"Clak... elak... elak!"
Dari pinggiran roda kereta mendadak mencuat sinar putih menyilaukan, menyambar wajah Maithatarun, membutakan pemandangannya. Luar biasanya cuatan sinar menyilaukan itu juga menyambar ke arah mata semua orang yang ada di atas atap. Sebelum sinar menyilaukan itu sempat membutakan pemandangan mereka keempat orang di atas atap telah lebih dulu bergerak.
"Celaka! Aku tidak bisa mengangkat dua kakiku!" teriak Maithatarun.
Lalu "traannggg!" Kaki batunya sebelah kiri dihantam benda keras tajam berkilat hingga terbelah dua. Pateleng buka mulutnya lebar-lebar lalu semburkan asap merah ke arah Bintang dan kawan-kawannya. Tangan kanannya ikut bergerak menghantam. Selarik sinar hijau menderu ke arah tiga sasaran yakni, Bintang, Bayu dan Arya. Inilah ilmu kesaktian yang disebut Jin Hijau Penjungkir Roh. Siapa saja yang terkena akan menemui ajal dengan tubuh hijau meleleh seperti lumpur!
Walau semua itu terjadi dengan cepat namun Bintang sempat m
"Cerdik dan keji!" ujar Bintang sambil geleng-geleng kepala. ”Yang aku belum mengerti mengapa Jin Muka Seribu melakukan kegilaan itu! Apa sebenarnya yang dicari bangsat kepala dua itu? Senjata sakti mandraguna...?" Sambil geleng-geleng kepala Bintang ambil satu kepingan baja putih dari reruntuhan roda lonceng lalu melangkah mendapatkan Maithatarun untuk memperlihatkan lempengan benda maut itu.Namun langkah sang pendekar terhenti ketika tiba-tiba seorang kakek berpakaian ungu gelap penuh debu. Entah dari mana munculnya tahu-tahu sudah berada di tengah lapangan. Melangkah perlahan mendekati Maithatarun yang masih terduduk di tanah, didampingi Bayu, Ruhsantini dan Arya.Kakek tak dikenal itu berhenti di hadapan Maithatarun, sesaat menatap wajah Jin Kaki Batu itu lalu setelah melirik pada sepasang kaki batu Maithatarun dia berkata."Puluhan hari aku habisi untuk melakukan perjalanan ini. Ternyata tidak sia-sia. Hai, apakah kau orang yang bernama Maithatarun,
PAHAMBALANG lari laksana dikejar setan. Walau sekujur tubuhnya telah mandi keringat dan tenaganya hampir terkuras namun dia lari terus. Dalam dukungannya terbujur sosok Ruhmintari yang telah jadi mayat, mulai kaku dan dingin. Walau telah berkurang namun masih ada darah yang mengucur dari luka besar di perut perempuan malang ini.Di satu kawasan bebukitan berbatu-batu, Pahambalang mulai terhuyung. Nafasnya menyengat panas di tenggorokan dan dadanya menggemuruh sesak. Dalam keadaan seperti itu dia masih juga terus berlari. Puncak bukit! Dia berusaha mencapai puncak bukit batu itu! Tapi ketika satu tonjolan batu menyandung kaki kirinya, tak ampun lagi Pahambalang terguling jatuh. Dengan sosok istrinya masih dalam dukungan, lelaki ini menggelinding belasan tombak ke bawah bukit lalu terhampar di samping sebuah batu besar.Pahambalang mengerang pendek lalu bangkit dan duduk. Mayat istrinya diletakkan di pangkuan. Dia memandang berkeliling. "Ruhmintari istriku! Di mana aku j
PULUHAN tahun berlalu setelah peristiwa Pahambalang dan terjadinya kegegeran di Negeri Atas Langit. Di tikungan sungai yang penuh dengan semak belukar, hampir tersamar mendekam seorang berpakaian serba hitam. Wajahnya dilumuri lumpur dan diberi jelaga hitam. Dari keseluruhan mukanya hanya bagian sekitar sepasang bola matanya saja yang masih kelihatan putih. Orang ini tidak putus-putusnya memandang ke arah rimba belantara di depannya."Seharian lebih aku berada di sini. Kakek itu masih belum kelihatan. Kalau aku menyelidik ke dalam hutan mungkin aku akan menemuinya. Tapi berarti gadis yang kuperkirakan akan lewat di tempat ini tidak dapat kutemui. Dua orang itu sama-sama pentingnya. Aku harus mengambil keputusan”Di dalam hutan suara kicau burung tiba-tiba berhenti dan lenyap. Orang di balik semak belukar memasang telinga dan kembali menatap tajam ke arah depan. Dia berusaha tenang namun tak dapat menahan debar dada- nya ketika di depan sana dia melihat satu bayan
