di layar ponselnya. Meyakinkan Neil jika ponsel itu memang milik Sienna.
Sebenarnya apa yang terjadi? Ke mana Sienna pergi? Tanya Neil dalam hati.
Pria itu perlu memeriksanya sendiri untuk lebih yakin. Dia menoleh pada sang pendeta dengan ekspresi penuh penyesalan.
“Maafkan aku, Pendeta. Kupikir pemberkatan pernikahan harus dibatalkan.” Ucap Neil tampak murung.
“Aku sudah mendengarnya, Nak. Aku rasa calon pengantinmu tidak kabur atas niatnya sendiri. Dia tidak mungkin meninggalkan ponselnya jika mau kabur, bukan? Kau tidak perlu mengkhawatirkan semua tamu. Aku akan mengurusnya. Kau carilah dia.”
Neil menganggukkan kepalanya. “Terimakasih banyak, Pendeta.”
Segera Neil turun dari altar dan berlari keluar ruang ibadah. Berbagai pertanyaan muncul di pikiran Neil. Siapa yang melakukan hal ini? Apa maksud orang itu membawa pergi Sienna?
Membawa pergi?
Seketika tubuh Neil menegang saat sebuah pemikiran muncul. Jika ruangan sedikit berantakan, maka Sienna pasti dibawa pergi oleh seseorang. Saat Neil sampai di ruang ganti khusus pengantin wanita, dia bisa melihat ucapan pria berambut hitam ikal tadi memang benar. Ruangan itu sedikit berantakan. Meja dan kursi bergeser tidak rapi. Neil berjalan masuk dan menyusuri ruangan itu dengan matanya. Tatapannya tertumbuk pada buket bunga Sienna yang tergeletak di lantai. Neil berlutut untuk mengambil buket bunga itu.
Neil tahu Sienna sangat menyukai bunga. Wanita itu tidak akan membiarkan bunga di depan matanya jatuh ke lantai dan kotor. Hal ini meyakinkan Neil jika Sienna pasti dibawa pergi. Segera pria itu meninggalkan ruangan itu dan menuruti ucapan sang Pendeta. Yaitu mencari Sienna.
* * * * *
Sienna berjalan dengan mata tertutup dan mulut yang dibungkam. Kedua pria yang memegang lengannya menuntun langkah wanita itu. Sienna tidak mendengar suara apapun selain langkah kaki mereka. Dia bertanya-tanya akan dibawa kemana.
Kedua pria yang memegang lengan Sienna menghentikan langkah wanita itu. Mereka membuka kain yang menutupi mata dan mulut wanita itu. Saat itulah Sienna bisa melihat dirinya berada di sebuah kamar besar dan mewah. Kamar itu memiliki desain tradisional yang tampak klasik. Perabotan kayu bernuansa coklat gelap menambah kesan mewah kamar itu.
Sienna berbalik dan melihat kedua pria itu berjalan keluar kamar. Dia berlari menghampiri pintu itu. Sayangnya ketika tangan Sienna hendak membukanya pintu itu sudah dikunci dari luar. Tak kehilangan akal, Sienna berlari menuju jendela. Namun jendela itu tidak bisa dibuka. Jendela itu sengaja ditutup dari luar seakan sang pemilik rumah sudah mempersiapkan kamar itu untuk menyekap Sienna. Wanita itu bertanya-tanya siapa yang melakukan ini. Dari jendela itu, Sienna bisa melihat dirinya berada di lantai sebuah mansion yang kelihatannya besar dan mewah. Tatapan wanita itu tertuju pada taman bunga yang cantik yang berada di dekat kolam renang.
Saat sedang menikmati pemandangan bunga yang indah itu, Sienna dikejutkan dengan suara pintu terbuka. Wanita itu berbalik untuk melihat siapa yang telah menculiknya. Tubuh Sienna membeku melihat Liam berjalan masuk. Bibirnya melengkung membentuk senyuman. Namun saat menyadari Liam adalah orang yang telah menculiknya, membuat senyuman itu lenyap.
“Jadi kau menculikku?” tanya Sienna memasang sikap waspada.
Liam menganggukkan kepalanya dan tersenyum sinis. “Benar, Sienna. Aku yang telah menculikmu. Seperti yang kukatakan, kita pasti akan bertemu kembali.”
* * * * *
“Uang memang penting. Tapi uang bukanlah segalanya. Uang tidak bisa membeli kepercayaan yang tulus.”~ Sienna Milligan ~* * * * *“Mengapa kau menculikku, Liam?” tanya Sienna dengan tatapan yang tak lepas dari pria itu.Meskipun Liam tidak mengenakan tuxedo, tapi pria itu tetap menawan mengenakan setelan abu-abu dengan kemeja hitam. Sienna menahan dirinya sendiri untuk tidak jatuh dalam pesona Liam. Saat ini dia tahu Liam menculiknya. Artinya Liam bukanlah pria yang baik.Pria itu menghampiri Sienna yang masih berdiri mematung. Di tangannya memegang tas hitam yang kemudian diletakkan di atas meja. Liam membuka tas itu sehingga menampilkan uang dalam jumlah yang banyak. Kemudian pria itu menatap Sienna. Wanita itu melihat uang itu sekilas dan kembali menatap Liam.“Uang ini akan menjadi milikmu jika kau mau meninggalkan Neil dan membatalkan pernikahan kalian.” Ucap Liam penuh dengan keangkuha
Ketika ketakutan itu datang, dia akan merampas keberanian.Menggentarkan hati,menciptakan kegelapan.Tidak mudah menghadapi, tidak mudah melawan.Bahkan terkadang waktu tak bisa berbuat apapun.* * * * *“Miss Milligan, kau baik-baik saja?” tanya Liam hendak mendekati Sienna yang duduk di atas ranjang dengan kedua tangan memeluk kedua lututnya.“JANGAN SENTUH AKU!” Teriak Sienna dengan histeris.
Hiduplah walau tanpa semerbakBerkumpulan menjadi satuMenjadi setangkai yang anggunBerdirilah dengan ikhlasDi antara padang rerumputanTemuilah sang anginDan bercengkrama bersamanya* * * * *Keesokan harinya, Sienna berdiri di jendela kamarn
Masa lalu membentuk masa sekarang Baik atau buruk masa lalu, Pasti akan membuat perubahan di masa sekarang. * * * * * Liam menghentikan mobilnya di depan rumahnya. Dia mematikan mesin mobilnya. Tapi pria itu masih belum berniat turun dari mobilnya. Pikirannya membuat pria itu tertahan. Liam masih memikirkan ucapan Stanley saat di kantor tadi. Ketakutan? Kupikir dia mungkin memiliki masa lalu yang buruk hingga membuatnya trauma. “Trauma? Sebenarnya trauma apa yang dialami wanita itu?” Liam bertanya-tanya dengan penasaran. Lalu pria itu mengambil sebuah map yang tergeletak d
Ketika amarah meledak, Hanya kelembutan yang mampu melunakkannya. * * * * * “Jangan samakan aku dengan masa lalumu, Mr. Colbert. Tidak semua wanita tergiur dengan uang yang kau miliki.” Ucapan Sienna menghantam keras hati Liam. Wanita itu mengetahui jika kebencian di mata Liam bukan ditujukan untuk wanita itu. Tapi untuk orang lain. Seketika bayangan masa lalu berkelebat dalam pikirannya. Amarah pun menyebar dalam hati Liam. Pria itu meletakkan kedua tangannya mengunci Sienna diantara tubuhnya dan dinding. Matanya berkilat karena amarah. “Kau tidak tahu apapun tentang masa laluku.”
Sulit menjaga rahasia orang lain. Banyak godaan yang akan membuat mulut terasa gatal. Namun rasa kesetiaan yang membuat seseorang menjaga rahasia itu * * * * * Seminggu berlalu, namun Sienna masih berpegang teguh pada pendiriannya. Dia sama sekali tidak menyentuh uang Liam di brankas atau mengatakan pada pria itu jika dia mau menerima tawaran uang dalam jumlah besar yang ditawarkan pria itu. Bahkan wanita itu sepertinya tidak tertekan tinggal di mansion Liam. Dia begitu dekat dengan para pekerja yang ada di dalam mansion Liam. Wanita itu seakan menganggap rumah itu adalah rumah untuknya. Bukan sebuah penjara seperti yang direncanakan oleh Liam.
Kesetiaan membutuhkan kepercayaan. Kepercayaan berlaku dua arah. Ketika salah satu hancur, maka kesetiaan itu hancur. Ketika berjalan dua arah, maka akan menjadi kuat. * * * * * “Mengapa kau menyembunyikan fakta bahwa Neil adalah gay?” Pertanyaan Liam membuat tubuh Sienna membeku di tempat. Seolah-olah rahasia yang disimpan dalam kotak pikirannya dihancurkan dengan paksa. “Ba-bagaimana kau tahu soal itu?” tanya Sienna terkejut. Liam melepaskan kedua tangannya yang berada di bahu Sienna. Kemudian dia melangkah mundur untuk me
“Jangan pesimis seperti itu, Sienna. Tuhan menciptakan makhluk hidup secara berpasangan. Dan aku yakin Tuhan pasti juga memberikan pasangan yang akan mencintaimu apa adanya, Sienna. Hanya butuh waktu untuk bertemu dengannya.” * * * * * Matahari muncul untuk menggantikan peran bulan dan bintang. Langit menjadi terang menyinari kota Vancouver. Seperti biasanya Liam selalu menikmati sarapan sebelum berangkat bekerja. Namun ada yang berbeda pagi itu. Jika seminggu kemarin Liam ditemani oleh Sienna menikmati sarapannya, sekarang pria itu harus sendirian. Iris hazelnya menatap kursi kosong yang berada di dekatnya. Rasanya begitu aneh untuk Liam. Sebelum dia menculik Sienna, Liam terbiasa dengan kesendiriannya. Namun sekarang rasanya berbeda. Dia merasa begitu hampa. Hatinya begitu