"Jin Muka Seribu bukan muridku, aku bukan guru Jin Muka Seribu. Tidak pernah aku mengajarkan secuil ilmupun padanya. Bagaimana hal itu tersebar diluaran setelah kuselidiki ternyata adalah ulah perbuatan Jin Muka Seribu sendiri. Dia sengaja menebar kabar dengan maksud tujuan tertentu”."Hai, terima kasih kau telah mau memberi keterangan. Jika kelak aku bertemu dengan Jin Muka Seribu, aku tak akan bersikap ragu dan tak ada ganjalan bagiku untuk menghadapinya”"Orang muka hitam, dari penampilan dan tutur bicaramu aku melihat ada satu ganjalan hidup yang penuh teka-teki dalam dirimu. Jika kau tidak bisa memecahkannya kau mungkin akan mengakhiri hayat dalam keadaan kecewa penasaran”"Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab, penglihatanmu, sungguh tajam, perasaanmu sangat dalam. Aku berterima kasih. Apakah kau mungkin memberikan satu petunjuk yang harus kulakukan?"Kakek yang otaknya berada di luar batok kepala itu merenung sejenak. Lalu dia berkata. "S
"Burung gagak itu lenyap. Benar-benar aneh. " kata Jin Patilandak dalam hati. Saat itulah dia baru menyadari bahwa tempat dimana dia berada diselimuti hawa dingin luar biasa. Tubuhnya yang tanpa pakaian dan penuh keringatan mulai menggigil. Tak ada pepohonan atau semak belukar untuk berlindung dari hawa dingin.Jin Patilandak melangkah mendekati sebuah batu besar. Dalam gelap dia melihat ada sedikit cegukan pada batu itu. Mungkin dia bisa berlindung di cegukan tersebut. Jin Patilandak hampiri batu besar itu lalu sandarkanpunggungnya."Apa yang harus kulakukan di tempat ini? Burung 'gagak hitam itu lenyap entah kemana. Petunjuk apa yang sebenarnya hendak diberikan binatang itu. Apa aku harus terus berada di sini, menunggu sampai pagi?" Jin Patilandak rangkapkan dua tangan di depan dada menahan dingin yang amat sangat. Sambil berpikir-pikir Jin Patilandak ulurkan kepalanya sedikit, memandang berkeliling. Dia dapati ternyata di samping kiri ada sebuah batu yang dalam gela
"Kesengsaraan hidup yang aku alami saat ini justru karena kutuk Para Dewa dan Para Dewi. Apakah mungkin aku mengharapkan berkah dari para Dewa?""Aku tidak akan menjawab pertanyaanmu karena jawabnya ada dalam dirimu sendiri. Sekarang pergilah Hai anak malang..., Waktumu hampir habis”"Aku ingin menolong seorang sahabat. Dia juga tidak mengetahui siapa dan dimana ayah bundanya. Namanya Ruhcinta. Apakah kau bisa menolong memberi petunjuk?""Menolong orang lain adalah sangat baik, apa lagi dilakukan dengan hati bersih. Tetapi jika hal itu berada di luar jangkauan kita mengapa harus mempersulit diri sementara diri sendiri diselubungi berbagai kesulitan? Berkah para Dewa juga akan turun pada diri sahabatmu itu. Dia kelak akan mengetahui siapa ibu dan ayahnya. Hai jangan berada lebih lama di tempat ini. Pergilah.... Aku melihat tanda-tanda kurang baik”Jin Patilandak pandangi patung batu di hadapannya. Suara itu memang datang dari kejauhan dan mulut
"Hai, ada apa? Kita masih jauh dari tujuan!" ujar pemilik perahu seraya mengayuh lebih kuat hingga perahunya meluncur mendekati perahu di sebelah depan."Kami ada keperluan sebentar. Temanku ini kepingin kencing! Kecuali kalau kau membolehkan dia beser di atas perahumu!" kata Bayu pula.Pada saat perahu yang ditumpangi Bintang berjajar dengan perahu di depannya, perempuan yang mendayung palingkan kepala. Ternyata dia adalah seorang perempuan berdandan mencorong. Selagi Bintang dan Bayu rasa-rasa pernah melihat perempuan itu, Arya sudah lebih dulu berseru seraya lambaikan tangan."Ruhlampiri!"Si perempuan di atas perahu balas melambaikan tangan disertai lontaran senyum yang membuat Arya langsung saja dia berdiri di atas perahu hingga perahu yang masih berat oleh tenaga dalam Bintang itu bergoyang kian kemari. Air sungai masuk ke dalam perahu. Arya seolah tidak acuh, terus saja lambai-lambaikan tangannya kegirangan.Sebenarnya jika Arya menger
Breeettt!"Satu topeng tipis terbuat dari daun kering robek dan tanggal dari wajah si nenek. Kini kelihatanlah wajahnya yang asli. Satu wajah perempuan tua berkumis halus dan ada anting-anting besar mencantel di kedua telinganya. Kejut Arya bukan alang kepalang. Mata jerengnya mendelik besar. Lututnya goyah dan mukanya sepucat kain kafan!"Jin Pembedol Usus" mulut Arya bergetar mengucap nama orang yang tegak di depannya sambil bertolak pinggang dan tertawa cekikikan. Tenggorokannya seolah menenggak batu panas!"Kau memang kekasihku tercinta! Buktinya kau masih ingat siapa diriku! Hik... hik. hik!"Si nenek yang tadinya menyamar sebagai Ruhlampiri ternyata adalah anak buah Jin Muka Seribu yang dikenal dengan julukan Jin Pembedol Usus."Saat ini, apakah kau masih ingin melihat tubuhku Hai makhluk berasal dari negeri manusia?"Arya tak menjawab. Dia hanya tegak dengan mata jereng melotot. Ilernya mengucur tak berkeputusan."Hik. hik! Unt